Ortodonsia (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ortodonsia (Sp.) by Author "Avi Laviana"
Now showing 1 - 18 of 18
Results Per Page
Sort Options
Item EFEKTIVITAS FRAKSI ETIL ASETAT DAUN KEMANGI (OCIMUM BASILICUM) SEBAGAI BAHAN STERILISASI CLEAR RETAINER YANG DIINDUKSI STREPTOCOCCUS MUTANS ATCC 25175 DIBANDING CHLORHEXIDINE (Penelitian Pendahuluan B(2019-07-18) FUCCY UTAMY SYAFITRI; Endah Mardiati; Avi LavianaLatar belakang : Perawatan ortodonti mempengaruhi ekosistem rongga mulut seperti peningkatan jumlah bakteri Streptococcus mutans. Clear retainer merupakan alat ortodonti yang perlu dilakukan sterilisasi sebelum digunakan kembali. Penggunaan tanaman herbal kemangi (Ocimum basilicum) dikembangkan menjadi alternatif bahan sterilisasi alami. Tujuan penelitian: Bertujuan untuk mengetahui zona hambat, konsentrasi hambat minimum (KHM), konsentrasi bunuh minimum (KBM), dan penghitungan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans pada clear retainer ortodonti yang telah disterilisasi dengan fraksi etil asetat daun kemangi dan Chlorhexidine. Bahan dan metode : Merupakan penelitian eksperimental, menggunakan fraksi etil asetat kemangi (Ocimum basilicum) 5% dan Chlorhexidine 2%. Zona hambat, KHM, KBM, dan penghitungan jumlah koloni bakteri pada clear retainer diuji setelah diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Hasil : Terdapat zona hambat, KHM, dan KBM fraksi etil asetat daun kemangi dan Chlorhexidine terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC 25175. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penurunan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans pada clear retainer yang telah disterilisasi dengan fraksi etil asetat kemangi dan Chlorhexidine. Kesimpulan : Fraksi etil asetat kemangi (Ocimum basilicum) terbukti memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans. Hasil penelitian ini dapat mendukung penggunaan tanaman herbal untuk dikembangkan menjadi alternatif bahan sterilisasi alamiItem Efikasi Terapi Laser dan Terapi Ibuprofen Terhadap Rasa Nyeri Setelah Pemasangan Separator Elastomer pada Perawatan Ortodonti: Rapid Review(2020-10-12) REGINA YOSEPHINE SIMARMATA; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan: Pemasangan separator merupakan tahap awal yang dilakukan dalam perawatan ortodonti, yang bertujuan untuk memperoleh ruang antar gigi sebelum penempatan band. Prosedur ini dapat menimbulkan rasa nyeri pada pasien. Penanganan nyeri setelah pemasangan separator dapat dilakukan melalui pendekatan farmakologis dan non farmakologis. Tujuan rapid review ini adalah untuk mengetahui efikasi terapi laser dan efikasi ibuprofen terhadap rasa nyeri setelah pemasangan separator elastomer pada perawatan ortodonti. Bahan dan Metode: Pencarian artikel dilakukan melalui mesin pencarian PubMed, Google Scholar, ScienceDirect, Science.gov, Cochrane Library, dan The Angle Orthodontist dengan kata kunci “VAS”, “pain”, “orthodontic”, dan “separator”. Risiko subjektivitas dinilai menggunakan Cochrane’s risk of bias. Kekuatan rekomendasi untuk praktik klinis dinilai menggunakan Strength of Recommendation Taxonomy (SORT). Hasil: Sebanyak sepuluh artikel dicakup dalam penelaahan ini, empat artikel memberikan intervensi terapi laser dan enam artikel memberikan intervensi ibuprofen. Hasil penilaian kualitas bukti menggunakan panduan Strength of Recommendation Taxonomy (SORT) yaitu intervensi terapi laser memiliki satu artikel berkualitas baik dan tiga artikel berkualitas terbatas, sedangkan terapi ibuprofen memiliki dua artikel berkualitas baik dan empat artikel berkualitas terbatas. Simpulan: Efikasi terapi laser dan efikasi terapi ibuprofen terhadap rasa nyeri setelah pemasangan separator pada perawatan ortodonti adalah baik, dengan kekuatan rekomendasi klinis terapi ibuprofen lebih baik dari terapi laser.Item EVALUASI HUBUNGAN PERUBAHAN SUDUT I-NA DENGAN TINGGI PUNCAK TULANG ALVEOLAR EMPAT GIGI INSISIF RAHANG ATAS SESUDAH PERAWATAN ORTODONTI PADA KASUS RETRAKSI EMPAT GIGI ANTERIOR(2021-07-14) RIRI FEBRINA; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan : Perawatan ortodonti cekat dengan retraksi gigi anterior rahang atas dapat menyebabkan penurunan tinggi puncak tulang alveolar. Besarnya retraksi empat gigi insisif rahang atas dapat dinilai dengan mengukur sudut I-NA. Kaitan antara besarnya retraksi dengan perubahan tinggi puncak tulang alveolar perlu dievaluasi. Metode : Metode penelitian ini adalah penelitian analitik komparatif yang melihat hubungan antara perubahan sudut I-NA dengan tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti pada kasus retraksi empat gigi anterior. Sampel pada penelitian ini berjumlah 38 sampel. Pengukuran tinggi puncak tulang alveolar dilakukan pada gambaran radiografi panoramik digital dengan menggunakan software Image J dan plugin dari Preus. Perubahan sudut I-NA didapatkan dari analisis sefalometri metode Steiner pada rekam medik. Hasil : Hasil analisis t-test berpasangan memperlihatkan bahwa tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas sesudah perawatan ortodonti pada kasus retraksi empat gigi anterior mengalami perubahan signifikan (p0,05). Simpulan : Tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas mengalami penurunan yang signifikan sesudah perawatan ortodonti pada kasus retraksi empat gigi anterior. Perubahan sudut I-NA tidak berhubungan tinggi puncak tulang alveolar empat gigi insisif rahang atas.Item HUBUNGAN ANTARA TINGKAT MOTIVASI DAN TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN IOTN PADA PRAJURIT TNI AU(2018-07-10) PRIATNA GUMILAR; Isnaniah Malik; Avi LavianaPendahuluan : Seorang prajurit TNI Angkatan Udara harus memiliki kondisi gigi yang baik dan memenuhi persyaratan termasuk kondisi maloklusi, namun dalam perjalanannya ada beberapa prajurit yang melakukan perawatan ortodonti di Fasilitas Kesehatan milik TNI AU. Berdasarkan fenomena di atas, menarik untuk meneliti hubungan antara tingkat motivasi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) pada prajurit TNI AU. Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara tingkat motivasi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodontik berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) pada prajurit TNI AU. Metode : Penelitian ini berupa survei dengan pendekatan analisis korelasional. Teknik sampling yang digunakan concecutive sampling yaitu dengan mengambil sampel berdasarkan urutan kedatangan ke Fasilitas Kesehatan milik TNI AU sebagai sumber data yang sesuai dengan kriteria inklusi. Pengukuran motivasi pasien dengan menggunakan kuesioner alat ukur motivasi dari Thahar (1998), dengan modifikasi yang terdiri dari 22 pertanyaan. Pengukuran tingkat kebutuhan pasien dilakukan dengan menggunakan Aesthetic Component dan Dental Health Component dari IOTN Hasil : Hasil analisis antara Dental Health Component, Aesthetic Component dan Motivasi, terdapat motivasi yang tinggi sebesar 22,5% serta terdapat hubungan dengan besarnya keterkaitan yaitu W = 0,511 atau sebesar 51,1% yang bersifat signifikan secara statistik (p-value = 1.33E-09<0,05). Simpulan : Terdapat motivasi untuk melakukan perawatan ortodonti dengan nilai motivasi yang tinggi sebesar 22,5% dan motivasi sedang sebesar 67,5%. Hanya 10% dari total jumlah responden yang memiliki motivasi rendah. Terdapat hubungan yang cukup signifikan secara statistik (p-value = 1.33E-09<0,05) antara motivasi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti bagi para prajurit TNI AU.Item Hubungan Jarak Retraksi Gigi Insisif Rahang Atas menggunakan T-Loop Stainless Steel dengan Perubahan Tinggi Puncak Tulang Alveolar(2018-07-10) VANIA RANTE MADETHEN; Endah Mardiati; Avi LavianaABSTRAK Pendahuluan: Perubahan tinggi puncak tulang alveolar saat gigi digerakkan dengan alat ortodonti dipengaruhi oleh besar gaya, retensi plak gigi, jenis dan besar pergerakan gigi. Resorpsi yang besar dari tulang alveolar setelah perawatan ortodonti harus dihindarkan. Tujuan penelitian : Untuk menguji hubungan antara jarak retraksi gigi insisif rahang atas menggunakan T-loop stainless steel dengan perubahan tinggi puncak tulang alveolar. Metode : Jenis penelitian ini adalah observasional analitik korelasi. Sampel sebanyak 30 buah radiograf panoramik dan radiograf sefalometri dari pasien sebelum dan sesudah perawatan ortodonti. Pengukuran jarak retraksi gigi insisif anterior dan pengukuran tinggi puncak tulang alveolar dilakukan menggunakan Software EzPax-Plus (PaX-400), kemudian data dianalisis dengan uji t-student (p,05 (tidak bermakna). Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara jarak retraksi gigi insisif rahang atas menggunakan T-loop stainless steel dengan tinggi puncak tulang alveolar sebelum dan sesudah perawatan ortodonti.Item Korelasi antara Tingkat Keparahan Maloklusi terhadap Motivasi dan Ekspektasi Pasien Ortodonti(2023-08-03) HERVANO TAUFIK; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan: Faktor utama yang menentukan daya tarik fisik seseorang adalah wajah dan senyum. Permintaan akan perawatan ortodontik yang tinggi dalam beberapa dekade terakhir merupakan bukti atas pentingnya estetika wajah. Evaluasi terhadap aspek psikologis dalam perawatan ortodonti juga semakin banyak dibahas karena berkontribusi terhadap keberhasilan dan kegagalan perawatan. Faktor psikologis meliputi motivasi dan ekspektasi. Pasien yang datang ke klinik PPDGS Ortodonti RSGM Unpad memiliki tingkat keparahan maloklusi yang beragam dengan motivasi dan ekspektasi yang beragam pula. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara tingkat keparahan maloklusi terhadap motivasi dan ekspektasi dari pasien ortodonti. Material dan Metode: Metode penelitian ini adalah analisis korelasional. Penelitian melibatkan 95 subjek (25 pria dan 70 wanita) dan sampel dipilih menggunakan teknik pursposive sampling. Pengukuran tingkat keparahan maloklusi menggunakan ABO – Discrepancy Index dan pengukuran motivasi serta ekspektasi melalui survey cross sectional yang dilakukan dengan menyebarkan link Google Form berisi informed consent dan kuesioner yang terdiri dari 16 pertanyaan motivasi dan 10 pertanyaan ekspektasi. Kuesioner yang digunakan merupakan adaptasi kuesioner yang telah digunakan pada penelitian lain sebelumnya. Korelasi antar variabel diukur menggunakan Spearman Rank Correlation dan analisis data dilakukan dengan software Excel MegaStat Vers 10.4 Hasil: Korelasi antara tingkat keparahan maloklusi terhadap motivasi diperoleh r = -0.015 dan nilai p = 0.4426; tingkat keparahan maloklusi terhadap ekspektasi diperoleh r = 0.082 dan nilai p = 0.2148 Simpulan: Tidak terdapat korelasi antara tingkat keparahan maloklusi terhadap motivasi dan ekspektasi.Item PENGARUH RETRAKSI GIGI ANTERIOR TERHADAP POSISI LINIER BIBIR DALAM ARAH HORIZONTAL PADA PERAWATAN MALOKLUSI DENTOSKELETAL KELAS II DIVISI 1 DENGAN PENCABUTAN GIGI PREMOLAR(2023-01-04) ANDREW LAURENT; Avi Laviana; ElihPendahuluan: Maloklusi kelas II divisi 1 memiliki karakteristik gigi depan protrusif, gigitan dalam, dan profil cembung. Maloklusi kelas II divisi 1 dapat disebabkan oleh abnormalitas gigi maupun skeletal. Perawatan maloklusi skeletal kelas II divisi 1 pada pasien dewasa biasanya bersifat kamuflase yaitu dengan melakukan pencabutan gigi premolar lalu dilanjutkan dengan retraksi gigi anterior. Retraksi gigi anterior dapat menyebabkan retraksi bibir guna menghasilkan profil wajah yang estetik dan harmonis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara retraksi gigi anterior atas dan bawah terhadap posisi linier bibir atas dan bawah dalam arah horizontal pada perawatan kasus maloklusi dentoskeletal kelas II divisi 1 dengan pencabutan gigi premolar. Metode: Penelitian ini bersifat korelasional. 23 foto sefalogram lateral pasien sebelum dan sesudah perawatan maloklusi dentoskeletal kelas II divisi 1 dengan pencabutan gigi premolar dilakukan penapakan, pengukuran variabel sefalometri, lalu dianalisis secara statistik. Hasil: Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara perubahan posisi gigi insisif atas dan bawah terhadap perubahan posisi bibir atas dan bawah. Analisis regresi multipel secara bertahap menunjukkan keterkaitan antara posisi bibir atas dengan posisi gigi insisif atas dan bawah sebesar 83%, dan antara posisi bibir bawah dengan posisi gigi insisif atas dan bawah sebesar 88% yang bersifat bermakna secara statistik. Simpulan: Retraksi gigi anterior atas dan bawah berpengaruh signifikan terhadap posisi linier bibir atas dan bawah dalam arah horizontal pada perawatan kasus maloklusi dentoskeletal kelas II divisi 1 dengan pencabutan gigi premolar.Item PENGARUH STERILISASI POWER CHAIN MENGGUNAKAN FRAKSI DAUN KEMANGI (OCIMUM BASILICUM) TERHADAP TENSILE STRENGTH DAN TOUGHNESS DIBANDINGKAN DENGAN CHLORHEXIDINE SEBAGAI KONTROL(2019-07-19) ARIEKA DWITYANTI; Endah Mardiati; Avi LavianaPendahuluan : Power chain terbuat dari polyurethane, proses sterilisasi menggunakan suhu panas dikhawatirkan akan merusak dan merubah sifat mekanisnya. Penggunaan bahan sterilisasi kimia memiliki sifat sitotoksik yang tidak baik bagi tubuh, sedangkan bahan herbal lebih aman digunakan bagi tubuh. Kemangi (Ocimum basilicum) dikenal sebagai salah satu tanaman herbal yang memiliki sifat antibakteri, murah dan mudah ditemukan, sehingga ekstrak kemangi dapat dipertimbangkan sebagai alternatif bahan sterilisasi power chain. Tujuan penelitian : Mengetahui perbedaan tensile strength dan toughness pada power chain setelah dilakukan proses sterilisasi menggunakan fraksi metanol, n-heksana, dan etil asetat ekstrak daun kemangi (Ocimum basilicum). Bahan dan metode : Spesimen ini terdiri dari 40 potong power chain dengan panjang 4 cm. Power chain di celupkan pada fraksi metanol, n-heksana, dan etil asetat ekstrak daun kemangi selama 1 menit dengan suhu ruangan, kemudian diukur menggunakan Universal Testing Machine. Chlorhexidine akan digunakan sebagai kontrol dalam penelitian ini. Hasil data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji ANOVA dan dilanjutkan uji post hoc dengan t test. Hasil : Sterilisasi menggunakan fraksi etil asetat menunjukkan hasil berbeda signifikan terhadap kontrol, namun tidak terdapat perbedaan tensile strength dan toughness yang signifikan (p < 0,05) pada methanol dan n- heksana terhadap kontrol. Kesimpulan : Sterilisasi power chain dengan fraksi metanol dan fraksi n- heksana daun kemangi (Ocimum basilicum) dibandingkan dengan chlorhexidine memiliki penurunan yang sama terhadap tensile strength dan toughness power chain. Sterilisasi power chain dengan fraksi etil asetat daun kemangi lebih menurunkan tensile strength dan toughness power chain dibandingkan dengan chlorhexidine, sehingga tidak dianjurkan untuk menggunakan fraksi etil asetat daun kemangi sebagai bahan sterilisasi.Item PERBANDINGAN EFEKTIVITAS RAPID CANINE RETRACTION ANTARA TEKNIK DENTOALVEOLAR DISTRACTION DENGAN PERIODONTAL LIGAMENT DISTRACTION: RAPID REVIEW(2020-10-10) ENDANG SETIOWATI; Endah Mardiati; Avi LavianaPendahuluan : Perawatan ortodonti dengan ekstraksi premolar satu membutuhkan waktu lebih lama untuk retraksi kaninus. Salah satu cara mempercepat retraksi kaninus yaitu dengan teknik bedah distraksi osteogenesis untuk perawatan rapid canine retraction (RCR) yaitu dengan teknik dentoalveolar distraction (DAD) serta peridontal ligament distraction (PLD). Beberapa studi melaporkan mengenai keberhasilan perawatan serta efek samping nya. Rapid review dibuat untuk menelaah hasil dari studi yang telah ada. Tujuan: membandingkan efektivitas perawatan RCR antara teknik DAD dengan PLD. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan rapid review penelaahan dari studi klinis dan studi randomized controlled trial. Panduan penyusunan menggunakan PRISMA dengan identifikasi data menggunakan database PubMed, Cochrane Library, Science Direct, dan EBSCO host pada bulan juni 2020. Risiko subjektivitas dinilai menggunakan ROBINS-I serta rekomendasi kelayakan studi menggunakan SORT. Hasil dan Pembahasan: Durasi perawatan RCR dengan teknik DAD bervariasi antar studi berkisar dalam rentang 8 hingga 28 hari, sedangkan teknik PLD bervariasi antar studi berkisar dalam rentang 13 hingga 21 hari. Aktivasi distraktor dilakukan 1- 4 x berkisar dari 0,4 mm hingga 1 mm perhari. Teknik DAD tindakan bedah yang lebih invasif daripada teknik PLD, serta PLD dengan visibilitas yang kurang membuat waktu perawatan lebih lama karena masih banyaknya resisitensi dari tulang di distal gigi kaninus. Efek samping berupa anchorage loss, tipping kaninus, resorpsi akar, dan kaninus non vital ditemukan minimal. Simpulan : Perawatan RCR dapat mempercepat waktu retraksi kaninus dibandingkan dengan perawatan ortodonti konvensional. Teknik DAD meretraksi kaninus lebih efektif dibandingkan dengan teknik PLD. Kedua teknik memberikan efek samping yang minimal terhadap jaringan di sekitarnya.Item PERBEDAAN ANTARA BUBUK GLYCINE DAN ERYTHRITOL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN SLOT BREKET STAINLESS STEEL (Menggunakan Air-Abrasive Polishing)(2021-07-17) RENOLD ANDIKA SETIAWAN; Avi Laviana; Ida Ayu Evangelina NurdiatiPendahuluan: Perawatan ortodonti dengan penggunaan alat cekat berhubungan erat dengan pembentukan biofilm, peningkatan akumulasi dan retensi plak. Air-abrasive polishing dilakukan dengan menggunakan air-polishing device, yang bekerja dengan menghasilkan udara bertekanan tinggi, menggunakan bubuk abrasif, dan air. Bubuk abrasif yang diaplikasikan dengan udara dan air bertekanan tinggi mampu menghilangkan biofilm, plak, dan stain. Glycine dan erythritol diketahui memiliki tingkat abrasif yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan lain. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh bubuk glycine dan erythritol pada prosedur air-abrasive polishing terhadap kekasaran permukaan slot breket stainless steel. Metode: Metode penelitian ini adalah eksperimental murni. Sampel penelitian adalah 32 breket stainless steel edgewise slot 0,022 inci gigi molar pertama dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama sebanyak 16 breket diberikan perlakuan air-abrasive polishing menggunakan bubuk glycine. Kelompok kedua sebanyak 16 breket diberikan perlakuan air-abrasive polishing menggunakan bubuk erythritol. Uji kekasaran permukaan slot breket diukur dengan parameter roughness average (Ra) menggunakan surface roughness tester. Analisis data diuji dengan menggunakan uji t berpasangan dan uji t independen. Hasil: Perubahan kekasaran permukaan slot breket stainless steel edgewise sebelum dan sesudah prosedur air-abrasive polishing dengan bubuk glycine dan erythritol memiliki perbedaan yang signifikan. Penurunan kekasaran permukaan slot breket stainless steel sesudah prosedur air-abrasive polishing dengan bubuk glycine dibandingkan dengan bubuk erythritol tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Simpulan: Prosedur air-abrasive polishing dengan bubuk glycine dan erythritol menyebabkan kekasaran permukaan slot breket stainless steel berkurang.Item PERBEDAAN FOTOMETRI FRONTAL DAN PROFIL WAJAH PASIEN SEBELUM DAN SETELAH PERAWATAN ORTODONTI KOMPROMI MALOKLUSI SKELETAL KELAS II DIVISI 1 (Menggunakan Analisis Proffit dan Steiner)(2021-07-14) ILHAM MULKHAIRUL; Avi Laviana; Endah MardiatiPendahuluan : Estetika wajah menjadi perhatian karena wajah merupakan salah satu bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan penampilan. Evaluasi profil jaringan lunak wajah pasien merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan diagnosis dan rencana perawatan ortodonti. Analisis fotometri digunakan sebagai pemeriksaan penunjang. Tujuan Penelitian : Mengetahui perbedaan analisis fotometri frontal metode Proffit dan profil jaringan lunak wajah metode Steiner pada pasien maloklusi skeletal kelas II divisi 1 sebelum dan setelah perawatan kompromi dengan pencabutan dua gigi premolar pertama rahang atas. Bahan dan metode : Penelitian bersifat deskriptif analitis komparatif. Populasi sampel penelitian ini adalah fotometri sebelum dan setelah perawatan ortodonti kompromi maloklusi kelas II divisi 1 yang dirawat di klinik PPDGS Ortodonti RSGM Unpad tahun 2016-2021. Pengambilan sampel menggunakan tehnik purposive sampling. Data yang didapat dianalisis dengan uji analisis t-test berpasangan (paired t-test) untuk menguji adanya perubahan hasil perawatan ortodonti kompromi pada maloklusi skeletal kelas II divisi 1 dengan menggunakan alat ortodonti cekat (p – value 0,05). Simpulan : Perawatan ortodonti kompromi maloklusi kelas II divisi I dengan pencabutan dua premolar rahang atas menghasilkan perubahan profil jaringan lunak pada sepertiga wajah bagian bawah dan posisi bibir bawah terhadap S-lineItem PERBEDAAN JUMLAH KOLONI BAKTERI ANAEROB GRAM NEGATIF BLACK PIGMENTED PADA PASIEN CLEFT LIP AND PALATE UNILATERAL YANG DIRAWAT ORTODONTI ANTARA SISI BERCELAH DAN TIDAK BERCELAH(2018-07-11) CHARLES LIMENA; Endah Mardiati; Avi LavianaLatar Belakang: Pasien cleft lip and palate (CLP) pada umumnya memiliki oral hygiene yang buruk akibat adanya celah pada palatum sehingga menyebabkan banyak bakteri mudah terakumulasi pada celah tersebut. Akumulasi bakteri anaerob gram negatif black pigmented dapat menyebabkan halitosis. Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur perbedaan jumlah koloni bakteri anaerob gram negatif black pigmented pada pasien CLP unilateral yang dirawat ortodonti antara sisi yang bercelah dan tidak bercelah. Bahan dan Metode: Sampel diambil dari 7 pasien CLP unilateral usia 8-15 tahun yang dirawat ortodonti. Pengambilan sampel dilakukan dengan rubbing pada mukosa bercelah dan tidak bercelah sebanyak 5 kali dengan menggunakan sterile swab. Ujung sterile swab dipotong dan dimasukkan ke dalam tube eppendorf berisi 1 ml NaCl, kemudian dibawa ke laboratorium mikrobiologi untuk diteliti. Data yang didapat dianalisis dengan t-test (p<0,05). Hasil Penelitian: Terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri anaerob gram negatif black pigmented yang signifikan antara sisi bercelah dan tidak bercelah. Jumlah bakteri anaerob gram negatif black pigmented pada sisi bercelah lebih banyak daripada sisi yang tidak bercelah. Simpulan: Jumlah koloni bakteri anaerob gram negatif black pigmented lebih banyak pada daerah celah palatum dibandingkan daerah palatum yang tidak bercelah.Item PERBEDAAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS DAN PREVOTELLA INTERMEDIA PADA POWER 0 PASIEN ORTODONTI WANITA USIA REMAJA DAN DEWASA(2018-07-10) GINKA; Avi Laviana; Ida Ayu Evangelina NurdiatiPendahuluan: Penggunaan power O dapat menambah retensi plak di dalam rongga mulut yang mengakibatkan demineralisasi email yang disebabkan oleh keberadaan bakteri Streptococcus mutans dan infeksi periodontal yang disebabkan oleh keberadaan bakteri Prevotella intermedia. Kenaikan jumlah hormon estrogen dan ketidakseimbangan emosi yang mempengaruhi tingkah laku, terutama pada pasien remaja perempuan dapat meningkatkan prevalensi terjadinya karies dan gingivitis. Tujuan penelitian: Mengukur perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dan Prevotella intermedia di power O pada pasien ortodonti wanita usia remaja dan dewasa. Bahan dan Cara: Sampel plak pada power O diambil dari 2 kelompok pasien ortodonti yang terdiri dari 30 wanita usia remaja dan 30 dewasa. Sampel ditentukan dengan metode purposive sampling. Bakteri Streptococcus mutans dikultur dengan TYCBS (Tryptone Yeast Extract Cystine with Bacitracin) dan Prevotella intermedia dikultur dengan TSA (Trypticase Soy Agar) dicampur dengan 1% darah domba. Semua sampel dihitung dengan teknik TPC (Total Plate Count). Data sampel dianalisis denganuji t-test. Hasil: Hasil analisis statistik uji t-berpasangan menunjukkan nilai 2,06 x 10 -11 (0,05) untuk bakteri Streptococcus mutans yang berarti terdapat perbedaan jumlah yang signifikan pada bakteri Prevotella intermedia dan tidak signifikan pada bakteri Sreptococcus mutans. Kesimpulan: Terdapat perbedaan jumlah yang signifikan terhadap jumlah koloni bakteri Prevotella intermedia dan tidak signifikan terhadap jumlah bakteri Sterotococcus mutans pada power O pasien wanita usia remaja dan dewasa.Item Perbedaan Pola Agenesis Gigi Pasien Celah Bibir dan Celah Langit-langit Unilateral dan Bilateral Non Sindromik Pada Subjek Laki-laki dan Perempuan (Berdasarkan Pemeriksaan Radiografi Panoramik)(2023-08-03) ANSILA DWI NUR INTAN; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan: Celah bibir dan celah langit-langit non sindromik (CBLns) adalah anomali struktural kongenital yang paling umum terjadi. CBLns tidak hanya mempengaruhi perkembangan kraniofasial tetapi juga perkembangan dentoalveolar, dan mempengaruhi odontogenesis. Anomali gigi yang paling sering terjadi adalah agenesis gigi yang juga dikenal sebagai hipodonsia atau kehilangan gigi kongenital. Pola dan jumlah agenesis gigi akan mempengaruhi rencana perawatan ortodonti pada pasien CBLns. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat perbedaan pola dan persentase jenis agenesis gigi rahang atas pada pasien CBLns unilateral dan bilateral non sindromik pada subjek laki-laki dan perempuan berdasarkan pemeriksaan radiografi panoramik. Metode: Penelitian ini adalah komparatif dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling untuk mengevaluasi radiograf panoramik di Klinik Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran (RSGM UNPAD). Sampel radiograf sebanyak 66 radiograf panoramik pasien CBLns, terdiri dari 50 radiograf pasien CBLns unilateral dan 16 radiograf pasien CBLns bilateral. Setiap radiograf dilakukan tracing untuk menentukan gigi yang agenesis. Analisis data dilakukan dengan uji z. Hasil: Total 66 radiograf panoramik yang diperiksa, ditemukan kasus CBLns unilateral sejumlah 50 radiograf panoramik, dengan kasus pada perempuan sebanyak 27 radiograf (40,90%) dan pada laki-laki 23 radiograf (38,84%). Kasus CBLns bilateral sebanyak 15 radiograf panoramik, dengan kasus pada perempuan sebanyak 10 radiograf panoramik (15,14%) dan pada laki-laki 6 radiograf panoramik (9,09%). Gigi insisif lateral baik pada perempuan (23,14%) dan laki-laki (19,83%) paling banyak mengalami agenesis gigi dibandingkan dengan gigi lainnya, diikuti dengan agenesis gigi premolar kedua pada perempuan (14,05%) dan laki-laki (4,13%). Pasien CBLns unilateral memperlihatkan 15 pola agenesis gigi dan kasus CBLns bilateral memperlihatkan 10 pola agenesis gigi. Simpulan: Pola dan jumlah agenesis gigi rahang atas pasien CBLns unilateral dan bilateral non sindromik pada laki-laki dan perempuan secara statistik tidak terdapat perbedaan signifikan.Item Perbedaan Pola Relasi Skeletal Pasien Celah Bibir dan Langit Langit Non Sindromik Antara Laki Laki dan Perempuan di RSGM UNPAD(2023-08-03) CUT MYRA ANGELA; Elih; Avi LavianaCelah bibir dan langit-langit non sindromik (CBLns) merupakan anomali kongenital yang mempengaruhi struktur kraniofasial dimana terdapat celah abnormal bawaan yang mengenai bibir atas, alveolus dan langit-langit. Terdapat berbagai macam masalah yang timbul akibat kondisi celah bibir dan langit-langit salah satunya masalah skeletal. Terhambatnya pertumbuhan maksila pada pasien CBLns dapat menyebabkan perbedaan pola relasi skeletal. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pola relasi skeletal pada pasien CBLns dengan analisis sefalogram lateral. Metode: Penelitian cross sectional yang dilakukan dengan menganalisis 33 sefalogram lateral pasien CBLns. Analisis dilakukan berdasarkan menggunakan metode Steiner dan Downs menggunakan aplikasi Webceph. Hasil: Pola relasi kelas III Tipe 1 (Salzmann) dan klasifikasi kelas III Cluster 3 (Bui) adalah yang paling banyak dialami oleh pasien CBLns baik perempuan (33,33%) dan laki-laki (27,27%). Pola relasi skeletal kelas I menunjukkan perbedaan pada kelompok perempuan (15,15%) lebih besar dari jumlah kelompok laki-laki (9,09). Pola relasi skeletal kelas II lebih banyak pada kelompok laki-laki (12,12%) dibandingkan kelompok perempuan (3,03%) Simpulan: Pola relasi skeletal yang paling banyak pada pasien CBLns adalah pola relasi skeletal kelas III dengan karakteristik fenotip kelas III paling banyak adalah Cluster 3 yaitu defisiensi maksila, high angle, pola relasi skeletal kelas III tipe 1 yaitu maksila retrognati,mandibula normal kemudian diikuti pola relasi skeletal kelas I dan kelas II. Pola relasi skletal kelas III terbanyak terdapat pada tipe celah unilateral kiri. Tidak terdapat perbedaan antara pasien perempuan dan laki-laki pada pola relasi skeletal kelas III, namun terdapat perbedaan antara kelompok pasien perempuan dan laki-laki pada pola relasi skeletal kelas I dan kelas II.Item Perbedaan sebelum dan sesudah perawatan maloklusi kelas i protrusif bimaksiler dengan pencabutan empat gigi premolar pertama rahang atas dan bawah menggunakan analisis sefalometri McNamara(2021-07-16) EKO POETRANTO SOEGIHARTO; Ida Ayu Evangelina Nurdiati; Avi LavianaPendahuluan: Protrusif bimaksiler mempunyai karakteristik profil konveks, relasi molar kelas 1, insisif rahang atas dan bawah protrusif. Ekstraksi empat gigi premolar rahang atas dan bawah menjadi opsi perawatan, karena dapat merubah profil wajah dan jaringan lunak. Evaluasi perawatan dapat dilakukan dengan analisis, salah satunya metode McNamara. Tujuan penelitian mengukur perbedaan sebelum dan sesudah perawatan maloklusi kelas I protusif bimaksiler disertai pencabutan empat premolar rahang di Klinik PPDGS Ortodonti FKG UNPAD dengan analisis McNamara. Metode: Penelitian bersifat deskriptif analitik komparatif. Sampel berupa sefalogram lateral sebelum dan sesudah perawatan sebanyak 15 pasien maloklusi kelas I protrusif bimaksiler yang telah menyelesaikan perawatan, diambil dengan metode purposive sampling, diolah dan dianalisis dengan t-test berpasangan. Hasil: Variabel cant bibir atas (p=0,0412 0,05), titik A terhadap N perpendicular (p=0,2717 > 0,05), condylion ke titik A (p=0,2416 > 0,05), condylion ke gnation (p=0,2011 > 0,05), LAFH (p=0,4626 > 0,05), facial axis angle (p=0,2238 > 0,05) dan pogonion ke N perpendicular (p=0,1789 > 0,05). Kesimpulan: Terdapat perbedaan signifikan sebagian sebelum dan sesudah perawatan protrusif bimaksiler pada beberapa variabel seperti: cant bibir atas, sudut bidang mandibula, jarak insisif RA ke titik A, jarak insisif RB ke APog. Perhitungan sudut nasolabial, titik A terhadap N perpendicular, condylion ke titik A, condylion ke gnation, facial axis angle, pogonion ke N perpendicular menunjukkan hasil tidak signifikan.Item Stabilitas Hasil Perawatan Ortodonti Tanpa Pembedahan pada Kasus Open Bite Anterior dengan Etiologi : Rapid Review Postur Lidah yang Salah(2020-10-10) MUH. IRWANSYAH; Endah Mardiati; Avi LavianaPendahuluan : Etiologi open bite anterior bersifat multifaktorial dan kemungkinan terjadinya relaps pasca perawatan sangat besar. Sebagian besar penelitian tentang kasus open bite anterior menunjukkan hasil perawatan ortodonti yang baik, tetapi stabilitas jangka panjang dari perawatan tersebut perlu dievaluasi, karena keberhasilan perawatan ortodonti tidak hanya sampai alat ortodonti dilepas. Tujuan : Mengetahui stabilitas hasil perawatan ortodonti tanpa pembedahan pada kasus open bite anterior dengan etiologi postur lidah yang salah. Bahan dan Metode : Pencarian database elektronik dilakukan di Angle Orthodontic, PubMed, Google Scholar, Cochrane Library, Science Direct. Strategi pencarian yang dilakukan disesuaikan dengan setiap database yang digunakan untuk mengindentifikasi artikel yang relevan menggunakan boolean operator AND dan OR serta limit function dari masing-masing database jika tersedia. Penapisan dan pemilihan studi artikel dari masing-masing database yang didapat berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi melalui bagan Prisma. Ekstraksi data dengan kriteria penilaian yang disepakati, penilaian risiko subyektivitas dengan menggunakan Methodological Index for Non-Randomized Studies (MINORS), dan analisis data secara tematik. Hasil : Dari 9 artikel yang ditelaah, evaluasi jangka panjang dan jangka pendek terhadap stabilitas hasil perawatan ortodonti tanpa pembedahan pada kasus open bite anterior dengan etiologi postur lidah yang salah, menunjukkan kondisi periodontal yang sehat, oklusi, kondilus, postur lidah, dan profil yang tetap baik. Simpulan : Stabilitas hasil perawatan ortodonti tanpa pembedahan pada kasus open bite anterior dengan etiologi postur lidah yang salah, memiliki hasil yang baik pada periode follow-up jangka panjang maupun jangka pendek.Item Studi Pustaka Perawatan Occlusal Canting Disertai Asimetri Wajah pada Pasien yang Dirawat Menggunakan Alat Ortodonti Cekat dan Bedah Ortognati(2020-10-12) MARCELLA HARLAN; Endah Mardiati; Avi LavianaPendahuluan: Estetika senyum dipengaruhi oleh banyaknya gingiva yang terlihat, lebar koridor bukal, perbedaan garis tengah gigi pada rahang atas dan rahang bawah, serta occlusal canting. Occlusal canting akan mudah terdeteksi dengan akurasi 90% ketika canting lebih besar dari 4°. Tujuan studi pustaka ini adalah untuk mengetahui teknik dan menilai keberhasilan perawatan occlusal canting disertai asimetri wajah dengan kombinasi alat ortodonti cekat dan bedah ortognati. Metode: Pencarian artikel dilakukan dengan menggunakan mesin pencarian PubMed, EBSCO host, Angle Orthodontist dan Science Direct dari April hingga Juni 2020. Prosedur penelitian menggunakan PRISMA. Hasil: Sebanyak sebelas artikel dicakup dalam penelaahan ini. Sepuluh artikel memberikan intervensi bedah pada maksila dan mandibula (two-jaw surgery), yaitu bedah osteotomi LeFort I pada maksila dan Bilateral Sagital Split Osteotomi (BSSO) atau Bilateral Introral Vertical Ramus Osteotomy (IVRO) pada mandibula. Satu artikel membandingkan tiga intervensi antara perawatan kamuflase, bedah one-jaw surgery, dan bedah two-jaw surgery. Satu artikel melakukan two-jaw surgery dan inferior basal turbinectomy untuk meningkatkan kapasitas nafas karena impaksi maksila. Pembahasan: Keseluruhan artikel menyatakan adanya koreksi yang signifikan dan mengarah kepada kepuasan pasien atas perawatan bedah ortognati two-jaw surgery. Simpulan: Bedah ortognati two-jaw surgery menjadi pilihan terbaik untuk perawatan occlusal canting disertai asimetri wajah karena keluhan pasien dapat dikoreksi, stabilitas hasil perawatan dan kepuasan estetika pasien tercapai.