Bedah Mulut (Sp.)

Permanent URI for this collection

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 20 of 114
  • Item
    Efektivitas Patch Kurkumin Terhadap Intensitas Nyeri dan Inflamasi Berdasarkan Visual Analog Scale, Kadar Bradikinin dan Pembengkakan Wajah Pasca Bedah Ortognati
    (2022-10-14) SAPTIADI OKTORA; Harmas Yazid Yusuf; Abel Tasman Yuza
    Rasa nyeri dan inflamasi nerupakan konsekuensi tindakan bedah ortognatik. Baik rasa nyeri maupun proses inflamasi pasca bedah ortognatik dapat ditangani melalui pendekatan farmakologis dengan menggunakan terapi obat berbahan dasar kimia maupun bahan alam. Salah satu bahan alam yang dikembangkan dengan potensi terapeutiknya adalah kurkumin. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektivitas patch kurkumin terhadap intensitas nyeri dan inflamasi berdasarkan Visual Analog Scale (VAS), kadar bradikinin dan pembengkakan wajah pasca bedah ortognatik. Penelitian ini dilakukan pada 20 pasien (10 laki-laki; 10 perempuan) yang telah menjalani tindakan bedah ortognatik di RSGM Universitas Padjadjaran dan RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, dengan metodi uji acak terkontrol dimana sampel penelitian dimasukkan ke dalam salah satu kelompok secara acak, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang mendapat patch kurkumin. Setelah tindakan bedah ortognatik selesai dilakukan evaluasi pengukuran skor VAS, kadar bradikinin dan pembengkakan wajah jam ke-0 (T0). Selanjutnya dilakukan pengukuran kembali pada jam ke-8 (T1) dan jam ke-12 (T2) pasca bedah ortognatik. Selanjutnya data dikumpulkan dan dianalisis dengan menggunakan uji t independent dan mann whitney. Berdasarkan hasil perbandingan yang dilakukan antara kelompok kontrol dan kelompok patch kurkumin diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan skor VAS, kadar bradikinin dan pembengkakan wajah untuk setiap waktu evaluasi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa patch kurkumin menunjukkan efektivitas yang sama untuk menurunkan skor VAS, kadar bradikinin dan pembengkakan wajah dengan pasien yang tidak menggunakan patch kurkumin pasca bedah ortognatik.
  • Item
    Identifikasi Bakteri dan Uji Kepekaan Beberapa Antibiotika Dari Abses Odontogenik
    (2013-08-22) SAPTO HARYOSENO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Abses odontogenik merupakan penyakit infeksi jaringan gigi dan mulut. Bakteri penyebabnya merupakan flora normal rongga mulut, terutama kokus Gram positif dan batang Gram negatif aerob maupun anaerob. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional terhadap 15 orang penderita abses odontogenik yang berobat di poliklinik Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung dan Instalasi Gawat Darurat Bedah Mulut dan Maksilofasial Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung. Bahan penelitian berupa pus, diperiksa di Laboratorium Bakteriologi untuk biakan aerob dan anaerob dan ditemukan bakteri aerob yang dominan adalah Streptococcus viridans 5 (41,67%) dan bakteri anaerob yang muncul adalah Peptococcus dan Peptostreptococcus masing-masing 3 (50%). Hasil uji kepekaan bakteri aerob menunjukkan nilai tertinggi terhadap antibiotika cefadroksil 50%, bakteri anaerob menunjukkan nilai tertinggi pada antibiotika metronidazol 100% dan seluruh bakteri menunjukkan nilai tertinggi pada antibiotika cefadroksil 33,33%.
  • Item
    Korelasi Antara Kadar Protein S-100B Serum Dengan Keparahan Trauma Berdasarkan Skor CFI (Comprehensive Facial Injury) Pada Penderita Trauma Maksilofasial Disertai Cedera Kepala
    (2022-10-14) DENY RAKHMAN; Farah Asnely Putri; Endang Sjamsudin
    ABSTRAK Pendahuluan: Penderita trauma maksilofasial berisiko mengalami cedera kepala karena letaknya berdekatan dengan kranium. S100B serum merupakan protein pengikat kalsium dimana peningkatan sekresinya menunjukkan aktivasi astrosit akibat adanya cedera kepala. Trauma maksilofasial umumnya disertai cedera kepala dengan kadar protein S-100B serum yang meningkat.. Tujuan: Menilai korelasi antara kadar protein S-100B serum dengan keparahan trauma berdasarkan skor CFI penderita trauma maksilofasial yang disertai cedera kepala. Metode: Penelitian dilakukan pada 35 subjek berusia antara 17-55 tahun yang mengalami trauma maksilofasial disertai cedera kepala dalam fase 6–24 jam, di IGD RS Hasan Sadikin, Bandung. Keparahan trauma maksilofasial dinilai berdasarkan skor CFI, penilaian cedera kepala sesuai GCS. Dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar protein S-100B serum dibandingkan dengan kelompok kontrol. Data yang terkumpul dianalisis uji korelasi Rank-Spearman. Hasil: Rerata kadar protein S-100B serum penderita trauma maksilofasial disertai dengan cedera kepala sebesar 3.9 (pg/ml) dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 0,37 pg/ml. Hasil uji Rank-Spearman didapatkan koefisien korelasi antara kadar protein S-100B serum dengan keparahan trauma maksilofasial berdasarkan skor CFI adalah 0.772 dengan nilai probabilitas 0,000. Sedangkan koefisien korelasi antara keparahan trauma maksilofasial berdasarkan skor CFI dengan cedera kepala adalah 376 dengan nilai probabilitas 0,026. Simpulan: Terdapat peningkatan kadar protein S-100B serum penderita trauma maksilofasial disertai dengan cedera kepala 10 kali dibandingkan kelompok kontrol. Terdapat korelasi antara kadar Protein S-100B serum dengan keparahan trauma pada penderita trauma maksilofasial yang disertai cedera kepala yang bermakna signifikan secara statistik (nilai p<0,05) serta terdapat korelasi antara keparahan trauma maksilofasial berdasarkan nilai CFI dengan cedera kepala (nilai p<0,05).
  • Item
    Pengaruh Aplikasi Patch Kurkumin Terhadap Kadar Serotonin dan Skor Intensitas Nyeri Berdasarkan Wong-Baker Face Rating Scale (WBFRS) Pasca Bedah Ortognatik
    (2022-10-14) DANI GINANJAR; Abel Tasman Yuza; Harmas Yazid Yusuf
    Bedah ortognatik adalah suatu tindakan pembedahan pada kelainan dentofasial yang terjadi pada maksila dan mandibula.Inflamasi yang terjadi setelah dilakukan operasi ortognatik berupa pembengkakan dan rasa sakit dapat ditangani dengan obat antinyeri dan obat tambahan adjuvant berbahan alami salah satunya adalah kurkumin. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh aplikasi patch kurkumin terhadap kadar serotonin darah dan skor Wong Baker Faces Rating Scale (WBFRS) sebagai indikator rasa nyeri pada pasien pasca bedah ortognatik. Penelitian ini dilakukan pada 20 pasien (10 laki-laki; 10 perempuan) yang akan menjalani tindakan bedah ortognatik di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unpad, dan Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin dengan metode Uji Acak Terkontrol (UAT) dimana sampel penelitian dimasukkan ke dalam salah satu kelompok secara acak, yaitu kelompok kontrol yang tidak mendapatkan aplikasi patch kurkumin dan kelompok perlakuan yang mendapatkan patch kurkumin . Setelah tindakan bedah ortognatik selesai, dilakukan evaluasi kadar serotonin darah dan skor WBFRS (T0). Selanjutnya dilakukan pengukuran kembali pada 8 jam pasca operasi (T1) dan 12 jam paska operasi (T2), paska bedah ortognatik. Selanjutnya seluruh data dikumpulkan dan dianalis dengan menggunakan mann whitney. Berdasarkan hasil perbandingan yang dilakukan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar serotonin darah saliva (p = 0,257) dan skor WBFRS (p =0,066 )untuk setiap waktu evaluasi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa patch kurkumin tidak memiliki perbedaan efektivitas dalam mengatasi rasa nyeri pasca bedah ortognatik.
  • Item
    Efektivitas Penggunaan Patch Kurkumin Terhadap Pengurangan Intensitas Nyeri Orofasial Akut Berdasarkan Skoring Skala FLACC dan Kadar PGE2 Saliva pada Pasien Pasca Labioplasti atau Palatoplasti
    (2022-10-14) YOHANES YOPPY PURNOMO; Raden Tantry Maulina; Endang Sjamsudin
    Pendahuluan: Tindakan tatalaksana utama kelainan celah bibir dan langit-langit adalah labioplasti atau palatoplasti yang berpotensi menimbulkan rasa nyeri dan inflamasi pasca tindakan. Kurkumin merupakan salah satu bahan alam yang telah diakui potensi analgetik dan anti inflamasinya. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas patch kurkumin terhadap intensitas nyeri orofasial akut. Metode: Penelitian ini dilakukan pada 50 pasien yang telah menjalani tindakan labioplasti atau palatoplasti di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran (RSGM UNPAD) dengan metode uji acak terkontrol, dimana sampel penelitian dimasukkan kedalam salah satu kelompok secara acak, yaitu kelompok kontrol (tanpa patch kurkumin) dan kelompok perlakuan (mendapatkan patch kurkumin). Setelah tindakan bedah selesai dilakukan, dilakukan pengukuran awal skor Face, Leg, Activity, Cry, and Consolability (FLACC) dan kadar Prostaglandin E2 (PGE2) saliva (T0). Selanjutnya dilakukan pengukuran berikutnya pada jam ke-8 pasca pengukuran awal (T1). Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon dan Mann-Whitney. Hasil: Analisis untuk masing-masing kelompok memperlihatkan adanya penurunan rasa nyeri yang ditandai dengan penurunan yang bermakna secara statistik untuk skor FLACC (nilai p<0,01). Pada analisis perbandingan antar kelompok, kembali ditemukan perbedaan penurunan rasa nyeri yang bermakna pada kadar PGE2 saliva. Untuk skor FLACC, meskipun terlihat adanya penurunan, namun tidak terdapat perbedaan skor FLACC yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kesimpulan: Patch kurkumin memberikan pengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca labioplasti atau palatoplasti
  • Item
    Korelasi antara prognostic nutritional index (PNI) dan nutritional risk index (NRI) dengan netrofil limfosit rasio (NLR) pada pasien Infeksi Odontogenik
    (2022-10-14) ICKMAN SETOAJI WIBOWO; Lucky Riawan; Andri Hardianto
    Pendahuluan: Perubahan status gizi terjadi akibat ketidakseimbangan antara anabolisme dan katabolisme pada penderita infeksi odontogenik. Hipoalbumin merupakan salah satu kondisi yang terjadi pada penderita infeksi odontogenik. Hipoalbumin mengakibatkan penurunan status gizi yang diukur berdasarkan nilai Prognostic Nutritional Index (PNI) dan Nutritional Risk Index (NRI). Evaluasi proses penyembuhan infeksi odontogenik diukur berdasarkan Netrofil Limfosit Rasio (NLR). Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan infeksi odontogenik adalah status gizi. Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk melihat perbedaan nilai PNI, NRI dan NLR pada saat penderita datang dan hari ke 3 di Rumah Sakit. Tujuan penelitian selanjutnya yaitu untuk menilai korelasi status gizi dinilai dari PNI, NRI dengan proses penyembuhan infeksi odontogenik berdasarkan NLR. Metode: Penelitian dilakukan pada 30 penderita infeksi odontogenik. Sampel penelitian diambil ketika pasien datang (T1) dan hari ke 3 (T2). Data yang terkumpul dianalisis perbedaan dan korelasi pada waktu T1 dan T2. Hasil: Hasil penelitian menunjukan sebanyak 27 penderita (90%) termasuk kategori berisiko malnutrisi berdasarkan PNI dan NRI pada T1. Penurunan jumlah terjadi pada T2, pada PNI menjadi 24 penderita (80%) dan NRI menjadi 20 penderita (66.67%). Hasil analisis menunjukan terdapat perbedaan nilai PNI, NRI dan NLR antara T1 dengan T2 pada penderita infeksi odontogenik secara statistik (nilai p< 0.05). Terdapat penurunan nilai NLR pada T2 sebanyak 26 penderita. Terdapat korelasi nilai PNI, NRI dengan NLR baik pada T1 dan T2 secara statistik (nilai p< 0.05). Kesimpulan: Status gizi dapat dipertimbangkan sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan proses penyembuhan.
  • Item
    Hasil Pengukuran Nasolabial Pasca Labioplasti Celah Bibir Unilateral Komplit Dengan Teknik Modifikasi Millard Secara Klinis Dan Fotogrametri ImageJ
    (2022-10-13) ALBERTIN JANE AGUNG TANUSANTOSO; Harmas Yazid Yusuf; R. Agus Nurwiadh
    Pendahuluan Pasien pasca labioplasti memerlukan evaluasi untuk menilai keberhasilan pasca operasi. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu dengan pengukuran langsung, fotografi 2 dimensi dan 3 dimensi dengan berbagai kekurangan dan kelebihan masing-masing metode. ImageJ merupakan perangkat lunak yang sering digunakan untuk mengukur fotografi dalam bidang kedokteran maupun kedokteran gigi. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan pengukuran nasolabial secara langsung dan dengan menggunakan fotogrametri ImageJ dalam mengevaluasi estetika pada pasien celah bibir unilateral komplit pasca labioplasti dengan teknik modifikasi Millard. Metode Penelitian ini dilakukan pada 31 pasien anak berusia 3 bulan atau lebih pasca labioplasti dengan teknik modifikasi Millard di Instalasi Bedah Sentral RSGM Universitas Padjadjaran Bandung. Pasien dilakukan pengambilan foto dari arah frontal dengan jarak 50 cm dengan sudut 90 derajat dan foto dari arah basilar dengan jarak 75 cm dengan sudut 45 derajat, selanjutnya foto tersebut diolah dengan pengukuran secara fotogrametri dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ dan pengukuran secara langsung menggunakan kaliper. Data dikumpulkan dan dianalisis dengan menggunakan uji t-independen. Hasil Penelitian ini memperoleh hasil adanya perbedaan nilai nasolabial pasca labioplasti celah bibir unilateral komplit dengan teknik modifikasi Millard secara langsung dengan kaliper dan fotogrametri ImageJ dengan p<0.05. Diskusi Pengukuran secara fotogrametri dipengaruhi oleh hasil foto, kemampuan foto dari operator, teknik pengambilan gambar dan pencahayaan, sedangkan pengukuran secara langsung menggambarkan pengukuran secara rill. Simpulan Perangkat lunak ImageJ belum dapat menggambarkan pengukuran secara langsung, dan disarankan untuk dilakukan pelitian serupa dengan memperbanyak landmark fasial yang dinilai, perangkat lunak yang berbeda seperti perangkat lunak tiga dimensi.
  • Item
    EFEKTIVITAS PLATELET RICH PLASMA TERHADAP DENSITAS TULANG PASCA ODONTEKTOMI GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH DITINJAU DARI RADIOGRAF CBCT-3D
    (2022-10-14) PUTRI NURFUADAH; Indra Hadikrishna; Harmas Yazid Yusuf
    Prosedur odontektomi gigi menyebabkan trauma pada jaringan keras yang mempengaruhi proses penyembuhan. Platelet-Rich Plasma (PRP) sebagai perangsang pertumbuhan tulang, melepaskan faktor pertumbuhan dan berdiferensiasi ketika trombosit diaktifkan. Perubahan densitas tulang menggambarkan tahap awal dari remodeling tulang yang mendahului perubahan morfologi tulang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan densitas tulang pada aplikasi Platelet-Rich Plasma (PRP) pasca odontektomi gigi impaksi molar ketiga rahang bawah dibandingkan dengan aplikasi Gelatin Sponge dan tidak diaplikasikan Platelet-Rich Plasma (PRP) atau Gelatin sponge berdasarkan radiograf Cone Beam Computed Tomography 3-Dimension (CBCT-3D). Penelitian ini dilakukan terhadap 48 subjek (16 laki-laki; 32 perempuan) yang menjalani tindakan odontektomi di Instalasi Rawat Jalan Bedah Mulut dan Maksilofasial Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung, dengan metode Uji Acak Terkontrol (UAT) dimana sampel penelitian dimasukkan ke dalam salah satu kelompok secara acak, yaitu kelompok I mendapatkan aplikasi Platelet-Rich Plasma (PRP), kelompok II Gelatin Sponge, dan kelompok kontrol. Setelah tindakan odontektomi, pada hari ke-30 pasca odontektomi dilakukan pemeriksaan CBCT 3D, untuk analisis densitas (HU) tulang. Seluruh data dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasil penelitian: kelompok Platelet-Rich Plasma (PRP) memiliki nilai densitas paling tinggi 94,05 HU, dibandingkan dengan kelompok kontrol 65,35 HU, dan kelompok Gelatin Sponge 64,00 HU. Hasil uji Kruskal-Wallis, tidak terdapat perbedaan signifikan densitas tulang, dengan nilai p = 0,649. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan densitas tulang pada aplikasi Platelet-Rich Plasma (PRP) pasca odontektomi gigi impaksi molar ketiga rahang bawah ditinjau dari radiograf CBCT 3D. Kata kunci: Platelet-Rich Plasma (PRP), densitas tulang, odontektomi, CBCT-3D
  • Item
    Efektivitas Perawatan Nasoalveolar Molding Dinilai Dari Perbedaan Kesimetrisan Hidung Pre Dan Pasca Terapi Pada Pasien Celah Bibir Unilateral Komplit Ras Deuteromelayu
    (2022-01-14) RYANT GANDA SANTOSO TELAUMBANUA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Pendahuluan: Celah bibir merupakan kelainan bawaan pada wajah yang ditandai dengan terputusnya kontinuitas jaringan lunak bibir, dan dapat disertai dengan celah langit-langit dan celah gusi. Perawatan celah bibir meliputi berbagai bidang multidisiplin ilmu. Perawatan nasoalveolar molding merupakan perawatan celah bibir yang berguna untuk mendekatkan segmen bibir dan alveolar bersamaan dengan menegakkan hidung dengan tujuan mengurangi kompleksitas operasi. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan kesimetrisan hidung sebelum dan sesudah perawatan nasoalveolar molding Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik yang dilakukan pada pasien dengan diagnosis celah bibir unilateral komplit ras deuteromelayu di Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-langit (YPPCBL) Bandung. Analisis fotometri dengan aplikasi ImageJ dilakukan pada bagian hidung pasien celah bibir unilateral komplit, sebelum dan sesudah perawatan nasoalveolar molding. Perbedaan kesimetrisan hidung sebelum dan sesudah perawatan nasoalveolar molding dilakukan dengan uji beda. Hasil : Berdasarkan 12 subjek penelitian yang dilakukan analisis fotometri, terdapat perbedaan kesimetrisan hidung sebelum dan sesudah perawatan nasoalveolar molding. Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini disimpulkan terdapat perbedaan kesimetrisan hidung pada pasien yang dirawat dengan nasoalveolar molding.
  • Item
    EFEKTIVITAS PATCH KURKUMIN DAN PATCH KURKUMIN MENGANDUNG PIPERIN TERHADAP PENGURANGAN INTENSITAS NYERI OROFASIAL AKUT BERDASARKAN SKORING SKALA FACE, LEG, ACTIVITY, CRY, AND CONSOLABILITY (FLACC) DAN
    (2022-10-13) NADYA KHAMILA; Raden Tantry Maulina; Endang Sjamsudin
    Pendahuluan: Nyeri inflamasi merupakan konsekuensi yang lazim dikeluhkan oleh pasien celah bibir atau langit-langit pasca tindakan pembedahan labioplasti atau palatoplasti. Sebagai bahan alam dengan efek analgesik dan anti inflamasi, kurkumin diperkirakan dapat mengurangi nyeri karena inflamasi pasca tindakan pembedahan, sedangkan piperine diketahui dapat meningkatkan efektivitas kurkumin. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas patch kurkumin mengandung piperine dan tanpa piperine dalam mengatasi nyeri inflamasi pasca pembedahan berdasarkan skor skala Face, Leg, Activity, Cry, and Consolability (FLACC) dan kadar Prostaglandin E2 (PGE2) saliva. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode uji acak terkontrol pada 50 pasien anak (30 laki-laki; 20 perempuan) yang telah menjalani tindakan labioplasti atau palatoplasti di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran (RSGM Unpad). Pasien dimasukkan secara acak ke dalam salah satu kelompok, kelompok patch kurkumin tanpa piperine atau kelompok patch kurkumin dengan piperine. Pengukuran skor FLACC dan kadar PGE2 saliva dilakukan dalam dua waktu pengukuran. Data selanjutnya dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dan Mann Whitney. Hasil: Hasil analisis data penelitian memperlihatkan adanya penurunan nyeri yang ditandai dengan penurunan skor FLACC (p<0,01) yang bermakna pada kedua kelompok. Meskipun demikian, tidak terdapat penurunan kadar PGE2 saliva yang bermakna secara statistik. Perbandingan nilai rerata antar kelompok menunjukkan penurunan PGE2 lebih baik pada kelompok patch kurkumin tanpa piperin. Kesimpulan: Penggunaan patch kurkumin, dengan penambahan piperine maupun tidak, memberikan pengaruh dalam penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca tindakan labioplasti atau palatoplasti.
  • Item
    PERBEDAAN EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) DENGAN EKSTRAK KUNYIT (Curcuma longa L) PADA ANGIOGENESIS KARSINOMA SEL SKUAMOSA MENCIT DENGAN METODE PENGUKURAN EKSPRESI VEGF (Studi
    (2021-11-11) HIRZI ASDYAKSA; Harmas Yazid Yusuf; Indra Hadikrishna
    Latar belakang: Karsinoma sel skuamosa adalah suatu keganasan yang menyerang organ yang ditutupi oleh sel epitel skuamosa. Daun sirsak mempunyai kandungan acetogenin yang memiliki potensi sebagai anti kanker, Senyawa acetogenins akan menghambat ATP yang menjadi sumber energi bagi sel kanker. Kunyit memiliki kandungan kurkumin yang mampu menekan pertumbuhan kanker dengan mempengaruhi faktor faktor metastasis dengan dua cara, pertama dengan menghambat faktor angiogenesis seperti faktor pertumbuhan endotel vascular (VEGF) dan faktor pertumbuhan fibroblast dasar (bFGF). VEGF adalah sinyal kimia yang diproduksi oleh sel-sel yang merangsang angiogenesis. Tujuan penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan pemberian ekstrak daun sirsak dan kunyit terhadap imunoekspresi VEGF Metode: Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental murni pada mencit mus musculus yang diinduksi DMBA. Populasi sampel dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan antara kelompok perlakuan ekstrak daun sirsak, ekstrak kunyit dan kontrol. Hasil penelitian: Berdasarkan hasil analisis Mann Whitney terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan ekstrak daun sirsak dengan kelompok kontrol, dengan P value 0.000, terdapat perbedaan antara kelompok pemberian kunyit dengan kelompok kontrol dengan p value 0.000, dan tidak terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan ekstrak daun sirsak dengan ekstrak kunyit dengan p value 0,931 Kesimpulan: Pemberian ekstrak daun sirsak dan ekstrak kunyit mempunyai kemampuan dalam menurunkan ekpsresi VEGF pada karsinoma sel squamous.
  • Item
    Pengaruh Aplikasi Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricata Linn) Terhadap Imunoekspresi Epidermal Growth Factor (EGF) Pada Tahap Proliferasi Penyembuhan Luka Jaringan Lunak (Studi Eksperimental Pada Tikus
    (2021-10-12) FLORENCE ARIYANA MANUPUTTY; Farah Asnely Putri; Endang Sjamsudin
    Pendahuluan: Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler dan bio-kimia yang terjadi berkesinambungan. Salah satu jenis tanaman obat adalah Annona muricata Linn atau sirsak yang memiliki kandungan senyawa steroid/terpenoid, flavonoid, kumarin, alkaloid, dan tannin yang diketahui berperan dalam proses penyembuhan luka. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi potensi ekstrak daun sirsak terhadap proses penyembuhan luka pada mukosa palatum tikus Sprague dawley secara klinis, histologis dan ekspresi Epidermal Growth Factor (EGF). Metode: Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental murni terhadap 24 ekor tikus Sprague dawley yang dibagi secara random menjadi 2 kelompok. Seluruh hewan coba dilakukan pembuatan luka sirkuler palatum dengan diameter 5 mm. Kelompok I diaplikasi NaCl 0,9% (kontrol), kelompok II diaplikasi salep ekstrak daun sirsak. Perlakuan diberikan satu kali sehari selama 7 dan 14 hari. Enam ekor tikus pada tiap kelompok dieuthanasia pada hari ke-7 dan ke-14. Dilakukan analisis ekspresi EGF, lebar luka, jumlah sel fibroblas dan luas serabut kolagen. Lebar luka dianalisis menggunakan uji beda t-independent, sedangkan ekspresi EGF, jumlah fibroblas dan luas serabut kolagen menggunakan uji beda Mann-Whitney. Hasil: Hasil analisis memperlihatkan terdapat perbedaan bermakna jumlah sel fibroblas pada hari ke-14 dan luas serabut kolagen pada hari ke-7 dan hari ke-14 antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Jumlah sel fibroblas hari ke-7, ekspresi EGF dan lebar luka pada hari ke-7 dan ke-14 sama-sama menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna. Simpulan: Tidak terdapat peningkatan imunoekspresi EGF dan pengurangan lebar luka. Terdapat peningkatan jumlah sel fibroblas dan luas serabut kolagen pada penyembuhan luka terbuka jaringan lunak. Kata kunci: Daun sirsak, penyembuhan luka, Epidermal Growth Factor, lebar luka, fibroblas, kolagen
  • Item
    Korelasi antara Lebar Celah Palatum Komplit Unilateral dan Frekuensi Suara Pada Pasien Pasca Palatoplasti
    (2021-10-13) LENI RUSLAINI; R. Agus Nurwiadh; Andri Hardianto
    Pendahuluan: Celah palatum merupakan defek kongenital yang paling sering terjadi pada regio kraniofasial. Gangguan yang paling banyak ditimbulkan adalah gangguan berbicara merupakan salah satu masalah yang paling krusial pada tahap awal tumbuh kembang penderita. Penutupan celah palatum bertujuan untuk mendapatkan bentuk anatomi dan fungsi palatum sebagai organ bicara. Penilaian suara dengan analisa akustik suara pada penderita celah palatum dilakukan dengan melihat nilai frekuensi suara. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara lebar celah palatum komplit unilateral dan frekuensi suara pada pasien pasca palatoplasti. Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan prospektif, dengan subjek penelitian sebanyak 21 orang. Penelitian dilakukan dengan cara mengukur lebar celah palatum pada hasil cetakan rahang atas secara digital dan mencatat nilai frekuensi suara saat perekaman suara. Analisa statistik menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil: Hasil penelitian uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nila koefisien hubungan sebesar 0,25 (P<0,05) dengan katagori kekuatan hubungan yang rendah atau lemah, terdapat hubungan yang negatif antara lebar celah palatum komplit unilateral terhadap frekuensi suara dimana semakin besar lebar celah palatum maka akan menyebabkan frekuensi suara yang dihasilkan semakin rendah. Simpulan: Terdapat korelasi yang lemah antara lebar celah palatum komplit unilateral dan frekuensi suara pada pasien pasca palatoplasti
  • Item
    Efektifitas Ekstrak Batang Pisang Mauli (Musa acuminata) Terhadap Penyembuhan Alveolar Osteitis Pasca Pencabutan Gigi (Studi Eksperimental pada Tikus Sprague Dawley)
    (2021-10-12) TRI NURRAHMAN; Abel Tasman Yuza; Endang Sjamsudin
    Pendahuluan: Alveolar osteitis atau dry socket merupakan salah satu komplikasi pencabutan gigi yang biasa terjadi. Pilihan obat yang digunakan dalam perawatan alveolar osteitis selama ini adalah pasta iodoform. Beberapa laporan kasus telah ditemukan kasus efek samping dari penggunaan iodoform. Penggunaan bahan obat herbal dapat menjadi alternatif dengan tujuan mengurangi resiko efek samping, murah dan mudah didapat. Salah satunya batang pisang Mauli yang telah digunakan masyarakat Indonesia sejak lama sebagai bahan pengobatan dalam penyembuhan luka. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi ekstrak batang pisang Mauli terhadap penyembuhan alveolar osteitis dengan mengamati luasan fibroblas dan jumlah osteoblas. Metode: Dua puluh empat tikus Sprague Dawley yang diinduksi alveolar osteitis secara random dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok KN tidak diberikan perlakuan apapun, kelompok KI diberi perlakuan irigasi dan aplikasi pasta iodoform dua kali sehari dan kelompok KM dilakukan irigasi dan aplikasi ekstrak batang pisang Mauli dua kali sehari selama 7 dan 14 hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan luasan fibroblas dan penghitungan jumlah osteoblas. Data luasan fibroblas menggunakan analisis oneway anova dengan uji lanjut LSD (Least Significant Difference), sedangkan pada jumlah osteoblas dilakukan analisa menggunakan analisis Kruskal-Wallis dengan uji lanjut Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan kontrol positif pasta iodoform dan kelompok ekstrak batang pisang Mauli. Hasil: Hasil analisis data menunjukkan hari ke-7 tidak terdapat perbedaan luasan fibroblas pada ekstrak batang pisang Mauli (Musa acuminata) dibandingkan pasta iodoform (signifikan p0,127>0,05), sedangkan pada hari ke-14 terdapat perbedaan luasan fibroblas (p0,009<0,05). Jumlah osteoblas memperlihatkan kesamaan bahwa tidak terdapat perbedaan antara aplikasi ekstrak batang pisang Mauli (Musa acuminata) dibandingkan pasta iodoform. Simpulan: Ekstrak batang pisang Mauli memiliki potensi untuk penyembuhan alveolar osteitis yang sebanding dengan pasta iodoform berdasarkan pengamatan dari luasan fibroblas dan osteoblas.
  • Item
    ANALISIS POLIMORFISME rs1546124 DAN rs4783099 GEN CRISPLD2 PADA PENDERITA CELAH BIBIR DAN LANGIT-LANGIT NON SINDROMIK POPULASI DEUTERO MELAYU
    (2021-10-12) DINA NOVIANTI; Farah Asnely Putri; Harmas Yazid Yusuf
    Pendahuluan: Celah bibir dan langit-langit non sindromik merupakan kelainan kongenital yang sering ditemukan, etiologinya multifaktorial antara faktor genetik dan lingkungan. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa Single Nucleotide Polymorphism (SNP) rs1546124 dan rs4783099 gen CRISPLD2 berhubungan dengan kejadian celah bibir dan langit-langit non sindromik pada berbagai populasi, namun belum pernah dilakukan pada populasi Deutero Melayu. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan polimorfisme dan faktor risiko rs1546124 dan rs4783099 gen CRISPLD2 pada celah bibir dan langit-langit non sindromik populasi Deutero Melayu. Metode: Dua SNP gen CRISPLD2 dianalisis menggunakan metode case control study (n=68), pada 32 pasien celah bibir dan langit-langit non sindromik dan 36 kontrol, menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Hasil: Perbedaan frekuensi alel rs1546124 (x2=5,667; p-value=0,017; α=0,05) dan rs4783099 (x2=29,883; p-value=0,000; α=0,05) bermakna signifikan secara statistik, sedangkan perbedaan frekuensi mutan genotipe rs1546124 (x2=0,165; p-value=0,684; α=0,05) dan rs4783099 (x2=1,071; p-value=0,301; α=0,05) tidak bermakna signifikan secara statistik. Alel C rs1546124 (OR=2,619; 95% CI=1,169—5,866), alel T rs4783099 (OR=7,667; 95% CI=0,061—0,280), dan genotipe mutan rs4783099 (OR=2,419; 95% CI=0,435— 13,443) merupakan faktor risiko terjadinya celah bibir dan langit-langit. Genotipe mutan rs1546124 (OR=0,818; 95% CI=0,311—2,154) bukan merupakan faktor risiko terjadinya celah bibir dan langit-langit. Simpulan: Terdapat perbedaan frekuensi alel dan genotipe pada penderita celah bibir dan langit-langit non sindromik dan kontrol. Polimorfisme gen CRISPLD2 merupakan faktor risiko terjadinya celah bibir dan langit-langit non sindromik pada populasi Deutero Melayu.
  • Item
    Efektivitas Penggunaan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation Terhadap Nyeri, Pembengkakan, Trismus Dan Kadar Alfa Amilase Saliva Pasca Pembedahan Gigi Molar Ketiga Mandibula
    (2021-10-08) SYARIFAH NOVA AMIZA ZAM; Endang Sjamsudin; Abel Tasman Yuza
    Pendahuluan: Pembedahan gigi molar ketiga merupakan tindakan yang memiliki beberapa resiko medis pasca tindakan, diantaranya adalah rasa nyeri, pembengkakan, sulit mengunyah dan trismus. TENS bekerja pada serabut saraf aferen untuk memblokir transmisi saraf, atau merangsang pelepasan opioid oleh sistem saraf pusat. Mekanisme tersebut menyebabkan TENS dapat mengurangi rasa nyeri. Tujuan: Menganalisis efekvifitas penggunaan TENS dalam mengurangi rasa nyeri, pembengkakan wajah, trismus, dan menganalisis kadar alfa amilase saliva pasca pembedahan gigi molar ketiga mandibula. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan metode uji acak terkontrol sejumlah 30 sampel yang terbagi dalam 2 kelompok; kelompok kontrol dan kelompok dengan penggunaan TENS. TENS diaplikasikan selama 20 menit pada 1 jam pre tindakan, 1 jam pasca tindakan, pasca pengamatan 24 jam dan 7 hari. Pengamatan terhadap nyeri, pembengkakan wajah, trismus dan analisa kadar alfa amilase saliva dilakukan sebanyak 4 kali persampel, yaitu pretindakan (T0), 1 jam setelah (T1), 24 jam setelah (T2) dan 7 hari setelah tindakan (T3). Analisis data menggunakan uji independent sample t-test untuk membandingkan kedua kelompok pada data yang terdistribusi normal. Hasil: Hasil uji independent sample t-test TENS terhadap kontrol menunjukkan p-value pada nrs T1:T2:T3 sebesar 0,123: 0,476: 0,687 > 0,05, yang berarti tidak ada perbedaan nyeri pasca pembedahan, uji terhadap pembengkakan wajah dimana T1:T2:T3 sebesar 0,981: 0,879: 0,439 > 0,05, trismus T1:T2:T3 sebesar 0,690: 0,360: 0,848 > 0,05, dan pada uji kadar alfa amilase saliva T1:T2:T3 menunjukkan p-value 0,371: 0,111: 0,487 > 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan TENS tidak dapat menurunkan rasa nyeri inflamasi, tidak dapat mengurangi pembengkakan wajah ataupun trismus, dan tidak dapat menurunkan kadar alfa amilase saliva pasca pembedahan. Simpulan: Penggunaan TENS tidak menunjukkan perbedaan dalam mengurangi reaksi inflamasi seperti nyeri, pembengkakan wajah, trismus maupun kadar alfa amilase saliva pada pasien usia dewasa muda dengan tindakan pembedahan gigi molar ketiga.
  • Item
    PENGARUH PENGGUNAAN PATCH KURKUMIN TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA PASIEN KANKER RONGGA MULUT
    (2021-10-13) KALIA LABITTA YUDHASOKA; Kiki Akhmad Rizki; Raden Tantry Maulina
    Pendahuluan: Salah satu gejala klinis dari kanker rongga mulut adalah adanya rasa nyeri yang lazim diatasi dengan pemberian opioid. Efek samping opioid menyebabkan timbulnya kebutuhan akan agen anti nyeri alternatif yang memiliki potensi anti nyeri menyerupai opioid, namun dengan efek samping minimal. Kurkumin, dipercayai memiliki potensi tersebut. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas patch kurkumin terhadap intensitas nyeri pada pasien kanker rongga mulut Metode: Penelitian dengan metode acak terkontrol ini melibatkan 32 pasien (20 laki-laki; 12 perempuan) yang merupakan pasien kanker rongga mulut di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, dan mengeluhkan nyeri sebagai akibat dari kanker rongga mulut yang diderita. Pasien dimasukkan secara acak ke dalam salah satu kelompok; kelompok perlakuan yang mendapatkan patch kurkumin; serta kelompok kontrol yang tidak mendapatkan patch kurkumin. Selanjutnya dilakukan pengukuran rasa nyeri dengan menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) dan pemeriksaan Prostaglandin E2 (PGE2) saliva dan plasma pada kondisi baseline, dan 24 jam pasca pengukuran pertama. Seluruh data selanjutnya ditabulasi, dan dianalisis dengan menggunakan uji beda. Hasil: Hasil analisis memperlihatkan adanya penurunan rasa nyeri yang ditandai dengan penurunan yang bermakna secara statistik untuk skor NRS (p<0.01) dan kadar PGE2 plasma (p= 0.03) pada kelompok perlakuan. Ketika dilakukan perbandingan antar kelompok, kembali ditemukan perbedaan penurunan rasa nyeri yang bermakna pada skor NRS serta kadar PGE2 plasma. Meskipun memperlihatkan penurunan, namun tidak terdapat perbedaan kadar PGE2 saliva yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kesimpulan: Pemberian patch kurkumin memberikan pengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien kanker rongga mulut.
  • Item
    Korelasi Antara Kadar Serum Amiloid A dan C-Reactive Protein Terhadap Derajat Keparahan Infeksi Odontogenik
    (2021-10-12) WIM FIRSTYANANDA; Andri Hardianto; R. Agus Nurwiadh
    Infeksi di kepala dan leher umumnya disebabkan oleh infeksi odontogenik yang menyebar. Infeksi odontogenik menyebabkan berbagai manifestasi lokal ataupun sistemik, dengan komplikasi ringan hingga berat tergantung dari derajat keparahannya. Penilaian derajat keparahan infeksi odontogenik merupakan faktor dalam menentukan prognosis, yang dinilai melalui parameter lokal dan sistemik. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk melihat penanda biologis terhadap proses infeksi yang terjadi. Serum amiloid A (SAA) dan C-reactive protein (CRP) merupakan protein fase akut yang konsentrasinya meningkat pada saat inflamasi. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis korelasi antara SAA dan CRP terhadap derajat keparahan infeksi odontogenik pada pasien dengan infeksi odontogenik. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik yang dilakukan pada pasien dengan diagnosis infeksi odontogenik yang datang ke RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dilakukan pemeriksaan derajat keparahan infeksi odontogenik dan pengambilan sampel darah untuk menilai kadar SAA dan CRP. Korelasi antara SAA dan CRP terhadap derajat keparahan infeksi odontogenik dinilai menggunakan uji korelasi rank spearman. Hasil: Berdasarkan 31 subjek penelitian yang dilakukan pemeriksaan derajat keparahan infeksi odontogenik dan pengukuran kadar SAA dan CRP menunjukkan bahwa terdapat korelasi secara statistik antara SAA dan CRP terhadap derajat keparahan infeksi odontogenik dengan kadar CRP pada pasien infeksi odontogenik dengan nilai koefisien korelasi r=0,475 (p= 0,028). Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara kadar serum amiloid A dan C-reactive protein terhadap derajat keparahan infeksi odontogenik.
  • Item
    Perbedaan Efektivitas Pemberian Oral Antara Bromelain dengan Kurkumin dan Ibuprofen Terhadap Nyeri Bengkak dan Bukaan Mulut Pasca Odontektomi Gigi Impaksi Molar Ketiga Mandibula
    (2021-10-13) YOARINA SUBYAKTO; Lucky Riawan; Endang Sjamsudin
    Pendahuluan: Odontektomi gigi molar ketiga merupakan tindakan pembedahan yang sering beresiko timbulnya keluhan nyeri, bengkak, dan keterbatasan dalam membuka mulut. Penggunaan analgetik antiinflamsi sering digunakan untuk mengurangi resiko ini, salah satunya adalah Ibuprofen. Ibuprofen merupakan golongan obat antiinflamasi non steroid yang juga memiliki efek samping. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan efektivitas pemberian oral Bromelain dibandingkan dengan Kurkumin dan Ibuprofen terhadap nyeri, bengkak dan bukaan mulut pasca odontektomi gigi impaksi molar ketiga mandibula. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol double blind terhadap 30 pasien dengan kasus impaksi molar ketiga mandibula yang normal dan sehat yang dilakukan tindakan odontektomi dalam anastesi lokal. Subjek penelitian terbagi dalam 3 kelompok perlakuan, yaitu pemberian Bromelain, Kurkumin ataupun Ibuprofen selama 3 hari pasca odontektomi dan dilakukan tiga kali waktu pengukuran. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini ialah uji ANOVA. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata nyeri tertinggi dan bukaan mulut terkecil pada kelompok Ibuprofen hari ke-3 sebesar 45,2±8,6 dan 21,90±7,777; ukuran bengkak terbesar pada kelompok Bromelain hari ke-3 sebesar 316,00±21,453. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p-value perubahan nyeri kelompok Bromelain, Kurkumin dan Ibuprofen pada rentang waktu pra odontektomi dan hari ke 3; hari ke-3 dan hari ke-7; serta pra odontektomi dan hari ke-7 pasca odontektomi ialah sebesar p-value=0,1654; p-value =0,3673; p-value =0,0613. P-value perubahan ukuran bengkak ialah sebesar P-value =0,5910; p￾value =0,07942; p-value =0,3400. P-value perubahan bukaan mulut ialah sebesar p-value =0,6726; p-value =0,02321; p-value =0,3634. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyeri, bengkak, dan bukaan mulut yang signifikan (P>0,05) antara kelompok Bromelain, Kurkumin dan Ibuprofen. Simpulan: Bromelain dan Kurkumin mempunyai potensi yang sama dengan Ibuprofen dalam mengatasi nyeri, bengkak, dan keterbatasan bukaan mulut pasca odontektomi gigi molar ketiga mandibula.
  • Item
    Perbedaan Efektivitas Metode Pemberian Ekstrak Mengkudu (Morinda citrifolia) dengan Kunyit (Curcuma longa L) pada Angiogenesis Karsinoma Sel Skuamosa melalui Penilaian Rasio Sel Endotel danIimunoekspr
    (2021-10-12) SHINTA KARTIKASARI; Harmas Yazid Yusuf; Abel Tasman Yuza
    Pendahuluan : Karsinoma sel skuamosa (KSS) berasal dari epitel permukaan yang mengalami displasia. Mengkudu (Morinda citrifolia) dan Kunyit (Curcuma longa L) memiliki potensi anti-angiogenesis dengan menghambat pertumbuhan pembuluh darah yang mendukung pertumbuhan sel kanker dan merupakan terapi alternatif karena memiliki efek samping minimal. Tujuan: Untuk menganalisis perbedaan efektivitas anti-angiogenik dari variasi metode pemberian ekstrak mengkudu dan kunyit pada model KSS. Metode : Penelitian eksperimental murni dilakukan pada mencit Mus musculus yang diinduksi DMBA. Populasi sampel dibedakan menjadi 5 kelompok berdasarkan jenis dan metode pemberian terapi. Penilaian dilakukan berdasarkan variabel rasio endotel dan imunoekspresi von Willebrand Factor (vWF). Hasil: Hasil uji beda dengan kelompok kontrol, penurunan rasio endotel terjadi pada pemberian mengkudu sebelum dan sesudah terjadinya kanker (p-value 0,05) dan pemberian mengkudu sesudah terjadinya kanker (p-value 0,005); penurunan imunoekspresi vWF terjadi pada pemberian mengkudu sebelum dan sesudah terjadinya kanker (p-value 0,02), pemberian mengkudu sesudah terjadinya kanker (p-value 0,002) serta pemberian kunyit sesudah terjadinya kanker (p-value 0,03). Pada metode pemberian sesudah terjadinya kanker, mengkudu lebih efektif dibanding kunyit dalam menurunkan rasio endotel (p-value 0,004) dan imunoekspresi vWF (p-value 0,004). Simpulan: Pemberian ekstrak mengkudu sesudah terjadinya kanker efektivitasnya paling baik sebagai anti angiogenik pada model KSS.