Ilmu Pertanian (S3)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Pertanian (S3) by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 88
Results Per Page
Sort Options
Item MODEL KEMITRAAN KLASTER AGRIBISNIS CABAI MERAH UNTUK MENGELOLA RISIKO(2011) SRI AYU ANDAYANI; Tomy Perdana; Lies SulistyowatiKolaborasi diantara pelaku dan pendukung seharusnya dapat menunjang program pengembangan klaster cabai merah di Kabupaten Garut, namun sampai sejauh ini dari hasil kerjasama yang sudah berjalan sejak tahun 2011 belum dapat memberikan kepuasan bagi semua pihak yang terlibat. Dalam klaster cabai merah masih terdapat permasalahan yang mengindikasikan berbagai risiko. Fenomena permasalahan di atas memunculkan pertanyaan penelitian yaitu kolaborasi kemitraan yang bagaimana yang dapat mengelola risiko yang terjadi pada klaster yang dapat meningkatkan pendapatan petani cabai merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dari risiko yang terjadi dan keterkaitan dari risiko-risiko itu, selain itu penelitian ini juga menghasilkan suatu model kemitraan yang mampu mengelola risiko yang terjadi. Dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan, penelitian ini menggunakan soft system dynamics methodology (SSDM) yang merupakan pendekatan pemodelan berpikir sistemik yang dapat memahami situasi yang belum terstruktur dan memuat berbagai komponen dan hubungan diantaranya yang menggunakan hubungan sebab akibat (causal) sebagai dasar dalam memahami perilaku yang dinamis dari sebuah sistem yang kompleks dalam mengkaji risiko yang terjadi pada klaster cabai merah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan bahwa risiko produksi masih terjadi yang dapat mempengaruhi pada pasokan cabai merah ke industri yang tidak sesuai dengan kontrak perjanjian juga kualitas cabai merah yang belum sesuai dengan harapan. Hal ini memicu pada terjadinya risiko pasar dan kelembagaan karena saling terkait dalam suatu sistem juga akibat dengan terbatasnya sumber daya petani cabai merah dan kurangnya dukungan dari berbagai pihak yang terlibat dalam klaster. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa klaster cabai merah terindikasi adanya risiko produksi, risiko pasar, dan risiko kelembagaan yang terakumulasi dalam risiko keuangan. Dalam upaya pengelolaan risiko yang terjadi, penelitian ini mengajukan tiga kebijakan/skenario yaitu: (1) kebijakan teknologi naungan rainshelter, (2) kebijakan pengalihan piutang melalui perusahaan anjak piutang, dan (3) kebijakan Asuransi kerugian pertanian. Dalam mengelola risiko produksi yang terjadi, penggunaan teknologi naungan rainshelter secara efektif memberikan dampak positif dari segi kuantitas juga dapat meningkatkan kualitas on grade. Dengan skenario kebijakan pengalihan piutang melalui anjak piutang (factoring), dan menghilangkan struktur piutang, kas petani meningkat sehingga likuiditas petani semakin baik dalam melaksanakan usahatani cabai merah. Dengan skenario asuransi pertanian sebagai salah satu komponen penting dalam manajemen risiko, likuiditas petani cabai merah cenderung meningkat dalam jangka panjang sehingga keberlanjutan usahatani cabai merah terus berlangsung. Dalam upaya mengembangkan klaster cabai merah, model kemitraan yang dapat diterapkan untuk mengelola risiko adalah model inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan secara efisien dan berkelanjutan. Penerapan model tersebut seyogyanya didukung dengan penguatan kelembagaan didalamnya serta kolaborasi yang lebih baik dari berbagai pihak yang terkait dalam klaster cabai merah. KataItem ADAPTASI DAN KUALITAS BIJI ENAM GENOTIP HANJELI (Coix lacryma-jobi L.) ANDALAN DI TIGA LOKASI SENTRA PRODUKSI(2012) ASEP HIDAYAT; Anni Yuniarti; Tati NurmalaABSTRAK Adaptasi dan Kualitas Biji Enam Genotip Hanjeli (Coix lacryma jobi L.) Andalan di Tiga Lokasi Sentra Produksi. di Bimbing oleh : Tati Nurmala, Anne Nuraini dan Anni Yuniarti. Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) merupakan tanaman serealia dari family Gramineae yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pakan. Keragaman plasma nutfah perlu dijaga kelestariannya, salah satu upaya dengan membudidayakan hanjeli pulut terseleksi mempergunakan 6 genotip dan memanfaatkan biji hanjeli sebagai pangan bergizi. Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan genotip hanjeli pulut yang berdaya hasil tinggi, berdaptasi luas atau spesifik, pengaruh interaksi genotip dengan ZPT dan sebagai informasi genotip yang unggul. Percobaan dilaksanakan dari bulan Juni 2014-Mei 2015 di tiga lahan kering petani sebagai sentra produksi yaitu di lokasi Punclut Bandung Barat, Cilayung Jatinangor dan Rancakalong Sumedang, dengan ketinggian tempat masing-masing 900 m, 850 m dan 850 m dari atas permukaan laut dan ordo tanah di tiga lokasi adalah Andisol, Ultisol dan Inceptisols. Rancangan percobaan yang digunakan dalam adaptasi adalah Rancangan Acak Kelompok dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yaitu genotip (G9, G26, G37, G38, G44, G45). Uji homogenitas ragam galat semua lokasi menggunakan metode Bartlett dengan prinsip uji kecocokan Chi-Square dan uji model analisis AMMI. Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengaruh ZPT di Punclut, Cilayung dan Rancakalong yaitu rancangan petak terbagi (Split-plot design) dengan dua faktor perlakuan yang terdiri dari 6 taraf perlakuan genotip hanjeli pulut dan 3 taraf perlakuan giberelin dan paklobutrazol dengan empat kali ulangan. Berdasarkan hasil karakterisasi kimia biji genotip 9 memiliki kandungan karbohidrat (61,91%). G37 memiliki kandungan kadar air (12,22%) serta kadar protein (13,43%), G44 memiliki kadar abu (1,86%) dan kadar lemak (4,96%). Berdasarkan hasil penelitian pengaruh ZPT menunjukkan terjadi interaksi antara pemberian giberelin dan 6 genotip hanjeli terhadap bobot biji per rumpun, bobot biji per plot, bobot biji per hektar, jumlah srisip per batang, biomasa, bobot akar, volume akar dan indeks panen. Hasil terbaik di Punclut pada perlakuan genotip 38 (5,85) ton/ha pada konsentrasi giberelin 12 mL/L, di Cilayung terbaik pada perlakuan genotip 38 (3,08) ton/ha pada konsentrasi paklobutrazol dan 4,09 ton/ha pada konsentrasi giberelin dan paklobutrazol 12 mL/L. karena menunjukkan bobot biji per rumpun, per plot tertinggi.Item DAMPAK PEMBUANGAN LIMBAH DARI DALAM DAN DARI LUAR KAMPUS UNPAD TERHADAP PERUBAHAN KUALITAS AIR (SIFAT FISIKA, KIMIA DAN BIOLOGI) DI CEK DAM UNPAD DAN SUNGAI CIKUDA(2013) RAMZY AHMED YOUSIF ELHUSSIEN; Yayat Dhahiyat; SunartoPenelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dampak dari kegiatan di kampus Universitas Padjadjaran (UNPAD) terhadap kualitas air sebagai akibat dari masuk dan pembuangan limbah laboratorium, kantin, aktivitas pertanian dan domestik yang masuk ke Cek dam UNPAD dan Sungai Cikuda, sampel air pada titik yang dipilih dianalisis untuk pH berkisar dari 5.45- 8.97, DO 4.3-8.9 mg L-1, BOD 0.27 - 15.78 mg L-1, PO4 0.080-0.611 mg L-1, NH3-N 0.0001-1.150 mg L-1, NO3-N 0.333-2.820 mg L-1. Distribusi spasial dan temporal plankton dipelajari secara rinci. 46 genera fitoplankton dan 43 genera komunitas zooplankton. Spesies fitoplankton yang dominan selama periode penelitian adalah Bacillariophyceae. Sedangkan di antara zooplankton, Crustacea dan Rhizopoda berfluktuasi dengan perubahan suhu dan fitoplankton kepadatan komposisi fitoplankton ditunjukan selama musim kemarau. Konsentrasi Pb, Zn dan Mn ditemukan dalam beberapa jaringan ikan lele (Clarias gariepinus) dan ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dikumpulkan dari Cek dam UNPAD. Kadar logam di otot dan hati adalah sebagai berikut: Pb: 38,02-16,99 mg kg-1, Zn: 104,35-61,10 mg kg-1 dan Mn: 12,03-21,84 mg kg-1 Secara keseluruhan, konsentrasi logam berat ditemukan dalam jaringan ikan di bawah batas aman yang disarankan oleh berbagai otoritas. Konsentrasi logam berat dalam air berada di atas batas yang diperbolehkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Histopatologi hati dan otot ikan dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kualitas air memiliki dampak negatif pada histopatologi organ dari ikan. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh sejumlah besar air drainase terkontaminasi yang dibuang dari Kampus Unpad. Jadi perlu untuk menangani air drainase di masing-masing fakultas sebelum memasuki ke Cek dam UNPAD. Kata Kunci: Polusi, Kualitas Air, Logam berat, Cek dam UNPAD, Sungai Cikuda.Item MODEL PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL (Suatu Kasus di Provinsi Jawa Barat)(2013) E. HERMAN KHAERON; Yuyun Yuwariah; SudarjatDiversifikasi pangan merupakan keniscayaan, karena permintaan pangan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, perubahan iklim dan konversi lahan yang tidak memungkinkan bagi pemenuhan dengan mengandalkan keseragaman dan impor pangan. Kebijakan diversifikasi pangan telah sejak lama digulirkan, namun parsial dan insidental, akibatnya kebijakan berjalan tidak efektif dan gagal. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model pengembangan diversifikasi pangan yang lebih berkelanjutan yang dapat menjamin terwujudnya ketahanan pangan berkelanjutan. Penelitian ini juga melakukan analisis terhadap hasil survey kinerja diversifikasi dan faktor dominan yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan terhadap 500 responden di Jawa Barat menggunakan analisis Structural Equation Model (SEM). Hasil penelitian menunjukkan kinerja diversifikasi pangan termasuk kuat pada pola produksi, nilai konsumsi dan pola distribusi. Meskipun pola konsumsi dan rata-rata konsumsi pangan cenderung tinggi yaitu 68,89% dan 68,80%, namun belum mencerminkan diversifikasi pangan karena cenderung seragam pada komoditas beras dan gandum. Pola distribusi dan pola produksi pangan masyarakat juga belum mendukung diversifikasi pangan karena cenderung fokus pada komoditas padi dan jagung. Model pengembangan diversifikasi pangan yang ditawarkan adalah yang demokratis berbasis komunitas, melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan referensi model kemandirian lokal atau pengembangan model baru (prototype). Strategi pengembangan diversifikasi pangan antara lain melalui adopsi investasi diversifikasi pangan berbasis komunitas, pendekatan multihelix model, pendekatan sistem agribisnis terintegrasi, inovasi pangan dan kelembagaan pangan. Kata Kunci : Pangan, Diversifikasi, Structural Equation Model, Kebijakan, DemokratisItem FORMULASI PUPUK HAYATI P DAN AMELIORAN ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P, EFISIENSI PEMUPUKAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG PADA EKOSISTEM LAHAN KERING DI JAWA BARAT(2013) ANGGI JINGGA; Tualar Simarmata; Benny JoyBakteri pelarut fosfat merupakan bakteri yang berperan dalam proses transformasi unsur P dengan cara mengubah kelarutan senyawa fosfat anorganik, meningkatkan mineralisasi senyawa organik dengan melepaskan fosfat anorganik, mendorong proses oksidasi dan reduksi senyawa fosfat anorganik. Penelitian ini mengkaji pemanfaatan Bakteri pelarut fosfat (BPF) dan amelioran organik untuk meningkatkan P-tersedia, efisiensi pupuk P dan hasil tanaman jagung pada ekosistem lahan kering. Penelitian dilakukan melalui empat tahap percobaan dari bulan Juli 2016 sampai dengan Maret 2018. BPF diisolasi dari ekosistem lahan kering dari 5 lokasi yaitu Garut, Majalengka, Tasikmalaya, Bandung dan Sumedang. Selanjutnya dilakukan uji hayati dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) 6 perlakuan dan 5 ulangan, uji viabilitas pada carrier yang berbeda dan formulasi konsorsium BPF dan amelioran organik dilakukan di Unit Kerja Bintang Asri Arthauly, Laboratorium Biologi Tanah Faperta Unpad dan Laboratorium Biogen. Hasil penjaringan BPF dari ekosistem lahan kering diperoleh isolat unggul yang teridentifikasi yaitu Bulkholderia vietnamiensi, Enterobacter ludwigii dan Citrobacter amalonaticus. Uji viabilitas dan bioassay menunjukkan BPF dengan komposisi carrier a3 (gambut 50% + kompos kotoran ayam 20% + biochar tempurung kelapa 20% + aditif 10%) memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, panjang akar, dan berat kering akar dengan dosis 5,6 kg ha-1. Aplikasi konsorsium BPF (Bulkholderia vietnamiensi, Enterobacter ludwigii dan Citrobacter amalonaticus) dengan dosis 5,6 kg ha-1 dan amelioran organik dengan dosis 5 ton/ha mampu meningkatkan efisiensi pemupukan hingga 100% dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung secara signifikan.Kata kunci: Bakteri Pelarut Fosfat (BPF), Amelioran Organik, Jagung, Ultisols.Item DAMPAK LIMBAH KEGIATAN KARAMBA JARING APUNG (KJA) TERHADAP KARAKTERISTIK BIOLOGIS IKAN ENDEMIK DI SEKITAR KJA WADUK KOTO PANJANG, RIAU(2014-11-04) ENI SUMIARSIH; Otong Suhara Djunaedi; ZahidahBahan pencemar organik maupun anorganik di Waduk Koto Panjang berasal dari daerah aliran sungai (DAS) dan kegiatan KJA. Pada kegiatan budidaya KJA pakan diberikan terus menerus, akibatnya ada makanan yang tidak termakan dan terbuang ke perairan sehingga mempengaruhi kondisi perairan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak KJA terhadap karakteristik biologis ikan endemik yang hidup di sekitar KJA tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2012 – November 2013. Pada penelitian ini ditetapkan 5 stasiun, dimana St1 dan St 2 pada area natural (tidak ada KJA), sedangkan St3, St4 dan St5 di areal KJA. Pengamatan parameter kualitas air dilakukan selama setahun. Pengamatan ikan endemik dilakukan dengan melakukan penangkapan ikan selama 24 jam (interval 1 jam) dengan ulangan 3 kali. Ikan ditangkap menggunakan gill net serta jala, dan kemudian dipelajari aspek biologisnya seperti jenis dan kelimpahan, analisis isi lambung, lingkaran pertumbuhan pada otolith, struktur jaringan usus dan biologi reproduksinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa O2 terlarut, CO2 bebas, Amoniak, Nitrat, Fosfat dan kelimpahan fitoplankton di area natural lebih rendah daripada di areal KJA. Pada penelitian ini ikan yang tertangkap terdiri dari 30 jenis dan yang paling banyak adalah ikan kapiek (Puntius schwanenfeldii). Isi lambung ikan kapiek di areal natural adalah debris (96,4%) dan di areal KJA berupa pelet ikan (94,8%), menunjukkan bahwa ikan tersebut bersifat opportunis. Ikan yang hidup di sekitar karamba mempunyai bobot yang lebih berat daripada ikan dari areal natural. Dinding usus ikan kapiek dari areal KJA lebih tebal dengan villi yang lebih panjang. Pada otolith ikan kapiek dari areal KJA tidak terdapat lingkaran gelap di otolith, sedangkan pada otolith ikan kapiek dari areal natural dijumpai 1 atau 2 lingkaran gelap. Biologi reproduksi ikan kapiek tidak dipengaruhi oleh KJA. Fakta ini menunjukkan bahwa ikan kapiek mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bio-stabilisator untuk mengelola kualitas perairan di KJA di perairan tawar. Key words : Puntius schwanenfeldii, bio-stabilisator, Waduk Koto Panjang, karakteristik biologis, karamba jaring apungItem MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA GLASS EEL (Anguilla bicolor bicolor Mc.Clelland,1844) BERKELANJUTAN DI SUKABUMI, JAWA BARAT INDONESIA(2015) INE MAULINA; Achmad Rizal; JuniantoDinamika dari sumber daya glass eel pada dasarnya dapat digambarkan dari hasil tangkapan yang berubah-ubah sebagai fungsi dari input produksi dan output yang dihasikan sebagai proses dari usaha penangkapan ikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran model pengelolaan sumberdaya glass eel (Anguilla bicolor bicolor) berkelanjutan yang sampai sekarang belum tersentuh kebijakan yang komperehensif menyangkut parameter biologi sumber daya ikan sidat dan kegiatan ekonomi dari pemanfaatannya. Tujuan khusus penelitian ini adalah menilai indeks dan status keberlanjutan ketersediaan glass eel di Sukabumi Jawa barat melalui pendekatan Rapfish serta mengidentifikasi atribut sensitif yang berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan pada masing-masing dimensi melalui leverage analysis, serta analisis prospektif untuk menentukan peubah dominan yang sangat berpengaruh terhadap sistem ketersediaan glass eel. Menganalisis nilai hasil tangkapan aktual, optimal (MEY), lestari (MSY) dan rente sumberdaya perikanan pada pemanfaatan sumber daya glass eel di perairan pesisir Sukabumi, dengan menggunakan model bioekonomi Copes dan dampak kesejahteraan bagi nelayan. Menganalisis model distribusi rantai pasokan, margin keuntungan dan nilai tambah serta merumuskan instrumen kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan glass eel berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan indept interview. Alat analisis yang dipakai adalah pendekatan teknik RAPFISH, model bioekonomi Gordon – Shaefer dan bioekonomi Copes, Analisis Regresi dan analisis margin dan nilai tambah pemasaran. Serta analisis instrument kebijakan menggunakan Data Envelopment Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Status perikanan sidat di pesisir Kabupaten Sukabumi berdasarkan kondisi eksisting diperoleh nilai indeks keberlanjutan perikanan (IKP) sebesar 46,96 % termasuk dalam status kurang berkelanjutan “Less Sustainable” selang nilai 25,01-50. Analisis Rapfish terhadap keberlanjutan sumberdaya glass eel dengan parameter perbedaan zonasi daerah penangkapan. Menunjukkan nilai indeks tertinggi pada zonasi B yaitu daerah penangkapan di muara Sungai Cimandiri. Pengevaluasian terhadap status keberlanjutan pengelolaan perikanan sidat dengan pandangan yang komprehensif yaitu mencakup kelima dimensi yaitu; dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan etik. Peningkatan status keberlanjutan dari kurang berlanjut kearah status berlanjut dapat melalui beberapa arahan kebijakan yang sesuai dengan perbaikan dari atribut yang memiliki daya ungkit tinggi. Pemanfaatan sumberdaya glass eel dengan hasil tangkapan aktual rata-rata berdasarkan data asli maupun data terkoreksi (138965 trip) belum melewati tingkat upaya pada kondisi MSY, Kebijakan rezim pengelolaan berkelanjutan melalui implementasi MEY akan menghasilkan surplus pemerintah sebesar Rp 2.063.560.160,- per tahun, dengan harga glass eel rata-rata Rp, 874.718,871 per kg. Salah satu upaya regulasi adalah diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2009 yang melarang ekspor ikan sidat ukuran di bawah 100 g dan atau berdiameter 2,5 cm. Secara tidak langsung membuka peluang usaha baru dan kesempatan kerja di sektor perikanan melalui sistem budidaya yang memiliki nilai tambah 112,3 persen pada peningkatan ukuran pemasaran benih sidat. Rata-rata skor CU selama periode 2004-2018 adalah 0,88 yang mengindikasikan bahwa selama periode tersebut perikanan beroperasi 88 % dari kapasitas optimal. Upaya menjaga kelestarian ikan sidat adalah adanya kesepahaman dan perhatian secara lintas sektoral. Pengelolaan sumber daya alam yang diusulkan pada perikanan tangkap glass eel ini adalah Community Based Fisheries Management atau pengelolaan berbasiskan masyarakat.Item PERTUMBUHAN GULMA DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS SINTANUR PADA TEKNOLOGI INTENSIFIKASI PADI AEROB TERKENDALI BERBASIS ORGANIK (IPAT-BO) DENGAN BERBAGAI CARA PENGAIRAN DAN JARAK TANAM SERTA PENGENDALI(2015-07-13) MERRY ANTRALINA; Tualar Simarmata; Yuyun YuwariahDua percobaan lapangan untuk mempelajari pertumbuhan gulma pada penanaman padi berbasis teknologi hemat air (IPAT-BO) guna menentukan cara pengendalian gulma yang dapat menekan kehilangan hasil telah dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai Juli 2014 di lahan sawah Gabungan Kelompok Tani Sadang Mukti Kampung Sadang Sari Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Jawa Barat yang terletak pada ketinggian 668 m di atas permukaan laut, jenis tanah Inceptisol, curah hujan rata-ratanya adalah 2273,7 mm per tahun, tipe iklim C3 menurut Klasifikasi Oldeman (1975). Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah benih padi varietas Sintanur. Percobaan pertama untuk mempelajari pengaruh cara pengairan dan jarak tanam yang berbeda terhadap pertumbuhan gulma dan hasil tanaman padi berbasis teknologi IPAT-BO, menggunakan Rancangan Petak Terpisah dengan 3 ulangan, dengan petak utama cara pengairan, yang terdiri dari empat taraf, yaitu : Cara pengairan konvensional (tergenang 3-5 cm di atas permukaan tanah selama pertumbuhan tanaman), Pengairan secara IPAT-BO dengan batas minimal -5 cm, -10 cm dan -15 cm di bawah permukaan tanah. Anak petak adalah jarak tanam, yang terdiri dari empat rataf yaitu : (30 x 25) cm, (30 x 30) cm, (30 x 35 ) cm, dan (35 x 35 ) cm. Percobaan kedua untuk mempelajari pengaruh cara pengendalian gulma yang berbeda pada perlakuan yang memberikan hasil terbaik pada penelitian satu (cara pengairan secara IPAT-BO dengan batas minimal -5 cm di bawah permukaan tanah dan jarak tanam 35 cm x 35 cm) terhadap pertumbuhan gulma dan hasil tanaman padi sawah. yang terdiri dari 5 perlakuan (tanpa disiangi, pengendalian secara manual pada umur 15 dan 45 HST, menggunakan herbisida campuran penoxsulam + cyhalofop-butyl pada umur 15 HST, menggunakan herbisida bispyribac-sodium pada umur 15 HST, dan menggunakan herbisida campuran metil metsulfuron + 2,4 D garam natrium pada umur 15 HST) dan diulang 3 kali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: Cara pengairan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan gulma, dimana gulma yang tumbuh dominan pada pengairan secara konvensional pada seluruh jarak tanam yang dicoba di umur 20, 40 dan 60 HST masing-masing adalah L. octovalvis, P. oleracea dan A. sessilis (L.), sedangkan pada pengairan secara IPAT-BO adalah L. octovalvis, F. milliacea, dan E. cruss-galli. Interaksi antara cara pengairan sampai batas minimal -5 cm di bawah permukaan tanah dan jarak tanam 35 cm x 35 cm memberikan hasil gabah kering giling terbaik dibanding perlakuan yang lain (memberikan kenaikan hasil 57,73 % dibandingkan dengan pengairan secara konvensional). Pengendalian gulma menggunakan herbisida berbahan aktif 2.4 D + Methyl metsulfuron memberikan hasil yang terbaik terhadap penekanan pertumbuhan gulma dan hasil tanaman padi dibandingkan perlakuan yang lainnya (meningkatkan hasil tanaman padi 47,97 % dibanding pengendalian gulma secara manual). Kata Kunci : pertumbuhan gulma, hasil padi, pengaturan pengairan, jarak tanam, pengendalian gulma, IPAT-BO.Item INOKULASI MIKROBA PELARUT FOSFAT INDEGENUS DAN KOMBINASI AMELIORAN DAN PUPUK P TERHADAP SERAPAN FOSFAT, PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT DAN EMISI CO2 PADA TANAH GAMBUT(2015-07-13) IDA NUR ISTINA; Benny Joy; Tidak ada Data DosenDelapan puluh persen luasan lahan gambut di Indonesia berpotensi dimanfaatkan sebagai lahan pertanian potensial di masa depan, walaupun demikian terdapat beberapa masalah seperti sifat kering tidak balik, derajat kemasaman tanah yang tinggi, kandungan asam fenolat yang bersifat meracun dan tidak tersedianya hara bagi tanaman. Perbaikan karakteristik biologi tanah gambut khususnya inokulasi mikroba pelarut fosfat diduga dapat meningkatkan produktifitas tanah gambut. Penelitian dilakukan di Kabupaten Pelalawan dari Juni 2013 sampai Maret 2014 untuk mendapatkan mikroba pelarut fosfat indegenus unggul asal gambut Saprik Riau dan mengetahui kemampuannya dalam mensubstitusi asupan pupuk khususnya P di lahan gambut. Percobaan dilakukan dalam 3 tahapan yaitu eksplorasi mikroba pelarut fosfat indegenus menggunakan medium selektif, karakterisasi isolat baik morfologi maupun aktivitasnya dalam pelarutan P serta uji keefektifannya untuk meningkatkan pertumbuhan dan menurunkan emisi CO2. Hasil eksplorasi diperoleh 9 jenis bakteri dan 8 jenis fungi pelarut fosfat potensial yang dua diantaranya unggul dalam melarutkan fosfat yaitu Burkholderia gladioli dan Penicillium aculeatum. Inokulasi masing-masing isolat terseleksi tersebut dalam kombinasinya dengan kompos TKKS dan pupuk P meningkatkan secara nyata serapan P, namun tidak secara nyata pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dan emisi CO2. Aplikasi Burkholderia gladioli dalam kombinasinya dengan 75 % pupuk P standar atau Penicilium aculeatum dikombinasikan dengan 50 % pupuk P standar menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik. Bagaimanapun juga penggunaan MPF dapat meningkatkan sequestrasi CO2 di lahan gambut. Kata kunci : tanah gambut, mikroba pelarut fosfat, amelioran, emisi CO2Item BEBERAPA SIFAT KIMIA HISTOSOLS DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL KEDELAI (Glicine max L. Merr) AKIBAT APLIKASI PUPUK HAYATI INDIGENOUS DAN PEMBENAH TANAH(2015-07-13) NURMALA PANGARIBUAN MS; Emma Trinurani Sofyan; Yuyun YuwariahPenelitian untuk mengetahui pengaruh Bradyrhizobium japonicum, Glomus sp. unggul yang diintegrasikan dengan kombinasi pembenah tanah Dolomit dengan Abu Cangkang Sawit (ACS), mempengaruhi sifat kimia tanah dan hasil tanaman kedelai telah dilakukan melalui tiga tahap percobaan dari bulan September 2013 sampai Juni 2014 pada lahan Histosol, desa Sidomulyo Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat. Percobaan pertama dan kedua dilakukan dalam polybag dengan Rancangan Acak Kelompok dan diulang sebanyak tiga kali. Percobaan pertama dilakukan untuk mengisolasi dan mendapatkan mikroorganisme indigenous Bradyrhizobium japonicum dan Glomus sp. unggul. Percobaan kedua untuk mendapatkan kombinasi pembenah tanah Dolomit dengan Abu Cangkang Sawit terhadap komponen pH, NPK potensial, KTK, kation dapat dipertukarkan Ca, Mg, K, Na, KB tanah, pertumbuhan, dan hasil kedelai. Percobaan ketiga dilakukan untuk mengetahui interaksi pupuk hayati Bradyrhizobium japonicum dan Glomus sp. unggul dan campuran Dolomit dan Abu Cangkang Sawit terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai, disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dan diulang tiga kali, dengan pembenah tanah Dolomit (3 t ha-1) dengan ACS (15, 20, 25 ton ha-1), sebagai faktor utama dan pupuk hayati faktor kedua. Hasil percobaan tahap pertama diperoleh mikroorganisme indigenous Bradyrhizobium japonicum dan Glomus sp. unggul, dari contoh tanah desa Sidomulyo. Percobaan kedua menunjukkan bahwa kombinasi Dolomit dan ACS dosis 3 t ha-1dan 15 ton ha-1, berpengaruh meningkatkan pH, menurunkan KTK, meningkatkan N,P, K potensial, kation Ca, Mg, K, dan Na dan KB, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bintil akar, jumlah polong, bobot biji pertanaman. Percobaan lapangan pada tahap tiga menghasilkan bahwa pemberian pupuk hayati unggul dan campuran Dolomit dan ACS meningkatkan jumlah cabang, jumlah polong dan bobot biji kering per petak, jumlah biji perpolong rata-rata 2-3 biji, berat rata-rata 100 biji adalah 11,0 gram, bobot biji kering perpetak tertinggi pada perlakuan adalah 187,72 g petak-1 (a2p3).Item PENURUNAN SIANIDA MENGGUNAKAN METODE SIRUK (Sirkulasi berpengaduk) PADA KACANG KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) SEBAGAI BAHAN BAKU TAKARO(2015-07-14) TANTAN WIDIANTARA; Roni Kastaman; Imas Siti SetiasihKacang koro pedang (Canavalia ensiformis) merupakan sumber protein nabati yang cukup tinggi, dengan kisaran rata-rata kandungan protein 20-sampai 27 %, jumlah ini dinilai mendekati kandungan protein pada kedelai. Kacang Koro pedang merupakan komoditas lokal yang berpotensi sebagai sumber pangan alternatif, untuk menjadi produk-produk olahan pangan. Salah satu kelemahan kacang koro pedang adalah, kandungan sianida dalam bentuk glukosida sianogenik yang dapat terurai menjadi asam sianida yang bersifat racun, yang menghambat pengembangan, pengolahan serta pemanfaatan sumber protein nabati ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menurunkan kandungan sianida pada kacang koro pedang menggunakan metode baru, yaitu SIRUK (sistem sirkulasi berpengaduk), sehingga kacang koro dapat dimanfaatkan menjadi sumber protein nabati melalui formulasi pembuatan TAKARO (tahu kacang koro). Pemanfaatan kacang koro tersebut diharapkan merupakan potensi subsitusi terhadap kedelai, sehingga ketergantungan pemenuhan kedelai import dapat dikurangi. Penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan yaitu ; (1). Penentuan genotip kacang koro, (2). Rancang bangun alat penurun sianida metode SIRUK (sistem sirkulasi berpengaduk), (3) Penurunan sianida kacang koro menggunakan alat penurun sianida metode SIRUK, (4). Pembuatan TAKARO (Tahu Kacang Koro). Penelitian menghasilkan penetapan kode JAV I sebagai kacang koro terpilih, dengan kandungan sianida 67,50 %, protein 23,12 % karbohidrat 52,68 %, lemak 2,96 %, serta air 13,73%. Penurunan sianida yang efektif dan efisien menggunakan metode SIRUK, adalah sebesar 83,97 % dengan kecepatan putaran pengaduk 180 rpm dan lama proses 4,5 jam. Kalsium sulfat dan asam sitrat merupakan koagulan yang digunakan dalam pembuatan TAKARO, yang kemudian diuji dengan metode duo trio terhadap tahu kedelai. Pengujian ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata, pada atribut warna, rasa aroma dan tekstur. Berdasarkan asumsi 30 % subsitusi kacang koro terhadap kebutuhan kedelai/tahun, secara ekonomi dapat menghemat pengeluaran sebesar Rp. 3.300.000.000.000,-/tahunItem SISTEM TRIO TATA AIR SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI PADI SAWAH PASANG SURUT (Survei pada Petani Padi Sawah Pasang Surut di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau)(2015-07-30) SYAFRINAL; Yosini Deliana; Tuhpawana P. SendjadjaPemanfaatan air pasang surut sebagai sumber air untuk kegiatan usahatani padi sawah di Kabupaten Indragiri Hilir belum terkelola dengan baik, sehingga pencapai keberhasilan usahatani guna memperoleh tingkat kesejahteraan petani belum terwujud. Untuk mencapai keberhasilan usahatani padi sawah dan tingkat kesejahteraan petani di Kabupaten Indragiri Hilir, maka dilakukan pembangunan pertanian yang mengarah kepada cara pengelolaan air pasang surut yang dikenal dengan “Sistem Trio Tata Air” (STTA). Untuk itu dilakukan penelitian yang berjudul “Sistem Trio Tata Air Serta Pengaruhnya terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani Padi Sawah Pasang Surut”. Penelitian ini bertujuan : 1) mengetahui pengaruh secara parsial masing-masing faktor yakni; sistem trio tata air, faktor internal petani, faktor eksternal petani nonkebijakan pemerintah, dan faktor eksternal petani berkebijakan pemerintah terhadap keberhasilan usahatani padi sawah pada daerah pembangunan sistem trio tata air, 2) mengetahui pengaruh secara simultan sistem trio tata air, faktor internal petani, faktor eksternal petani nonkebijakan pemerintah, dan faktor eksternal petani berkebijakan pemerintah terhadap keberhasilan usahatani di lahan pasang surut, 3) mengetahui pengaruh keberhasilan usahatani terhadap tingkat kesejahteraan petani padi sawah pada daerah pembangunan sistem trio tata air, dan 4) mengetahui pengaruh sistem trio tata air terhadap tingkat kesejahteraan petani padi sawah pasang surut. Penelitian dilakukan dengan metode survei, teknik pengambilan sampel dilakukan secara Multiple Cluster Sampling dengan jumlah responden 230 orang dari 7 kelompok tani. Penelitian ini dilakukan dari Januari 2013 hingga Maret 2015. Metode analisis dilakukan secara dekriptif dan verifikatif dengan menggunakan model SEM (Structural Equation Modelling) dan pengolahan data dilakukan dengan memakai program LISREL 8.70. Hasil penelitian menunjukkan : 1) secara parsial masing-masing faktor yakni; sistem trio tata air, faktor internal petani, faktor eksternal petani nonkebijakan pemerintah, dan faktor eksternal petani berkebijakan pemerintah berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani padi sawah pasang surut, 2) secara simultan sistem trio tata air, faktor internal petani, faktor eksternal petani nonkebijakan pemerintah, dan faktor eksternal petani berkebijakan pemerintah berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani, 3) keberhasilan usahatani berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani, dan 4) sistem trio tata air berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani padi sawah pasang surut. Kata Kunci : keberhasilan usahatani, kesejahteraan, sawah pasang surut, trio tata air, usahatani padi.Item MODEL SISTEM DINAMIK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SPESIFIK WILAYAH DALAM PENANGANAN PASCA PANEN KOMODITI NANAS (Studi Kasus di Kabupaten Subang)(2015-08-02) AGUS TRIYONO; Tomy Perdana; Nurpilihan BafdalIndikator keberhasilan dalam pengembangan teknologi spesifik wilayah di usaha kecil dan menenggah (UKM) adalah peningkatan nilai tambah. Sebagian besar UKM menggunakan teknologi sederhana dan tingkat kemampuan memproduks i produk yang mempunyai nilai tambah rendah. Pengkajian dengan menggunaka n metoda permodelan sistem dinamik untuk mengkaji berbagai faktor yang mempengaruhi pengembangan teknologi spesifik wilayah dalam penanganan pascapanen komoditi nanas di kabupaten Subang. Hasil kajian menemukan faktor- faktor yang paling berpengaruh (leverage) dalam peningkatan adopsi teknologi spesifik wilayah untuk meningkatkan kemampuan UKM dalam memproduks i produk olahan nanas baru yang mempunyai nilai tambah tinggi, yaitu; (1) Kemampuan termasuk kesiapan SDM pengelola UKM, (2) Penguasaan (adopsi) teknologi termasuk sarana produksi, (3) Dukungan kebijakan akses permodalan untuk UKM. Hasil simulasi skenario adalah dengan memberikan stimulus pada; (1) Peningkatan kemampuan pengelola UKM melalui pelatihan, sehingga pendapatan pengusaha UKM naik mencapai sekitar 13 persen. (2) Peningkatan adopsi teknologi yang tepat, melalui kebijakan pemerintah dalam meningkatkan alokasi dana riset pengembangan teknologi, maka pendapatan pengusaha UKM naik hampir 100 persen, (3) Meningkatkan akses permodalan, dengan meningkatka n alokasi anggaran peminjaman untuk pengembangan UKM, sehingga pendapatan pengusaha UKM meningkat naik sekitar 14 persen (4) Peningkatkan kemampuan adopsi teknologi, sehingga pendapatan pengusaha UKM naik sekitar 12 persen.Item RANCANG BANGUN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI BALI DI KABUPATEN BELU DAN MALAKA, NUSA TENGGARA TIMUR(2015-08-12) MARIA KROVA; Dadi Suryadi; Rochadi TawafSapi Bali merupakan salah satu komoditi unggulan yang diusahakan oleh sebagian besar peternak di Kabupaten Belu dan Malaka, Provinsi NTT. Hingga saat ini telah banyak model pengembangan yang diterapkan namun hasilnya belum optimal. Kini Bank Indonesia telah menginisiasi model klaster untuk pengembangan berbagai komoditi dan salah satunya adalah sapi Bali. Secara konseptual, klaster bermakna mengkonsentrasikan secara geografis semua kegiatan atau subsistem-subsistem yang terkait dalam rantai pasok sistem agribisnis sapi Bali suatu wilayah.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: memahami interaksi antar pelaku yang terlibat di dalam kelompok, mengkaji komponen pembentuknya, memahami kemampuan klaster untuk mengembangkan agribisnis sapi Bali, masukan bagi rancangan kebijakan yang dibutuhkan untuk merekayasa kelompok menjadi klaster, dan rancang ulang model kelompok bakal klaster yang mampu mengembangkan agribisnis sapi Bali. Metodologi dinamika sistem telah digunakan sebagai suatu pendekatan pemodelan dengan dasar berpikir sistemik. Pemodelan ini didasarkan pada kompleksitas hubungan sebab akibat antara komponen dalam klaster.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok bakal klaster untuk pengembangan agribisnis sapi Bali belum melibatkan multi-stakeholder sehingga layanan stakeholder belum optimal. Selain itu, terdapat tujuh komponen penting dalam klaster untuk pengembangan agribisnis sapi Bali, yaitu: pasar, keuangan, konsentrasi geografis, pembelajaran inovasi dan teknologi, peternak anggota klaster baru, input produksi serta kelembagaan klaster. Kelompok bakal klaster juga belum mampu mengembangkan agribisnis sapi Bali karena permasalahan dalam subsistem budidaya, yaitu: masih rendahnya calf crop dan masih tingginya risiko produksi telah berdampak pada rendahnya produktivitas. Permasalahan lainnya adalah rendahnya dukungan kelembagaan terkait untuk pembelajaran inovasi dan teknologi. Oleh karena itu, skenario kebijakan untuk meningkatkan calf crop, menekan kematian melalui teknologi suplementasi pakan, serta inovasi kelembagaan koperasi dimodelkan untuk mengetahui perilakunya. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan yang diusulkan dapat meningkatkan populasi, baik karena meningkatnya calf crop maupun menurunnya tingkat kematian. Sedangkan kebijakan inovasi kelembagaan koperasi mampu meningkatkan keuntungan peternak. Dengan demikian, rekayasa model kelompok bakal klaster untuk pengembangan agribisnis sapi Bali di Kabupaten Belu dan Malaka dapat dilakukan melalui inovasi teknologi dan kelembagaan.KATA KUNCI: kelompok, klaster, sapi, sistem, agribisnisItem KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN BANDUNG(2015-09-10) IVAN CHOFYAN; Maman Haeruman Karmana; Hepi HapsariKabupaten Bandung sebagai salah satu daerah penghasil padi di Jawa Barat memiliki kepentingan yang kuat dalam mempertahankan lahan sawah. Akan tetapi alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bandung terus terjadi dengan berbagai faktor penyebab. Selama tujuh tahun yang dimulai dari Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2011 telah terjadi alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bandung seluas 1.270,267 hektar, dengan rata-rata pengurangan 181,47 hektar/tahun atau sebesar 0,44 %/tahun. Keadaan seperti ini memunculkan pertanyaan apakah alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bandung dapat dikendalikan? Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang membentuk struktur fenomena dan keterkaitan antar unsur-unsur tersebut, yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah, dan 2. Merekomendasikan beberapa alternatif kebijakan yang berguna bagi upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah. Dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan, penelitian ini menggunakan system dynamics yang merupakan salah satu metoda berpikir sistem yang bisa melihat berbagai aspek secara integral dan dapat menjelaskan secara struktural fenomena alih fungsi lahan yang terjadi. Dalam studi ini ditentukan 11 skenario yang terdiri dari 5 skenario tunggal dan 6 skenario gabungan. Skenario tunggal terdiri dari skenario dasar, skenario intensitas pertanaman sawah (IPS), skenario standar kebutuhan lahan permukiman (SKLP), skenario diversifikasi pangan (DP), dan skenario penghentian penambahan industri (PI). Sementara skenario gabungan terdiri dari skenario DP-IPS, skenario DP-PI, Skenario DP-SKLP, skenario IPS-PI, skenario IPS-SKLP dan skenario PI-SKLP. Hasil akhir studi ini menyatakan bahwa skenario standar kebutuhan lahan permukiman dapat menghasilkan laju penurunan alih fungsi lahan lebih kecil dan persediaan stok beras yang lebih stabil dibandingkan skenario lainnya. Sementara skenario gabungan yang memperlihatkan stok beras yang lebih stabil adalah skenario IPS-SKLP. Berdasarkan hal tersebut maka kebijakan yang mendukung skenario di atas harus ditetapkan, yaitu kebijakan pembangunan permukiman yang hemat lahan dan penetapan lahan sawah abadi. Kata kunci: alih fungsi lahan, sawah, permukiman, system dynamicsItem RESPONS KELOMPOK PETERNAK TERHADAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI DI KABUPATEN CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT(2015-09-14) STANLY O.B. LOMBOGIA; Ronnie Susman Natawidjaja; Ganjar KurniaProgram swasembada daging sapi (PSDS) merupakan salah satu program pemerintah untuk pembangunan pertanian di pedesaan. Program tersebut sudah 3 kali dicanangkan tetapi belum berhasil. Sensus ternak tahun 2011, menunjukan jumlah populasi ternak sapi 14.824.373 ekor, sudah melebih target nasional dari 14.423.000 ekor. Sebaliknya di Kabupaten Ciamis, populasi ternak sapi baru mencapai 37.397 belum memenuhi target daerah sebesar 38.574 ekor. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respons kelompok peternak terhadap implementasi kebijakan program swasembada daging sapi dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelompok peternak terhadap PSDS di Kabupaten Ciamis. Penelitian ini menggunakan metode survey, dan analisis secara kualitatif dengan pendekatan fenomenologis pada kelompok-kelompok peternak yang dipilih secara purposive sampling. Pada penelitian ini telah memilih 20 kelompok, dan anggota kelompok dijadikan sebagai narasumber dalam penelitian di Kabupaten Ciamis. Sebagai narasumber, para peternak menjelaskan secara holistik tentang proses pemeliharaan ternak didalam kelompok peternak, yang dikaitkan dengan PSDS tahun 2014 di Kabupaten Ciamis. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa perbedaan respons kelompok peternak terhadap program swasembada daging sapi disebabkan oleh tidak meratanya pemberian bantuan, baik dalam bentuk ternak maupun dana, secara metodologi membatasi kemajuan program pembangunan peternakan di pedesaan. Bantuan ternak dan bantuan dana kepada peternak harus disertai pengawasan dalam penggunaannya. Hal tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan peternakan (PSDSK). Tenaga profesional bisnis peternakan sapi (Tapro Bisters) dibutuhkan untuk menunjang keberhasilanItem RESPON PETANI TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN KEDELAI (Kasus pada Petani Peserta Program Pengembangan SL-PTT Kedelai di Kabupaten Ciamis)(2015-09-28) ZULFIKAR NOORMANSYAH; Lies Sulistyowati; Tuhpawana P. SendjadjaProgram pengembangan SL-PTT kedelai di Kabupeten Ciamis merupakan salah satu pelaksanaan usahatani kedelai di luar daerah sentra dengan petani yang baru melaksanakan usahatani kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Karakteristik petani, 2) Respons petani, 3) Hubungan karakteristik dan respons petani, 4) Pengaruh penggunaan faktor produksi, 5) Efisiensi penggunaan faktor produksi 6) Pendapatan usahatani dalam program pengembangan SL-PTT kedelai. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, dengan teknik pengambilan sampel stratified random sampling dari jumlah petani peserta program pengembangan kedelai model sebanyak 4.256 petani di lahan sawah dan 2.414 petani dilahan darat diambil 241 orang petani lahan sawah dan 137 petani lahan darat sebagai responden. Rancangan alat analisis menggunakan deskriptif analisis, rank spearman dan fungsi produksi Cobb-douglas. Berdasarkan hasil dan pembasahan maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut 1) Karakteristik petani peserta Program Pengembangan SL-PTT Kedelai di Kabupaten Ciamis untuk petani lahan sawah maupun lahan darat masuk kategori sedang 2) Respon petani petani peserta Program Pengembangan SL-PTT Kedelai di Kabupaten Ciamis menunjukkan untuk petani lahan sawah dan petani lahan darat masuk dalam kategori tinggi, 3) Hubungan antara karakteristik dengan respon petani peserta Program Pengembangan SL-PTT Kedelai lahan sawah dan lahan darat menunjukkan hubungan positif yang sangat nyata. 4) Pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap produksi peserta Program Pengembangan SL-PTT Kedelai pada lahan sawah dan lahan darat bahwa secara simultan faktor produksi berpengaruh sangat nyata terhadap produksi. 5) Efisiensi ekonomis penggunaan faktor produksi peserta Program Pengembangan SL-PTT Kedelai pada lahan sawah dan lahan darat menunjukkan increasing return to scale. 6) Pendapatan usahatani kedelai di lahan sawah (0,36 ha) lebih menguntukan dai pada usahatani kedelai lahan darat (0,41 hektar). Meskipun demikian kedua jenis lahan tersebut masih layak untuk dilaksanakan usahatani kedelai. Kata kunci : efisiensi, karakteristik, pengembangan SL-PTT kedelai danItem Potensi Genetik Plasma Nutfah Ubi Jalar Koleksi Ex- Situ dan Evaluasi Stabilitas Hasil Kultivar Lokal Terseleksi Terhadap Perubahan Lingkungan(2015-10-24) BUDI WALUYO; Noor Istifadah; Dedi RuswandiPengelolaan keragaman genetik suatu populasi dan seleksi yang dilanjutkan dengan uji daya hasil genotip potensial pada lingkungan yang beragam merupakan kegiatan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan calon kultivar unggul berdaya hasil tinggi. Studi potensi genetik plasma nutfah ubi jalar koleksi ex-situ dan evaluasi stabilitas hasil kultivar lokal terseleksi terhadap perubahan lingkungan dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Penelitian pertama dilakukan pada September 2012 – Februari 2013, bertujuan untuk mempelajari keragaman dan kekerabatan aksesi plasma nutfah ubi jalar koleksi ex-situ berdasarkan karakter morfologi. Percobaan disusun berdasarkan plot tunggal terhadap 93 aksesi I. batatas dan 13 I. trifida. PCA, PCoA, shared allele distance dan neighbor joining tree dilakukan untuk menentukan keragaman, jarak genetik dan kekerabatan. Penelitian kedua dilakukan pada Maret 2013- September 2013 bertujuan untuk mengidentifikasi potensi genetik plasma nutfah ubi jalar koleksi ex-situ sebagai bahan perbaikan genetik dan seleksi keturunan F1 potensial. Percobaan disusun berdasarkan augmented design, dilakukan terhadap 29 aksesi ubi jalar dan 509 F1. PCoA, shared allele distance dan neighbor joining tree dilakukan untuk mengetahui keeratan aksesi dan F1 berdasarkan karakter morfologi. Anova dan parent-offspring regression untuk menentukan penampilan dan parameter genetik. Penelitian ketiga dilakukan pada periode Januari 2011 - Juni 2011, Juli 2011 - Desember 2011, April 2012 - September 2012, Juli 2012 - Desember 2012, dan September 2012 - Februari 2013 untuk mempelajari interaksi genotip x lingkungan pada hasil dan komponen hasil dan memperoleh kultivar lokal terseleksi yang beradaptasi luas dan/atau beradaptasi spesifik. Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak kelompok terhadap 33 kultivar lokal terseleksi diulang dua kali selama lima kali penanaman. Anova gabungan yang terintegrasi AMMI dilakukan untuk mendeteksi interaksi genotip x lingkungan, menduga parameter genetik, dan menentukan adaptasi dan stabilitas hasil. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara hasil dan komponen hasil dengan unsur cuaca dan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi plasma nutfah I. batatas dan kerabat liarnya I. trifida mempunyai keragaman morfologi yang luas dan terdapat tujuh kelompok karakter morfologi yang menjadi penciri keragaman. Aksesi plasma nutfah ubi jalar dan kerabat liarnya terbagi ke dalam 11 kelompok dengan kekerabatan yang dekat dan karakteristik beragam. Aksesi plasma nutfah ubi jalar dan genotip F1 mempunyai keragaman morfologi yang luas dan terbagi ke dalam 4 kelompok utama. Populasi mempunyai keragaman yang luas untuk jumlah umbi per tanaman, bobot umbi per tanaman, bobot 10 umbi, dan hasil yang didukung oleh heritabilitas arti luas yang tinggi dan heritabilitas arti sempit yang rendah. Aksesi-aksesi plasma nutfah ubi jalar berpotensi dijadikan tetua dan menghasilkan 71 genotip F1 potensial berdaya hasil tinggi sebagai calon kultivar unggul. Penampilan jumlah umbi per tanaman, bobot umbi per tanaman, bobot 10 umbi, dan hasil umbi dipengaruhi interaksi genotip x lingkungan. Kultivar lokal Eno dan Nirkum24 mempunyai penampilan stabil pada karakter jumlah umbi per tanaman. Eno, Menes01, Rancung01, Nirkum14, Jawer Kotok1, dan Nirkum27 merupakan kultivar lokal yang mempunyai penampilan stabil pada bobot umbi per tanaman. Rancung01, Nirkum20, Nirkum27, dan Odos stabil pada karakter bobot 10 umbi. Menes01, Nirkum13, dan Nirkum27 mempunyai penampilan stabil pada hasil umbi. Penampilan hasil dan komponen hasil pada kultivar lokal tertentu dipengaruhi oleh unsur cuaca dan unsur tanah tertentu.Item ANALISIS KEBIJAKAN PENETAPAN KRITERIA KAWASAN DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM KONSEP PEMERINTAHAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Tata Ruang Wilayah Lima(2015-12-28) ZULKARNAIN; Tuhpawana P. Sendjadja; Indra PerwiraABSTRAK Penggunaan lahan dalam suatu wilayah diatur melalui hirarki peraturan perundang-undangan. Pemerintah menetapkan berbagai peraturan yang mengatur penggunaan lahan tentang sistem perencanaan dan penggunaan lahan pada suatu wilayah. Pengaturan penggunaan lahan tertuang di dalam rencana penataan ruang wilayah yang terbagi di dalam beberapa kawasa. Beberapa aspek yang mengatur perencanaan penataan ruang meliputi aspek hukum, aspek fisik sumberdaya alam dan lingkungan, aspek produksi wilayah, dan aspek ekonomi wilayah. Secara operasional penataan kawasan yang terdiri dari kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan strategis ditentukan oleh penilaian kriteria kawasan melalui Kebijakan Menteri terkait. Masalah timbul ketika masing-masing sektor memiliki potensi ekonomi dalam satu kawasan, sehingga dapat terjadi tumpang tindih kepentingan pada satu kawasan. Dengan demikian maka bagaimanakah peraturan-perundangan mengatur perencanaan penataan ruang sebagai dasar bagi kementerian menetapkan kebijakan penilaian kriteria kawasan, dan apakah kementrian dalam menetapkan penilaian kriteria kawasan didasarkan pada penilaian karakteristik sumberdaya alam dan lingkungan dalam konsepsi pemerintahan otonomi, serta bagaimanakah model kriteria penataan ruang yang dapat disepakati antara pemerintah dan pemerintah daerah yang mampu mengakomodir berbagai kepentingan. Penelitian bertujuan untuk menemukan standar kriteria kawasan rencana tata ruang wilayah kabupaten yang dapat mensinkronisasikan aspek hukum, aspek ekologi, dan aspek ekonomi yang mampu sebagai dasar pembangunan berkelanjutan, dan menemukan model penetapan kriteria kawasan sesuai dengan konsep pemerintahan otonomi daerah. Penelitian analisis kebijakan ini menggunakan metode kualitatif dan dengan pendekatan holistic, penelitian dilakukan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di lima Kabupaten di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, RTRW Provinsi Kalimantan Timur, dan RTRW Nasional. Model analisis kebijakan digunakan model analisis kebijakan konstitusional. Hasil analisis kebijakan kriteria kawasan yang ditetapkan oleh menteri ternyata tidak sepenuhnya didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Kebijakan penetapan kriteria kawasan tidak sinkron dan terintegrasi sehingga terjadi tumpang tindih kepentingan. Model hirarki Bitz dan rumus nilai ekonomi penggunaan kawasan (NEPK) dapat diintrodusir sebagai acuan perencanaan penataan ruang.Item MEKANISME RESISTENSI Spodoptera exigua TERHADAP INSEKTISIDA KLORPIRIFOS SERTA KEPEKAANNYA TERHADAP INSEKTISIDA MIMBA(2016) YULIANI; Fitri Widiantini; Rani MaharaniPenggunaan insektisida yang intensif telah banyak dilaporkan dapat menyebabkan resistensi pada hama. Penelitian ini melaporkan hasil uji resistensi Spodoptera exigua terhadap insektisida klorpirifos (Organofosfat). Pengujian dilakukan terhadap terhadap populasi S. exigua asal Brebes (Jawa Tengah, Indonesia) dan Cipanas (Jawa Barat, Indonesia). Pengujian resistensi dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu penentuan tingkat kepekaan acuan, diagnosis resistensi, dan penentuan tingkat resistensi. Penentuan tingkat resistensi dilakukan menggunakan dua metode yaitu topical test dan residu pakan. Rasio resistensi ditentukan dengan membandingkan LC50 populasi lapangan (Brebes dan Cipanas) terhadap LC50 populasi standar. Aktivitas biokimia resistensi S. exigua dianalisis dengan menguji aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE), esterase, dan glutation S-transferase (GST) dengan spektrofotometer. Perubahan genetika populasi S. exigua yang resisten terhadap insektisida klorpirifos dideteksi menggunakan PCR dan DNA sekuensing. Serangga populasi lapang juga diuji kepekaannya terhadap insektisida nabati minyak mimba. Hasil penelitian dengan pengujian pakan menunjukkan bahwa S. exigua populasi Brebes dan Cipanas berturut turut memiliki nilai rasio resistensi (RR) sebesar: 5,50 dan 3,26; sedangkan dengan pengujian kontak nilai RR nya sebesar: 2,22 dan 1,61. Aktivitas enzim AChE dan GST pada populasi Brebes dan Cipanas lebih tinggi dibandingkan populasi standar, sedangkan aktivitas esterase lebih rendah dibandingkan standar. Adapun nilai ketidakpekaan enzim asetilkolinesterase populasi Brebes dan Cipanas adalah 6,75 dan 3,11 lebih tinggi dari populasi standar. Hasil uji tersebut menunjukkan mekanisme yang berperan dalam resistensi S. exigua populasi Brebes dan Cipanas adalah ketidakpekaan enzim AChE dan tingginya aktivitas enzim detoksifikasi GST. Hal ini sejalan dengan analisis mutasi genetik pada gen pengkode AChE, yaitu adanya mutasi di titik S98G, F230Y dan R268K sampel Brebes berbeda dengan sampel Cipanas dan Standar. Perubahan genetik pada gen pengkode GST juga terjadi, yaitu adanya mutasi di titik D156G sampel Cipanas dan Standar yang berbeda dengan sampel Brebes. Sementara itu, untuk analisis genetika pada esterase, proses PCR berjalan tidak optimal, karena pita target gen esterase tidak teramplikasi pada daerah target kisaran. Hasil uji insektisida nabati minyak mimba menunjukkan bahwa S. exigua asal populasi Brebes dan Cipanas peka terhadap insektisida tersebut dengan nilai RR kurang dari 1.