S2 - Tesis
Permanent URI for this community
Browse
Browsing S2 - Tesis by Title
Now showing 1 - 20 of 321
Results Per Page
Sort Options
Item ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANGKA KEJADIAN LOW BACK PAIN PADA PERAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DI WILAYAH PROVINSI BANTEN(2017-09-11) DADANG ROCHMAN; Henny Suzana Mediani; Aan Nur'aeniLow back pain pada perawat apabila tidak ditangani dapat tidak hanya menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan yang berkepanjangan, frustasi, distres atau bahkan mengakibatkan cacat seumur hidup yang menurunkan kualitas hidup dari perawat itu sendiri, karier akan tetapi juga tentang kualitas pelayanan dan keamanan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi faktor yang memengaruhi angka kejadian Low back pain pada perawat Intensive Care Unit Rumah Sakit di wilayah Provinsi Banten. Penelitiaan ini menggunakan analitik korelasional dengan potong lintang, sampel penelitian 82 perawat ICU, teknik pengambilan sampel dengan total sampling. Pengumpulan data dengan kuesioner dan observasi. Analisa data dengan Chi-square dan analisis regresi logistik ganda dengan model prediksi. Faktor pengetahuan p (0,001), tinggi badan p (0,021), frekuensi dinas malam p (0,003), dan berat badan dengan nilai p (0,021) memiliki hubungan yang bermakna dengan low back pain. Sedangkan faktor lingkungan ruang ICU p (0,668), masa kerja p (0,462), dan usia dengan nilai p (0,079) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan low back pain. Dari faktor yang berhubungan, didapatkan hasil faktor pengetahuan memiliki hubungan paling bermakna dengan kejadian low back pain (OR = 38,62). Penelitian ini terbukti memiliki pengaruh yang bermakna yaitu pengetahuan, tinggi badan, berat badan, dan frekuensi dinas malam, dimana pengetahuan faktor yang paling memengaruhi kejadian low back pain pada perawat ICU, karena pengetahuan merupakan dasar yang sangat penting dalam pembentukan perilaku seseorang. Meningkatkan pengetahuan perawat ICU tentang biomekanika tubuh dalam bekerja dan pentingnya menghindari masalah low back pain dengan edukasi dalam bentuk pelatihan dan pembuatan standar prosedur tetap perlu dilakukan. Penambahan jumlah perawat ICU untuk mengurangi jumlah beban dinas malam yang berlebihan, melakukan seleksi dan kriteria bagi perawat yang bekerja di ICU.Item ANALISIS BEBAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH RSUD CIBABAT CIMAHI(2017-08-29) ERO HARYANTO; Nanan Sekarwana; Irman SomantriANALISIS BEBAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH RSUD CIBABAT CIMAHI ABSTRAK Salah satu aspek penting untuk mencapai pelayanan keperawatan yang bermutu adalah tersedianya tenaga keperawatan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan baik kuantitas maupun kulitasnya. Mutu pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien dipengaruhi oleh quality of care. Beban kerja perawat merupakan bagian dalam quality of care. Beban kerja perawat adalah volume kerja perawat disetiap unit dibagi dengan jumlah perawat dalam unit. Analisis beban kerja dilakukan dengan cara membandingkan persentase waktu pelaksanaan kegiatan produktif dan waktu pelaksanaan kegiatan non produktif. Beberapa penelitian tentang beban kerja dengan metode yang berbeda-beda banyak dilakukan masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Teknik work sampling dan time and motion study dari beberapa penelitian sebelumnya hanya digunakan di ruangan dengan kasus perawatan salah satu saja dari kasus penyakit dalam atau bedah. Peneliti belum menemukan kedua teknik tersebut digunakan untuk meneliti ruang perawatan dengan kasus perawatan penyakit dalam dan bedah yang tergabung dalam satu ruang perawatan. Beberapa Rumah Sakit di Indonesia masih menggabungkan pasien penyakit dalam dan bedah (Medikal Bedah) dalam satu ruang perawatan. Salah satunya yaitu Ruang Rawat Inap Medikal Bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibabat Cimahi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis Beban Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Medikal Bedah RSUD Cibabat Cimahi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Sampel penelitian sebanyak 96 kegiatan pengamatan yang dilakukan perawat pelaksana selama 24 jam. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi untuk mendapatkan data kuantitatif dengan menggunakan formulir work sampling dan time and motion study. Perhitungan beban kerja dilakukan dengan cara menganalisa perbandingan persentase waktu pelaksanaan kegiatan produktif dan waktu pelaksanaan kegiatan non produktif. Beban kerja tinggi > 80%, optimum = 80%, ringan < 80% dari seluruh waktu kegiatan yang dilakukan perawat Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata beban kerja perawat dalam 24 jam termasuk kategori ringan (58,75%). Pada tindakan keperawatan perawatan luka memerlukan waktu paling banyak dengan rata-rata waktu selama 23 menit 14 detik, sedangkan waktu paling sedikit yaitu pada tindakan mengganti cairan infus selama 1 menit 8 detik. Implikasi penelitian perawat perlu meningkatkan kegiatan produktif dengan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya terutama pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia (KDM). Perlunya peningkatan pemantauan ke setiap ruangan pasien yang terjadwal secara bergantian terutama pada shift malam. Kata kunci : Beban kerja, Perawat, Work sampling, Time and motion studyItem Analisis Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien Kanker Payudara Menjalani Kemoterapi Sesuai Jadwal Di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran Bandung(2015-08-27) DICKY FIRMANA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKepatuhan pasien kanker dalam menjalani kemoterapi sesuai jadwal dapat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, efikasi diri, dukungan sosial keluarga, jarak lokasi tempat tinggal ke rumah sakit, dan karakteristik demografi pasien (usia, pendidikan, dan ekonomi). Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis beberapa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dan menganalisis faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan pasien kanker payudara menjalani kemoterapi sesuai dengan jadwal. Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasional dengan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling, yaitu dengan purposive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square untuk melihat hubungan antara dua variabel serta uji regresi logistik untuk menentukan faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien kanker payudara (56%) tidak patuh menjalani kemoterapi sesuai jadwal. Faktor-faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan kepatuhan, yaitu faktor pengetahuan (p = 0,000), efikasi diri (p = 0,000), dukungan sosial keluarga (p = 0,002), jarak lokasi tempat tinggal ke RS (p = 0,042), dan pendidikan (p = 0,002). Hasil analisis regresi logistik menunjukan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan adalah efikasi diri yang memiliki kekuatan hubungan (OR) sebesar 80,730 dan memberikan pengaruh terhadap kepatuhan sebesar 43,91 persen yang digambarkan dalam persamaan model: Kepatuhan (y) = -10,740 (konstanta) + 2,772*Pengetahuan + 4,391*Efikasi diri + 3,681*Dukungan sosial keluarga + 2,631*Pendidikan. Sedangkan faktor pengetahuan, efikasi diri, dukungan sosial keluarga, dan pendidikan secara bersama-sama memiliki hubungan dengan kepatuhan sebesar 83,9 persen. Dalam penelitian ini diperoleh suatu kesimpulan bahwa faktor efikasi diri sebagai faktor yang paling dominan di antara lima faktor yang berhubungan dengan kepatuhan. Penelitian ini merekomendasikan perawat harus lebih berperan aktif dalam memperhatikan dan meningkatkan efikasi diri pasien dan juga memperhatikan faktor lainnya, seperti pengetahuan, dukungan sosial keluarga, dan pendidikan.Item ANALISIS DOKUMENTASI TERINTEGRASI ASUHAN PASIEN SEBAGAI BAGIAN DARI KOLABORASI INTERPROFESIONAL DI RSUD KOTA BANDUNG(2021-04-17) IRA MEHARA WATI; Atlastieka Praptiwi; Francisca Sri SusilaningsihProses pelayanan kesehatan saat ini telah bergeser menjadi pelayanan yang berfokus pada pasien atau patient centered care (PCC) yang merupakan tujuan pelayanan kesehatan. Asuhan diberikan dalam bentuk asuhan terintegrasi yang melibatkan kolaborasi profesional pemberi asuhan (PPA) yang membutuhkan sebuah media komunikasi dalam pelaksanaannya. Diketahui bahwa sejauh ini kolaborasi antar tenaga kesehatan belum tampak dengan jelas. Pada tatanan rumah sakit dikenal dengan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) yang merupakan dokumentasi terintegrasi dimana setiap profesi melakukan pencatatan pada dokumen yang sama. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis isi dan proses penulisan dokumentasi terintegrasi asuhan pasien sebagai bagian dari kolaborasi interprofesional. Desain penelitian ini menggunakan explanatory sequential mixed method dengan sampel 51 dokumen CPPT pada penelitian kuantitatif dan melibatkan 5 informan yang terdiri dari perawat dan dokter pada penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi, studi dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada isi dokumen CPPT terdapat ketidaklengkapan identitas pasien 56,9%, tidak tertulis tanggal dan waktu penulisan PPA 58,8%, tidak ada verifikasi DPJP 66,7%, tulisan tidak terbaca jelas 33,3%, dan SOAP tidak sesuai SPO 76,5%. Pada hasil wawancara didapatkan empat tema yaitu dokumentasi CPPT belum optimal, kendala dalam penulisan CPPT, pemanfaatan CPPT sebagai bagian dari kolaborasi interprofesional belum optimal, dan harapan mengenai penulisan dokumentasi. Kesimpulan penelitian ini menunjukan bahwa dokumentasi terintegrasi asuhan pasien berupa dokumentasi CPPT masih belum termanfaatkan secara optimal sebagai media komunikasi dan kolaborasi interprofesional karena tulisan pada dokumen kurang bermakna, tidak akurat, dan tidak sepenuhnya dapat memberikan informasi mengenai kondisi pasien yang sesungguhnya. Diperlukan pengawasan dan evaluasi yang jelas terhadap kewenangan klinis agar pelaksanaan dokumentasi terintegrasi serta kolaborasi interprofesional dapat berjalan sebagaimana seharusnya.Item ANALISIS DUKUNGAN PSIKOSOSIAL YANG DIBUTUHKAN KELUARGA DENGAN ANAK YANG MENGALAMI KEKERASAN SEKSUAL DI KOTA SUKABUMI(2016-01-22) LIA NOVIANTY; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenUNIVERSITAS PADJADJARAN PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KONSENTRASI KEPERAWATAN JIWA Tesis, Januari 2016 Lia Novianty Analisis Dukungan Psikososial yang Dibutuhkan Keluarga dengan Anak yang Mengalami Kekerasan Seksual Di Kota Sukabumi Abstrak Angka kekerasan seksual pada anak saat ini cukup tinggi baik di dunia maupun di Indonesia. Masalah yang dihadapi oleh anak yang mengalami kekerasan seksual bukan hanya masalah fisik, tetapi juga masalah psikologis dan sosial yang akan ditanggungnya seumur hidup. Masalah psikososial yang dialami oleh anak korban kekerasan seksual juga ikut dirasakan oleh keluarga. Masalah psikososial yang muncul pada keluarga dapat berupa stress pasca trauma, disfungsi keluarga, kecemasan dan depresi, oleh karena itu keluarga sangat memerlukan dukungan psikososial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis berbagai dukungan psikososial yang dibutuhkan keluarga meliputi dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informasi. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki anak korban kekerasan seksual di Kota Sukabumi sebanyak 35 responden dengan pengambilan sampel menggunakan total sampel. Alat pengumpul data menggunakan kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti serta sudah melalui content validity, uji validitas dengan rentang nilai p-value 0,00-0,17, dan uji reliabilitas dengan nilai r 0,75 . Analisa data menggunakan metode RASCH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan psikososial yang paling dibutuhkan oleh keluarga adalah dukungan penghargaan. Dukungan penghargaan memiliki nilai measure 0.72, dukungan emosional dengan nilai 0.01, dukungan instrumental -0.37 dan dukungan informasi -0.37. Simpulan dari penelitian ini adalah keluarga membutuhkan semua dukungan psikososial dan dukungan penghargaan merupakan dukungan yang paling dibutuhkan. Pihak P2TP2A mampu memberikan dukungan emosional, penghargaan, informasi maupun instrumental pada kelurga. Dan untuk pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan kolaborasi yaitu dengan membentuk Community Mental Health Nursing, dan dapat membangun kebijakkan untuk mengatasi stigma masyarakat terkait dengan kekerasan seksual. Kata kunci : kekerasan seksual anak, dukungan psikososial, keluarga Daftar Pustaka : 118 buah PADJADJARAN UNIVERSITY NURSING MASTER PROGRAME CONSENTRATION NURSING PSYCHIATRIC Thesis, January 2016 Lia Novianty Psychosocial Analysis of Family Support with Children Experiencing Sexual Abuse In Sukabumi Abstract The numbers of child sexual abuse is currently quite high in the world and in Indonesia. Problems encountered by children who suffered sexual abuse is not only physical problems but also psychological and social problems that will endured for life. Psychosocial problems experienced by child victims of sexual abuse also perceived by family. Psychosocial issues that appeared in the family can be post-traumatic stress, family dysfunction, anxiety and depression, and therefore the family are in needed psychosocial support. The aim of this study was to analyze a variety of psychosocial support needed by family includes emotional support, respect, instrumental and information. The study design is descriptive explorative. The population in this study are all families with children victims of sexual abuse in the Sukabumi for 35 respondents with the sampling using the total sample. Data collection tool using a questionnaire made by researchers and have been through content validity, validity test value 0,00-0,17 p-value range, and reliability testing with r value of 0.75. Analysis of data using RASCH. The results showed that psychosocial support is most needed by the family is the esteem support. Esteem support has a value measure 0.72, emotional support with a value of 0:01, instrumental support -0.37 and information support -0.37. The conclusions of this research are families requires all psychosocial support and esteem support is most needed support. P2TP2A able to provide emotional support, awards, information and instrumental in the family. And for local governments are expected to conduct collaboration is to establish Community Mental Health Nursing, and can build policies to overcome social stigma associated with sexual abuse. Keywords : sexual abuse of children, psychosocial support, family Bibliography : 118 piecesItem ANALISIS DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP STRATEGI KOPING INDIVIDU DALAM MANAJEMEN DIRI HIPERTENSI DI DESA TAGOGAPU KABUPATEN BANDUNG BARAT(2016-12-01) HILMAN MULYANA; Ahmad Yamin; Laili RahayuwatiPenelitian ini dilatarbelakangi oleh penyakit kronis hipertensi dengan prevalensi terus meningkat di Indonesia, sehingga dibutuhkan kemampuan penderita dalam mengendalikan hipertensinya seumur hidup. Ketidakpatuhan melakukan manajemen diri yang baik serta kondisi stres akibat penyakitnya menjadi masalah utama, sehingga dibutuhkan dukungan dari berbagai sumber disamping memiliki koping individu yang baik. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis sumber dukungan sosial dari pasangan hidup, keluarga, teman sesama penderita hipertensi terhadap strategi koping individu dalam melakukan manajemen diri hipertensi. Metode penelitian menggunakan analitycal study dengan pendekatan cross sectional dan analisis data dengan chi square test serta regresi logistik. Pengambilan data diambil dengan cara memodifikasi kuesioner penelitian sebelumnya, meliputi dukungan sosial, strategi koping individu dan manajemen diri hipertensi, terhadap 126 responden berdasarkan kriteria purposive sampling. Hasil penelitian diketahui dukungan sosial berhubungan dengan koping individu (ρ-value=0.000) dan manajemen diri (ρ-value=0.000), strategi koping individu berhubungan dengan manajemen diri (ρ-value=0.000). Faktor yang berhubungan besar dengan manajemen diri adalah strategi koping individu (R square = 0,3). Perawat komunitas dapat memberikan intervensi dengan cara mengurangi stressor yang ada dan mendukung individu dalam mengatasinya, dengan cara memberikan pemahaman lebih lanjut tentang; (1) alternatif pemecahan masalah, (2) tindakan penyelesaian masalah, (3) mencari dukungan atau bantuan, dan (4) mencari informasi.Item Analisis Faktor - Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Pencegahan Luka Tekan oleh Perawat di Ruang Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung(2013-08-01) RISTINA MIRWANTI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLuka tekan merupakan salah satu dampak hospitalisasi pada pasien kritis. Pencegahan luka tekan merupakan hal yang penting untuk mencegah dampak buruk akibat luka tekan. Perawat memiliki peran yang penting dalam pencegahan luka tekan. Akan tetapi, banyak perawat tidak melakukan upaya pencegahan luka tekan seara maksimal. Dengan demikian pelaksanaan pencegahan luka tekan oleh perawat yang belum maksimal perlu dikaji untuk mengetahui faktor – faktor yang memengaruhinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor – faktor yang memengaruhi pelaksanaan pencegahan luka tekan oleh perawat. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan deskripsi analitik observasional dengan pendekatan korelasional. Penelitian ini dilakukan secara potong silang. Populasi pada penelitian ini adalah perawat yang melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien di ruang perawatan intensif. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling, yaitu 70 perawat di ruang perawatan intensif : GICU, CICU, dan NCCU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan analisa jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara sikap dengan intensi (koefisien jalur 0,292, p 0,05). Sikap, norma subjektif, dan PBC secara bersama – sama berhubungan dengan intensi perawat melakukan pencegahan luka tekan. Sedangkan antara intensi dan PBC secara bersama – sama tidak berhubungan dengan perilaku pencegahan luka tekan. Antara sikap, norma subjektif, dan PBC memiliki hubungan yang saling timbal balik satu sama lain dengan nilai p < 0.05. Kesimpulannya adalah faktor yang memengaruhi intensi pencegahan luka tekan yaitu sikap, norma subjektif, serta PBC dan yang memengaruhi perilaku pencegahan luka tekan secara langsung hanya PBC.Item Analisis Faktor faktor yang Memengaruhi Fatigue Pada Pasien HIV/AIDS di RSUD Kota Bandung(2017-09-15) BAIQ EMY NURMALISA; Kusman Ibrahim; Urip RahayuABSTRAK Fatigue adalah perasaan subjektif terkait kelelahan, kurangnya energi yang disertai dengan perasaan lemah yang tidak hilang atau berkurang dengan istirahat malam yang cukup. Fatigue pada pasien HIV/AIDS dapat mengganggu aktivitas harian dan aktivitas sosial, kesulitan berkonsentrasi, menurunkan motivasi dan kualitas hidup pasien. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis beberapa faktor yang berhubungan dengan fatigue dan menganalisis faktor yang paling dominan memengaruhi fatigue pada pasien HIV/AIDS. Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasional dengan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 77 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner skala pengukuran fatigue yang dimodifikasi dari HIV Related Fatigue Scale, PSQI, dan HADS. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan uji coefficient contingency, pearson correlation dan spearman untuk melihat hubungan antara dua variabel serta uji regresi linier untuk menentukan faktor dominan yang berhubungan dengan fatigue. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden (66,2%) tergolong memiliki tingkat fatigue berat. Faktor-faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan fatigue, yaitu jenis kelamin, penghasilan, stadium penyakit, status nutrisi (indeks masa tubuh), kualitas tidur dan depresi (p < 0,05). Hasil analisis regresi linier menunjukkan faktor yang paling dominan berhubungan dengan fatigue adalah depresi (r = 0,531). Simpulan penelitian ini yaitu faktor depresi sebagai faktor yang paling dominan memengaruhi fatigue pasien HIV/AIDS. Penelitian ini merekomendasikan perawat untuk melakukan deteksi dini depresi, berperan aktif sebagai konselor untuk penanganan depresi dan memberikan symptomps management terkait fatigue. Kata kunci : Fatigue, HIV/AIDS, PrediktorItem Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Dukungan Keluarga Dalam Pencegahan Primer Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Windusengkahan Kabupaten Kuningan 2016(2014) RONNY SUHADA FIRMANSYAH; Citra Windani Mambang Sari; Mamat LukmanPenelitian ini dilatarbelakangi dari peningkatan prevalensi hipertensi delam tiga tahun terakhir. Kabupaten Kuningan merupakan wilayah dengan prevalensi hipertensi terbanyak di Indonesia. Kasus hipertensi merupakan salah satu penyakit yang termasuk sepuluh penyakit terbesar selama tiga tahun di seluruh Puskesmas di Kabupaten Kuningan termasuk Puskesmas Windusengkahan yang memiliki catatan kenaikan hipertensi tiga tahun terakhir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor yang paling berhubungan dengan dukungan keluarga dalam pencegahan primer hipertensi pada di Wilayah Kerja Puskesmas Windusengkahan Kabupaten Kuningan. Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif anilitik korelasional dengan menggunakan multivariat regresi liniear. Responden pada penelitian ini adalah anggota keluarga usia dewasa baik pria maupun wanita di Wilayah Kerja Puskesmas Windusengkahan yang memiliki riwayat keluarga hipertensi dan memiliki minimal dua faktor dari risiko hipertensi yang bertempat tinggal bersama keluarga. Pengambilan sampel di setiap kelurahan dalam pada wilayah kerja Puskesmas Windusengkahan ini menggunakan proporsional random sampling. Hasil dari penelitian ini yaitu semua variabel bebas seperti tingkat pengetahuan, faktor spiritual, faktor emosional, tingkat ekonomi, latar belakang budaya, dan praktik keluarga berhubungan dengan dukungan keluarga dalam pencegahan primer hipertensi. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan dukungan keluarga dalam pencegahan primer hipertensi adalah paktor praktik. Persamaan yang muncul dari penelitian ini yaitu dukungan keluarga = 1.973 + 2.710 (Pengetahuan) + 0,591 (emosional) + 0,734 (spiritual) + 0.916 (praktek keluarga). Kesimpulan perawat komunitas sebaiknya mengembangkan suatu strategi yang dapat lebih meningkatkan keluarga dalam memberikan dukungan dalam pencegahan primer hipertensi. Keluarga menjadi faktor penting bagi anggota keluarga dalam pemeliharaan kesehatannya khususnya pada pencegahan primer hipertensiItem Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Luka Tekan Pada Pasien Yang Dirawat Di Ruang Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung(2015-03-30) HABIBAH MUCHTAR; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Kejadian luka tekan yang terus terjadi, menjadi masalah kesehatan yang harus segera ditangani karena akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Pencegahan dan perawatan pada pasien yang berisiko tinggi terjadinya luka tekan harus menjadi prioritas pelayanan keperawatan terutama untuk pasien di ruang perawatan intensif. Banyak faktor yang terkait dengan pemicu/ penyebab terjadinya luka tekan yang diketahui dari berbagai jurnal, tetapi belum banyak penelitian terkait hubungan faktor mobilisasi, albumin dan lama rawat di ruang intensif dengan kejadian luka tekan di ruang perawatan intensif. Penelitian cross sectional ini melibatkan 28 responden yang dirawat di tiga ruang perawatan intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, yaitu General Intensive Care Unit (GICU), Cardiac Intensive Care Unit (CICU) dan Neurosurgical Intensive Care Unit (NCCU). Selama penelitian terdapat penambahan faktor yang berhubungan dengan penelitian, sehingga variabel dalam penelitian ini terdiri atas usia, mobilisasi, albumin, lama rawat di ruang intensif, penggunaan ventilator dan kejadian luka tekan. Data yang didapat didokumentasikan dan dianalisis secara univariabel, bivariabel dan multivariabel. Hasil menunjukkan bahwa umumnya pasien yang dirawat di ruang intensif memiliki usia < 60 tahun, mobilisasi aktif/ tidak risiko luka tekan, albumin yang normal/ tidak risiko luka tekan, lama rawat yang kurang dari 7 (tujuh) hari dan tidak menggunakan ventilator untuk jangka waktu yang lebih dari 7 hari. Hasil uji chi=square menunjukkan hubungan yang bermakna antara mobilisasi, albumin dan lama rawat dengan kejadian luka tekan, dimana masing-masing mempunyai nilai p = 0.011, 0.17 dan 0.037. Hasil uji multivariat regresi logistik ganda terhadap ke-5 variabel, menunjukkan bahwa faktor yang paling berhubungan dengan luka tekan adalah lama rawat, mobilisasi dan lama rawat. Faktor lama rawat di ruang intensif, mobilisasi yang pasif dan nilai albumin yang rendah dimiliki oleh semua responden yang mengalami luka tekan. Pasien yang dirawat di ruang intensif untuk jangka waktu yang lama, harus menjadi perhatian tenaga kesehatan/ perawat terutama untuk mobilisasi dan nilai albuminnya. Mobilisasi yang dilakukan dengan prosedur yang benar, motivasi perawat untuk melakukan mobilisasi secara berkelanjutan serta pemantauan terhadap nilai albumin merupakan salah satu kunci utama untuk mencegah luka tekan pada pasien yang dirawat di ruang intensif. Kata kunci: albumin, lama rawat, luka tekan dan mobilisasiItem Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Penyandang Talasemia Mayor Usia Sekolah Di RSUD Kabupaten Sumedang(2017-09-07) LILIS LUSIANI; Henny Suzana Mediani; Ikeu NurhidayahABSTRAK Talasemia mayor merupakan penyakit kronis terbanyak pada anak di Indonesia. Penyandang talasemia mayor anak memerlukan transfusi darah dan pengobatan yang terus menerus agar dapat mempertahankan pertumbuhan yang normal. Akibat penyakit dan pengobatan yang terus menerus menimbulkan dampak terhadap anak, baik secara fisik, psikologis maupun sosial yang berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Kualitas hidup anak penyandang talasemia mayor dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik eksternal maupun internal. Namun beberapa penelitian sebelumnya masih menunjukkan hal-hal yang kontradiktif. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penyandang talasemia mayor usia sekolah di RSUD Kabupaten Sumedang. Desain penelitian ini adalah analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah penyandang talasemia usia sekolah. Sampel penelitian berjumlah 55 orang yang diambil dengan teknik total sampling. Pengumpulan data kualitas hidup anak menggunakan instrumen PedsQL generic core scale. Faktor-faktor yang diteliti adalah kadar Hb pratransfusi, frekuensi transfusi, status gizi, dukungan keluarga, dukungan teman sebaya dan kepatuhan minum obat kelasi besi. Data dianalisis secara bivariat dengan menggunakan Uji Korelasi Pearson dan Spearman. Selanjutnya dianalisis secara multivariat menggunakan regresi linier berganda untuk menentukan faktor yang paling berhubungan dengan kualitas hidup anak. Hasil penelitian menunjukkan rerata kualitas hidup penyandang talasemia mayor usia sekolah sebesar 66,54+12,85. Terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas hidup dengan kadar Hb pratransfusi (p=0,018, α=0,05), frekuensi transfusi (p=0,000, α=0,05), status gizi (p=0,000, α=0,05), dukungan keluarga (p=0,004, α=0,05), dukungan teman sebaya (p=0,000,α=0,05) dan kepatuhan minum obat kelasi besi (p=0,016 dan α=0,05). Kesimpulan penelitian ini bahwa frekuensi transfusi merupakan faktor yang paling berhubungan dengan kualitas hidup anak penyandang talasemia mayor usia sekolah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut implikasi keperawatan yang dapat diterapkan adalah penjadwalan transfusi yang efektif, mengoptimalkan dukungan keluarga dan teman sebaya, serta memberikan edukasi yang adekuat untuk meningkatkan kepatuhan minum obat kelasi besi. Kata kunci: analisis faktor, anak usia sekolah, kualitas hidup, talasemia mayorItem Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Normalisasi pada Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 3-18 Tahun dengan Leukemia di Bandung(2018-08-14) NURSYAMSIYAH; Tuti Pahria; Ikeu NurhidayahABSTRAK Merawat anak dengan leukemia memiliki kompleksitas karena dampak penyakit dan pengobatannya tidak hanya dialami oleh anak tetapi juga oleh keluarga secara keseluruhan. Normalisasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan normal bagi seluruh anggota keluarga. Upaya pencapaian normalisasi dapat berpengaruh terhadap fungsi individu dan keluarga. Perlu adanya identifikasi faktor yang diduga berhubungan dengan normalisasi pada orang tua. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan normalisasi pada orang tua yang memiliki anak usia 3-18 tahun dengan leukemia di Bandung. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Populasi penelitian adalah orang tua yang memiliki anak usia 3-18 tahun dengan leukemia. Sejumlah 104 orang responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampel didapatkan dengan teknik purposive sampling. Data dianalisis secara univariat (distribusi frekuensi), bivariat (uji chi square) dan multivariat (regresi logistik). Hasil penelitian menunjukkan 66 responden (63.5%) lebih mudah mencapai normalisasi dan 38 responden (36.5%) lebih sulit mencapainya. Terdapat hubungan yang sangat bermakna antara tingkat keparahan penyakit anak (p=0.000), pendidikan (p=0.006), pendapatan (p=0.002) dan status pernikahan orang tua (0.009) dengan normalisasi. Sedangkan usia anak, lama waktu setelah didiagnosis dan dukungan sosial tidak berhubungan secara bermakna dengan normalisasi. Faktor yang paling berhubungan dengan normalisasi orang tua adalah tingkat keparahan penyakit anak (p=0.001). Perawat berperan penting dalam upaya manajemen kondisi yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit anak, memberdayakan orang tua dalam mencari berbagai sumber finansial keluarga terkait pengobatan, memberikan pemahaman yang tepat tentang penyakit, rejimen pengobatan yang dijalani dan mempertahankan aspek sosial budaya masyarakat yang mendukung kemudahan mencapai normalisasi. Kata kunci: anak, leukemia, normalisasi, orang tua.Item ANALISIS FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP RISIKO JATUH PADA PASIEN SELAMA MENJALANI PERAWATAN DI RSU CIBABAT KOTA CIMAHI(2018-08-19) KEIKO PASARIBU; Tuti Pahria; Laili RahayuwatiABSTRAK Keselamatan pasien adalah prinsip yang mendasari dalam pelayanan pasien dirumah sakit yang membutuhkan pemantauan yang ketat, dimana risiko pasien jatuh merupakan sebuah KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang paling sering terjadi. Dampak buruk kejadian jatuh bagi rumah sakit dapat menimbulkan kerugian baik itu materi atau non materi, merusak citra rumah sakit, memberi efek negatif terhadap faktor ekonomi secara tidak langsung seperti biaya perawatan, biaya tidak langsung seperti kerugian atau ganti rugi bila pasien cedera Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik observasional dengan pendekatan korelasional. Penelitian dilakukan kepada 76 pasien rawat inap di Ruang C3, D2, E2, dan E3 di RSUD Cibabat Cimahi dengan pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan data dianalisis menggunakan uji univariat dan bivariat yang dianalisis menggunakan Uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan (p<0,005) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga faktor yang diteliti memiliki hubungan signifikan yang berkontribusi terhadap risiko jatuh pada pasien selama menjalani perawatan di RSUD Cibabat Kota Cimahi dan yang menunjukkan dari faktor lingkungan yang paling sering menyebabkan risiko jatuh pada pasien adalah lantai basah dan peralatan yang rusak, untuk faktor petugas/perawat adalah tindakan petugas yang telah melakukan komunikasi / koordinasi dengan bagian keamanan untuk mempersiapkan area yang akan dilewati dan mengobservasi pasien ambulasi dengan baik akan adanya tanda-tanda kelemahan atau gaya berjalan yang tidak stabil, sedangkan untuk faktor pasien yang paling sering menyebabkan risiko jatuh adalah riwayat jatuh sebelumnya dan adanya inkontinensia. Penelitian ini memberikan simpulan bahwa faktor lingkungan, faktor petugas/perawat dan faktor pasien berkontribusi terhadap risiko jatuh pada pasien selama menjalani perawatan di rumahsakit. Perlu dilakukan upaya perbaikan terhadap faktor- faktor yang berkontribusi terhadap risiko jatuh. Kata kunci: patient safety, faktor risiko jatuhItem Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Di Ruang GiICU RSUP. Dr.Moh.Hoesin Palembang(2017-07-13) YULIYANA KUMALADEWI; Sari Fatimah; Aan Nur'aeniVentilator associated pneumonia (VAP) adalah infeksi nosokomial yang paling sering terjadi di area kritis. VAP dapat meningkatkan lama rawat, meningkatkan biaya, menimbulkan kecacatan dan kematian di ICU. Selama periode Januari-Juli 2016 rata-rata kejadian VAP di ruang GICU adalah 4,25 ‰ dan merupakan infeksi nosokomial tertinggi di RSMH Palembang. Meskipun telah dilakukan pengendalian infeksi dan bundles pencegahan VAP di ICU, namun insiden VAP tetap muncul. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah skor APACHE II, lama pemakaian antibiotik, lama pemakaian ventilator, intubasi ulang dan kepatuhan kebersihan tangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian VAP di ruang GICU RSMH Metode penelitian ini menggunakan desain observasi analitik dengan pendekatan kohort prospektif pada 61 responden yang memakai ventilator > 48 jam di ruang GICU RSMH Palembang selama periode Maret-Juni 2017. Pemilihan sampel dilakukan dengan tehnik consecutive sampling. Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria klinis dan mikrobiologi pada Pneumonia 1 dengan instrumen CPIS. VAP terjadi pada 12 pasien (19,7%). Hasil uji bivariat menunjukkan ada pengaruh skor APACHE II (p:0,043), lama pemakaian antibiotik (p:0,023), intubasi ulang (p:0,001) dan lama pemakaian ventilator p:(0,001) terhadap kejadian VAP. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa intubasi ulang dan lama ventilator adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap VAP dengan probabilitas 92,2%. Intubasi ulang adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap VAP. Perawat harus lebih memperhatikan pasien risiko tinggi VAP yaitu pasien dengan skor APACHE II tinggi (> 20), lama antibiotik > 8 hari, intubasi ulang, lama ventilator > 5 hari. Perawat kritis harus melakukan pengkajian kesiapan ekstubasi dan weaning sedasi setiap hari, sedangkan RS harus membuat kebijakan dan pelatihan terkait pengambilan keputusan ekstubasi untuk mencegah insiden intubasi ulang yang dapat menyebabkan VAP.Item Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Self Efficacy dan Perilaku Pengobatan Klien (TB) di Kabupaten Garut(2016-08-17) ANGGA IRAWAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SELF EFFICACY DAN PERILAKU PENGOBATAN KLIEN TUBERKULOSIS (TB) DI KABUPATEN GARUT ABSTRAK Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit saluran pernapasan yang sering ditemukan di Indonesia. Banyak orang mengganggap penyakit ini merupakan penyakit menular yang sulit untuk diobati. Asalkan melakukan terapi dengan benar, serta disiplin dalam meminum obat, maka penyakit tuberculosis dapat disembuhkan. Faktor internal dari klien akan berpengaruh terhadap proses penyembuhan, antara lain self efficacy. Klien yang memiliki keyakinan akan kemamampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan program dan mencapai kesembuhan akan membantu klien dalam menghadapi segala rintangan yang dihadapinya, keyakinan akan tujuan yang telah ditetapkan oleh klien adalah harapan untuk sembuh yang akan berpengaruh terhadap proses pengobatan klien. Semakin besar keyakinan akan mencapai tujuan, maka semakin besar pula usaha yang dilakukan oleh klien guna mencapai tujuan tersebut. Klien yang mempunyai tingkat self efficacy pengobatan akan mempengaruhi perilaku klien selama mengikuti program DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) Klien yang memiliki tingkat self efficacy rendah akan memandang program sebagai sebuah ancaman, serta tidak memiliki keyakinan akan pencapaian tujuan mereka untuk sembuh sehingga mereka memilih untuk menghindarinya. Penelitian ini menggunakan desain analitik asosiatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional dengan jumlah responden sebanyak 305 orang dengan menggunakan teknik proportionate random sampling. Penelitian ini dilakukan selama 3 minggu dengan menggunakan teknik kuesioner, kemudian dianalisis dengan regresi logistik. Faktor yang berpengaruh terhadap self efficacy dan perilaku pengobatan adalah dukungan keluarga (p-value=0,000) dan motivasi (p-value=0,000). Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor yang paling berpengaruh dengan perilaku pengobatan klien TB adalah motivasi pengobatan (p-value=0,000). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap self efficacy dan perilaku pengobatan pasien TB di Kabupaten Garut adalah dukungan keluarga dan motivasi pengobatan. Kata kunci: Dukungan Keluarga, Motivasi, Perilaku, Self Efficacy, Tuberculosis.Item Analisis Faktor yang Memengaruhi Waktu Pemasangan Infus pada Anak Usia 1-6 Tahun yang Menjalani Perawatan di Rumah Sakit(2018-02-24) SUCI NURMALA; Helwiyah Ropi; Mira Trisyani KoeryamanPemasangan infus merupakan salah satu penyebab utama stres bagi anak saat menjalani hospitalisasi. Hal ini juga masih menjadi tantangan bagi perawat meskipun sering dilakukan. Tujuan penelitian ini melakukan analisis faktor yang memengaruhi waktu pemasangan infus pada anak usia 1-6 tahun yang menjalani hospitalisasi. Rancangan penelitian berupa analitik observasional. Observasi dilakukan saat pemasangan infus guna mendapatkan data reaksi emosional anak dan waktu pemasangan infus. Usia anak, status gizi, status hidrasi, pengalaman anak terhadap pemasangan infus sebelumnya, pengalaman perawat bekerja di ruang perawatan anak, dan level jenjang karir perawat dikaji sebelum proses observasi. Data penelitian dianalisis menggunakan uji univariat, bivariat, dan multivariat regresi linear ganda. Penelitian melibatkan 109 anak dan 42 perawat pada 109 pengamatan. Median usia anak 38 bulan; 69,7% anak termasuk kategori nutrisi normal; 10,1% anak mengalami gangguan hidrasi; median skor reaksi emosional 18 yaitu cenderung menunjukkan perilaku emosi negatif tinggi; 97,2% anak memiliki pengalaman pemasangan infus; 57,1% perawat memiliki pengalaman bekerja di ruang anak >5 tahun; dan 40,5% perawat adalah PK I. Uji bivariat didapatkan nilai signifikan (p<0,05) pada status hidrasi dan reaksi terhadap pemasangan infus (r=0,184; p=0,027 dan r=0,215; p=0,012). Model akhir uji regresi linear ganda didapatkan status hidrasi dan reaksi emosional secara bersama-sama menambah waktu pemasangan infus dengan nilai R2 0,095 (9,5%). Kesimpulan gangguan hidrasi dan reaksi emosional anak menyebabkan pemasangan infus lebih lama dibanding pada anak tanpa penyulit tersebut. Penggunaan alat visualisasi vena pada anak dengan gangguan hidrasi dan pelaksanaan manajemen nyeri diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemasangan infus.Item ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERAWAT DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN PERAWATAN MATA PADA PASIEN KOMA DI RUANG PERAWATAN INTENSIF(2012-10-23) SUSY PUSPASARI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPasien koma akan mengalami penurunan reflek termasuk reflek mengedip, sehingga diperlukan perawatan khusus. Fenomena neglected eye care yang terjadi di ruang perawatan intensif, mengakibatkan adanya exsposure keratopati, hal tersebut bisa disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah perilaku perawat. Perilaku perawat terhadap pelaksanaan tindakan perawatan mata pada pasien koma merupakan perilaku yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut bisa dijelaskan dengan Theory of Planned Behavior (TPB). Faktor-faktor tersebut adalah faktor latar belakang perawat, faktor keyakinan perilaku, faktor normatif dan faktor control beliefs. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskripsi analitik dengan pendekatan korelasi dan pengambilan data dilakukan menggunakan rancangan cross sectional, dengan populasi adalah perawat yang berdinas di ruang perawatan intensif. Jenis sampel yang digunakan adalah total sampling.104 perawat yang bekerja di ruang perawatan intensif di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dan RS Al Islam Bandung berpartisipasi menjadi sampel pada penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti sendiri, dan analisis data dilakukan secara bertahap mulai dari analisis univariabel dan bivariabel. Pada faktor latar belakang, perawat mendukung pelaksanaan tindakan perawatan mata pada pasien koma sebesar 50,96%, pada faktor keyakinan perilaku, perawat mendukung sebesar 54,8%, pada faktor keyakinan normatif, perawat tidak mendukung sebesar 54,8%, dan pada faktor control beliefs, perawat tidak mendukung dengan nilai 51,9%. Hasil analisis hubungan antar faktor-faktor tersebut dengan pelaksanaan tindakan perawatan mata pada pasien koma didapatkan bahwa semua faktor tidak ada hubungan dengan p value > α (0,05). Kemungkinan penyebabnya adalah : sifat individu yang unik, kecenderungan untuk bereaksi secara afektif berbeda antar individu, faktor motivasi, dan belum adanya pengalaman, keterbatasan alat, keterbatasan waktu serta ketidaktahuan perawat dalam merawat mata pada pasien koma. Saran untuk para perawat yang bekerja di rumah sakit, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan untuk peningkatan pengetahuan tentang perawatan mata pada pasien koma secara rutin dan berkesinambungan. Saran untuk ruangan agar menyusun algoritma dan standar prosedur serta supervisi khusus tentang perawatan mata pada pasien koma.Item Analisis Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Kota Tasikmalaya(2019-04-27) YUYUN SOLIHATIN; Urip Rahayu; Henny Suzana MedianiPasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisis mengalami berbagai perubahan baik fisik, psikososial, dan spiritual, yang akan mempengaruhi Kualitas hidup. Banyaknya faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien GGK yang menjalani hemodialisis, menjadikan pengkajian dan penanganan tidak fokus, oleh karena itu menjadi penting untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien . Tujuan Penelitian ini untuk menganalisis beberapa faktor yang berhubungan dan faktor yang paling dominan yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK yang menjalani hemodialisis di RSUD Kota Tasikmalaya. Rancangan penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan design cross sectional untuk mengidentifikasi tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Pemilihan sampel menggunakan total sampling yang memenuhi kriteria inklusi didapat 87 responden. Instrumen penelitian menggunakan WHOQol untuk kualitas hidup, The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk kualitas tidur, Hospital anxiety depression scale (HADS) untuk depresi, Multidimensional Scale Perceived Social Support (MSPSS) untuk dukungan sosial, dan Spiritual Well Being Scale (SWBS) untuk kesejahteraan spiritual. Waktu penelitian selama satu bulan, analisis data secara univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan regresi linier ganda. Hasil penelitian didapatkan rerata skor kualitas hidup pasien GGK yang menjalani hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUD Kota Tasikmalaya sebesar 76,67. Beberapa variabel yang memiliki hubungan secara signifikan dengan kualitas hidup pasien GGK yang menjalani hemodialisis adalah Kualitas tidur (p=0,001), depresi (p=0,012, dukungan sosial ( p=0,001) dan kesejahteraan spiritual (p=0,001). Permodelan akhir menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu kualitas tidur, dukungan sosial dan kesejahteraan spiritual. Kesimpulan penelitian adalah kesejahteraan spiritual merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK yang menjalani hemodialisa. Saran penelitian dengan adanya hasil penelitian, perawat perlu untuk melakukan spiritual care dengan meningkatkan pengkajian aspek spiritual menggunakan instrumen, membuat perencanaan keperawatan dengan penekanan pada aspek spiritual, dan memberikan pendampingan dengan melibatkan tokoh agama.Item ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PADA PASIEN PASCAOPERASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SLAMET KABUPATEN GARUT(2015-10-01) ANDRI NUGRAHA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Jaringan parut hipertrofik menimbulkan masalah pada fisik dan psikologis pasien. Masalah fisik berupa gatal-gatal, kekakuan, kontraktur luka, dan nyeri, sedangkan masalah psikososial mengakibatkan gangguan interaksi sosial, marah, stigmatisasi, gangguan aktivitas sehari-hari, hilangnya rasa percaya diri, isolasi terhadap lingkungan sosial, kecemasan dan depresi. Jaringan parut hipertrofik disebabkan oleh faktor riwayat genetik, jenis benang bedah, usia, infeksi luka operasi, daerah luka operasi, dan riwayat merokok. Tujuan penelitian ini untuk melihat faktor apa saja yang paling berpengaruh terhadap kejadian jaringan parut hipertrofik. Desain penelitian menggunakan case control retrospektif, dengan populasi adalah pasien pasca operasi di Poliklinik Bedah RSUD dr. Slamet Kabupaten Garut. Dari hasil purposive sampling dari 1 Mei sampai 15 Juni 2015 terdapat 20 orang pasien yang tidak terjadi dan 20 orang pasien terjadi jaringan parut hipertrofik. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi dengan melihat rekam medis pasien dan diolah dengan analisis regresi logistik. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara infeksi luka operasi (p=0,02), riwayat genetik (p=0,026) dan jenis benang bedah (p=0,043) dengan kejadian jaringan parut hipertrofik. Hanya variabel umur (p=0,34), daerah luka operasi (p=0,177) dan merokok (p=0,479) yang menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan dengan kejadian jaringan parut hipertrofik. Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya jaringan parut hipertrofik yaitu jenis benang bedah acid polyglactin 910. Simpulan penelitian terdapat faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian jaringan parut hipertrofik pada pasien pasca operasi di RSUD dr. Slamet Kabupaten Garut yaitu jenis benang bedah acid polyglactin 910. Penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk penelitian lebih lanjut dengan desain yang berbeda dengan jenis data primer yang digunakan. Kata kunci: Penyembuhan luka, jaringan parut, pasca operasi Referensi : 8 buku, 81 jurnal : 2005-2015Item ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GASTRIC RESIDUAL VOLUME PADA PASIEN YANG MENDAPAT NUTRISI ENTERAL METODE BOLUS FEEDING DI RUANG ICU RSUD TUGUREJO SEMARANG(2015-08-04) SETIANINGSIH; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenMetode bolus feeding berisiko meningkatkan nilai GRV (Gastric Residual Volume) namun di Indonesia metode bolus feeding masih banyak digunakan. Pasien dapat menghasilkan nilai GRV yang normal apabila faktor-faktor yang memengaruhinya diperhatikan. Informasi mengenai faktor yang berhubungan dengan nilai GRV pada pemberian nutrisi secara bolus masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang berhubungan dengan GRV pada pasien dengan pemberian nutrisi enteral metode bolus. Metode penelitian observasional analitik ini menggunakan desain kohort. Teknik sampel dengan accidental sampling selama 2 bulan didapatkan sejumlah 60 responden. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan data rekam medis. Data dianalisis secara bivariat dan multivariat dengan multiple logistic regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan nilai GRV pada pemberian bolus feeding adalah osmolalitas nutrisi (p value=0,009) dengan nilai OR 17,714 (95% CI 2,246-139,700) dan secara bersama-sama dengan volume nutrisi (p value=0,007) memiliki hubungan sebesar 95,13 % sedangkan 4,87 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu nilai PEEP (p value=0,040) dan posisi pasien (p value=0,035). Faktor usia dan penyakit gastrointestinal dalam penelitian ini tidak terbukti berhubungan dengan nilai GRV. Perawat dapat memberikan nutrisi metode bolus feeding sebanyak 6-8 kali pada pasien di rumah sakit yang memiliki fasilitas terbatas dengan memerhatikan osmolalitas nutrisi dan volume nutrisi agar dapat menghasilkan GRV yang normal. Pengecekan GRV dilakukan setelah 3-6 jam pemberian nutrisi.