Ekonomi Terapan (S2)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ekonomi Terapan (S2) by Author "Adhitya Wardhana"
Now showing 1 - 20 of 32
Results Per Page
Sort Options
Item Analisis Determinan Ketimpangan Antar Wilayah Provinsi di Indonesia(2021-07-22) ADITYA SANGAJI; Adhitya Wardhana; Sutyastie SumitroPenelitian ini secara umum menjawab seberapa besar pengaruh total pendapatan dan total belanja seluruh pemerintah daerah kabupaten/kota suatu provinsi secara agregat sebagai proksi desentralisasi fiskal sisi pendapatan dan sisi pengeluaran serta peran dari interaksi upaya pemerataan pendapatan daerah sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran dalam mengurangi pengaruh desentralisasi fiskal baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi pengeluaran terhadap ketimpangan antar wilayah provinsi di Indonesia yang terukur dengan Indeks Williamson yang dibakukan. Penelitian rujukan yang telah dilakukan oleh Liu, Martinez-Vazques dan Wu pada tahun 2015 di China menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal baik dari sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran berpengaruh secara signifikan meningkatkan ketimpangan antar wilayah provinsi, sementara upaya pemerataan pendapatan daerah berperan signifikan memitigasi peningkatan ketimpangan tersebut. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier panel data dengan metode GLS dan dipadukan dengan metode cross-section SUR (PCSE) terhadap 33 provinsi di Indonesia sebagai unit analisis dalam 5 tahun yaitu tahun 2015 hingga 2019. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, pendapatan perkapita, dan tenaga kerja sektor sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya variabel pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh tidak signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah sedangkan variabel lainnya berpengaruh signifikan dalam meningkatkan ketimpangan antar wilayah, kecuali variabel interaksi upaya pemerataan pendapatan daerah sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran dan variabel persentase tenaga kerja sektor sekunder yang menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan.Item Analisis Karakteristik Pengangguran Lulusan SMK/MAK di Provinsi Maluku Tahun 2018(2020-02-20) ADITYA APRILLIOFANY; Adhitya Wardhana; Ferry HadiyantoDewasa ini untuk memenuhi kebutuhan ekonomi harus memperoleh pekerjaan yang layak dan tepat. Setiap pemilik lapangan usaha, baik itu dari perusahaan besar sampai pengusaha kecil, pasti memiliki kriteria tertentu dalam merekrut tenaga kerjanya. Di Indonesia sekolah kejuruan merupakan salah satu solusi bagi individu untuk bisa cepat mendapatkan pekerjaan setelah lulus dari pendidikannya. Faktanya lulusan sekolah kejuruan di Indonesia justru menempati urutan pertama dengan tingkat pengangguran terbesar (TPT) dibandingkan dengan jenjang pendidikan lain. Tidak hanya di Indonesia saja, lulusan sekolah kejuruan juga memiliki TPT terbesar di Provinsi Maluku. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui karakteristik apa saja yang berpengaruh terhadap pengangguran lulusan sekolah kejuruan di Provinsi Maluku. Adapun penelitian ini menggunakan dua macam analisis, yaitu analisis deskriptif dan analisis kauntitatif, analisis kuantitatif yang digunakan disini adalah analisis regresi logistik biner dengan bantuan software stata. Variabel dependen penelitian adalah status pekerjaan lulusan sekolah kejuruan, yaitu pengangguran atau bekerja. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa pengangguran lulusan sekolah kejuruan, peluang pengangguran lebih banyak pada usia muda, berjenis kelamin perempuan, belum kawin, tinggal di daerah perkotaan, dan memiliki jurusan non teknis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu menurunkan angka pengangguran lulusan sekolah kejuruan di Provinsi Maluku.Item Analisis Karakteristik Pengangguran Terdidik di Provinsi Jawa Barat Tahun 2019(2021-02-18) NOVIANTORO BUDI PURNOMO; Adhitya Wardhana; Ferry HadiyantoProvinsi Jawa Barat menghadapi masalah terkait tingginya tingkat pengangguran, pada tahun 2019 Jawa Barat merupakan provinsi dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) kedua tertinggi di Indonesia. Tingkat pengangguran terbanyak di Jawa Barat didominasi oleh angkatan kerja yang memiliki pendidikan SMA ke atas. Pengangguran terdidik adalah angkatan kerja yang berpendidikan minimal SLTA ke atas dan menganggur (Mankiew, 2003). Dilihat dari tingkat pendidikan pada Agustus 2019, TPT Jawa Barat untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih yang paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 14,53 persen. TPT tertinggi berikutnya adalah pada tingkat SMA Umum 10,89 persen. Lalu diikuti TPT untuk Diploma I/II/III sebesar 7,49 persen dan TPT untuk Universitas sebesar 6,78 persen. Dengan kata lain, ada penawaran tenaga kerja yang tidak terserap terutama pada tingkat pendidikan SMA ke atas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik demografi pengangguran terdidik di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2019. Untuk mencapai tujuan tersebut maka digunakan analisis regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik demografi umur, jenis kelamin, status perkawinan, klasifikasi wilayah tempat tinggal, pendidikan, status dalam rumah tangga, ketrampilan dan banyaknya anggota rumah tangga signifikan berpengaruh terhadap status kerja angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2019. Angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat yang memiliki kecenderungan untuk menjadi pengangguran adalah seseorang yang berada pada rentang usia antara 15 hingga 24 tahun, berjenis kelamin laki-laki, belum menikah, tinggal di daerah perdesaan, berpendidikan SMA atau sederajat, berstatus bukan sebagai kepala rumah tangga, memiliki sedikit anggota rumah tangga dan belum pernah ikut pelatihan dan belum bersertifikat. Kata kunci: angkatan kerja terdidik, regresi logistik biner, pengangguranItem Analisis Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan dan Pilihan Pekerjaan di Provinsi Jawa Barat(2019-03-13) DESTI RAHAYU FATIMAH; Raden Muhamad Purnagunawan; Adhitya WardhanaABSTRAK Angkatan kerja perempuan merupakan sumber faktor produksi potensial yang berpeluang mengurangi angka kemiskinan karena tambahan pendapatan yang dapat dihasilkan perempuan. Sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi khususnya di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi tenaga kerja perempuan dan pilihan pekerjaan perempuan. Data yang digunakan adalah data Susenas Kor gabungan individu dan rumah tangga. Unit analisisnya adalah perempuan yang berusia 15 - 64 tahun di provinsi Jawa Barat tahun 2017. Metode yang digunakan adalah metode analisis dekriptif dan analisis ekonometrika dengan menggunakan metode regresi probit dan multinomial logit. Dari nilai marginal effects ditemukan faktor dominan yang mempengaruhi partisipasi angkatan kerja perempuan yaitu tingkat pendidikan dan status perkawinan. Perempuan dengan pendidikan tinggi lebih memiliki peluang untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja yaitu sebesar 33 persen daripada perempuan dengan pendidikan rendah (SD dan tidak sekolah). Sebaliknya status menikah membuat peluang partisipasi angkatan kerja perempuan menurun. Selain itu hasil estimasi juga menunjukan bahwa berdasarkan perbandingan karakteristik wilayah pengembangan, di dapatkan bahwa peluang terbesar yang dapat meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja adalah perempuan yang tinggal di wilayah pengembangan Ciayumajakuning yaitu Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Kuningan, Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, dan Kota Cirebon. Sebaliknya peluang perempuan paling besar yang dapat mengurangi partisipasi perempuan dalam angkatan kerja adalah perempuan yang tinggal di wilayah pengembangan Bodebek yaitu Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. Lebih lanjut hasil analisis untuk pilihan pekerjaan perempuan didapatkan hasil bahwa faktor dominan yang meningkatkan peluang perempuan dalam memilih sektor lapangan pekerjaan yaitu wilayah pengembangan. Perempuan yang tinggal di wilayah pengembangan Bodebek akan cenderung memilih bekerja pada sektor jasa dan lainnya, dengan nilai marginal effect sebesar 14 persen. Pada saat bersamaan perempuan yang tinggal di wilayah pengembangan Priangan Timur akan meningkatkan peluang perempuan memilih bekerja pada sektor perdagangan yaitu sebesar 5 persen. Sedangkan wilayah pengembangan Ciayumajakuning akan menurunkan peluang perempuan memilih bekerja pada sektor Industri sebesar 9 persen. Kata Kunci : Partisipasi angkatan kerja perempuan, pilihan pekerjaan, metode regresi probit, metode regresi multinomial logit, wilayah pengembangan, Provinsi Jawa Barat.Item ANALISIS PENGARUH BELANJA LANGSUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI : STUDI DATA PANEL KECAMATAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2012(2014-02-25) IRNO BHAKTI PUTRA; Kodrat Wibowo; Adhitya WardhanaTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Belanja Langsung Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung Barat. Mengingat bahwa belanja langsung pemerintah Kabupaten Bandung Barat mengalami kenaikan setiap tahunnya diiringi dengan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang diproxy sebagai pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Belanja Langsung pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini menggunakan data panel 15 kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, selama periode tahun 2009-2012 dengan variable bebas yaitu Belanja Langsung dan PDRB, dan variable penjelas yaitu : Belanja barang jasa, Belanja Modal, Belanja Pembangunan, Jumlah Penduduk, jumlah penduduk yang bekerja dalam Angkatan kerja, dan dummy investasi. Dalam menganalisis model Belanja langsung dan PDRB, digunakan metode Two Stage Least Square (TSLS), hasil dari regresi model belanja langsung didapatkan bahwa belanja barang jasa, belanja pembangunan, belanja modal, PDRB dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap belanja langsung. Untuk model PDRB hasil yang didapat bahwa belanja langsung, dan jumlah penduduk yang bekerja dalam angkatan kerja berpengaruh secara positif signifikan terhadap PDRB, sedangkan interaksi antara variabel dummy investasi dan belanja langsung tidak signifikan, begitupun dengan variable dummy investasi.Item Analisis Pengaruh Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta(2023-09-19) ADHALINA WAHYU DWI HAPSARI; Wawan Hermawan; Adhitya WardhanaData ketimpangan pendapatan pada tingkat provinsi di Indonesia menunjukkan adanya angka tertinggi berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Masalah ketimpangan pendapatan di DIY tidak hanya terjadi pada level provinsi, namun hal yang sama juga ditunjukkan oleh angka koefisien gini di tingkat kabupaten/ kota yang ada di Provinsi DIY. Disamping itu, laju pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi DIY pada Triwulan II Tahun 2022 menunjukkan nilai dibawah angka nasional dan juga merupakan nilai terendah diantara provinsi-provinsi lain yang ada di wilayah Pulau Jawa. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh belanja modal terhadap ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi DIY. Selain itu, model pada penelitian ini juga menambahkan variabel kontrol yaitu pengangguran, IPM, dan kemiskinan. Data yang digunakan dalam peneltian ini adalah data sekunder dari Tahun 2012-2021 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu RI. Estimasi regresi dilakukan dengan analisis regresi linear berganda menggunakan Software Eviews. Belanja modal memberikan pengaruh secara positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut selanjutnya dapat menjadi acuan pihak berwenang dalam merumuskan kebijakan diantaranya adalah dengan mengoptimalkan alokasi belanja modal, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat untuk mencapai peningkatan pertumbuhan ekonomi.Item ANALISIS PENGARUH CAPAIAN PENDIDIKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT(2016-02-25) DIKI ARIF RACHMAN SADIKIN; Sutyastie Sumitro; Adhitya WardhanaPenelitian ini bermaksud untuk melihat sejauh mana peran jumlah lulusan pendidikan menengah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota. Kuantitas capaian pendidikan menggunakan pendekatan rata-rata lama sekolah sedangkan kualitas pendidikan menggunakan pendekatan jumlah lulusan SMA sederajat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh timpangnya jumlah peserta didik jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah. Penelitian ini menggunakan regresi data panel dengan model Fixed Effect dimana pertumbuhan ekonomi menjadi variabel terikat sementara variabel bebas terdiri dari jumlah lulusan SMA, rata-rata lama sekolah, rasio murid-guru, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan per siswa, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan perkapita dan jumlah penduduk. Hasil analisis data menemukan bahwa jumlah lulusan SMA dan rata-rata lama sekolah memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa angka rasio murid-guru tidak signifikan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara pengeluaran pemerintah bidang pendidikan persiswa, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan perkapita dan populasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.Item Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Variasi Kelompok (Segregasi) Pendapatan Antara Wilayah Utara, Tengah dan Selatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2012(2015-06-01) DIANA FITRISIA; Yayan; Adhitya WardhanaPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui segregasi pendapatan antara wilayah Selatan, Tengah dan Utara di Provinsi Jawa Barat. Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2002 – 2102. Metode yang digunakan adalah metode data panel dengan Pooled OLS Model untuk mengetahui hubungan antara kesenjangan pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat pendidikan, tenaga kerja sektor industri dan jumlah penduduk terhadap segregasi pendapatan. Segregasi pendapatan dihitung dengan Multigroup Entropy IndexItem ANALISIS PENINGKATAN KUALITAS MODAL MANUSIA DI INDONESIA(2019-03-11) SULISTIANINGSIH; Sutyastie Sumitro; Adhitya WardhanaPada tahun 2017, Indonesia memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang berada pada peringkat ke 116 dari 189 negara di dunia dan menempati peringkat keenam di Association of South East Asian Nations (ASEAN). Indonesia memiliki fokus pada pengembangan dan peningkatan kualitas modal manusia dengan memanfaatkan pengeluaran pemerintah yang telah dianggarkan setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap peningkatan kualitas modal manusia, serta faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan kualitas modal manusia di Indonesia. Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi linier berganda (Ordinary Least Squares Regression Analysis) dengan menggunakan data panel 33 provinsi di Indonesia selama kurun waktu 2010-2017. Variabel dependen yang digunakan yaitu variabel rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolah, angka kematian bayi, dan pengeluaran per kapita. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah sektor kesehatan, dan total pengeluaran pemerintah. Variabel kontrol yang digunakan adalah rasio guru-murid, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, rumah tangga akses air bersih, konsumsi kalori, tingkat kemiskinan, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita, dan rasio ketergantungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah sektor pendidikan, rasio guru-murid, PDRB per kapita, dan rumah tangga akses air bersih berpengaruh positif dan signifikan terhadap rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Variabel pengeluaran pemerintah sektor kesehatan dan konsumsi kalori berpengaruh negatif dan signifikan terhadap angka kematian bayi. Variabel tingkat kemiskinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap angka kematian bayi, dan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita berpengaruh positif namun pengaruhnya tidak signifikan terhadap angka kematian bayi. Variabel pengeluaran pemerintah dan PDRB per kapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran per kapita. Terakhir, variabel tingkat kemiskinan dan rasio ketergantungan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengeluaran per kapita.Item DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KEMISKINAN DI SUMATERA UTARA TAHUN 2009-2015(2018-07-11) SRINIDIYANTI MISRUN; Raden Muhamad Purnagunawan; Adhitya WardhanaPenelitian ini bertujuan untuk melihat dan menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di 25 Kabupaten Sumatera Utara serta menganalisis dampak dari alih fungsi lahan pertanian terhadap kemiskinan di 25 Kabupaten Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data panel dari 25 kabupaten di Sumatera Utara pada periode 2009-2015. Penelitian menggunakan model simultan (Recursive) dengan metode analisis regresi Two Stage Least Square (TSLS) dan Ordinary Least Square (OLS). Adapun untuk menjelaskan hubungan diantara variabel-variabel penelitian digunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan penduduk dan luas lahan pertanian tahun sebelumnya berpengaruh meningkatkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian sedangkan persentase PDRB sektor industri, persentase PDRB sektor pertanian, curah hujan dan produktivitas lahan berpengaruh dalam menurunkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Hasil regresi data panel menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian berpengaruh meningkatkan kemiskinan sedangkan PDRB per kapita, tingkat pengangguran terbuka dan rata-rata lama sekolah berpengaruh dalam menurunkan tingkat kemiskinan. Kebijakan dalam pengendalian alih fungsi lahan dalam tujuan mengurangi proses tersebut adalah melalui Regulation, Acquisition and Management, Incentive and Charges serta Value Added dengan keterlibatan masyarakat di dalam pengambilan kebijakan.Item DAMPAK PENETRASI IMPOR PRODUK ALAT DAN MESIN PERTANIAN TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI ALAT DAN MESIN PERTANIAN DI INDONESIA(2016-01-30) APRIJAL KURNIAWAN; Nury Effendi; Adhitya WardhanaPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penetrasi impor produk alat dan mesin pertanian dari pasar global terhadap kinerja sektor industri alat dan mesin pertanian dalam negeri. Variabel dependen yang digunakan sebagai proksi dari kinerja sektor industri alat dan mesin pertanian adalah nilai tambah (value added) sektor industri alat dan mesin pertanian, sedangkan variabel independennya adalah modal tetap (fixed capital) sektor industri alat dan mesin pertanian, jumlah pekerja sektor industri alat dan mesin pertanian, GDP Indonesia dan dummy variabel pemberlakuan kebijakan ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA) tahun 20052013. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perindustrian, World Integrated Trade Solution (WITS) dan World Bank dengan periode tahun 1994 – 2013. Metode analisis yang digunakan adalah dengan Error Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penetrasi impor produk alat dan mesin pertanian berdampak negatif dan signifikan terhadap nilai tambah sektor industri alat dan mesin pertanian baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Sedangkan modal tetap (fixed capital) sektor industri alat dan mesin pertanian berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tambah sektor industri alat dan mesin pertanian baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. GDP Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tambah sektor industri alat dan mesin pertanian dalam jangka panjang. Namun jumlah pekerja sektor industri alat dan mesin pertanian berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai tambah sektor industri alat dan mesin pertanian baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Adanya pemberlakuan kebijakan ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA) pada tahun 2005-2013 berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai tambah sektor industri alat dan mesin pertanian dalam jangka panjang, tetapi berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka pendek.Item Determinan Belanja Pemerintah terhadap Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia pada Kabupaten dengan IPM di Bawah Rata-Rata Nasional di Indonesia(2023-09-01) WULAN TRIE LESTARI; Adhitya Wardhana; Ferry HadiyantoTingkat keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya diukur melalui sebuah indikator yang dinamakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berdasarkan nilai IPM yang diterbitkan UNDP, Indonesia termasuk negara dalam kategori High Human Development. Nilai IPM Indonesia dari tahun 2017-2022 terus mengalami peningkatan, dimana nilai rata-rata nasional pada tahun 2022 mencapai 72,91. Sebagian besar provinsi-provinsi di Indonesia sudah mencapai bahkan melampaui nilai IPM rata-rata, meskipun ternyata masih terdapat beberapa provinsi yang memiliki nilai IPM dibawah rata-rata nasional dan mayoritas berada di luar Pulau Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh atas belanja pemerintah fungsi kesehatan, fungsi pendidikan, dan fungsi ekonomi terhadap peningkatan kualitas IPM dan juga indeks komponen pembentuk IPM pada kabupaten yang berada dibawah rata-rata nasional. Variabel PDRB per kapita, tingkat kemiskinan, tingkat akses sanitasi layak, dan jumlah sekolah ditambahkan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk data panel yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section pada 133 kabupaten dengan periode tahun 2017-2021. Teknik analisis menggunakan regresi data panel Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM) dengan metode GLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan belanja pemerintah fungsi kesehatan, pendidikan, dan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap peningkatan IPM. Belanja fungsi kesehatan dan pendidikan masing-masing berpengaruh signifikan terhadap Indeks Kesehatan dan Indeks Pendidikan, sedangkan belanja fungsi ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Indeks Pengeluaran (standar hidup layak). Variabel PDRB per kapita tidak berpengaruh signifikan terhadap IPM dan Indeks Kesehatan, namun berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks pengeluaran, sedangkan pada Indeks Pendidikan berpengaruh negatif signifikan. Tingkat kemiskinan berpengaruh negatif signifikan terhadap IPM dan masing-masing indeks komponen IPM. Sementara tingkat akses sanitasi layak dan jumlah sekolah masing-masing berpengaruh positif signifikan terhadap peningkatan IPM dan indeks komponen pembentuk IPM. Kata kunci : belanja pemerintah, PDRB per kapita, tingkat kemiskinan, sanitasi, jumlah sekolah, IPM, Indeks Kesehatan, Indeks Pendidikan, dan Indeks PengeluaranItem Determinan Faktor Politik Terhadap Deviasi Perkiraan Anggaran Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat(2021-03-21) GEMILANG ILHAM DWI PUTRA; Bagdja Muljarijadi; Adhitya WardhanaPenyelenggaraan pilkada serentak pada 171 daerah di Tahun 2018 menetapkan Provinsi Jawa Barat dengan jumlah pemilih terbesar di seluruh Indonesia dengan jumlah pemilih sebesar 31 juta jiwa. Penelitian ini membahas determinan faktor politik, demografi, dan sosial ekonomi terhadap deviasi belanja (belanja operasional dan belanja modal) dan deviasi pendapatan (pendapatan pajak dan total pendapatan) pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Faktor politik diukur melalui variabel tahun pemilihan, koalisi pendukung partai dan fragmentasi politik diparlemen. Sementara itu, faktor demografi dan sosial ekonomi merupakan variabel kontrol yang terdiri dari variabel pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi(t-1), pertumubuhan pajak(t-1), pertumbuhan transfer(t-1), kemiskinan(t-1), pengangguran(t-1) dan ketimpangan pendapatan(t-1). Model penelitian menggunakan pendekatan panel dinamis dengan metode one step system Generalized Method of Moments (GMM) pada 27 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sisi belanja, fragmentasi politik, pertumbuhan pajak(t-1), pengangguran(t-1), kemiskinan(t-1) dan ketimpangan pendapatan(t-1) mempengaruhi positif dan signifikan terhadap belanja operasional. Sedangkan deviasi belanja modal dipengaruhi positif dan signifikan oleh pertumbuhan pajak(t-1), kemiskinan(t-1) dan ketimpangan pendapatan(t-1). Sementara itu, pertumbuhan transfer(t-1) mempengaruhi negatif dan signifikan terhadap deviasi belanja operasional dan belanja modal. Kemudian pada sisi pendapatan menjelaskan tahun pemilihan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap deviasi pendapatan pajak dan total pendapatan, serta fragmentasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap deviasi total pendapatan. Deviasi pendapatan pajak dan total pendapatan dipengaruhi positif dan signifikan oleh pertumbuhan ekonomi(t-1), pertumbuhan pajak(t-1) dan ketimpangan pendapatan(t-1). Sementara itu, pertumbuhan transfer(t-1) mempengaruhi negatif dan signifikan terhadap deviasi pendapatan pajak dan deviasi total pendapatan. Dari hasil penelitian diharapkan pemerintah dapat memberikan pelatihan kepada pengelola anggaran guna menghadapi kondisi ketidakpastian terhadap kondisi perekonomian daerah, sehingga implementasi anggaran berbasis kinerja dapat dilakukan dengan baik dan tidak terjadi lagi masalah deviasi yang besar setiap tahunnya.Item Determinan Kemiskinan Energi antar Kabupaten Tertinggal di Indonesia: Pendekatan Multidimensional Energy Poverty Index (MEPI)(2022-09-05) ARDIMASYAH DWI PRAYOGO; Adhitya Wardhana; Bayu KharismaAkses terhadap sumber energi bersih dan modern masih menjadi kendala bagi masyarakat kabupaten tertinggal di indonesia yang tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam mencapai tujuan pembangunan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui determinan kemiskinan energi rumah tangga dengan menggunakan data Susenas 2020 pada 31.278 rumah tangga di 62 kabupaten tertinggal di Indonesia. Penelitian menggunakan pendekatan Multidimensional Energi Poverty Index (MEPI) yang disesuaikan untuk mengukur tingkat kemiskinan energi. Hasil estimasi menunjukan terdapat 70 persen penduduk mengalami miskin energi dengan indeks komposit sebesar 0,468. Faktor sosial-ekonomi dan demografi yang mempengaruhi kemiskinan energi diantaranya status kemiskinan pendapatan, pendidikan KRT, status kepemilikan rumah, usia KRT, status perkawinan KRT, dan jumlah ART. Selain itu, penduduk yang tinggal di pedesaan, berada di Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki kondisi infrastruktur jalan lebih buruk cenderung mengalami kemiskinan energi lebih tinggi. Implikasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan yaitu perbaikan infrastruktur dasar untuk menunjang ketersediaan dan keterjangkauan akses energi modern di kabupaten tertinggal, serta peningkatan status ekonomi rumah tangga dan sosialisasi terkait dampak dari penggunaan sumber energi yang tidak bersih pada masyarakatItem Efisiensi Dan Efektivitas Belanja Pemerintah Bidang Pendidikan Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Barat(2023-09-05) LUKMAN NUR HAKIM; Adhitya Wardhana; BudionoRata-rata lama sekolah (RLS) penduduk di Provinsi Papua Barat tahun 2021 menunjukkan nilai 7,69 tahun, dan belum mencapai wajib belajar sembilan tahun serta menempatkan Provinsi Papua Barat urutan terendah keempat secara nasional. Perkembangan belanja pemerintah bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat belum efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas SDM dilihat dari hubungan negatif antara belanja dengan capaian RLS. Keberhasilan pembangunan modal manusia dapat dilihat dari aspek pendidikan oleh karena itu capaian RLS Papua Barat perlu untuk ditingkatkan dengan dukungan alokasi anggaran dari pemerintah secara efisien dan efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi dan efektivitas belanja pemerintah pendidikan terhadap pencapaian indeks pembangunan manusia dimensi pendidikan pada 13 kab./kota di Provinsi Papua Barat. Nilai efisiensi belanja diperoleh melalui menggunakan metode DEA dengan orientasi output, nilai efektivitas diperoleh dengan membandingkan capaian dengan target. Penelitian ini juga menganalisis pengaruh dari variabel yang berkontribusi terhadap efisiensi belanja pemerintah bidang pendidikan menggunakan regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah dengan realisasi belanja pendidikan lebih rendah memiliki nilai efisiensi relatif lebih baik dibandingkan dengan daerah dengan realisasi belanja pendidikan yang lebih besar. Efisiensi belanja pemerintah bidang pendidikan pada kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat dipengaruhi secara parsial oleh angka partisipasi murni tingkat SMP secara positif dan signifikan, adapun variabel rasio murid dengan rombongan belajar tingkat SMP, akuntabilitas dan persentase penduduk miskin mempengaruhi negatif dan signifikan secara parsial. Sementara rasio murid dengan rombongan belajar tingkat SD, angka partisipasi murni tingkat SD, PDRB per kapita dan tingkat pengangguran terbuka tidak berpengaruh signifikan. Daerah yang belum efisien dapat mengacu dalam menyusun program dan kegiatan kepada daerah yang telah efisien. Belanja pendidikan dapat difokuskan untuk meningkatkan infrastruktur pada jenjang sekolah menengah pertama. Pemerintah daerah perlu untuk mengoptimalkan bantuan keuangan untuk siswa dari keluarga tidak mampu dengan meningkatkan belanja pendidikan minimal 20% dari APBD.Item EFISIENSI PENGELUARAN PEMERINTAH BIDANG PENDIDIKAN, KESEHATAN, DAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI JAWA BARAT(2017-02-17) AI KANIA; Kodrat Wibowo; Adhitya WardhanaPenelitian ini mengestimasi nilai efisiensi teknis pengeluaran pemerintah daerah bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur pada 26 kabupaten/kota di Jawa Barat Tahun 2011-2014 menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dengan orientasi output. Input yang digunakan adalah anggaran pendidikan per siswa, anggaran kesehatan per kapita dan anggaran infrastruktur per kapita, sedangkan output yang digunakan adalah Angka Melek Huruf, Rata-Rata Lama Sekolah, Angka Kematian Bayi, imunisasi campak, panjang jalan dan luas irigasi. Setelah menghitung nilai efisiensi, penelitian menggunakan regresi Tobit untuk melihat faktor lain yang berpengaruh terhadap efisiensi teknis pengeluaran pemerintah daerah bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata efisiensi teknis kabupaten/kota di Jawa Barat relatif efisien, yaitu untuk bidang pendidikan sebesar 97,47%; kesehatan sebesar 95,74%; dan infrastruktur sebesar 82,82%. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Derajat Desentralisasi Fiskal dan aspek manajerial memiliki efek yang positif terhadap efisiensi pengeluaran pemerintah, sedangkan jarak dan jumlah penduduk memiliki efek negatif dan signifikan terhadap efisiensi pengeluaran pemerintah. Kata Kunci: Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur, Efisiensi, DEA, Regresi Tobit.Item EFISIENSI TEKNIK USAHATANI KOPI ARABIKA DI KABUPATEN GARUT DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)(2017-01-12) NIA JUNIAWATI; Sutyastie Sumitro; Adhitya WardhanaABSTRAK Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekspor yang tinggi. Saat ini jenis kopi specialty menjadi pilihan utama dikalangan pecinta kopi. Kabupaten Garut merupakan salah satu penghasil kopi specialty. Di kabupaten Garut luas areal kebun kopi bertambah setiap tahunnya, namun produktifitasnya masih rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi adalah dengan menggunakan input produksi secara efisien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa efisiensi teknik usahatani kopi arabika di Kabupaten Garut serta menemukan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknik tersebut. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani sebanyak 106 orang. Data dianalisa dengan menggunakan model Data Envelopment Analysis (DEA) variable return to scale (VRS) dengan orientasi input. Input yang digunakan adalah luas areal, pupuk organik, pupuk anorganik, jumlah tanaman, dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan output yang digunakan adalah hasil yang berupa biji kopi. Hasil perhitungan DEA menunjukkan bahwa usahatani kopi dikabupaten Garut relatif efisien dengan rata-rata skor efisiensi 90%. Dari 106 responden, terdapat 45 orang petani yang memiliki skor efisiensi 100%. Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi skor efisiensi dianalisa dengan menggunakan Regresi Tobit, dimana Sekolah Lapang dan Bantuan yang mempengaruhi secara signifikan pada tingkat kepercayaan 99%, sedangkan variabel pengalaman mempengaruhi skor efisiensi secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.Item Faktor Penentu Yang Mempengaruhi Biaya Produksi Usaha Beternak Sapi Perah di Sentra Susu Sapi Kelurahan Cipageran di Kota Cimahi(2018-04-08) WARDA NOUVEL; Adhitya Wardhana; Bagdja MuljarijadiBiaya produksi yang tinggi di sentra susu Cipageran menyebabkan pendapatan peternak tidak sebanding dengan biaya oprasionalnya, sehingga menjadi penghambat berkembangnya sektor peternakan di Kota Cimahi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor penentu yang mempengaruhi biaya total peternak melalui fungsi biaya, selain itu juga menganalisis pengaruh modal sosial terhadap biaya produksi sehingga menjadi bahan untuk kebijakan Pemerintah selanjutnya dalam pembentukan sentra susu Cipageran. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis secara kualitatif maupun kuantitatif. Teknik ekonometrika yang digunakan analisis regresi dengan pangkat kuadrat terkecil (OLS). Penelitian dilakukan pada bulan November sd. Desember 2016 di RW 12,19, dan 21 sentra susu sapi Kelurahan Cipageran. Variabel yang diteliti pada Fungsi Model I adalah biaya tenaga kerja, biaya pakan, biaya obat-obatan dan kesehatan ternak, biaya listrik dan modal sosial. Pada Fungsi Model II variabel modal sosial dipecah menjadi modal sosial dalam organisasi, modal sosial dalam hubungan antar lembaga, dan modal sosial dalam penerapan teknologi dan inovasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel biaya tenaga kerja, pakan, dan obat-obatan merupakan komponen yang berpengaruh positif terhadap pembentukan biaya total petenak, sedangkan biaya listrik dan modal sosial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap komponen pembentukan biaya total peternak di sentra susu Cipageran. Rekomendasi hasil penelitian: (1) Pemerintah agar dapat menjaga ketersediaan pakan, tenaga kerja dan obat-obatan agar tidak terjadi kenaikan harga yang menyebabkan kenaikan biaya produksi peternak (2) Pemanfaatan teknologi mesin pemerah susu agar dapat diimplementasikan secara berkelompok oleh peternak karena biaya listrik bukan merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam biaya total produksi. (3) Lokasi Poskeswan direkomendasikan berada lebih dekat dengan peternak agar akses terhadap sarana dan prasarana kesehatan hewan lebih mudah, (4) Penguatan modal sosial di sentra susu Cipageran sebaiknya terus dilakukan dengan fasilitasi dari Pemerintah maupun swasta sehingga dapat menurunkan biaya produksi peternak melalui penguatan kelompok, hubungan antar institusi dan penguatan inovasi dan teknologi. (5) Pengenalan teknologi informasi kepada peternak agar dilakukan, sebagai sarana untuk meningkatkan alih pengetahuan serta mendorong proses pemasaran produk hasil peternak sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan peternak..Item FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENGANGGURAN USIA MUDA DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2019(2021-03-03) DEKI SUKMARINGGA; Bagdja Muljarijadi; Adhitya WardhanaProvinsi Banten menjadi salah satu provinsi yang memiliki pengangguran tertinggi di Indonesia. Pengangguran di Provinsi Banten yang tinggi dipengaruhi pengangguran penduduk usia muda. Pengangguran usia muda dilihat berdasarkan umur 15-24 tahun. Pengangguran usia muda Provinsi Banten mengalami peningkatan pada tahun 2019. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan usia muda menjadi pengangguran di Provinsi Banten 2019. Penelitian ini menggunakan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2019. Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif ketengakerjaan usia muda dan model regresi logistik biner untuk menganalisis peluang pengangguran usia muda di Provinsi Banten. Hasil penelitian ini menghasilkan peluang menjadi pengangguran usia muda lebih besar pada laki-laki, belum menikah, tidak pernah mengikuti pelatihan, pendidikan tinggi, dan tinggal di perdesaan. Hasil analisis menjelaskan peluang angkatan kerja usia muda menjadi pengangguran lebih besar di perdesaan dibanding perkotaan. Peluang laki-laki menjadi pengangguran lebih besar dibanding perempuan. Angkatan kerja muda yang berstatus belum menikah memiliki peluang lebih besar menjadi pengangguran dibanding yang menikah. Penduduk usia muda yang pernah mengikuti pelatihan memiliki peluang lebih kecil menjadi pengangguran dibanding yang belum pernah mengikuti pelatihan. Angkatan kerja muda dengan pendidikan SMA keatas memiliki peluang menjadi pengangguran dibanding tamatan pendidikan dasar.Item FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KERAWANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI JAWA BARAT(2017-06-07) KURNIADIN; Adhitya Wardhana; Sutyastie SumitroIndonesia sebagai negara agraris dengan jumlah penduduk yang cukup besar masih menghadapi persoalan ketahanan pangan yang ditandai dengan ditemukannya beberapa kasus rawan pangan dan gizi buruk di berbagai daerah. Secara statistik, Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah penduduk terbanyak yang berstatus sangat rawan pangan, khususnya pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel apa saja yang dapat mengurangi atau mempengaruhi penurunan kerawanan pangan rumah tangga di Provinsi Jawa Barat. Data diperoleh dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susesnas) tahun 2012 dengan jumlah responden sebanyak 18.940 rumah tangga. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif melalui tabulasi silang dan regresi logit untuk memperoleh estimasi tentang variabel yang mempengaruhi kemungkinan suatu rumah tangga menjadi rawan pangan. Variabel terikat merupakan variabel dummy yang bersifat biner, yaitu status kerawanan pangan rumah tangga. Variabel bebas terdiri dari jumlah anggota rumah tangga, domisili rumah tangga, usia kepala rumah tangga, pendapatan rumah tangga, dan pendidikan kepala rumah tangga. Berdasarkan data Survey Sosial Ekonomi Nasional(Susenas) tahun 2012 untuk Provinsi Jawa Barat, diperoleh informasi bahwa dari responden sebanyak 18.940 rumah tangga, masih terdapat 8.675 atau 45,8% rumah tangga yang terkategori rawan pangan karena konsumsi kalorinya hanya mampu tercukupi di bawah 90% dari kecukupan minimal sebesar 2.000 kkal/kapita/hari. Secara rata-rata konsumsi kalori masyarakat di Provinsi Jawa Barat berdasarkan Susenas tahun 2012 adalah sebesar 1.967 kkal/kapita/hari. Hasil penelitian membuktikan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi kemungkinan suatu rumah tangga menjadi rawan pangan adalah jumlah anggota rumah tangga, usia kepala rumah tangga, domisili rumah tangga, pendapatan rumah tangga, dan pendidikan kepala rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga dan jika domisli rumah tangga ada di perkotaan, maka akan meningkatkan kemungkinan suatu rumah tangga terkategori rawan pangan. Sebaliknya peningkatan pada usia kepala rumah tangga, bertambahnya pendapatan rumah tangga, dan tingginya jenjang pendidikan yang ditempuh oleh kepala rumah tangga, akan menurunkan peluang rumah tangga menjadi rawan pangan. Kata kunci : rawan pangan, konsumsi kalori, rumah tangga