Ilmu Kedokteran Dasar (S2)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Kedokteran Dasar (S2) by Issue Date
Now showing 1 - 19 of 19
Results Per Page
Sort Options
Item ERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULAR PASCABEDAH KATARAK FAKOEMULSIFIKASI PADA KELOMPOK SUDUT BILIK MATA DEPAN TERTUTUP DAN SUDUT BILIK MATA DEPAN TERBUKA(2012-08-13) RAKHMA INDRIA HAPSARI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Perubahan ketebalan lensa akibat katarak senilis dapat mengakibatkan hambatan pada jalur aliran akuos. Salah satu mekanisme penurunan tekanan intraokular pascabedah katarak ialah laju aliran akuos yang meningkat akibat peningkatan kedalaman bilik mata depan. Peningkatan kedalaman bilik mata depan memiliki korelasi positif dengan pelebaran sudut bilik mata depan pascabedah katarak, serta kedalaman bilik mata depan memiliki korelasi positif dengan penurunan tekanan intraokular pascabedah katarak. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti perbedaan penurunan tekanan intraokular pascabedah katarak pada kelompok sudut bilik mata depan tertutup dan kelompok sudut bilik mata terbuka. Penelitian ini merupakan suatu penelitian dengan desain pre-post test. Subjek penelitian sebanyak 26 mata dari 26 orang penderita, yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 13 mata pada kelompok dengan sudut bilik mata depan tertutup dan 13 mata pada kelompok dengan sudut bilik mata depan terbuka. Subjek dipilih berdasarkan urutan datang penderita yang akan dilakukan operasi katarak teknik fakoemulsifikasi di Unit Katarak dan Bedah Refraktif Rumah Sakit Mata Cicendo periode Maret hingga Juni 2012, dan akan diambil data tekanan intraokular pascabedah pada saat pemantauan minggu ketiga pascabedah. Penilaian sudut bilik mata depan prabedah dilakukan dengan menggunakan lensa gonio Sussman 4mirror. Penilaian tekanan intraokular pra dan pascabedah dilakukan dengan menggunakan alat ukur tonometri aplanasi Goldmann. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji t untuk perbandingan penurunan tekanan intraokular pra dan pascabedah antara kedua kelompok sudut yang berbeda. Terdapat perbedaan penurunan tekanan intraokular secara bermakna lebih besar pada kelompok sudut bilik mata depan tertutup (19,6%) dibandingkan dengan kelompok sudut bilik mata depan terbuka (11,3%) dengan nilai p=0,022. Simpulan dari penelitian ini ialah perbedaan penurunan tekanan intraokular pascabedah katarak fakoemulsifikasi lebih besar terjadi pada kelompok sudut bilik mata depan tertutup dibandingkan dengan kelompok sudut bilik mata depan terbuka prabedah. Kata Kunci: Gonioskopi, katarak senilis, pascabedah fakoemulsifikasi, sudut bilik mata depan, tekanan intraokular. ABSTRACT Age-related changes in senile cataract included increasing crystalline lens thickness, causing resistance to aqueous humor outflow. Intraocular pressure reduction after phacoemulsification surgery was due to increase in anterior chamber depth leading to better outflow facility. Previous studies found that increased anterior chamber depth had a positive correlation with the widening of the anterior chamber angle and decreased of intraocular pressure after cataract extraction. The purpose of this study was to compare intraocular pressure reduction after phacoemulsification between angle-closure group and open-angle group. This pre-post test design study comprised 26 eyes of 26 patients. The samples were divided into two groups, 13 eyes with angle-closure and 13 eyes with openangle. Patiens who came to Cataract and Refractive Surgery Unit of Cicendo Eye Hospital and planned to have cataract surgery were recruited consecutively on March until June 2012.These patients were followed-up until three weeks after phacoemulsification surgery The anterior chamber angle was measured before surgery using Sussman 4-mirror goniolens. The intraocular pressure were measured before and after surgery using Goldmann aplanation tonometer. Statistical analysis was done using t test to compare the reduction of the intraocular pressure between the different angle group. Intraocular pressure reduction was statistically significant greater in the angle-closure group (19,6%) compared with open-angle group (11,3%) with p=0,022. It can be concluded that intraocular pressure reduction after phacoemulsification surgery was greater in the angle-closure group compared with open-angle group. Keywords: Anterior chamber angle, gonioscopy, intraocular pressure, phacoemulsification surgery, senile cataract.Item PERAN PEMBERIAN AIR KELAPA HIJAU (Cocos nucifera L.) TERHADAP TEKANAN DARAH, KADAR KALIUM SERUM DAN PROTEIN URIN PADA PASIEN PREEKLAMSI RINGAN YANG MENDAPAT METILDOPA(2012-08-13) NINA AFIANI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Air kelapa hijau (Cocos nucifera L) memiliki kandungan L-arginin, vitamin antioksidan dan kalium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pemberian air kelapa hijau (AKH) terhadap tekanan darah, kadar Nitrik Oksida (NO) serum , kadar kalium serum dan protein urin pada pasien preeklamsi ringan (PER) yang mendapat metildopa. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental murni, pre dan post test design. Subjek penelitian adalah perempuan hamil yang memenuhi kriteria penelitian. Subjek dibagi atas 3 kelompok (n=10) yaitu Kelompok A : PER yang diberikan air mineral 2x300 mL dan metildopa 3x250 mg, Kelompok B : PER yang diberikan AKH 2x300 mL dan metildopa 3x250 mg serta Kelompok C : kehamilan normal yang diberikan AKH 2x300 mL. Perlakuan dilakukan selama 14 hari. Parameter yang diukur yaitu tekanan darah, kadar NO serum, kadar kalium serum dan protein urin dilakukan pada hari ke-0 (pre test) dan hari ke-15 (post test). Penelitian dilakukan di RSUP dr. Hasan Sadikin dan RS Khusus Ibu dan Anak Astana Anyar pada bulan Februari-Juni 2012. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan sangat bermakna pada penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik (p ABSTRACT Green coconut water (Cocos nucifera L.) contain L-arginine, vitamin antioxidants and Potassium. The aim of this study is to determine influence of green coconut water (GCW) to blood pressure, serum NO levels, serum potassium and urine protein levels in patients with mild preeclampsia (MPE) who received methyldopa. This study use true experimental methods, pre and post test design. Subjects were pregnant women who met the study criteria. Subjects were divided into 3 groups (n = 10), based on random per block mutation. Group A: mild preeclampsia (MPE) who received 2x300 mL distilled water and 3x250mg methyldopa. Group B: MPE who received 2x300 mL green coconut water (GCW). and 3x250mg methyldopa. Group C: normal pregnancy who received the 2x300 mL GCW. All member of the group received treatement for 14 days. Parameters measured were blood pressure, serum NO levels, serum potassium levels and urinary protein measured on day-0 (pre test) and day-15 (post test). The study was conducted in dr. Hasan Sadikin Hospital and Astana Anyar Child and Maternity Hospital from February until June 2012. Results : There is highly significant differences in the decrease of systolic and diastolic blood pressure (pItem Analisis Indikator Anemia Defisiensi Besi pada bayi dengan ASI Eksklusif dan ASI Predominan di Tanjungsari, Sumedang Jawa Barat(2013) EVA RIANTI INDRASARI; R. Reni Farenia Soedjananingrat; Gaga Irawan NugrahaPemberian ASI eksklusif merupakan salah satu upaya agar bayi terlindungi dari anemia defisiensi yang populasinya cukup tinggi pada anak di Indonesia (40 – 58%). Praktek pemberian ASI yang paling sering ditemui di Indonesia adalah pemberian ASI eksklusif dan ASI predominan selama 6 bulan. Pemberian ASI predominan dianggap dapat mengurangi asupan ASI sehingga meningkatkan resiko terjadinya defisiensi besi pada bayi 0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan distribusi proporsi defisiensi besi berdasarkan nilai hemoglobin, hematokrit, serta indeks sel darah merah (MCV, MCH, MCHC) antara kelompok bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan dibandingkan dengan kelompok ASI predominan selama 6 bulan di Tanjungsari.Item PENGARUH MASTIKASI MAKANAN LUNAK DAN KERAS DENGAN AKTIVITAS AEROBIK VOLUNTARY WHEEL RUNNING TERHADAP KEPADATAN NEURON HIPOKAMPUS CORNU AMNONIS 1, DENTATE GYRUS DAN WAKTU TEMPUH TIKUS WISTAR(2014-10-20) KARTIKA INDAH SARI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKemampuan fungsi otak dipengaruhi oleh aktivitas mastikasi dan aktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan menganalisa pengaruh mastikasi makanan lunak dan makanan keras dengan aktivitas aerobik voluntary wheel running terhadap kepadatan neuron cornu amnonis 1 (CA1) hipokampus, kepadatan neuron dentate gyrus (DG) serta waktu tempuh uji renang. Studi eksperimental posttest design dilakukan pada bulan Februari-Mei 2014. Sebanyak 24 ekor tikus jantan galur wistar usia 21 hari dengan berat badan antara 70-90 gram dibagi atas 4 kelompok yaitu kelompok mastikasi makanan lunak, kelompok mastikasi makanan lunak disertai aktivitas aerobik voluntary wheel running, kelompok mastikasi makanan keras, dan kelompok mastikasi makanan keras disertai aktivitas aerobik voluntary wheel running. Kepadatan neuron CA1 hipokampus dan DG dengan menghitung jumlah neuron menggunakan stereological method menggunakan perangkat lunak Image J1.46r. Sedangkan waktu tempuh berdasarkan waktu yang diperlukan (detik) tikus untuk berenang mencapai platform pada uji renang Morris Water Maze. Analisa data menggunakan SPSS v.22. Hasil penelitian menggunakan uji Anova (p<0,05) dilanjutkan uji perbandingan berganda Duncan (p < 0,05) menunjukkan bahwa mastikasi makanan lunak dengan aktivitas aerobik voluntary wheel running meningkatkan kepadatan neuron (CA1) hipokampus (605,67±95,79 vs 1510,5±149,45), meningkatkan kepadatan neuron dentate gyrus ( 1720,83±584,04 vs 3155,83±237,43) dan mempersingkat waktu tempuh setelah hari ke-4 uji renang (11,21±7,47 vs 4,74 ± 2,97) detik. Sedangkan kelompok mastikasi makanan keras yang disertai aktifitas fisik aerobik voluntary wheel running menurunkan kepadatan neuron CA1: (1291,83±279,16 vs 967,17±123,07), tidak merubah kepadatan neuron DG (1626,00±492,37 vs 1939,67±393,13) dan tidak merubah waktu tempuh setelah hari ke-4 uji renang (4,43±4,63 vs 3,77 ± 1,02) detik. Simpulan dari penelitian adalah mastikasi makanan lunak dengan aktivitas aerobik voluntary wheel running lebih baik dlm meningkatkan kepadatan neuron cornu amnonis 1 hipokampus dan dentate gyrus serta mempercepat waktu tempuh uji renang hari ke-4 dibandingkan dengan mastikasi makanan keras dengan aktivitas aerobik voluntary wheel running pada tikus Wistar.Item PERBEDAAN EFEK INTERVAL TRAINING TIPE CEPAT, INTERVAL TRAINING TIPE LAMBAT DAN CONTINUOUS TRAINING INTENSITAS SEDANG TERHADAP KADAR ADIPONEKTIN, IL-6 PLASMA DAN NILAI INDEKS LEE PADA TIKUS WISTAR OBES(2014-11-01) ENDANG MULYANA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSaat ini obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia, kejadian obesitas berhubungan erat dengan pola makan dan rendahnya tingkat aktivitas fisik, terutama olahraga. Sumber energi utama pada saat olahraga ditentukan oleh intensitas, durasi, dan jenis serabut otot yang dominan digunakan pada saat olahraga. Interval training memiliki dua tipe, yaitu: tipe cepat dan tipe lambat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan efek interval training tipe cepat, interval training tipe lambat dan continuous training intensitas sedang terhadap respons molekuler seperti: adiponektin dan IL-6 serta respons fisiologis nilai indeks Lee pada tikus Wistar model obesitas. Subjek penelitian, tikus Wistar jantan model obesitas umur 14-16 minggu (N=28) hasil induksi diet tinggi lemak selama 8 minggu sampai nilai indek Lee >0.30, pakan tinggi lemak dipertahankan selama penelitian. Penelitian ini menggunakan desain posttest-only control group. Respons fisiologis nilai indeks Lee mencerminkan perubahan respons molekuler kadar adiponektin, IL-6, glukosa dan trigliserida plasma. Perlakuan pada subjek penelitian dengan berlari diatas animal treadmill. Perlakuan dikelompokkan: Interval training tipe cepat kecepatan 30 m/menit 15 x 30 detik/1 menit istirahat pada kecepatan 10 m/menit selama 22.5 menit, Interval training tipe lambat kecepatan 20 m/menit 10 x 2 menit/1 menit istirahat pada kecepatan 10 m/menit selama 30 menit, Continuous training intensitas sedang kecepatan 20 m/menit selama 30 menit. Data penelitian berat badan dan nilai indeks Lee dianalisis pre (hari-1) dan post (hari-36), sedangkan data adiponektin (ng/ml), IL-6 (pg/mL), glukosa (mg/dL) dan trigliserida (mg/dL) plasma hari-36 berdasarkan ELISA. Hasil penelitian menunjukan pada kelompok perlakuan interval training tipe lambat menyebabkan respons fisiologis dan perubahan molekuler seperti adiponektin dan IL-6 yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok perlakuan interval training tipe cepat, continuous training intensitas sedang dan kontrol, dengan rincian hasil sebagai berikut: kadar adiponektin (9.04 vs 10.27 vs 10.57 vs 7.24 ng/mL, p<0.05), kadar IL-6 (60.29±3.1 vs 54.55±2.1 vs 50.76±4.1 vs 56.36±2.9 pg/ml, p<0.05), kadar glukosa (101.91±7.1 vs 113.63±6.4 vs 144.03±9.0 vs 82.24±5.9 mg/dL, p<0.05), kadar trigliserida (28.07±3.3 vs 34.14±5.7 vs 42.00±4.9 vs 17.34±2.7 mg/dL, p<0.05) dan penurunan nilai indeks Lee (7.3% vs 3.6% vs 6.4% vs 5.2%, p<0.05). Simpulan, kelompok perlakuan interval training tipe lambat lebih baik dibandingkan dengan kelompok perlakuan interval training tipe cepat dan continuous training intensitas sedang dalam menurunkan kadar adiponektin plasma, meningkatkan kadar IL-6 plasma dan menurunkan nilai indeks Lee pada tikus Wistar obesitas.Item Pengaruh Latihan Aerobik dan Diet Tinggi Karbohidrat Terhadap Konsentrasi Insulin-like Growth Factor Binding Protein-1 (IGFBP-1) Pada Tikus Putih Galur Wistar(2016-04-18) RIZKI HAPSARI NUGRAHA; Soedigdo Adi; Dida Akhmad GurnidaLatar Belakang Peningkatan jumlah kasus diabetes dan sindrom metabolik di Asia disebabkan oleh faktor perilaku hidup sedentari, proses pengolahan makanan dan perubahan pola konsumsi makanan. Insulin-like growth factor binding protein-1 (IGFBP-1) diketahui berkaitan dengan asupan nutrisi, kadar tertingginya terjadi pada keadaan puasa dan rendah pada keadaan makan. Serum IGFBP-1 dapat dijadikan indikator keadaan sindroma metabolik. Penelitian ini menilai pengaruh latihan aerobik dan diet tinggi karbohidrat terhadap konsentrasi serum IGFBP-1. Metode Penelitian eksperimental dilakukan pada 28 hewan coba tikus Wistar. Pada masa adaptasi, hewan coba diamati dengan skor Dishman. Hewan coba dibagi menjadi empat kelompok : kontrol (7 tikus), diet tinggi karbohidrat tanpa latihan fisik (8 tikus), diet normal dengan latihan fisik aerobik (6 tikus) dan diet tinggi karbohidrat dengan latihan fisik aerobik (6 tikus). Latihan fisik intensitas sedang menggunakan animal treadmill dengan kecepatan awal 10 m/menit hingga 20m/menit pada akhir penelitian. Pemeriksaan serum IGFBP-1 dilakukan dengan menggunakan teknik ELISA sandwich. Hasil Berdasarkan uji one way ANOVA, konsentrasi IGFBP-1 pada kelompok diet normal tanpa latihan 52.23 ng/ml, kelompok diet tinggi karbohidrat tanpa latihan 36.98 ng/ml, kelompok diet normal dengan latihan 25.22 ng/ml ; serta kelompok diet tinggi karbohidrat dengan latihan 23.64 ng/ml (p=0.964). Kesimpulan Diet tinggi karbohidrat dan latihan fisik aerobik berbanding terbalik dengan konsentrasi IGFBP-1. Konsentrasi IGFBP-1 pada kelompok diet tinggi karbohidrat lebih rendah dibandingkan diet normal, dan lebih rendah pada kelompok latihan aerobik dibandingkan tanpa latihan.Item UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KASAR DAN ISOLAT FLAVONOID UMBI SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens) DIBANDINGKAN DENGAN KLORHEKSIDIN TERHADAP Streptococcus sanguinis ATCC 10556(2016-04-19) FATHIMAH AZZAHRA ATTAMIMI; Rovina; Ani Melani MaskoenPenyakit periodontal dan karies gigi merupakan penyakit rongga mulut dengan prevalensi paling tinggi, kondisi ini diinisiasi oleh terbentuknya plak pada permukaan gigi. S. sanguinis merupakan bakteri pionir penyebab terbentuknya plak gigi. Penggunaan obat kumur klorheksidin merupakan salah satu tindakan untuk mengontrol pembentukan plak gigi, namun karena efek sampingnya, klorheksidin tidak dapat digunakan dalam jangka waktu panjang. Tumbuhan umbi sarang semut (Myrmecodia pendens) merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki banyak aktivitas biologis yang bermanfaat untuk kesehatan. Salah satu senyawa yang terdapat pada umbi sarang semut adalah senyawa flavonoid, senyawa ini seringkali dihubungkan dengan efek antibakteri yang dimiliki oleh tanaman herbal. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktifitas antibakteri ekstrak kasar dan isolat flavonoid yang terdapat pada umbi sarang semut terhadap bakteri S. sanguinis dibandingkan dengan klorheksidin dan pengaruh pemberian konsentrasinya terhadap kematian sel bakteri S. sanguinis. Metode penelitian eksperimen laboratorium, diawali dengan prosedur isolasi senyawa flavonoid dari umbi sarang semut, sedangkan ekstrak kasar sudah tersedia. Selanjutnya sampel diuji aktivitasnya sebagai antibakteri terhadap S. sanguinis ATCC 10556 menggunakan metode Kirby-Bauer untuk mengukur diameter hambat pertumbuhan bakteri yang terbentuk. Kemudian dilanjutkan dengan Uji MIC menggunakan metode mikro dilusi dengan ELISA Reader untuk mengetahui nilai MIC dari sampel dan pengaruhnya terhadap kematian sel bakteri. Hasil uji Kirby-Bauer ekstrak kasar umbi sarang semut menunjukkan adanya aktifitas antibakteri. Zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kasar tidak berbeda secara signifikan dengan klorheksidin (12 mm vs. 15 mm, p>0,05), sedangkan isolat flavonoid umbi sarang semut tidak menghasilkan zona hambat terhadap pertumbuhan S. sanguinis. Nilai MIC ekstrak kasar umbi sarang semut berada diantara 9,77 ppm dan 19,53 ppm, nilai ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan nilai MIC klorheksidin sebesar 1,935 ppm. Selain itu terdapat korelasi yang positif dan kuat antara konsentrasi ekstrak kasar umbi sarang semut dengan kematian sel bakteri S. sanguinis (r=0,867). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak kasar umbi sarang semut memiliki efek antibakteri yang lebih kecil dibandingkan dengan klorheksidin, sedangkan isolat flavonoid umbi sarang semut tidak memiliki efek antibakteri yang signifikan terhadap S. sanguinis. Peningkatan konsentrasi eksrak kasar umbi sarang semut memiliki korelasi yang positif dan kuat terhadap peningkatan kematian sel bakteri S. sanguinis.Item HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK DAN KESEIMBANGAN ENERGU DENGAN KEBUGARAN JASMANI PADA KELOMPOK USIA 60-69 TAHUN dan 70-79 TAHUN GURU BESAR UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG(2017-04-26) JUWITA NINDA; Leonardo Lubis; Ambrosius PurbaABSTRAK Jumlah lansia di seluruh dunia dan Indonesia mengalami peningkatan, kenaikan angka kesakitan lansia hingga 25,05%. Kurangnya aktivitas lansia menurunkan derajat kebugaran lansia. Meningkatnya angka kesakitan tersebut, disebabkan pula oleh kurangnya aktivitas fisik pada lansia yang mengakibatkan penurunan derajat kebugaran. Selain aktivitas fisik, derajat kebugaran jasmani didukung pula oleh keseimbangan energi antara lain: Body Mass Index (BMI), tanda sindrom metabolik, TEE dan asupan makan yang tepat. Kebugaran jasmani sangat diperlukan pada setiap lansia termasuk Guru Besar di Universitas Padjadjaran. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan keseimbangan energi dengan kebugaran jasmani pada kelompok usia 60-69 tahun dan 70-79 tahun Guru Besar Universitas Padjadjaran. Penelitian deskriptif analitik dengan desain Chi Square dan Regresi Binary Logistik dilakukan pada 57 orang subjek penelitian setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yang dibagi dalam 2 kelompok usia, yaitu lansia muda (60-69 tahun) dan lansia tua (70-79 tahun). Data aktivitas fisik didapatkan dengan menggunakan Global Physical Activity Questionairre (GPAQ). Data keseimbangan energi terdiri dari: BMI, tanda sindrom metabolik, Total Energi Ekspenditur (TEE) dan asupan makan dengan teknik wawancara food recall 24 jam berupa pengukuran makronutrien yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Data kebugaran jasmani didapat dari tes jalan 6 menit (TJ6M). Selanjutnya data dianalisis dengan Chi Square (p0,05). Secara deskriptif, kebugaran jasmani Guru Besar Universitas Padjadjaran kelompok usia 60-69 tahun berada pada kategori kebugaran jasmani pria yang tidak bugar (x̄ 419,44 ± SD 75,58 meter), sedangkan yang bugar (x̄ 587,56 ± SD 48,10 meter). Pada lansia wanita yang tidak bugar (x̄ 422,90 ± SD 29,46 meter) dan lansia wanita bugar (x̄ 525,00 ± SD 24,33 meter). Pada kelompok usia 70-79 tahun berada pada kategori kebugaran jasmani pria yang pria yang bugar (x̄ 512,86± SD 25,36 meter) dan tidak bugar (x̄ 383,34 ± SD 74,70 meter) dan lansia wanita bugar (x̄ 537,00 ± SD 0,00 meter) dan tidak bugar (x̄ 350,25 ± SD 27,79 meter). Hasil analisis regresi Binary Logistik menunjukkan bahwa odd ratio (OR) kategori usia (OR 0,149), TEE (OR 0,151) Sedangkan tingkat kepercayaan persentase keseluruhan terhadap variabel terikat kebugaran jasmani sebesar 73,7 %. Simpulan penelitian ini adalah kebugaran jasmani Guru Besar Universitas Padjadjaran masih bugar. Faktor usia dan TEE memiliki kontribusi terhadap kebugaran jasmani pada kelompok usia 60-69 tahun dan 70-79 tahun Guru Besar Universitas Padjadjaran. Kata Kunci: Aktivitas fisik, asupan makan, BMI, Sindrom Metabolik, Guru Besar, kebugaran jasmani, TEE ABSTRACT The number of elderly in the world and Indonesia have increased, the increase in morbidity elderly up to 25.05%. Lack of fitness activity demoting elderly. The increasing number of morbidity, caused also by the lack of physical activity in older adults resulting in decreased fitness degree. Besides physical activity, physical fitness support by the energy balance include: Body Mass Index (BMI), a sign of metabolic syndrome, TEE and proper food intake. Physical fitness must in each of the elderly, including professor at Padjadjaran University. The purpose of this study was to determine the association between physical activity and energy balance with physical fitness in the age group 60-69 years and 70-79 years among Professor Universitas Padjadjaran. Descriptive, analytic design with Chi Square and Binary Logistic regression do on 57 subjects research after fulfilling the inclusion and exclusion criteria, which divide into two age groups, young elderly (60-69 years) and old elderly (70-79 year). Physical activity data got using the Global Physical Activity questionnaire (GPAQ). Data energy balance comprises: BMI, a sign of metabolic syndrome, total energy expenditure (TEE) and the intake of food by interviewing a 24-hour food recall form of measurement of macronutrients are carbohydrates, fats and proteins. Data got from tests of physical fitness road 6 minutes (TJ6M). The data analyze by chi-square (p 0.05). Descriptively, the physical fitness of Universitas Padjadjaran Professors of 60-69 year old age group is in the category of men`s unfit physical fitness (x̄ 419.44 ± SD 75,58 meters), while the fit (x̄ 587,56 ± SD 48,10 meters ). In elderly women who are not fit (x̄ 422.90 ± SD 29.46 meters) and elderly females fit (x̄ 525.00 ± SD 24.33 meters). In the age group 70-79 years are in the category of physical fitness of man man fit (x̄ 512.86 ± SD 25.36 meters) and do not fit (x̄ 383.34 ± SD 74.70 meters) and elderly women fit (x̄ 537.00 ± SD 0.00 meters) and not fit (x̄ 350.25 ± SD 27.79 meters). The result of Binary Logistic regression analysis showed that odd ratio (OR) category of age (OR 0,149), TEE (OR 0,151) meanwhile total confidence level percentage to physical fitness boundary variable equal to 73,7%. Taken together Professors of Universitas Padjadjaran physical fitness is still fit and. Nonetheless, age and TEE have contributed to the physical fitness of the age group 60-69 years and 70-79 years Professor of Universitas Padjadjaran. Keywords: Physical activity, food intake, BMI, Metabolic Syndrome, Professor, physical fitness, TEE.Item Pengaruh Pemanasan dengan Temperatur Maksimal 1000C Terhadap Pola dan Struktur Permukaan Email Gigi untuk Kepentingan Identifikasi Forensik(2017-09-25) RAHMADANIAH KHAERUNNISA; Yoni Fuadah Syukriani; Fahmi OscandarPaparan panas temperatur tinggi berpengaruh terhadap tubuh manusia. Hal tersebut menyebabkan identifikasi sulit untuk dilakukan. Salah satu bagian tubuh yang tahan terhadap panas temperatur tinggi adalah gigi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi pola dan struktur permukaan email gigi pada setiap temperatur pemanasan sampai dengan 1000°C untuk kepentingan identifikasi forensik. Pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 45 gigi. Dibagi secara acakke dalam5 kelompok. Perlakuan berupa pemanasangigi dilakukan dalam alat furnace dengan temperatur 200°C, 400°C, 600°C, 800°C dan 1000°C selama 15 menit. Sebelum dan setelah perlakuan dilakukan pengambilan gambar pada setiap gigi dengan teknik fotografi. Data dikonversi menjadi gambar pola permukaan email gigi menggunakan perangkat lunak biometrik. Dilakukan analisis terhadap jumlah poin kecocokan antar pola serta gambar pola yang terbentuksebelum dan setelah perlakuan. Juga dilakukan analisispada struktur permukaan email gigi setelah perlakuan. Hasil uji One-way ANOVA menunjukan adanya perbedaan rata-rata jumlah poin kecocokan pola permukaan email gigi pada kelompok perlakuan (p<0,05). Uji Post Hoc Duncan menunjukan adanya perbedaan jumlah poin kecocokan pola permukaan email gigi pada temperatur pemanasan 200°C dan 400°C dengan temperatur 600°C, 800°C dan1000°C(p<0,05). Perlakuan yang dianggap paling bengaruh terhadap jumlah poin kecocokan pola permukaan email gigi adalah pemanasan dengan temperatur 1000°C. Seiring dengan makin tingginya temperatur pemanasan terdapat semakin banyak garis yang terputus pada gambar pola. Pada struktur permukaan email gigi, semakin banyak terjadi fraktur seiring dengan makin tingginya temperatur pemanasan. Pemanasan sampai dengan temperatur 1000°C menyebabkan pengaruh terhadap pola dan struktur permukaan email gigi. Dapat diperkirakan bahwa masih memungkinkan dilakukan proses identifikasi melalui pola dan struktur permukaan email gigi pada peristiwa paparan panas dengan temperatur sampai dengan1000°C.Item GAMBARAN PENGGUNAAN HERBAL SEBAGAI LACTAGOGUE DI JAWA BARAT(2021-04-07) YUNI NURCHASANAH; Enny Rohmawaty; Muhammad Hasan BashariAir susu ibu (ASI) adalah nutrisi yang sangat dibutuhkan bayi terutama sejak lahir sampai usia 6 bulan. Prevalensi menyusui secara eksklusif masih rendah yang disebabkan baik oleh faktor fisik maupun psikologis. Lactagogue adalah zat-zat yang dapat menstimulasi, mempertahankan dan meningkatkan produksi air susu. Tujuan riset ini adalah memberikan gambaran penggunaan lactagogue herbal di Jawa Barat dan permasalahan yang menyertainya. Riset ini merupakan studi cross sectional dengan metode survei menggunakan instrumen kuesioner. Sebanyak 420 responden terlibat dalam penelitian yang dilakukan selama bulan Agustus 2020. Hasil riset menunjukkan 335 orang responden menggunakan lactagogue herbal dan 310 orang diantaranya merasakan manfaat serta hanya 25 orang yang merasakan efek samping. Responden yang menggunakan lactagogue pada umumnya tidak mengetahui bahaya penggunaan lactagogue herbal. Perlu dilakukan riset terkait manfaat dan keamanan lactagogue dari herbal sehingga pemanfaatan bahan herbal ini bisa berkembang.Item Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Spons Laut (Aaptos suberitoides) Terhadap Salmonella Typhi Secara In Vitro(2021-07-09) DENY RUDIANSYAH; Sunarjati; Eko Fuji AriyantoSalmonella enterica serotipe Typhi (Salmonella Typhi) merupakan bakteri bersifat patogen Gram negatif berbentuk batang yang menyebabkan demam tifoid. Terapi farmakologi pada demam tifoid meliputi pemberian antibiotik terdiri dari kloramfenikol, sefotaksim, ampisilin, kotrimoksazol, dan fluorokuinolon. Penggunaan antibiotik pada pengobatan penyakit ini telah menimbulkan terjadinya resistensi Salmonella terhadap beberapa antibiotik. Akibat resistensi bakteri terhadap beberapa antibiotik, maka diperlukan pencarian senyawa aktif sebagai zat antimikroba dari biota laut sebagai alternatif pemecahan masalah resistensi tersebut. Contoh biota laut yang mempunyai potensi tersebut adalah spons laut (Aaptos suberitoides). Telah banyak penelitian tentang kandungan metabolit bioaktif pada spons yang menjanjikan prospek dalam penemuan obat, namun efek antibakteri dari ekstrak spons pada komponen bakteri masih harus diteliti agar menjadi obat alternatif dengan efek samping relatif lebih rendah dibandingkan antibiotik dengan risiko resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak A.suberitoides dengan melihat zona hambatnya menggunakan metode Kirby Bauer modifikasi menggunakan sumuran, kemudian dilakukan uji dilusi cair untuk menentukan konsentrasi hambat minimal (KHM) terhadap bakteri uji sehingga dapat diketahui efek bakteriostatik ekstrak tersebut. Uji kosentrasi bunuh minimal (KBM) digunakan untuk mencari nilai konsentrasi bakterisidal minimal yang dapat membunuh bakteri uji, sehingga dapat diketahui efek bakterisidalnya. Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk mengamati mekanisme kerja ekstrak tersebut dengan melihat kerusakan morfologi dinding sel bakteri uji dibandingkan dengan kontrol positif ampisilin, kontrol negatif tanpa perlakuan. Ekstrak A.suberitoides diuji terhadap S. Typhi pada konsentrasi 12.800, 6.400, 3.200, 1.600, 800, 400, 200, 100 ppm. Ekstrak A.suberitoides membentuk zona hambat tertinggi pada konsentrasi 12.800 ppm yaitu dengan rataan diameter 19,97 mm. Besarnya KHM diperoleh pada konsentrasi 6.400 ppm sedangkan nilai KBM tidak dapat ditentukan. Pengamatan SEM memberikan informasi rusaknya morfologi sel Salmonella Typhi yang diberi ekstrak A.suberitoides ditandai adanya perubahan sel bakteri yang hancur pada bagian ujungnya, adanya pembengkakan atau lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri yang normal dan tanpa perlakuan. Kesimpulan ekstrak A.suberitoides memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. Typhi pada konsentrasi 12.800 ppm dan 6.400 ppm yang dikategorikan kuat.Item KORELASI ANTARA BDNF PLASMA DENGAN MORFOLOGI OTOT DAN TRIGLISERIDA DALAM PENGARUH LATIHAN AEROBIK(2021-08-30) RIZKI PERDANA; Leonardo Lubis; Ambrosius PurbaAktivitas fisik yang kurang akan menyebabkan derajat kebugaran jasmani yang rendah dan meningkatkan risiko cedera otot serta penyakit pembuluh darah. Kekuatan otot dipengaruhi oleh jumlah serat otot yang dapat ditingkatkan melalui aktivitas miokin, salah satunya adalah brain-drived neurotrophic factor (BDNF). Olahraga yang merupakan jenis dari aktivitas fisik yang terukur adalah salah satuf aktor yang berperan dalam peningkatan BDNF. Pembentukan aterosklerosis sebagai penyebab penyakit pembuluh darah dapat ditinjau dari tingkat trigliserida dalam darah yang dapat diturunkan oleh olahraga dan berhubungan dengan kadar BDNF plasma. Literatur review ini bertujuan untuk menentukan intensitas olah raga yang tepat guna meningkatkan BDNF di dalam darah, dan hubungan keduanya dengan perubahan morfologiotot serta kadar trigliserida dalam darah. Pencarian dilakukan pada bulan April 2020 dan artikel diseleksi berdasarkan pokok bahasan, dan tahun publikasi. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan peningkatankadar BDNF di dalam darah melalui intervensi olahraga berbagai intensitas kecuali pada olah raga intensitas berat. Peningkatan kadar BDNF plasma memiliki korelasi dengan penurunan trigliserida dalam darah. Indikator perubahan morfologi otot belum banyak diteliti. Literatur ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam melakukan pemeriksaan kadar BDNF di dalam darah melalui olahraga yang tepat sehingga menunjang terhadap upaya pencegahan melalui peningkatan derajat kesehatan.Item PERAN FISIOLOGIS JALUR PENSINYALAN HIPPO DAN AUTOFAGI PADA DEMENSIA(2023-04-06) ANDREAS CHRISTOPER; Herry Herman; RonnyLatar Belakang: Demensia adalah gangguan neurokognitif yang berkaitan dengan penuaan otak dan terutama memengaruhi hipokampus dan korteks serebri. Jalur pensinyalan Hippo dan protein autofagi telah terganggu pada otak yang dipengaruhi oleh proses demensia. Tujuan: Telaah sistematik ini bertujuan untuk menguraikan keterlibatan jalur pensinyalan Hippo dan autofagi dalam memodulasi perkembangan dan tingkat keparahan demensia pada penuaan. Metode: Pencarian dilakukan pada database MEDLINE, Google Scholar, Scopus, dan Web of Science. Hasil: Jalur pensinyalan Hippo bergantung pada ko-aktivator transkripsi YAP/TAZ, yang membentuk kompleks dengan TEAD pada nukleus untuk mempertahankan homeostasis sel. Ketika ekspresi YAP/TAZ menurun, kematian sel atipikal yang diinduksi oleh represi transkripsional, kematian sel dengan proses pembengkakan, dan nekrosis akan terjadi pada neuron. Selain itu, protein autofagi seperti LC3, protein ATG, dan Beclin berkurang dan mengakibatkan gangguan pembentukan autofagosom dan akumulasi serta penyebaran protein yang rusak pada otak yang mengalami proses demensia. Kesimpulan: Gangguan jalur pensinyalan Hippo dan autofagi pada proses demensia pada penuaan harus diperhatikan karena dapat memprediksi tingkat keparahan, pengobatan, dan pencegahan demensia.Item PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS OLAHRAGA AEROBIK TERHADAP PERUBAHAN MORFOLOGI, DENSITAS TULANG, DAN HISTOMORFOMETRIK PADA TULANG FEMUR TIKUS MODEL DIET RENDAH PROTEIN(2023-07-17) FILIANI NATALIA SALIM; Hanna; Leonardo LubisLatar Belakang: Malnutrisi dan stunting merupakan masalah utama yang belum terselesaikan di Indonesia. Kekurangan protein dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat, serta membuat kemampuan fisik dan kognitif tidak dapat mencapai potensi maksimal. Pada masa kanak-kanak kebutuhan protein harus dipenuhi agar puncak pembentukan tulang pada masa remaja dapat berjalan sempurna. Diet rendah protein menyebabkan berkurangnya densitas tulang karena meningkatnya resorpsi tulang. Di sisi lain, olahraga dapat meningkatkan densitas, kualitas, dan panjang lempeng epifisis tulang. Penelitian tentang pengaruh olahraga berbeda intensitas pada kondisi kekurangan protein belum banyak dilakukan. Sampai sekarang belum ada resep baku olahraga yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas tulang pada penderita malnutrisi. Beranjak dari hal tersebut, maka dilakukan penelitian tentang pengaruh berbagai intensitas olahraga terhadap morfologi tulang, densitas tulang, dan pemeriksaan histomorfometrik tulang. Metode: Tikus Wistar jantan berusia 6-8 minggu (berat badan sekitar 250 gram), diberi diet rendah protein (protein 5%) selama 8 minggu, lalu dibagi ke dalam 4 kelompok, kontrol, intervensi olahraga ringan, sedang, dan berat selama 8 minggu, kemudian tikus diterminasi. Tulang femur diisolasi untuk diukur berat, panjang, densitas tulang menggunakan X-Ray, dan pemeriksaan histologi berupa panjang zona hipertrofi dan panjang lempeng epifisis, lalu dihitung dengan uji statistik. Hasil: Perbedaan intensitas olahraga meningkatkan berat femur (p = 0,010), panjang zona hipertrofi (p = 0,040), panjang lempeng epifisis (p=0,012) secara bermakna, tetapi tidak berpengaruh terhadap panjang femur (p = 0,394) dan densitas tulang (p = 0,175). Simpulan: Terdapat perbedaan berat femur, panjang zona hipertrofi, dan panjang lempeng epifisis pada tulang femur tikus yang diberikan olahraga intensitas ringan, sedang, dan berat. Perbedaan intensitas olahraga tidak mempengaruhi panjang femur dan densitas tulang.Item IDENTIFIKASI SPESIES NON-TUBERCULOUS MYCOBACTERIA (NTM) MENGGUNAKAN FRAGMEN ITS 16S-23S rRNA(2023-08-04) YOOPIE SETIAWAN; Lidya; Ramdan PanigoroBeberapa penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat isolasi spesies NTM meningkat di seluruh dunia dan dengan cepat menjadi masalah utama kesehatan masyarakat. NTM dapat menyebabkan infeksi paru kronik seperti TB dan pengobatannya harus berdasarkan pada spesies spesifik NTM. Oleh karena itu, identifikasi bakteri NTM pada tingkat spesies menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Tiga puluh empat isolat klinis beku suspek NTM diekstraksi dan diamplifikasi menggunakan gen target ITS 16S-23S rRNA (ITS). Amplikon tersebut kemudian disekuensing, diedit dan dianalisa menggunakan basis data GenBank di NCBI. Hasil sekuensing fragmen ITS dibandingkan dengan hasil gen sodA dan diklasifikasikan ke dalam grup/kompleks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa M. fortuitum kompleks paling banyak teridentifikasi (34,78%), diikuti oleh M. abscessus kompleks (17,39%). Terdapat empat diskrepansi, lima isolat spesies M. tuberculosis, dan satu isolat tidak teridentifikasi. Dari penelitian ini disusun suatu algoritma untuk identifikasi spesies NTM dengan menggunakan fragmen ITS dan target lainnya. Fragmen ITS dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies NTM. Namun, menggunakan dua atau lebih target untuk mengidentifikasi spesies NTM merupakan cara pendekatan yang lebih baik. Mengklasifikasikan hasil ke dalam grup/kompleks akan memfasilitasi pengambilan keputusan yang lebih baik untuk menentukan terapi. Studi ini menunjukkan distribusi spesies NTM penyebab infeksi paru di Jawa Barat dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan infeksi mirip TB serta mengembangkan strategi baru untuk mengembangkan diagnosis yang lebih baik dan pengobatan yang tepat.Item Pengaruh Perbedaan Intensitas Olahraga Aerobik terhadap Kardiomiogenesis melalui Ekspresi mRNA FSTL1, Cyclin D1, dan CDK4 pada Jantung Tikus Galur Wistar(2023-08-27) FEINY MELINDA SUGIONO; Nova Sylviana; SetiawanLatar Belakang: Kardiomiosit sebagai sel post-mitosis dalam beberapa dekade terakhir diketahui dapat beregenerasi. Hal ini menjadi target potensial dalam pencegahan penyakit kardiovaskular. Proses regenerasi kardiomiosit ini merupakan mekanisme kardioprotektif yang dapat diinduksi oleh olahraga. FSTL1, myokin yang tersekresi saat olahraga, diketahui dapat meningkatkan faktor regulator siklus sel, Cyclin D1 dan CDK4, sehingga proses siklus sel kembali berlangsung. Tujuan penelitian ini untuk mengamati apakah seiring dengan peningkatan intensitas olahraga terdapat peningkatan tertinggi juga pada ekspresi FSTL1, Cyclin D1, dan CDK4. Metode: Tiga beda intensitas digunakan dalam penelitian ini (intensitas ringan: 10 m/menit, intensitas sedang: 20 m/menit, intensitas berat: 30 m/menit) dibandingkan dengan kontrol (sedentari). Enam belas ekor tikus jantan galur Wistar berusia 8 minggu berolahraga lari di atas treadmill selama 30 menit per hari, 5 kali seminggu, selama 8 minggu. Ekspresi mRNA FSTL1, Cyclin D1, dan CDK4 diambil dari bahan kardiomiosit ventrikel jantung tikus yang selanjutnya diukur menggunakan quantitative real-time PCR. Hasil Penelitian: Dalam penelitian ini didapatkan bahwa olahraga intensitas berat dapat meningkatkan ekspresi mRNA FSTL1 tertinggi dibandingkan kontrol (p = 0,040) serta ekspresi mRNA Cyclin D1 tertinggi dibandingkan intensitas ringan dan sedang (p = 0.043 dan p = 0.043) secara signifikan. Sebaliknya, pada ekspresi mRNA CDK4 terdapat kecenderungan peningkatan tertinggi pada intensitas berat dibandingkan kelompok perlakuan lain walau tidak terdapat perbedaan signifikan (p = 0.169). Simpulan: Olahraga intensitas berat memiliki pengaruh terhadap peningkatan kardiomiokin (FSTL1) dan faktor regulator siklus sel (Cyclin D1) sehingga diharapkan dapat menginduksi regenerasi dari kardiomiosit secara fisiologis untuk meningkatkan dan atau mempertahankan fungsi jantung sebagai kardioprotektif.Item Pengembangan Pemeriksaan Kualitatif Multipleks PCR BCR-ABL sebagai metode diagnostik Penderita CML (Chronic Myeloid Leukemia)(2023-09-17) NUR IZZATUN NAFSI; Yunia Sribudiani; Delita PrihatniKetersediaan kit komersial untuk mendeteksi tipe fusi gen BCR-ABL pada CML (Chronic Myeloid Leukemia) masih terbatas. Pada umumnya kit komersial yang tersedia adalah quantitative RT-PCR yang mendeteksi tipe fusi gen e13a2 dan e14a2, namun tidak dapat mendeteksi tipe fusi gen minor dan tidak dapat membedakan dua tipe fusi gen mayor. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode PCR multipleks untuk mengidentifikasi tipe fusi gen BCR-ABL pada pasien CML dan mengkarakterisasi tipe fusi gen di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Primer dirancang untuk mengamplifikasi empat tipe fusi gen BCR-ABL. Multiplex Touchdown (TD)-PCR dioptimasi menggunakan positif control berupa DNA sintesis. Empat puluh lima sampel RNA dari pasien CML digunakan untuk mensisntesis cDNA. Identifikasi BCR-ABL dilakukan menggunakan Multiplex Touchdown (TD)-PCR dan divalidasi dengan Sanger sekuensing. Metode multiplex TD-PCR telah berhasil mengamplifikasi empat tipe fusi gen BCR-ABL dan produk PCR telah dikonfirmasi menggunakan Sanger sekuensing. Limit deteksi untuk e13a2 dan e14a2 adalah 10 fg/µL dan 100 fg/µL untuk e1a2 dan e19a2. Dari 45 sampel RNA, 29 terkonfirmasi positif. Tipe fusi gen e14a2 ditemukan sebanyak 68,9% dari total sampel positif, dilanjutkan tipe fusi gen e13a2 sebanyak 27,6% dari total sampel positif. Tipe fusi gen e19a2 teridentifikasi sebanyak 3,4% dari total sampel positif. Tidak ditemukan pasien yang mengekspresikan tipe fusi gen e1a2 atau co-ekspresi tipe fusi gen e14a2/e13a2. Multiplex TD PCR yang dapat mendeteksi empat tipe fusi gen telah berhasil dikembangkan. Tipe fusi gen e14a2 lebih banyak ditemukan dibanding tipe fusi gen e13a2. Kata Kunci: Chronic Myeloid Leukemia, Multiplex, Polymerase chain reaction, Transcript type.Item STUDI FARMAKOKINETIK DAN FARMAKOGENETIK ISONIAZID SEBAGAI TERAPI PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK(2023-09-26) YANE LIS CINTAWATI; Edhyana Kusumastuti Sahiratmadja; Vycke Yunivita Kusumah DewiInfeksi Tuberkulosis (TB), komplikasi yang cukup banyak mengenai pasien LES di daerah endemis TB. Isoniazid (INH), obat anti tuberkulosis yang direkomendasikan sebagai terapi pencegahan pada kelompok rentan TB, tetapi penggunaannya pada kelompok LES masih kontroversi, karena efek samping dari INH dikhawatirkan dapat memperburuk kondisi LES, perubahan profil farmakokinetik INH dan variabilitas individu dapat menjadi faktor dari timbulnya efek samping. Hepatotoksisitas akibat INH dikaitkan dengan proses metabolisme dan peran beberapa gen yang terkait, diantaranya adalah polimorfisme CYP2E1 (prediktor hepatotoksisitas) yang hasilnya masih variatif. Tujuan penelitian Diperlukan penelitian profil farmakokinetik (PK) INH Cmaks dan AUC0-8 dengan menilai konsentrasi obat dalam plasma, serta profil farmakogenetik (PG) dari gen yang terlibat, yaitu proporsi gen CYP2E1 pada kelompok LES yang menerima terapi INH. Desain penelitian Penelitian deskriptif observasional dengan teknik purposive sampling yang dilakukan pada pasien rawat jalan LES dewasa di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, periode Desember 2022 – Agustus 2023. Tahapan penelitian Kriteria inklusi adalah LES dalam keadaan remisi, non TB. Kriteria eksklusi adalah alergi INH, gangguan hati dan ginjal, pasien hamil atau menyusui, komorbid lain, dan keganasan. Data PK diambil dari 6 titik waktu pengambilan darah (0, 1, 2, 3, 4, dan 8 jam setelah minum INH). DNA diisolasi untuk pemeriksaan polimorfisme gen CYP2E1. Hasil: 20 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pemeriksaan farmakokinetik setelah 10 hari minum INH preventif 5 mg/KgBB dalam keadaan perut kosong. Nilai Cmaks 8,63 (2,55 – 18,27) μg/ml dan AUC0-8 25,14 (8,59 – 58,6) μg/h.ml menunjukkan hasil yang cukup untuk memberikan prospek protektif tanpa ada efek samping meski dibarengi penggunaan obat LES. Distribusi dari genotipe CYP2E1 rs2031920 (CC 70%, CT 30%), rs3813867 (GG 70%, GC 30%) dan rs2515641 (CC 65%, CT 30%, CA5%) mayoritas adalah wild type homozigot yang tidak berhubungan dengan Cmaks dan AUC0-8 INH. Kesimpulan: Secara gambaran farmakokinetik, pemakaian INH preventif 300mg/hari pada LES cukup memberikan prospek perlindungan dari TB.Item PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS OLAHRAGA AEROBIK ERHADAP EKSPRESI mRNA BDNF, mRNA mTOR DAN HISTOLOGI OTOT SKELETAL TIKUS GALUR WISTAR(2023-10-23) NUR AYU VIRGINIA IRAWATI; Nova Sylviana; Leonardo LubisLatar Belakang: Olahraga merupakan salah satu aktivitas fisik yang berperan dalam meningkatkan fungsi otot skeletal. Olahraga aerobik yang dilakukan dengan tepat dapat mengakibatkan adaptasi pada otot skeletal yang sebanding dengan anaerobik. Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) adalah miokin yang disekresikan di berbagai organ, salah satunya di otot skeletal dan diketahui berperan dalam proses regenerasi otot. Mammalian Target of Rapamycin (mTOR) adalah salah satu yang berperan penting dalam keseimbangan sintesis protein pada otot dan berperan pada kejadian hipertrofi otot. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh intensitas olahraga terhadap hipertrofi otot skeletal yang dilihat dari ekspresi mRNA BDNF, mTOR dan pengamatan terhadap histologi otot skeletal. Metode: Penelitian ini menggunakan BBT tikus galur wistar berusia 8-12 minggu berjumlah dua puluh ekor. Tikus dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan intervensi olahraga yaitu kontrol, intervensi olahraga ringan, sedang, dan berat selama 8 minggu, kemudian tikus diterminasi. Otot skeletal m. Gastrocnemius dan m. Soleus diisolasi dan dilakukan pemeriksaan PCR untuk mengidentifikasi ekspresi mRNA BDNF dan mTOR, serta dilakukan pemeriksaan histologi untuk menilai fiber area otot, lalu dihitung dengan uji statistik. Hasil: Olahraga intensitas berat dapat meningkatkan ekspresi mRNA BDNF (p = 0,035) pada otot m. Soleus secara signifkan, sedangkan olahraga intensitas ringan, sedang dan berat meningkatkan ekspresi mRNA BDNF pada m. Gastrocnemius namun secara tidak signifikan. Olahraga intensitas berat meningkatkan ekspresi mRNA mTOR (p= 0,024) pada otot m.Soleus secara signifkan. Terdapat perbedaan peningkatan ekspresi mRNA mTOR yang signifikan pada olahraga intensitas ringan, sedang dan berat pada otot m.Gastrocnemius (p= 0,05). Olahraga intensitas berat menyebabkan perubahan pada histologi otot m.Soleus secara signifikan (p= 0,011), dan olahraga intensitas ringan, sedang dan berat menyebabkan perubahan pada gambaran histologi otot m.Gastrocnemius (p=0,042, p= 0,012 dan p= 0,003). Simpulan: Olahraga intensitas ringan, sedang dan berat menginduksi peningkatan aktivitas mRNA BDNF dan mRNA mTOR pada otot skeletal, olahraga intensitas berat paling optimal dalam menyebabkan perubahan histologi otot skeletal tikus secara signifikan.