Ilmu Pertanian (S3)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Pertanian (S3) by Title
Now showing 1 - 20 of 88
Results Per Page
Sort Options
Item ADAPTASI DAN KUALITAS BIJI ENAM GENOTIP HANJELI (Coix lacryma-jobi L.) ANDALAN DI TIGA LOKASI SENTRA PRODUKSI(2012) ASEP HIDAYAT; Anni Yuniarti; Tati NurmalaABSTRAK Adaptasi dan Kualitas Biji Enam Genotip Hanjeli (Coix lacryma jobi L.) Andalan di Tiga Lokasi Sentra Produksi. di Bimbing oleh : Tati Nurmala, Anne Nuraini dan Anni Yuniarti. Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) merupakan tanaman serealia dari family Gramineae yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pakan. Keragaman plasma nutfah perlu dijaga kelestariannya, salah satu upaya dengan membudidayakan hanjeli pulut terseleksi mempergunakan 6 genotip dan memanfaatkan biji hanjeli sebagai pangan bergizi. Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan genotip hanjeli pulut yang berdaya hasil tinggi, berdaptasi luas atau spesifik, pengaruh interaksi genotip dengan ZPT dan sebagai informasi genotip yang unggul. Percobaan dilaksanakan dari bulan Juni 2014-Mei 2015 di tiga lahan kering petani sebagai sentra produksi yaitu di lokasi Punclut Bandung Barat, Cilayung Jatinangor dan Rancakalong Sumedang, dengan ketinggian tempat masing-masing 900 m, 850 m dan 850 m dari atas permukaan laut dan ordo tanah di tiga lokasi adalah Andisol, Ultisol dan Inceptisols. Rancangan percobaan yang digunakan dalam adaptasi adalah Rancangan Acak Kelompok dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yaitu genotip (G9, G26, G37, G38, G44, G45). Uji homogenitas ragam galat semua lokasi menggunakan metode Bartlett dengan prinsip uji kecocokan Chi-Square dan uji model analisis AMMI. Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengaruh ZPT di Punclut, Cilayung dan Rancakalong yaitu rancangan petak terbagi (Split-plot design) dengan dua faktor perlakuan yang terdiri dari 6 taraf perlakuan genotip hanjeli pulut dan 3 taraf perlakuan giberelin dan paklobutrazol dengan empat kali ulangan. Berdasarkan hasil karakterisasi kimia biji genotip 9 memiliki kandungan karbohidrat (61,91%). G37 memiliki kandungan kadar air (12,22%) serta kadar protein (13,43%), G44 memiliki kadar abu (1,86%) dan kadar lemak (4,96%). Berdasarkan hasil penelitian pengaruh ZPT menunjukkan terjadi interaksi antara pemberian giberelin dan 6 genotip hanjeli terhadap bobot biji per rumpun, bobot biji per plot, bobot biji per hektar, jumlah srisip per batang, biomasa, bobot akar, volume akar dan indeks panen. Hasil terbaik di Punclut pada perlakuan genotip 38 (5,85) ton/ha pada konsentrasi giberelin 12 mL/L, di Cilayung terbaik pada perlakuan genotip 38 (3,08) ton/ha pada konsentrasi paklobutrazol dan 4,09 ton/ha pada konsentrasi giberelin dan paklobutrazol 12 mL/L. karena menunjukkan bobot biji per rumpun, per plot tertinggi.Item Analisis Genetik Jagung (Zea mays L.) Toleran Naungan pada sistem Agroforestri dengan Albizia (Paraserianthes L. Nielsen).(2016-10-18) MUHAMMAD SYAFI`I; Noladhi Wicaksana; Yuyun YuwariahABSTRACT Maize developmentprogram forpotential of high yielding, high protein contents, pest-diseases resistance and abiotic stress tolerance is a breeding strategies to generate superior inbred lines as to assemble varieties. Activities have been carried out by the collection, identification, confirmation test, analysis of genetic parameters, estimation of genetic distance and genetic diversity as well as the gene action of maizeshade tolerant under agroforestry systems with Albizia. Research to identify Unpad maize-shade tolerant under agroforestry systems with Albizia conducted in PasirAnginExperimental Field, CibeureumKulon village, Cimalaka sub-district, Sumedangdistrictin April 2014-August 2014, aims to determine the response of unpad maize-shade tolerant under agroforestry systems with Albizia based on morphological characters, physiology and agronomy as well as tolerance index. The experiment was arranged with the design of split plot design 2 replications, to determine the level of tolerance of each genotype to Albiziashade. The second study was conducted in Air TalangExperimental Field, Rancakalong sub-district, Sumedangdistrictin September 2014-February 2015, aiming for a confirmatory test of maize-shade tolerant at various levels of shade with paranet 15%, 35%, 45% and no shade (control). The experiment was arranged with the design of split plot design two replications. GGE biplot analysis and tolerance indexanalysis based on agronomic characters to determine the best inbred lines in the shade environment. A third study conducted in KutamandiriExperimental Field, Tanjungsarisub-district Sumedangdistrictin December 2015 - March 2016, aims to study the genetic inheritance patterns, estimation of genetic models, as well as the level of dominance in the maize-shade tolerant under agroforestry systems with Albizia with the method of generation mean analysis (GMA). The experiment is based on a randomized block design of the 9 sets a population of six generations (P1, P2, F1, F2, BC1 and BC2) is repeated twice. Analysis of simple additive-dominant models done by using Individual scaling test and Joint scaling test. The fourth study was conducted at the Lab. Analysis and Plant Biotechnology, Faculty of Agriculture, Padjadjaran University in March 2015-November 2015, aimed to estimate the genetic distance and phylogenetic relationship unpad maize-shade tolerant based on SSR markers. The results showed that the inbred lines of maizeunpad have diversity in morphology, physiology and agronomy characters and genetic distance far enough, and there are four groups for identification of genetic diversity. There are 37 groups of Albizia-shade tolerant genotypes and 45 genotypes susceptible to based on stress tolerance index (STI). Based on analysis of GGE biplot, M5DR5.5.1 genotype is the best for Albizia-shade and without shade and M5BR 153.15.1genotypeis lowest. Based on the values of stress tolerance index components are 25 genotypes is stable tolerant consistently in shade 15%, 35% and 45%, namely M7DR3.1.4; DR4; DR7; DR8; DR9; DR10; DR11; DR14; DR17; DR20; BR153; M7DR3.1.10; M7DR3.6.1; M7DR4.8.8; M7DR5.4.1; M7DR5.5.1; M7DR7.1.9; M7DR7.4.1; M7DR9.1.3; M7DR10.2.2; M7DR 14.1.1; M7DR14.2.2; M7DR16.1.1; M7DR16.6.14 and M7DR18.4.1; and 11 genotypes consistently susceptible to shade stress that is M7DR1.1.3; M7DR7.2.5; M7DR16.5.15; G-632, G-2031, DR21, G-634, G-3075, G20B3077, G-207 and G-622. Genotype of M5DR7.4.1 is the best for all shaded environment and M5DR 10.2.2 is specific best for the environment without shade. There are conformity with additive-dominant model and notnon-allelic interaction on number of rows per earcharacters. Within their genetic model plant height: m [d] [h] [i]; earheightcharacter: m [d] [h] [j] [i]; internode lengthcharacter: m [d] [h] [i] [l]; ear diameter characters: m [d] [h] [i] [l]; ear weight per ear characters: m [d] [h] [i] [l]; and grain weight per ear charactersis m [d] [h] [i]. Broad sense heritability of all characters between -0,13-11,23 (low to high) and narrow sense heritability between -0.18-1,78 (low to high). There is a high genetic variability based on SSR markers with Jaccard’s coefficient between 0:16 to 0:47 (16-47%). Key words: Agroforestry, maize, generation mean analysis, shading ABSTRAK Program pengembangan jagung potensial berdaya hasil tinggi, kandungan protein tinggi, resisten hama penyakit serta toleran terhadap cekaman abiotik merupakan strategi pemuliaan tanaman untuk menghasilkan galur unggul sebagai bahan merakit varietas unggul.Kegiatan telah dilakukan dengan melakukan koleksi, identifikasi, uji konfirmasi, studi parameter genetik, estimasi jarak genetik dan keragaman serta kendali genetik jagung toleran naungan pada sistem agroforestri dengan Albizia. Penelitianuntuk mengidentifikasi jagung unpad toleran naungan pada sistem agroforestri dengan Albiziadilakukan di KebunPercobaanBlok Pasir Angin, Desa Cibeureum Kulon, Kec. Cimalaka Kab. Sumedang pada April 2014-Agustus 2014,bertujuanuntukmengetahuirespongalur-galur jagung unpad toleran naungan pada sistem agroforestri dengan Albizia berdasarkankaraktermorfologi, fisiologi dan agronomi serta indeks toleransi. Percobaandisusundengan rancangan split plot design 2 kali ulangan, untukmenentukantingkat toleransi tiap genotipe terhadap naunganAlbizia. Penelitian kedua dilakukan di Kebun Percobaan Desa Talang Air, Kec. Rancakalong Kab. Sumedang pada September 2014-Februari 2015, bertujuan untuk uji konfirmasi galur-galur jagung toleran naungan pada berbagai level naungan dengan paranet 15 %, 35 %, 45 % dan tanpa naungan (kontrol).Percobaandisusundengan rancangan split plot design 2 kali ulangan.Analisis GGE biplot dan analisis parameter indeks toleransi berdasarkankarakteragronomi untuk menentukan galur-galur terbaik pada lingkungan naungan tersebut.Penelitianketigadilakukandi Kebun Percobaan Desa Kutamandiri, Kec. Tanjungsari Kab. Sumedang padabulan Desember 2015 -Maret 2016, bertujuan untukmempelajaripola pewarisan genetik, pendugaan model genetik, serta tingkat dominansi pada jagung toleran naungan pada sistem agroforestri dengan Albizia dengan metode generation mean analysis (GMA). Percobaandisusunberdasarkanrancanganacakkelompokterhadap9 set populasi enam generasi (P1, P2, F1, F2, BC1 dan BC2) diulangdua kali. Analisis model simple aditif-dominan dilakukan dengan menggunakan uji skala dan uji skala gabungan. Penelitian keempat dilakukan di Lab. Analisis dan Bioteknologi Tanaman, Faperta Unpad pada Maret 2015-November 2015, bertujuan untuk mengestimasi jarak genetik dan hubungan kekerabatan galur-galur jagung unpad toleran naungan berdasarkan marka SSR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur-galur jagung unpad mempunyai keragaman morfologi, fisiologi dan agronomi yang luas dan jarak genetik cukup jauh serta terdapat empat kelompok sebagai penciri keragaman genetik. Terdapat 37 kelompok genotipe yang toleran naungan Albizia dan 45 genotipe peka naungan berdasarkan indeks toleransi (STI). Berdasarkan analisis GGE biplot, genotipe terbaik adalah M5DR 5.5.1 untuk naungan Albiziadan tanpa naungan serta genotipe terendah M5BR 153.15.1. Berdasarkan nilai komponen indeks toleransi terdapat 25 genotipe stabil toleran pada naunngan 15 %, 35 % dan 45 % yaitu M7DR3.1.4; DR4; DR7; DR8; DR9; DR10; DR11; DR14; DR17; DR20; BR153; M7DR3.1.10; M7DR3.6.1; M7DR4.8.8; M7DR5.4.1; M7DR5.5.1; M7DR7.1.9; M7DR7.4.1; M7DR9.1.3; M7DR10.2.2; M7DR 14.1.1; M7DR14.2.2; M7DR16.1.1; M7DR16.6.14 dan M7DR18.4.1; serta11 genotipe konsisten peka naungan yaitu M7DR1.1.3; M7DR7.2.5; M7DR16.5.15; G-632, G-2031, DR21, G-634, G-3075, G20B3077, G-207 dan G-622. Genotipe M5DR 7.4.1 terbaik untuk semua lingkungan ternaungi dan M5DR 10.2.2 spesifik terbaik untuk lingkungan tanpa naungan. Terdapat kesesuaian dengan model genetik aditif-dominan dan tidak ada interaksi non-alelikpada karakter jumlah baris per tongkol.Model genetik yang sesui dengan karakter tinggi tanaman: m [d] [h] [i]; karakter tinggi tongkol: m [d] [h] [j] [l]; karakter panjang ruas: m [d] [h] [i] [l]; karakter diameter tongkol: m [d] [h] [i] [l]; karakter bobot tongkol per tongkol: m [d] [h] [i] [l]; dan karakter bobot pipil per tongkol adalah m [d] [h] [i].Heritabilitas arti luas semua karakter antara -0,13-11,23 (rendah-tinggi), dan heritabilitas arti sempit antara -0.18-1,78 (rendah-tinggi). Terdapat variabilitas genetik tinggi berdasarkan marka SSR dengan nilai koefisien Jaccard antara 0.16-0.47 (16-47 %). Kata kunci: agroforestri, jagung, analisis rata-rata generasi, naunganItem ANALISIS KEBIJAKAN PENETAPAN KRITERIA KAWASAN DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM KONSEP PEMERINTAHAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Tata Ruang Wilayah Lima(2015-12-28) ZULKARNAIN; Tuhpawana P. Sendjadja; Indra PerwiraABSTRAK Penggunaan lahan dalam suatu wilayah diatur melalui hirarki peraturan perundang-undangan. Pemerintah menetapkan berbagai peraturan yang mengatur penggunaan lahan tentang sistem perencanaan dan penggunaan lahan pada suatu wilayah. Pengaturan penggunaan lahan tertuang di dalam rencana penataan ruang wilayah yang terbagi di dalam beberapa kawasa. Beberapa aspek yang mengatur perencanaan penataan ruang meliputi aspek hukum, aspek fisik sumberdaya alam dan lingkungan, aspek produksi wilayah, dan aspek ekonomi wilayah. Secara operasional penataan kawasan yang terdiri dari kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan strategis ditentukan oleh penilaian kriteria kawasan melalui Kebijakan Menteri terkait. Masalah timbul ketika masing-masing sektor memiliki potensi ekonomi dalam satu kawasan, sehingga dapat terjadi tumpang tindih kepentingan pada satu kawasan. Dengan demikian maka bagaimanakah peraturan-perundangan mengatur perencanaan penataan ruang sebagai dasar bagi kementerian menetapkan kebijakan penilaian kriteria kawasan, dan apakah kementrian dalam menetapkan penilaian kriteria kawasan didasarkan pada penilaian karakteristik sumberdaya alam dan lingkungan dalam konsepsi pemerintahan otonomi, serta bagaimanakah model kriteria penataan ruang yang dapat disepakati antara pemerintah dan pemerintah daerah yang mampu mengakomodir berbagai kepentingan. Penelitian bertujuan untuk menemukan standar kriteria kawasan rencana tata ruang wilayah kabupaten yang dapat mensinkronisasikan aspek hukum, aspek ekologi, dan aspek ekonomi yang mampu sebagai dasar pembangunan berkelanjutan, dan menemukan model penetapan kriteria kawasan sesuai dengan konsep pemerintahan otonomi daerah. Penelitian analisis kebijakan ini menggunakan metode kualitatif dan dengan pendekatan holistic, penelitian dilakukan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di lima Kabupaten di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, RTRW Provinsi Kalimantan Timur, dan RTRW Nasional. Model analisis kebijakan digunakan model analisis kebijakan konstitusional. Hasil analisis kebijakan kriteria kawasan yang ditetapkan oleh menteri ternyata tidak sepenuhnya didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Kebijakan penetapan kriteria kawasan tidak sinkron dan terintegrasi sehingga terjadi tumpang tindih kepentingan. Model hirarki Bitz dan rumus nilai ekonomi penggunaan kawasan (NEPK) dapat diintrodusir sebagai acuan perencanaan penataan ruang.Item BEBERAPA SIFAT KIMIA HISTOSOLS DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL KEDELAI (Glicine max L. Merr) AKIBAT APLIKASI PUPUK HAYATI INDIGENOUS DAN PEMBENAH TANAH(2015-07-13) NURMALA PANGARIBUAN MS; Emma Trinurani Sofyan; Yuyun YuwariahPenelitian untuk mengetahui pengaruh Bradyrhizobium japonicum, Glomus sp. unggul yang diintegrasikan dengan kombinasi pembenah tanah Dolomit dengan Abu Cangkang Sawit (ACS), mempengaruhi sifat kimia tanah dan hasil tanaman kedelai telah dilakukan melalui tiga tahap percobaan dari bulan September 2013 sampai Juni 2014 pada lahan Histosol, desa Sidomulyo Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat. Percobaan pertama dan kedua dilakukan dalam polybag dengan Rancangan Acak Kelompok dan diulang sebanyak tiga kali. Percobaan pertama dilakukan untuk mengisolasi dan mendapatkan mikroorganisme indigenous Bradyrhizobium japonicum dan Glomus sp. unggul. Percobaan kedua untuk mendapatkan kombinasi pembenah tanah Dolomit dengan Abu Cangkang Sawit terhadap komponen pH, NPK potensial, KTK, kation dapat dipertukarkan Ca, Mg, K, Na, KB tanah, pertumbuhan, dan hasil kedelai. Percobaan ketiga dilakukan untuk mengetahui interaksi pupuk hayati Bradyrhizobium japonicum dan Glomus sp. unggul dan campuran Dolomit dan Abu Cangkang Sawit terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai, disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dan diulang tiga kali, dengan pembenah tanah Dolomit (3 t ha-1) dengan ACS (15, 20, 25 ton ha-1), sebagai faktor utama dan pupuk hayati faktor kedua. Hasil percobaan tahap pertama diperoleh mikroorganisme indigenous Bradyrhizobium japonicum dan Glomus sp. unggul, dari contoh tanah desa Sidomulyo. Percobaan kedua menunjukkan bahwa kombinasi Dolomit dan ACS dosis 3 t ha-1dan 15 ton ha-1, berpengaruh meningkatkan pH, menurunkan KTK, meningkatkan N,P, K potensial, kation Ca, Mg, K, dan Na dan KB, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bintil akar, jumlah polong, bobot biji pertanaman. Percobaan lapangan pada tahap tiga menghasilkan bahwa pemberian pupuk hayati unggul dan campuran Dolomit dan ACS meningkatkan jumlah cabang, jumlah polong dan bobot biji kering per petak, jumlah biji perpolong rata-rata 2-3 biji, berat rata-rata 100 biji adalah 11,0 gram, bobot biji kering perpetak tertinggi pada perlakuan adalah 187,72 g petak-1 (a2p3).Item BIOEKOLOGI IKAN KETING (Mystus gulio Hamilton 1822) DAN MODEL PENGELOLAANNYA DI MUARA SUNGAI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT(2024-01-25) EPA PAUJIAH; Iskandar; Yayat DhahiyatMystus gulio (Hamilton 1822), dalam Bahasa lokalnya yaitu ‘Keting atau Lundu merupakan salah satu spesies yang mudah ditemukan di lingkungan perairan muara Sungai Ciujung, Cipandak dan Cidamar yang ada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Berdasarkan potensi budidayanya, ikan ini dapat menjadi salah satu spesies yang dapat dijadikan salah satu sumberdaya perikanan yang memiliki nilai lebih besar daripada pemanfaatan saat ini di wilayah muara sungai yang ada di Kabupaten Cianjur ini. Bioekologi merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan untuk mengkaji potensi dan gambaran biologis dan ekologis dari ikan ini sebelum selanjutnya dipertimbangkan menjadi spesies yang akan didomestikasi untuk keperluan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran bioekologi ikan Keting (Mystus gulio, Hamilton 1822) dan model pengelolaannya di perairan muara sungai Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan di muara sungai Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Indonesia mulai dari bulan September tahun 2021 hingga Desember tahun 2022. Pengambilan data dilakukan secara in-situ dan ex-situ dimana secara exsitu, penelitian lakukan di Laboratorium Terpadu UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Laboratorium Sentra UNPAD dan Laboratorium Terpadu IPB. Aspek bioekologi yang diamati terdiri atas karakter morfologi dan molekuler untuk proses identifikasi spesies, pertumbuhan, makanan, reproduksi, uji proksimat dan analisis lingkungan perairannya. Ikan diperoleh dengan menggunakan alat tangkap jaring dengan ukuran mata jaring 0,5 inci dan 1 inci yang kemudian sampel dipreparasi untuk dianalisis selanjutnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus yang tersaji dari peneliti sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies M. gulio baik berdasarkan analisis morfologi maupun molekuler. Analisis molekuler menunjukan bahwa kemiripan (Percent Identity) spesies M. gulio (kode akses KX455898.1) diperoleh nilai berkisar dari 93,06 – 98,13%. Komposisi nukleotida pada ikan keting menunjukan rata-rata jumlah timin paling tinggi dengan jarak genetik sebesar 0,00-0,02 (kategori rendah). Pola pertumbuhan ikan keting di muara sungai Kabupaten Cianjur adalah allometrik. Faktor kondisi (K-value) menunjukan bahwa 90% spesies ikan M. gulio yang diidentifikasi memiliki nilai K di atas 1. Hasil analisis NMDS menunjukan bahwa terdapat hubungan dengan nilai <0,2 antara variabel perairan dengan K-Value. Komposisi makanan M. gulio terdiri atas insekta, krustase, moluska, ikan, detritus, dan alga. Berdasarkan pengamatan nilai RGL, kebiasaan makan ikan M. gulio menunjukan bahwa ikan ini termasuk pada tipe ikan omnivorous cenderung carnivorous. Intensitas makan ikan M. gulio tinggi pada bulan November di muara Sungai Cidamar dan pada kelompok ikan kedua. M. gulio menunjukan rasio dimana jenis kelamin betina paling mendominasi dibandingkan jantan dengan pola pemijahan total. Ikan ini memijah pada bulan Mei hingga September, dengan lokasi pemijahan terjadi di muara Sungai Ciujung, pemeliharaan ikan dengan TKG I-III di Muara Sungai Cidamar dan pembesaran di muara Sungai Cipandak. Ukuran pertama kali ikan keting matang gonad berkisar antara 6,65-9,41 cm. Aktivitas yang berlangsung di sekitar Muara Cidamar terdiri atas aktivitas perkebunan, pertanian dan aktivitas domestik yang berasal dari aktivitas warga. Karakteristik fisika dan kimia perairan Muara Cidamar, Cipandak dan Ciujung menunjukan nilai yang memenuhi baku mutu air untuk kegiatan perikanan. Masyarakat nelayan di sekitar muara sungai didominasi oleh nelayan dengan usia produktif, kondisi ekonomi yang rendah, memiliki pengetahuan tentang ikan keting dan memanfaatkan ikan keting untuk pemenuhan kebutuhan harian. Strategi yang dapat dilakukan sebagai rekomendasi bagi masyarakat dan pemerintah sekitar muara sungai berupa konservasi spesies, penetapan wilayah penangkapan, pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap dan pengaturan musim penangkapan.Item BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG MANIS MENGGUNAKAN ZAT PENGATUR TUMBUH GIBBERELLIN DAN ETILEN: PERBAIKAN KUANTITAS DAN KUALITAS HASIL JAGUNG MANIS DI DUA LEVEL KETINGGIAN TEMPAT DAN DUA MUSIM(2023-02-22) BARBA NELFIE HEBBY SOPACUA; Ruminta; Muhamad KadapiTanaman jagung manis banyak disukai karena rasa yang manis. Jagung manis dapat bertumbuh dan berproduksi baik pada daerah dataran rendah, karena kondisi suhu dan intensitas cahaya matahari yang sesuai. Dewasa ini, akibat adanya alih fungsi lahan karena pesatnya pembangunan, berimbas pada penggunaan lahan pertanian dataran rendah, dimana petani berusaha tani pada daerah dataran medium dan dataran tinggi. Kondisi suhu dan penyinaran yang minim pada dataran tinggi berpengaruh terhadap menurunnya pertumbuhan dan produktivitas jagung manis. Perbaikan kuantitas dan kualitas hasil jagung manis dapat dilakukan melalui upaya rekayasa budidaya menggunakan zat pengatur tumbuh GA3 dan Ethephon. Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui interaksi GA3 dan Ethephon terhadap hasil jagung manis pada dua level ketinggian dan dua musim tanam, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Percobaan dilakukan pada dua lokasi penelitian, yaitu Jatinangor (780 mdpl) dan Cikajang (1300 mdpl), berlangsung dari bulan Juli 2019 sampai Maret 2020. Percobaan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada musim kemarau (Juli-Oktober 2019) dan Desember 2019-Maret 2020) menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dan diulang tiga kali. Perlakuan terdiri dari: faktor zat pengatur tumbuh GA3 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm; Ethephon 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm; jagung manis varietas Talenta. Karakter yang diamati meliputi pertumbuhan, hasil dan kualitas hasil. Data dianalisis menggunakan SPSS dengan perbandingan rata-rata mengikuti uji beda nyata Duncan pada taraf nyata α= 0.05. Hasil percobaan menunjukkan bahwa komponen iklim yang berperan penting dalam pertumbuhan dan hasil jagung manis pada dataran tinggi adalah suhu dan curah hujan. Hasil percobaan menunjukkan terdapat interaksi antara GA3 dan Ethephon dalam mendukung pertumbuhan dan hasil jagung manis pada dataran tinggi, dengan demikan meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil. Gabungan perlakuan GA3 dan Ethephon dalam meningkatkan hasil jagung manis adalah pada konsentrasi GA3 100 ppm dan Ethephon 300 ppm.Item DAMPAK LIMBAH KEGIATAN KARAMBA JARING APUNG (KJA) TERHADAP KARAKTERISTIK BIOLOGIS IKAN ENDEMIK DI SEKITAR KJA WADUK KOTO PANJANG, RIAU(2014-11-04) ENI SUMIARSIH; Otong Suhara Djunaedi; ZahidahBahan pencemar organik maupun anorganik di Waduk Koto Panjang berasal dari daerah aliran sungai (DAS) dan kegiatan KJA. Pada kegiatan budidaya KJA pakan diberikan terus menerus, akibatnya ada makanan yang tidak termakan dan terbuang ke perairan sehingga mempengaruhi kondisi perairan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak KJA terhadap karakteristik biologis ikan endemik yang hidup di sekitar KJA tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2012 – November 2013. Pada penelitian ini ditetapkan 5 stasiun, dimana St1 dan St 2 pada area natural (tidak ada KJA), sedangkan St3, St4 dan St5 di areal KJA. Pengamatan parameter kualitas air dilakukan selama setahun. Pengamatan ikan endemik dilakukan dengan melakukan penangkapan ikan selama 24 jam (interval 1 jam) dengan ulangan 3 kali. Ikan ditangkap menggunakan gill net serta jala, dan kemudian dipelajari aspek biologisnya seperti jenis dan kelimpahan, analisis isi lambung, lingkaran pertumbuhan pada otolith, struktur jaringan usus dan biologi reproduksinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa O2 terlarut, CO2 bebas, Amoniak, Nitrat, Fosfat dan kelimpahan fitoplankton di area natural lebih rendah daripada di areal KJA. Pada penelitian ini ikan yang tertangkap terdiri dari 30 jenis dan yang paling banyak adalah ikan kapiek (Puntius schwanenfeldii). Isi lambung ikan kapiek di areal natural adalah debris (96,4%) dan di areal KJA berupa pelet ikan (94,8%), menunjukkan bahwa ikan tersebut bersifat opportunis. Ikan yang hidup di sekitar karamba mempunyai bobot yang lebih berat daripada ikan dari areal natural. Dinding usus ikan kapiek dari areal KJA lebih tebal dengan villi yang lebih panjang. Pada otolith ikan kapiek dari areal KJA tidak terdapat lingkaran gelap di otolith, sedangkan pada otolith ikan kapiek dari areal natural dijumpai 1 atau 2 lingkaran gelap. Biologi reproduksi ikan kapiek tidak dipengaruhi oleh KJA. Fakta ini menunjukkan bahwa ikan kapiek mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bio-stabilisator untuk mengelola kualitas perairan di KJA di perairan tawar. Key words : Puntius schwanenfeldii, bio-stabilisator, Waduk Koto Panjang, karakteristik biologis, karamba jaring apungItem DAMPAK PEMBUANGAN LIMBAH DARI DALAM DAN DARI LUAR KAMPUS UNPAD TERHADAP PERUBAHAN KUALITAS AIR (SIFAT FISIKA, KIMIA DAN BIOLOGI) DI CEK DAM UNPAD DAN SUNGAI CIKUDA(2013) RAMZY AHMED YOUSIF ELHUSSIEN; Yayat Dhahiyat; SunartoPenelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dampak dari kegiatan di kampus Universitas Padjadjaran (UNPAD) terhadap kualitas air sebagai akibat dari masuk dan pembuangan limbah laboratorium, kantin, aktivitas pertanian dan domestik yang masuk ke Cek dam UNPAD dan Sungai Cikuda, sampel air pada titik yang dipilih dianalisis untuk pH berkisar dari 5.45- 8.97, DO 4.3-8.9 mg L-1, BOD 0.27 - 15.78 mg L-1, PO4 0.080-0.611 mg L-1, NH3-N 0.0001-1.150 mg L-1, NO3-N 0.333-2.820 mg L-1. Distribusi spasial dan temporal plankton dipelajari secara rinci. 46 genera fitoplankton dan 43 genera komunitas zooplankton. Spesies fitoplankton yang dominan selama periode penelitian adalah Bacillariophyceae. Sedangkan di antara zooplankton, Crustacea dan Rhizopoda berfluktuasi dengan perubahan suhu dan fitoplankton kepadatan komposisi fitoplankton ditunjukan selama musim kemarau. Konsentrasi Pb, Zn dan Mn ditemukan dalam beberapa jaringan ikan lele (Clarias gariepinus) dan ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dikumpulkan dari Cek dam UNPAD. Kadar logam di otot dan hati adalah sebagai berikut: Pb: 38,02-16,99 mg kg-1, Zn: 104,35-61,10 mg kg-1 dan Mn: 12,03-21,84 mg kg-1 Secara keseluruhan, konsentrasi logam berat ditemukan dalam jaringan ikan di bawah batas aman yang disarankan oleh berbagai otoritas. Konsentrasi logam berat dalam air berada di atas batas yang diperbolehkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Histopatologi hati dan otot ikan dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kualitas air memiliki dampak negatif pada histopatologi organ dari ikan. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh sejumlah besar air drainase terkontaminasi yang dibuang dari Kampus Unpad. Jadi perlu untuk menangani air drainase di masing-masing fakultas sebelum memasuki ke Cek dam UNPAD. Kata Kunci: Polusi, Kualitas Air, Logam berat, Cek dam UNPAD, Sungai Cikuda.Item DAMPAK REKLAMASI TERHADAP SOSIAL EKONOMI NELAYAN KECIL DI TELUK JAKARTA(2023-02-10) A.MUH.YUSLIM PATAWARI; Zuzy Anna; Yayat DhahiyatA.Muh. Yuslim Patawari. Dampak Reklamasi Terhadap Sosial Ekonomi Nelayan Skala Kecil di Teluk Jakarta. Dibimbing oleh Zuzy Anna, Yayat Dhahiyat dan Zahidah Hasan Penelitian ini dilakukan di kawasan perikanan di Teluk Jakarta yaitu kawasan Cilincing , Muara Angke, Kamal Muara dan Muara Baru. Pada studi ini merupakan dampak kerugian ekonomi dan sosial dari sumberdaya perikanan skala kecil di Teluk Jakarta pada kegiatan reklamasi. Tujuan untuk mengetahui persepsi nelayan skala kecil, status keberlanjutan dari perikanan tangkap skala kecil, kesediaan membayar konservasi lingkungan dan pemulihan perikanan tangkap paska reklamasi serta faktor-faktor yang memepengaruhi, simulasi model embedded dinamik ekonomi interaksi perikanan skala kecil dengan pencemaraan di kegiatan reklamasi, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lestari perikanan pada kondisi tanpa reklamasi dan dengan reklamasi. Studi ini juga menghitung nilai kehilangan akibat kegiatan reklamasi dan kegiatan tanpa reklamasi terhadap produksi lestari Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa selama kegiatan reklamasi dan paska reklamasi ditutup terjadi perubahan biaya trip, perubahan hasil tangkap nelayan dan daerah penangkapan ikan. Nelayan skala kecil mayoritas merasa tergangu selama kegiatan reklamasi, mengetahui kegiatan reklamasi dan mengatakan kegiatan tersebut idak menguntungkan. Status keberlanjutan perikanan di Teluk Jakarta pada dimensi Sumber daya perikanan tangkap, ekologi/lingkungan, ekonomi, sosial, institusional dan Hukum dan Kelembagaan dalam kondisi buruk. Nilai rata-rata kesedian membayar konservasi lingkungan dan pemulihan stok ikan Rp 70.487,80 dengan total Rp 3.446.782.932 dan tidak ada faktor sosial-demografi yang mempengaruhinya. Model yang paling sesuai untuk interaksi perikanan-pencemaran kegiatan reklamasi dan tanpa reklamasi adalah model Gompertz yang memasukkan pengaruh faktor pencemaran terhadap fungsi pertumbuhan keseluruhan dalam analisis total beban pencemaran. Kondisi perikanan skala kecil telah mengalami overfishing baik secara biologi maupun secara ekonomi dan semakin diperparah dengan kegiatan reklamasi. Rente ekonomi akibat pembangunan selama reklamasi rata-rata 5,1 Milyar Rupiah per tahun atau 40,99 Milyar Rupiah selama kurun waktu 2013 sampai 2020 di tiga lokasi penelitian ( 6,58%). Rente terjadi penurunan signifikan pada kondisi perikanan skala kecil tanpa reklamasi yaitu 52,25 %. Kerugian ekonomi ini juga dapat terlihat dari penurunan surplus produsen sebesar rata-rata Rp. 310,92 juta per tahun dari kondisi tanpa reklamasi ke kondisi dengan reklamasi. kerugian rata-rata surplus produsen per tahun dengan kurun waktu 2013 sampai 2020 selama periode dan pasca reklamasi adalah adalah sebesar 10,949 Miliar dengan rata-rata 1,368 Miliar per tahun. Analisis perhitungan laju degradasi perikanan tangkap skala kecil di lokasi penelitian menunjukkan estimasi nilai sebesar 25% per tahun untuk kondisi tanpa reklamasi dan 37% per tahun untuk kondisi dengan reklamasi. Kebijakan terkat perikanan skala kecil di Teluk Jakarta secara garis besar mempertimbangkan permasalahan lingkungan di perairan Teluk Jakarta terutama kegiatan reklamasi dan upaya dalam pengelolaan kawasan untuk memulihkan kondisi lingkungan. Kebijakan yang dapat dilakukan asistensi kepada nelayan kecil untuk mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat reklamasi. Selanjutnya, pemerintah sebagai fasilitator harus mampu mendampingi nelayan kecil untuk memulihkan kondisi perekonomian dengan berbagai skema bantuan. Implikasi kebijakan paska penutupan reklamasi harus memiliki sifat konsistensi, perkuat payung dan aturan yang tidak tumpang tindih satu lain untuk mensejahterahkan kembali nelayan kecil yang terkena dampak. Kata Kunci : Perikanan Skala Kecil, dengan dan Tanpa Reklamasi, Teluk Jakarta, Keberlanjutan.Item EFEK PEMANGKASAN AKAR DAN PEMANGKASAN PELEPAH TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KUALITAS HASIL KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) PADA UMUR YANG BERBEDA(2019-12-26) M.AMRUL KHOIRI; Ruminta; Jajang Sauman HamdaniUpaya intensifikasi kelapa sawit (Elaeis guineensis, Jacq.) diperlukan untuk meningkatkan produktivitas mendekati potensi produksi tanaman kelapa sawit yang sebenarnya. Produktivitas dan pertumbuhan kelapa sawit sebagian dikendalikan oleh hubungan bagian atas tanaman (daun) dan bagian bawah tanaman (akar). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemangkasan akar dan jumlah pelepah terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas hasil kelapa sawit. Penelitian dilaksanakan selama 12 bulan mulai bulan Febuari 2018 sampai Januari 2019 di kebun milik masyarakat Desa Petapahan, Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau. Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan rancangan petak terbagi Split Plot Design yang dikelompokkan berdasarkan umur tanaman yang berbeda (5 tahun, 10 tahun dan 15 tahun). Petak utama adalah pemangkasan pelepah kelapa sawit, Normal, Ringan, dan Berat. Anak petak adalah pemangkasan akar kelapa sawit 75%, 50% dan 25%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemangkasan akar dan jumlah pelepah memberikan pengaruh interaksi terhadap peningkatan panjang akar primer, jumlah akar sekunder dan jumlah tandan. Pemangkasan akar secara mandiri memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan berat segar akar, bobot kering akar, jumlah akar primer, panjang akar sekunder, jumlah akar tersier, potensi bunga betina, sex rasio, dan minyak mesocarp. Pemangkasan pelepah secara mandiri berpengaruh nyata terhadap peningkatan minyak total. Umur tanaman berpengaruh nyata terhadap peningkatan Indeks Luas Daun, berat basah akar, berat kering akar, jumlah tandan, potensi bunga betina, rerata berat tandan, berat buah, produktivitas, minyak total, minyak mesocarp dan asam lemak bebas.Item Enkapsulasi Lactobacillus acidophilus Menggunakan Eucheuma cottonii pada Biskuit dan Flake Sorgum Kandidat Sinbiotik Terhadap Masa Simpan dan Nilai tambah Keekonomiannya(2022-07-21) SILVIA OKTAVIA NUR YUDIASTUTI; Een Sukarminah; Roni KastamanTepung sorgum berpotensi dikembangkan sebagai sumber pangan fungsional prebiotik. Peningkatan nilai tambah keekonomian sorgum dilaksanakan melalui pengayaan sel L. acidophilus sebagai probiotik untuk melengkapi keberadaan prebiotik didalamnya sehingga menjadi produk pangan kandidat sinbiotik. Biskuit dan flakes adalah produk bakeri yang dapat diolah dari tepung sorgum dengan kesamaan karakteristik tidak membutuhkan pengembangan adonan serta produk akhirnya bertekstur keras dan renyah. Maksud penelitian ini adalah menghasilkan produk kandidat sinbiotik biskuit dan flakes sorgum melalui penambahan L.acidophilus hasil enkapsulasi. Pembuatan enkapsulasi sel L.acidophilus dikembangkan menggunakan material penyalut E. cottonii yang mengandung prebiotik kappa karagenan. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan formulasi enkapsulasi sel sebagai komposisi dalam produk kandidat sinbiotik untuk dapat lebih tahan uji in-vitro serupa saluran cerna manusia serta memiliki nilai tambah keekonomian paling tinggi. Penelitian ini juga mengidentifikasi masa simpan produk kandidat sinbiotik yang dihasilkan menggunakan metode Arrhenius serta material kemasan yang sesuai. Berdasarkan hasil penelitian, kemasan yang paling dapat mempertahankan kualitas produk adalah metalized. Kombinasi perlakuan pengeringan semprot dan penyalut E.cottonii dapat menurunkan 62,5% harga enkapsulasi. Nilai tambah keekonomian produk terbesar dicapai oleh biskuit dan flakes yang diperkaya enkapsulasi sel hasil pengeringan semprot dan material penyalut maltodekstrin meskipun nilainya tidak jauh berbeda dengan perlakuan yang disalut menggunakan E.cottoniiItem FORMULASI PUPUK HAYATI P DAN AMELIORAN ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P, EFISIENSI PEMUPUKAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG PADA EKOSISTEM LAHAN KERING DI JAWA BARAT(2013) ANGGI JINGGA; Tualar Simarmata; Benny JoyBakteri pelarut fosfat merupakan bakteri yang berperan dalam proses transformasi unsur P dengan cara mengubah kelarutan senyawa fosfat anorganik, meningkatkan mineralisasi senyawa organik dengan melepaskan fosfat anorganik, mendorong proses oksidasi dan reduksi senyawa fosfat anorganik. Penelitian ini mengkaji pemanfaatan Bakteri pelarut fosfat (BPF) dan amelioran organik untuk meningkatkan P-tersedia, efisiensi pupuk P dan hasil tanaman jagung pada ekosistem lahan kering. Penelitian dilakukan melalui empat tahap percobaan dari bulan Juli 2016 sampai dengan Maret 2018. BPF diisolasi dari ekosistem lahan kering dari 5 lokasi yaitu Garut, Majalengka, Tasikmalaya, Bandung dan Sumedang. Selanjutnya dilakukan uji hayati dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) 6 perlakuan dan 5 ulangan, uji viabilitas pada carrier yang berbeda dan formulasi konsorsium BPF dan amelioran organik dilakukan di Unit Kerja Bintang Asri Arthauly, Laboratorium Biologi Tanah Faperta Unpad dan Laboratorium Biogen. Hasil penjaringan BPF dari ekosistem lahan kering diperoleh isolat unggul yang teridentifikasi yaitu Bulkholderia vietnamiensi, Enterobacter ludwigii dan Citrobacter amalonaticus. Uji viabilitas dan bioassay menunjukkan BPF dengan komposisi carrier a3 (gambut 50% + kompos kotoran ayam 20% + biochar tempurung kelapa 20% + aditif 10%) memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, panjang akar, dan berat kering akar dengan dosis 5,6 kg ha-1. Aplikasi konsorsium BPF (Bulkholderia vietnamiensi, Enterobacter ludwigii dan Citrobacter amalonaticus) dengan dosis 5,6 kg ha-1 dan amelioran organik dengan dosis 5 ton/ha mampu meningkatkan efisiensi pemupukan hingga 100% dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung secara signifikan.Kata kunci: Bakteri Pelarut Fosfat (BPF), Amelioran Organik, Jagung, Ultisols.Item IDENTIFIKASI SILIKA (Si) TERSEDIA PADA TANAH SAWAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN PADI DI KABUPATEN SUBANG(2023-07-11) BUDY FRASETYA TAUFIK QURROHMAN; Abraham Suriadikusumah; Rija SudirjaImplementasi pemupukan Silikon (Si) sebagai strategi meningkatkan ketahanan tanaman padi terhadap cekaman biotik dan abiotik memerlukan dukungan basis data spasial. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kandungan dan sebaran Si tersedia (SiAP) tanah sawah, mengidentifikasi hubungan beberapa sifat fisik-kimia tanah, sifat kimia air irigasi terhadap SiAP, SiAP terhadap hasil tanaman padi dan menentukan optimasi pemupukan Si pada status SiAP berbeda. Penelitian ini menggunakan metode survei untuk mengambil sampel tanah sawah dari 48 lokasi yang tersebar di wilayah Kabupaten Subang, Jawa Barat. Sampel tanah yang diperoleh dianalisis di laboratorium dan sisanya digunakan sebagai media tanam. Metode pengujian pertumbuhan tanaman padi pada tahap 2 menggunakan metode uji beda dua nilai-rata dan tahap 3 menggunakan metode penelitian rancangan acak lengkap. Hasil analisis laboratorium tanah sawah dari 48 lokasi sampel kandungan Si tersedianya berkisar antara 70-378 ppm. Status SiAP tanah sawah di Kabupaten Subang berdasarkan analisis spasial 26,395 ha (25%) termasuk kategori rendah, 61.744 ha (59%) kategori sedang dan 15.952 ha (15%) kategori tinggi. Wilayah yang memiliki kandungan SiAP rendah sampai sedang berada di wilayah Subang bagian Utara (lowland area) dan wilayah Subang bagian Selatan (upland area) kandungan SiAP sedang sampai tinggi. Hubungan antara SiAP terhadap kandungan total SiO2, N-total, pH (H2O); pH (KCl), C-organik, fraksi liat, fraksi pasir, fraksi debu berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson termasuk kategori rendah sampai sedang. Hasil analisis korelasi Pearson antara SiAP terhadap jumlah malai (umur 84 dan 98 hari setelah tanam), berat kering tanaman padi, berat 1000 butir dan gabah kering panen menunjukkan hubungan lemah dan tidak nyata (p> 0,05). Pengaruh pemupukan Si pada status Si tersedia berbeda menunjukkan pengaruh nyata pada parameter jumlah malai 84 dan 98 HST, gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG), sedangkan berat kering jerami dan berat 1.000 butir tidak menunjukkan pengaruh nyata. Respons pemupukan Si pada tanaman padi berbeda untuk setiap status SiAP tanah sawah. Pemupukan Si pada status Si tersedia rendah, produktivitas tanaman padi optimal dicapai tanpa pemupukan Si, status Si tersedia sedang optimal pada konsentrasi 11 mL L-1 dan status Si tersedia tinggi produktivitas optimal dicapai pada konsentrasi pupuk Si 28 mL L-1.Item INOKULASI MIKROBA PELARUT FOSFAT INDEGENUS DAN KOMBINASI AMELIORAN DAN PUPUK P TERHADAP SERAPAN FOSFAT, PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT DAN EMISI CO2 PADA TANAH GAMBUT(2015-07-13) IDA NUR ISTINA; Benny Joy; Tidak ada Data DosenDelapan puluh persen luasan lahan gambut di Indonesia berpotensi dimanfaatkan sebagai lahan pertanian potensial di masa depan, walaupun demikian terdapat beberapa masalah seperti sifat kering tidak balik, derajat kemasaman tanah yang tinggi, kandungan asam fenolat yang bersifat meracun dan tidak tersedianya hara bagi tanaman. Perbaikan karakteristik biologi tanah gambut khususnya inokulasi mikroba pelarut fosfat diduga dapat meningkatkan produktifitas tanah gambut. Penelitian dilakukan di Kabupaten Pelalawan dari Juni 2013 sampai Maret 2014 untuk mendapatkan mikroba pelarut fosfat indegenus unggul asal gambut Saprik Riau dan mengetahui kemampuannya dalam mensubstitusi asupan pupuk khususnya P di lahan gambut. Percobaan dilakukan dalam 3 tahapan yaitu eksplorasi mikroba pelarut fosfat indegenus menggunakan medium selektif, karakterisasi isolat baik morfologi maupun aktivitasnya dalam pelarutan P serta uji keefektifannya untuk meningkatkan pertumbuhan dan menurunkan emisi CO2. Hasil eksplorasi diperoleh 9 jenis bakteri dan 8 jenis fungi pelarut fosfat potensial yang dua diantaranya unggul dalam melarutkan fosfat yaitu Burkholderia gladioli dan Penicillium aculeatum. Inokulasi masing-masing isolat terseleksi tersebut dalam kombinasinya dengan kompos TKKS dan pupuk P meningkatkan secara nyata serapan P, namun tidak secara nyata pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dan emisi CO2. Aplikasi Burkholderia gladioli dalam kombinasinya dengan 75 % pupuk P standar atau Penicilium aculeatum dikombinasikan dengan 50 % pupuk P standar menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik. Bagaimanapun juga penggunaan MPF dapat meningkatkan sequestrasi CO2 di lahan gambut. Kata kunci : tanah gambut, mikroba pelarut fosfat, amelioran, emisi CO2Item KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN BANDUNG(2015-09-10) IVAN CHOFYAN; Maman Haeruman Karmana; Hepi HapsariKabupaten Bandung sebagai salah satu daerah penghasil padi di Jawa Barat memiliki kepentingan yang kuat dalam mempertahankan lahan sawah. Akan tetapi alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bandung terus terjadi dengan berbagai faktor penyebab. Selama tujuh tahun yang dimulai dari Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2011 telah terjadi alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bandung seluas 1.270,267 hektar, dengan rata-rata pengurangan 181,47 hektar/tahun atau sebesar 0,44 %/tahun. Keadaan seperti ini memunculkan pertanyaan apakah alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bandung dapat dikendalikan? Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang membentuk struktur fenomena dan keterkaitan antar unsur-unsur tersebut, yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah, dan 2. Merekomendasikan beberapa alternatif kebijakan yang berguna bagi upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah. Dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan, penelitian ini menggunakan system dynamics yang merupakan salah satu metoda berpikir sistem yang bisa melihat berbagai aspek secara integral dan dapat menjelaskan secara struktural fenomena alih fungsi lahan yang terjadi. Dalam studi ini ditentukan 11 skenario yang terdiri dari 5 skenario tunggal dan 6 skenario gabungan. Skenario tunggal terdiri dari skenario dasar, skenario intensitas pertanaman sawah (IPS), skenario standar kebutuhan lahan permukiman (SKLP), skenario diversifikasi pangan (DP), dan skenario penghentian penambahan industri (PI). Sementara skenario gabungan terdiri dari skenario DP-IPS, skenario DP-PI, Skenario DP-SKLP, skenario IPS-PI, skenario IPS-SKLP dan skenario PI-SKLP. Hasil akhir studi ini menyatakan bahwa skenario standar kebutuhan lahan permukiman dapat menghasilkan laju penurunan alih fungsi lahan lebih kecil dan persediaan stok beras yang lebih stabil dibandingkan skenario lainnya. Sementara skenario gabungan yang memperlihatkan stok beras yang lebih stabil adalah skenario IPS-SKLP. Berdasarkan hal tersebut maka kebijakan yang mendukung skenario di atas harus ditetapkan, yaitu kebijakan pembangunan permukiman yang hemat lahan dan penetapan lahan sawah abadi. Kata kunci: alih fungsi lahan, sawah, permukiman, system dynamicsItem KAJIAN KUALIFIKASI SUMBERDAYA MANUSIA (SDM) UNTUK PENGEMBANGAN URBAN FARMING PERIKANAN DI WILAYAH JABODETABEK(2024-01-12) HARYANTI; Iskandar; Achmad RizalKajian Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM) Untuk Pengembangan Urban Farming Perikanan di Wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok,Tangerang dan Bekasi) dilakukan selama kurang lebih 6 bulan (September 2021-Februari 2022) dengan menggunakan metoda deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis kualifikasi sumberdaya manusia (SDM) yang terlibat dalam pengembangan urban farming perikanan di Wilayah Jabodetabek, mengkaji dan menganalisis kinerja berbagai jenis urban farming perikanan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangannya, mengkaji dan menganalisis manfaat urban farming perikanan dalam memperkuat ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi masyarakat perkotaan di Wilayah Jabodetabek dalam masa pandemi atau pasca pandemi Covid 19. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian Riset I tentang Kajian Kualifikasi Sumberdaya Manusia (SDM) Urban Farming Perikanan di Wilayah Jabodetabek, diketahui bahwa pelaku urban farming perikanan memiliki latar belakang pendidikan formal mulai dari SD sampai dengan Diploma (S0) hingga Sarjana (S1) dan tidak memiliki latar belakang keilmuan bidang perikanan. Pelaku urban farming perikanan baik ikan konsumsi (IK) maupun ikan hias (IH) didominasi oleh masyarakat yang berpendidikan SLA dengan kisaran umur 28-60 tahun. Produktivitas Urban Farming Perikanan ikan konsumsi (IK) dipengaruhi Pendidikan Formal (PF) dan sebaliknya untuk ikan hias (IH). Kemampuan SDM untuk pengembangan Urban Farming Perikanan dapat diperoleh melalui Pendidikan Informal (PI) dan Pengalaman (P). Training Need Analysis (TNA) dapat diterapkan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan para anggotanya Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) untuk mengurangi gap atau kesenjangan pengetahuan yang dimiliki anggota. Berdasarkan hasil penelitian Riset II tentang Kinerja Urban Farming Perikanan di Wilayah Jabodetabek, model usaha urban farming perikanan telah menghasilkan pendapatan bersih yang cukup baik, baik per siklus maupun per unit produksi, dan bervariasi sesuai dengan model usahanya. Untuk model usaha ikan konsumsi (IK), pendapatan bersih perbulan terbesar diperoleh pada model usaha urban farming perikanan Pembesaran Ikan Lele dengan dengan media Kolam Plastik (IK-2), model usaha pembesaran Ikan Nila dengan media Kolam Plastik (IK-3), model usaha Pembesaran Ikan Lele menggunakan Tong Plastik (IK-4), Pembenihan Ikan Lele di Kolam Tanah (IK-5), Pembenihan Ikan Patin di Kolam Beton (IK-6) dan Pembesara Ikan Lele dalam Ember (IK-1). Untuk model usaha ikan hias (IH), hampir semua model usaha menunjukkan pendapatan bersih yang lebih baik dibandingkan dengan model usaha ikan konsumsi (IK). Pendapatan bersih tertinggi diperoleh dari usaha ikan hias Manfish (IH-1), diikuti oleh usaha ikan Goldfish (IH-2), Guppy (IH-4), Cupang (IH-5) dan Platis (IH-3). Usaha urban farming perikanan untuk semua model, baik untuk usaha ikan konsumsi (IK) maupun ikan hias (IH), telah memberikan keuntungan bulanan kepada para pelaku usaha urban farming perikanan dan keuntungan terbesar diperoleh dari usaha ikan hias (IH). Urban farming perikanan ikan konsumsi (IK) bisa diandalkan untuk memperkuat ketahanan pangan dan urban farming perikanan ikan hias (IH) untuk memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat dengan meningkatkan kapasitas produksinya melalui penambahan unit produksi 5-10 unit. Hasil Riset III tentang Urban Farming Perikanan Sebagai Alternatif Usaha Untuk Memperkuat Ketahanan Pangan dan Ekonomi di wilayah Jabodetabek telah menunjukkan bahwa urban farming perikanan baik ikan konsumsi (IK) maupun ikan hias (IH) dapat dikembangkan sebagai asalah satu alternatif usaha untuk memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat perkotaan. Urban farming perikanan di wilayah Jabodetabek telah memberikan manfaat kepada masyarakatnya dalam memperoleh pendapatan tambahan baik pada masa krisis ekonomi seperti pandemi Covid 19, maupun setelahnnya. Untuk itu diharapkan pemerintah dapat memberikan dukungan pengembangannya dengan memberikan fasilitas pelatihan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia (SDM), bimbingan teknis dan organisasi, penyediaan sarana dan prasarana, serta pemberian akses terhadap pendanaan atau permodalan untuk pengembangan usahanya.Item KAJIAN PENGARUH INTERVAL IRIGASI TETES DAN TAKARAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN GENERATIF, PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS BUAH MANGGA (Mangifera indica L) KULTIVAR GEDONG GINCU(2022-12-12) DODI BUDIROKHMAN; Nurpilihan Bafdal; Sarifah NurjanahBuah mangga (Mangifera indica L.) kultivar gedong gincu merupakan komoditi unggulan ekspor buah Indonesia. Upaya pengembangan agribisnis mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon masih menghadapi permasalahan dalam proses pertumbuhan generatif, produktivitas tanaman dan kualitas buah. Tujuan penelitian yaitu mengetahui pengaruh interval penyiraman dan takaran pupuk organik terhadap pertumbuhan generatif, produktivitas tanaman, dan kualitas mangga gedong gincu serta nilai Water Use Eficiency (WUE) pada budidaya mangga gedong gincu. Penelitian dilaksanakan di Kebun Produksi mangga Gedong Gincu Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon pada Januari 2018 sampai dengan November 2018. Metode Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang digunakan merupakan kombinasi antara interval penyiraman dengan irigasi tetes dan takaran pupuk organic dari kotoran kambing. Kombinasi perlakuannya tersebut yaitu : A (tanpa penyiraman dan pupuk organik 25 kg/pohon), B (tanpa penyiraman dan pupuk organik 50 kg/pohon), C (tanpa penyiraman dan pupuk organik 75 kg/pohon), D ( penyiraman 6 hari sekali dan pupuk organik 25 kg/pohon), E (penyiraman 6 hari sekali dan pupuk organik 50 kg/pohon), F (penyiraman 6 hari sekali dan pupuk organik 75 kg/pohon), G (penyiraman 3 hari sekali dan pupuk organik 25 kg/pohon), H (penyiraman 3 hari sekali dan pupuk organik 50 kg/pohon) dan I (penyiraman 3 hari sekali dan pupuk organik 75 kg/pohon). Hasil penelitian menunjukkan Kombinasi perlakuan penyiraman 6 hari sekali dengan pupuk organik 25 kg/pohon mampu mempercepat waktu munculnya bunga dibandingkan dengan perlakuan lainnya, kombinasi perlakuan penyiraman 3 hari sekali dengan pupuk organik 50 kg/pohon menunjukkan persentase tingkat kerontokan yang paling rendah yaitu hanya 23,63 %, dan kombinasi perlakuan penyiraman 3 hari sekali dengan pupuk organik 75 kg/pohon menunjukkan jumlah produksi tanaman yang tertinggi yaitu 74,20 kg/tanaman. Kombinasi perlakuan penyiraman 3 hari sekali dengan pupuk organik 50 kg/pohon mampu menghasilkan berat rata-rata buah mangga tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 254,48 g per butir, kombinasi penyiraman 3 hari sekali dengan pupuk organik 75 kg/pohon dapat menurunkan persentase jumlah buah abnormal dan banyak mengasilkan ukuran buah yang besar yaitu 72,37 %, sedangkan perlakuan tanpa penyiraman dengan pupuk organik 75 kg/pohon menghasilkan total padatan terlarut tertingi dengan nilai 22 oBrix, susut bobot terendah dengan nilai 16,47 %, dan nilai kekerasan buah tertinggi yaitu 0,65 (kg/detik). Kombinasi penyiraman 3 hari sekali dengan organik 75 kg/pohon lebih efisien dalam penggunaan air dengan nilai WUE sebesar 0,0304 kg/l.Item KARAKTERISTIK KIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG KOMPOSIT (BONGGOL PISANG, UBI JALAR, KEDELAI HITAM) SERTA APLIKASINYA PADA BISKUIT SINBIOTIK(2017-10-17) SUMANTI DEBBY MOODY; Agung Karuniawan; Imas Siti SetiasihBiskuit sinbiotik ini adalah pangan fungsional yang mengandung frukto-oligosakarida dan inulin (prebiotik) serta Lactobacillus acidophilus (probiotik). Biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit dari bonggol pisang batu, ubi jalar dan kedelai hitam dengan komposisi 45,8%, 37,5%, 16,7%. Ke dalam adonan biskuit ditambahkan mikrokapsul bakteri L. acidophilus dengan konsentrasi 10 – 20%. Tujuan penelitian : (1) Menentukan karakteristik kimia dan fungsional tepung komposit menurut standar SNI, (2) Menentukan pengaruh penambahan konsentrasi mikrokapsul bakteri L. acidophillus terhadap jumlah bakteri probiotik dalam biskuit sinbiotik menurut standar FAO dan karakteristik sensorinya, sehingga berguna untuk kesehatan masyarakat. (3) Mencari hubungan jumlah dan frekuensi pemberian biskuit sinbiotik terhadap jumlah bakteri probiotik dan penurunan jumlah bakteri patogen dalam feses serta jumlah leukosit dalam darah tikus percobaan yang dinfeksikan bakteri Salmonella typhi . Hasil penelitian menunjukkan: (1) Tepung komposit dapat diaplikasikan pada pembuatan biskuit sinbiotik. Karakteristik kimia (kadar air dan protein) dari tepung tersebut sesuai SNI 01-3751-2006 serta mengandung komponen bioaktif yaitu: fenol 14,58 g/100g, tanin 1,64 g/100g, frukto-oligosakarida 57,38 g/100g, inulin 59,47 g/100g, serat pangan 12,12 g/100 g dan isoflavon 171,35 mg/100g. (2) Mikrokapsul L. acidophilus sebanyak 15% (b/b) menghasilkan biskuit sinbiotik yang mengandung jumlah bakteri probiotik L. acidophilus 10,5 Log CFU g-1 sesuai standar FAO (bakteri probiotik minimal 7 Log CFU g-1). Karakteristik kimia biskuit sinbiotik (kadar air dan protein) sudah sesuai standar SNI No. 01-2973-1992, dan biskuit sinbiotik tersebut disukai (nilai tingkat kesukaan 4,0). (3) Pemberian biskuit sinbiotik sebanyak 5 g selama 12 jam sekali dalam kurun waktu 8 hari mampu mempertahankan jumlah bakteri probiotik L. acidophilus di usus tikus sebesar 10,1 Log CFU g-1 dan dapat menurunkan jumlah bakteri S. typhi pasca infeksi sampai 4,9 Log CFU g-1. Jumlah leukosit dalam darah tikus masih berada pada batas normal yaitu 10560 sel/µl.Item KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL AGRO PADA PENGUSAHA SUNDA(2023-07-12) ANNE CHARINA; Asep Mulyana; Ganjar KurniaPenelitian ini mengeksplorasi perjalanan usaha yang dilalui oleh industri kecil agro milik etnis Sunda sehingga mampu berumur panjang dan bertahan lintas generasi. Studi ini penting karena tingginya tingkat kegagalan industri kecil terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Terdapat empat industri kecil agro terpilih yang memenuhi kriteria untuk penelitian ini, yaitu: Industri Kerupuk Pancarasa di Kabupaten Ciamis, Industri Dodol Sarinah di Kabupaten Garut, Industri Kerajinan Anyaman Binangkit di Kabupaten Tasikmalaya, dan Industri Tahu Sari Bumi di Kabupaten Sumedang. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Data primer didapat melalui indepth interview, wawancara semi terstruktur dan Foccus Group Discussion. Kinerja obyektif ditunjang dari berbagai sumber sekunder seperti laporan keuangan perusahaan. Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan prinsip Analisis Tematik yang dibantu dengan perangkat lunak N-Vivo 12, sementara pengukuran indeks dan status keberlanjutan dianalisis dengan RAP-IK 2016 software versi R. Hasil penelitian menjunjukan bahwa pada industri kecil agro yang berumur panjang, pembentukan pengusaha Sunda didasarkan pada faktor keturunan, berasal dari golongan elit tradisional, latar belakang agraris, dalam kemunculannya, membangun usaha secara mandiri, tanpa intervensi pemerintah. Proses industrialisasi pada industri kecil agro lintas generasi cenderung berjalan lamban dan mengalami transformasi mode produksi yaitu dari mode produksi pra-komersil, komersil, hingga hybrid komersil modern. Di sisi lain, kebijakan pemerintah terkait industrialisasi sangat ditentukan oleh kepentingan ekonomi dan politik rezim yang berkuasa, yang kemudian memberikan beberapa pengaruh pada perkembangan industri kecil agro. Pada industri kecil agro lintas generasi juga telah terjadi penurunan kinerja dan penurunan pertumbuhan usaha, yang terjadi karena faktor: persaingan, kebijakan pemerintah yang dianggap memberatkan, serta guncangan/ resesi ekonomi. Hadirnya industri rumah tangga menjadi pesaing kuat yang menggoyahkan industri kecil agro. Kuatnya eksistensi industri rumah tangga, disebabkan oleh faktor: kuatnya motivasi berbisnis, penggunaan tenaga kerja keluarga, fleksibel, biaya operasional yang rendah serta memiliki ceruk pasar yang tepat yaitu banyaknya golongan masyarakat menengah ke bawah sebagai konsumen. Penelitian ini juga menghasilkan proposisi bahwa pada dasarnya konsep “sustainability” tidak bisa direpresentasikan dengan kemampuan bertahan lintas generasi, umur panjang perusahaan atau “longevity”. Industri kecil yang mampu bertahan lintas generasi dan berumur panjang, belum tentu berkelanjutan secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Minat generasi penerus, Orientasi konservatif, Prestise, Komitmen, Perencanaan Suksesi, Adaptasi, Mode Produksi, Lingkungan fisik dan Nilai budaya Sunda (yang meliputi: tingginya orientasi jangka panjang, tingginya kolektivitas, rendahnya jarak kekuasaan, serta tingginya rasa syukur), merupakan faktor-faktor yang berperan positive pada umur panjang industri kecil agro (Longevity). Sementara nilai budaya Sunda yang meliputi tingginya penghindaran ketidakpastian dan tingginya maskulinitas justru menghambat kinerja ekonomi industri kecil agro di dalam mencapai keberlanjutan usaha (Sustainability). Kinerja sosial industri kecil agro lebih didasari oleh aspek normatif dan nilai religius pengusaha, sedangkan kinerja lingkungan lebih dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan pengusaha yang didapat dari jalur pendidikan formal. Pengembangan industri kecil agro melalui perintisan pengusaha generasi penerus yang bernalar kritis, kreatif, inovatif, kompetitif dan kolaboratif, serta Pengelolaan budaya bisnis berbasis komunitas dan perancangan Inovasi Terbuka disarankan untuk mewujudkan industri kecil agro yang berkelanjutan.Item KERAGAMAN GENETIK POPULASI IKAN KELABAU SUNGAI KAMPAR, SIAK DAN ROKAN DI PROVINSI RIAU INDONESIA BERDASARKAN RUNUTAN GEN CO1, SITOKROM B mtDNA DAN METODE TRUSS MORFOMETRIK(2019-07-12) NUR ASIAH; Ayi Yustiati; JuniantoIkan Kelabau merupakan ikan bernila iekonomis tinggi yang terdapat di Sungai Kampar, Siak dan Rokan, Provinsi Riau Indonesia. Para peneliti menganggap ikan Kelabau sebagai Osteochilus kelabau dan O.melanopleurus. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kepastian taksonomi ikan Kelabau melalui identifikasi taksonomi, karakter morfologi melalui truss morfometrik, dan keragaman genetic melalui sitokrom b. Identifikasi taksonomi dilakukan secara morfologi dan molekuler menggunakan barcode DNA gen cytochrome c oxidase sub-unit 1 (CO1). 90 DNA diekstraksi dari jaringan sirip ekor dengan metode kolom. Amplifikasi gen CO1 dengan primer Fish-F1 dan Fish-R1. 707 pb gen mtDNACO1dari 90 runutan diedit kemudian disejajarkan (alignment) dengan ClustalW menggunakan MEGA v7. Hanya 621 bp gen mtDNACO1dari 86 sekuen di BLASTN melalui NCBI dan BOLD System untuk mendapatkan persentase kesamaan dengan data base. Sisi homolog runutan nukleotida dari spesies yang diperoleh dan hasil penelusuran melalui program BLAST, selanjutnya disejajarkan (multiple aligment) dengan menggunakan ClustalW. Identifikasi specimen dilakukan melalui konstruksi pohon kekerabatan dan persentasi indeks kesamaan. Karakter morfologi dari 255 ekor ikan diketahui melalui metode truss morfometrik. Analisis varian satu arah (ANOVA), korelasi kanonikal dan analisis fungsi diskriminan terhadap 21 karakter truss morfometrik menggunakan software SPSS versi 24. Analisis keragaman dan struktur genetic mengunakan gen sitokrom b (Cyt b). Amplifikasi gen Cyt b menggunakan desain primer. Hanya 867 bpgen mtDNACyt b dari 84 runutan dianalisis menggunakan MEGAv7, DNASp, NetWork 5.0 dan Arlequin. Hasil dari urutan barcode gen CO1 konsensus untuk 86 individu memiliki indek kesamaan tinggi (96% -97% di GenBank dan 96,6% -96,76% dalam BOLD system). Jarak nukleotida ikan kelabau berdasarkan model Kimura 2-parameter memberikan hasil: 0,05% antara kelompok dari Sungai Siak dan Kampar, 0,09% antara Sungai Siak dan Rokan dan 0,05% antara Sungai Kampar dan Rokan. Jarak nukleotida di dalam kelompok Sungai Siak (0,09%), Kampar (0,00%) dan Sungai Rokan (0,10%). Berdasarkan truss morfometrik dapat memperlihatkan perbedaan antara populasi Rokan dengan dua populasi lainnya. Karakter penciri ikan kelabau berdasarkan nilai signifikansi wilk-lambda tinggi yaitu karakter A5, A2, A6, B1 dan D4. Karakter yang mendominasi dari bagian kepala hingga ekor. Hasil keragaman genetik menunjukan tingginya keragaman haplotype 0,89 di Siak, 0,76 di Rokan dan 0,21 di Kampar. Keragaman nukleotida 0,00214 di Siak, 0,00187 di Rokan dan 0,00056 di Kampar. AMOVA menunjukkan 89,46% variasi terjadi dalam populasi dan 10,54% variasi terjadi diantara populasi, kelabau merupakan ikan yang tidak bermigrasi dan telah mengalami diferensiasi (ditunjukkan dengan Tajima’s D dan Fu’s). Analisis filogenetik menunjukkan bahwa terdapat 20 haplotype dengan haplotype dominan Hap4 dan Hap5. Hasil identifikasi ikan kelabau secara morfologi dan molekuler adalah Osteochilus melanopleurus. Informasi penting ini berguna untuk merancang perbaikan terkait staregi domestikasi dan konservasi genetik O. melanopleurus di Sungai Kampar, Siak dan Rokan Provinsi Riau Indonesia.