Ilmu Kesehatan Gigi Anak (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Kesehatan Gigi Anak (Sp.) by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 114
Results Per Page
Sort Options
Item EFEK MALOKLUSI BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KONTAK OKLUSAL TERHADAP PERFORMA MASTIKASI PADA ANAK SUB-RAS DEUTERO MALAYU USIA 12-15 TAHUN(2012-10-30) IBNU AJIDARMO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Doseniii ABSTRAK Maloklusi merupakan keadaan menyimpang dari oklusi normal yang meliputi ketidakteraturan gigi sehingga mempengaruhi estetika beberapa fungsi fisiologis mulut seperti mastikasi, penelanan, dan bicara. Mastikasi itu sendiri merupakan hasil pergerakan pembukaan dan penutupan rahang yang memerlukan koordinasi antara gigi, rahang, otot pengunyahan, di bawah kontrol neurologis susunan saraf pusat. Ketidakserasian oklusi terjadi apabila terjadi kontak gigi yang menghalangi atau menghambat kebebasan pergerakan mandibula. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian komparatif cross sectional. Subjek penelitian adalah anak usia 12-15 tahun Sub-ras Deutero Melayu yang tinggal di kota Bandung dan diambil menggunakan teknik multi stage random sampling. Maloklusi dinilai berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle. Sedangkan performa mastikasi dinilai melalui kemampuan subjek untuk menghancurkan test food dengan 20x pengunyahan normal, dimana partikel hasil kunyah akan di vibrator. kemudian hasil masing-masing saringan ditimbang dengan ketelitian 4 desimal menggunakan neraca digital (Mattler Toledo). Hasil pengujian ANAVA untuk nilai MPS dan distribusi sebaran kelompok maloklusi diperoleh hasil nilai F= 0.21 dengan p = 0.891 artinya tidak terdapat perbedaan. Pengujian ANAVA untuk mengkorelasikan antara nilai MPS dan distribusi sebaran terhadap kelompok kontak oklusal diperoleh hasil F= 5.07 dengan p = 0.0013 artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada tiap kelompok pasangan kontak oklusal. Kesimpulan penelitian adalah tidak ada perbedaan nilai MPS dan b pada Klasifikasi Angle terhadap performa mastikasi dan terdapat perbedaan kontak oklusal terhadap performa mastikasi berdasarkan pengujian statistic terhadap perfoma mastikasi. Kata kunci: maloklusi, kontak oklusal, performa mastikasiItem EFEK GANGGUAN SENDI TEMPORO MANDIBULAR DENGAN GEJALA KLIKING TERHADAP PERFORMA MASTIKASI PADA ANAK USIA 12-15 TAHUN SUB RAS DEUTERO MELAYU(2013-04-11) HENRI HARTMAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPostur tubuh yang lebih condong ke depan dapat menyebabkan gangguan sendi temporo mandibular (STM). Gangguan yang paling sering terjadi adalah berupa bunyi klik di sekitar sendi temporo mandibular pada saat membuka dan menutup mulut. Gangguan pada sendi temporo mandibular dapat menyebabkan ketidakseimbangan sistem mastikasi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek gangguan sendi temporo mandibular dengan gejala kliking terhadap performa mastikasi. Metode penelitian menggunakan penelitian cross sectional tipe survei epidemologi. Subjek penelitian adalah anak usia 12-15 tahun Sub-ras Deutero Melayu di Kota Bandung. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik multistage random sampling, dengan penentuan besarnya ukuran sampel berdasarkan sampel seadanya yang memenuhi kriteria penelitian dan diperoleh sebanyak 28 orang kelompok gangguan sendi temporo mandibular dengan gejala kliking(kelompok uji) serta 24 orang sebagai kelompok kontrol. Performa mastikasi dinilai melalui kemampuan subjek penelitian dalam menghancurkan artificial test food dengan 20x pengunyahan, dan dilakukan pemeriksaan nilai median particle size(MPS) serta nilai distribusi sebaran partikel(b). Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata MPS kelompok uji=3.0571,dengan SD=0.9990 memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol=2.28958, dengan SD=0.66838. Hasil uji nilai “t” memperlihatkan t-hitung=-3,20, lebih besar dibandingkan t-tabel=2,02, dan nilai p=0,0024 lebih kecil dari α=0,05 sehingga terlihat perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok penelitian. Simpulan penelitian memperlihatkan bahwa gangguan STM dengan gejala kliking memberikan efek penurunan performa mastikasi.Item EFEK TINGGI SEPERTIGA BAWAH WAJAH PENDEK TERHADAP PERFORMA MASTIKASI BERDASARKAN OVERBITE PADA ANAK USIA 12-15 TAHUN SUB RAS DEUTERO MELAYU(2013-04-12) DIAN ANGGRAENI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenProporsi tinggi vertikal wajah dibagi menjadi tiga bagian dengan rasio normal 1:1:1. Proporsi wajah yang berhubungan dengan fungsi mastikasi adalah sepertiga bawah wajah. Tinggi sepertiga bawah wajah pendek umumnya disertai dengan deep bite dapat memberikan dampak lebih lanjut berupa gangguan sendi temporomandibular, bahkan disfungsi eustachian tube. Hal tersebut dapat mengganggu fungsi mastikasi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek tinggi sepertiga bawah wajah pendek terhadap performa mastikasi berdasarkan overbite. Metode penelitian adalah cross sectional dengan tipe survei epidemiologi. Subjek penelitian anak usia 12-15 tahun Sub ras Deutero Melayu di kota Bandung. Teknik sampling menggunakan multistage random sampling dengan penentuan besarnya ukuran sampel berdasarkan sampel seadanya dan diperoleh 24 anak (kelompok 1) dengan tinggi wajah normal dan 27 anak dengan tinggi sepertiga bawah wajah pendek terdiri dari 11 anak overbite normal (kelompok 2), 16 anak deep bite (kelompok 3). Performa mastikasi diukur dengan 20 kali pengunyahan artificial test food kemudian dilakukan uji pengayakan. Nilai performa mastikasi dinyatakan dengan median particle size (MPS) dan distribusi sebaran partikel (b). Analisa uji ANOVA diperoleh MPS dengan Fhit = 5.56 dan pvalue = 0.0075, serta b dengan Fhit = 3.41 dan nilai pvalue = 0.0430 menunjukkan perbedaan yang signifikan. Dilanjutkan uji T berkelompok MPS (pvalue = 0.0925) dan b (pvalue = 0.2076) antara kelompok 1 dan 2 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Sedangkan antara kelompok 1 dan 3 perbedaan MPS (pvalue = 0.0037 dan = 0,01) sangat signifikan dan perbedaan b (pvalue = 0.0141 dan = 0,05) signifikan. Simpulan penelitian ini adalah anak dengan tinggi sepertiga bawah wajah pendek yang disertai overbite normal tidak menurunkan performa mastikasi sedangkan deep bite menurunkan performa mastikasi.Item Efek Kedalaman Kurva Spee terhadap Performa Mastikasi pada Anak Usia 12-15 Tahun Sub Ras Deutero Melayu(2013-04-12) RHABIAH EL FITHRIYAH; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenOverbite dalam dapat mempengaruhi fungsi mastikasi. Kedalaman kurva Spee berhubungan dengan overbite dalam. Hilangnya anterior guidance pada overbite dalam akan menyebabkan pergerakan ke lateral terganggu sehingga fungsi mastikasi menurun. Pada kurva Spee datar dan normal tidak terjadi kehilangan anterior guidance karena overbite yang normal sehingga fungsi mastikasi tetap seimbang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek kurva Spee datar, normal dan dalam terhadap performa mastikasi. Metode penelitian adalah tipe survei epidemiologi dengan jenis penelitian cross sectional. Subjek penelitian anak usia 12-15 tahun sub-ras Deutero Melayu yang tinggal di kota Bandung. Teknik pengambilan sampel adalah multistage random sampling dan didapat sebanyak 24 anak kelompok kurva Spee normal yang digunakan sebagai kontrol, 15 anak kelompok kurva Spee datar dan 18 anak kelompok kurva Spee dalam. Performa mastikasi diukur melalui kemampuan anak untuk menghancurkan artificial test food dengan 20 kali pengunyahan, kemudian dilakukan sieving test. Nilai performa mastikasi dinyatakan dengan median particle size (MPS) dan distribusi sebaran partikel (b). Berdasarkan analisa statistik nilai MPS dengan uji ANOVA, yaitu Fhit = 5.56 dan pvalue = 0.0075, dengan nilai distribusi sebaran partikel dengan uji ANOVA, yaitu Fhit = 6,38 dan nilai pvalue = 0.032 terdapat perbedaan yang signifikan pada tiga kelompok kurva Spee dan dilanjutkan dengan uji T berkelompok. Hasil uji T berkelompok menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok kurva Spee datar tetapi terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok kurva Spee dalam baik dilihat dari nilai MPS dan nilai distribusi sebaran partikel. Simpulan penelitian ini adalah performa mastikasi tidak menurun pada anak dengan kurva Spee datar dan performa mastikasi menurun pada anak dengan kurva Spee dalam.Item Efek Deviasi Mandibula Terhadap Performa Mastikasi Pada Anak Usia 12-15 Tahun Sub Ras Deutero Melayu(2013-07-22) ASRI SATIVA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Aktivitas parafungsional berupa clenching dan grinding yang dilakukan terus-menerus akan menyebabkan spasme pada otot-otot mastikasi. Salah satunya spasme otot pterygoid lateral sehingga memberikan gejala klinis berupa deviasi mandibula. Spasme otot akan mengurangi ukuran dan kekuatan otot, sehingga mengganggu keseimbangan pada otot lainnya. Gangguan keseimbangan tersebut menyebabkan distribusi tekanan pada temporomandibular joint (TMJ) tidak seimbang. Fungsi mastikasi seseorang akan terganggu. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek yang ditimbulkan terhadap performa mastikasi pada anak usia 12-15 tahun yang mengalami deviasi mandibula. Jenis penelitian adalah cross sectional dengan tipe survei epidemiologi. Subjek penelitian adalah anak usia 12-15 tahun Sub ras Deutero Melayu di kota Bandung. Pengambilan sampel menggunakan multistage cluster random sampling dengan penentuan besar ukuran sampel berdasarkan sampel seadanya dan diperoleh 24 anak (kelompok 1) dengan pembukaan mandibula normal dan 42 anak (kelompok 2) dengan deviasi mandibula. Performa mastikasi diukur dengan 20 kali pengunyahan artificial test food kemudian dilakukan uji pengayakan. Nilai performa mastikasi dinyatakan dengan median particle size (MPS) dan distribusi sebaran partikel (b) yang diuji menggunakan uji t. Hasil uji tersebut diperoleh MPS dengan hasil thitung = 4.48 dan pvalue = 7.31E-06 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Distribusi sebaran partikel (b) dengan thitung = 3.08 dan pvalue = .0032 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Simpulan penelitian ini adalah anak dengan deviasi mandibula menunjukkan perbedaan efek terhadap performa mastikasi. Perbedaan tersebut berupa penurunan performa mastikasi. Kata kunci : deviasi mandibula, performa mastikasi ABSTRACT Parafunctional activities such as clenching and grinding is done continuously will cause spasm of the muscles of mastication. One of them is lateral pterygoid muscle spasm that would caused providing clinical symptoms of mandibular deviation. It will reduce both length and muscle strength, thereby disrupting the balance of the other muscles. The unbalance will cause un event distribution of pressure on the temporomandibular joint (TMJ) and it will be an impairment of masticatory function. The research objective was to determine the effect on masticatory performance in children aged 12-15 who had mandibular deviation. The type of research is cross-sectional with the epidemiological surveys types. Subjects were children aged 12-15 years Deutero Malay sub race in the city of Bandung. Sampling using a multistage random sampling with a large sample size determination based on convenience technique sampling and 24 children (group 1) with the normal opening movement of the mandible and 42 children (group 2) with mandibular deviation. Masticatory performance is measured by 20 times of chewing artificial test food then sieving test. Masticatory performance value represented by the median particle size (MPS) and the distribution of particle (b) wich were analyze with t-test. The analysis shown that on the result of MPS with thit = 4.48 and pvalue = 7.31E-06 showed a highly significant difference. Distribution of particle (b) by thit = 3:08 and pvalue = .0032 showed a highly significant difference. Conclusion of this study was children with mandibular deviation showed different effects on masticatory performace. The difference decreased masticatory performance. Keywords: mandibular deviation, masticatory performanceItem EFEK DEEP BITE TERHADAP PERFORMA MASTIKASI PADA ANAK USIA 12-15 TAHUN SUB RAS DEUTERO MELAYU(2013-07-22) DENTAKUSUMA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui bahwa maloklusi dapat menyebabkan keterbatasan fungsional selain menimbulkan masalah estetik. Deep bite merupakan bentuk maloklusi yang sering ditemui pada anak-anak. Deep bite dianggap dapat menimbulkan keterbatasan fungsional sehingga dapat mengurangi performa mastikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh deep bite terhadap performa mastikasi pada anak sub ras Deutero Melayu usia 12-15 tahun di Kota Bandung. Performa mastikasi dievaluasi pada anak-anak usia 12-15 tahun dengan deep bite (n = 36) dan non-deep bite (n = 33). Deep bite didefinisikan sebagai overbite yang berlebih (>50%). Performa mastikasi dievaluasi mengikuti protokol standar dengan menggunakan test food yang terbuat dari Panasil dengan rasio base dan katalis 1:5. Setiap anak mengunyah test food sebanyak 20 kali. Partikel-partikel test food hasil pengunyahan dikeringkan dan disaring melalui tujuh saringan. Median Particle Size (MPS) dan distribusi sebaran partikel (b) ditentukan dengan menggunakan berat kumulatif pada setiap saringan dan persamaan Rosin-Rammler. T-tes dilakukan untuk membandingkan rata-rata MPS dan b antara kelompok deep bite dan non-deep bite. Median Particle Size (MPS) rata-rata setelah 20 kali pengunyahan adalah 2,44 mm. dan 1,50 mm untuk kelompok deep bite dan non-deep bite secara berurutan. Distribusi sebaran partikel (b) rata-rata dalam 20 kali pengunyahan adalah 6.11 untuk kelompok deep bite dan 3,75 untuk kelompok non-deep bite. Hasil dari uji t-tests adalah terdapat perbedaan sangat signifikan secara statistik yang ditemukan antara kedua kelompok tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan dalam performa mastikasi pada anak-anak usia 12-15 tahun dengan dan tanpa deep bite. Anak dengan deep bite akan cenderung mengalami penurunan performa mastikasi. Kata kunci: deep bite, performa mastikasi ABSTRACT It is important to recognize that malocclusion could cause functional limitations besides originating esthetic problems. Deep bite is a frequent malocclusion in children that may originate functional limitations reducing mastication performance. The objective of this study was to determine the effect of deep bite toward mastication performance in children 12-15 years old with Deutero Melayu Sub Races in Bandung. Mastication performance was evaluated in 12 to 15 year old children with (n=36) and without (n=33) deep-bite . Deep-bite was defined as more than 50% overbite. Mastication performance was evaluated following a standardized protocol using Panasil with base and catalyst ratio is 1:5 as a test food . Each child chewed the test food for 20 cycles. The chewed particles were dried and sifted through seven sieves. Median particle size (MPS) and broadness of particle distribution (b) were determined using the cumulative weights on each sieve and the Rosin-Rammler equation. T-tests were performed to compare the average of MPS and b between deep bite and without deep bite Median particle size (MPS) average after 20 cycles was 2.44 mm. and 1.50 mm. for the with and without deep-bite groups respectively. Broadness of particle distribution (b) average at 20 cycles was 6.11 for the deep bite group and 3.75 for the group without deep-bite. The results showed that there was a highly statistical significant differences were found between groups. Conclusion of this study was that there were differences in mastication performance in 12-15 year-old children with and without deep bite. Children with deep bite will decrease the mastication performance. Keywords : deep bite, mastication performanceItem PERBEDAAN AKTIVITAS OTOT MASSETER PADA ANAK SUB RAS DEUTERO MELAYU DENGAN TINGGI SEPERTIGA BAWAH WAJAH PENDEK DAN NORMAL(2013-07-23) ANDINI DIMYATI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenOtot masseter adalah salah satu otot yang penting dalam proses mastikasi. Otot masseter yang pendek akan memengaruhi perkembangan mandibula sehingga tinggi sepertiga bawah wajah menjadi lebih pendek. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan aktivitas otot masseter pada anak dengan tinggi sepertiga bawah wajah pendek dan anak dengan tinggi sepertiga bawah wajah normal. Metode penelitian adalah comparative dengan tipe survei epidemiologi. Subjek penelitian anak usia 12-15 tahun Sub ras Deutero Melayu di kota Bandung. Teknik sampling menggunakan multistage random sampling dengan penentuan besarnya ukuran sampel berdasarkan sampel seadanya dan diperoleh 18 anak (kelompok 1) dengan tinggi sepertiga bawah wajah normal dan 18 anak dengan tinggi sepertiga bawah wajah pendek (kelompok 2). Aktivitas otot masseter diukur dengan Electromyographic (EMG) pada saat gigitan maksimal. Nilai aktivitas otot masseter dinyatakan dengan microvolt (µV). Analisa uji t berkelompok diperoleh nilai rata-rata aktivitas otot masseter dengan pvalue = 0,0488 ( = 0,05) antara kelompok 1 dan kelompok 2 menunjukkan perbedaan yang signifikan. Simpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan aktivitas otot masseter pada anak dengan tinggi sepertiga bawah wajah pendek dan anak dengan tinggi sepertiga bawah wajah normal.Item EFEK KLIKING TERHADAP PERFORMA MASTIKASI PERIODE GIGI CAMPURAN USIA 6-12 TAHUN(2013-10-16) LUSY DAMAYANTI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKliking merupakan salah satu bentuk gangguan sendi temporomandibular yang dapat terjadi pada semua tingkatan usia termasuk usia sekolah yaitu periode gigi campuran. Kliking belum dianggap suatu gangguan yang permanen pada periode ini tetapi dapat memberi dampak buruk dikemudian hari jika penyebabnya tidak diatasi sehingga dapat memengaruhi fungsi mastikasi yang dapat dilihat pada performa mastikasi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek kliking terhadap performa mastikasi periode gigi campuran usia 6-12 tahun. Metode penelitian menggunakan jenis penelitian cross sectional tipe survei epidemologi. Subyek penelitian adalah anak SD usia 6-12 tahun di kota Bandung. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik multistage random sampling dengan penentuan besarnya ukuran sampel yang memenuhi kriteria penelitian dan diperoleh 25 orang kelompok kliking serta 28 orang sebagai kelompok kontrol. Performa mastikasi dinilai melalui subyek penelitian dalam menghancurkan artificial test food dengan 20x pengunyahan, dan dilakukan pemeriksaan nilai median particle size (MPS) serta nilai distribusi sebaran partikel (b). Penelitian ini menggunakan uji statistik t-test . Median Particle Size (MPS) rata-rata adalah 1,698 mm pada kelompok kliking dengan SD 0,770887 dan 1,651 mm untuk kelompok kontrol dengan SD 0,868319. Nilai rata-rata b adalah 4,17 pada kelompok kontrol dan 4,34 pada kelompok kliking. Hasil uji t-test memperlihatkan t-hitung=0,44 dan nilai p=0,6646 lebih besar dari α=0,01 sehingga terlihat tidak terdapat perbedaan signifikan secara statistik yang ditemukan antara kedua kelompok tersebut. Simpulan penelitian adalah tidak terdapat efek kliking terhadap performa mastikasi periode gigi campuran usia 6-12 tahun dengan mengingat bahwa periode gigi campuran adalah masa gigi dalam posisi oklusi yang belum stabil dan terdapat perbedaan pola pengunyahan yang berbeda dengan gigi permanenItem HUBUNGAN TIPE SKELETAL WAJAH TERHADAP LEBAR SALURAN NAFAS ATAS PADA ANAK(2014-07-20) RATNA AYU ALIA ZULKARNAIN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenHubungan Tipe Skeletal Wajah Terhadap Lebar Saluran Nafas Atas Pada Anak –Ratna Ayu Alia Zulkarnain- 160421110006 ABSTRAK Tipe skeletal wajah dibentuk oleh tumbuh kembang struktur kraniofasial yaitu cranial vault, basis kranial, maksila, dan mandibula. Relasi maksila dan mandibula mempengaruhi postur otot orofasial yang dapat mengakibatkan perbedaan lebar saluran nafas atas pada tipe skeletal wajah yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tipe skeletal wajah kelas I, II, dan III (menurut sudut ANB) terhadap lebar saluran nafas atas pada anak. Jenis penelitian adalah analisis korelasional. Objek penelitian adalah data sekunder berupa foto rontgen sefalometri lateral pasien anak usia 8-15 tahun sebelum mendapat perawatan ortodontik/ortopedik di praktek dokter gigi spesialis gigi anak dan instalasi kedokteran gigi anak rumah sakit di Kota Bandung. Teknik sampling menggunakan purposive sampling dengan penentuan jumlah sampel yang memenuhi kriteria. Jumlah sampel yang diperoleh adalah 144 sampel. Sudut ANB yang menjadi indikator tipe skeletal wajah dan lebar saluran nafas atas diukur pada foto rontgen sefalometri lateral kemudian dilakukan analisis statistik. Analisis lebar saluran nafas atas berdasarkan analisis McNamara. Pengukuran sudut ANB dalam derajat (°) dan lebar saluran nafas atas dalam milimeter (mm). Rerata sudut ANB berdasarkan tipe skeletal wajah kelas I, II, dan III adalah 2.80 ± 1.20 °, 6.72 ± 1.65 °, dan -3.56 ± 2.79 ° sedangkan rerata lebar saluran nafas atas berdasarkan tipe skeletal wajah kelas I, II, dan III adalah 15.90 ± 3.15 mm, 13.03 ± 3.04 mm, 14.83 ± 3.20 mm. Analisis regresi korelasi tipe skeletal wajah kelas I, II, dan III (menurut sudut ANB) terhadap lebar saluran nafas atas pada anak diperoleh hubungan yang tidak bermakna secara statistik dengan persamaan regresi linear antara sudut ANB (X) dan lebar saluran nafas atas (Y) adalah LSNA=16.43 - 0.17 ANB, LSNA= 15,21 - 0,32 ANB, dan LSNA= 14,04 - 0,22 ANB. Simpulan penelitian adalah terdapat hubungan tipe skeletal wajah kelas I, II, dan III (menurut sudut ANB) terhadap lebar saluran nafas atas pada anak walaupun secara statistik tidak bermakna. Kata kunci: tipe skeletal wajah, lebar saluran nafas atas. .Item Hubungan Tinggi Dentoalveolar Anterior Dan Posterior Serta Panjang Maksila Terhadap Tinggi Wajah Anterior Bawah Pada Anak Dengan Deep bite(2014-07-20) DRG FITRIA SARI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenGangguan pertumbuhan wajah terutama di daerah sepertiga wajah bawah merupakan kelainan yang paling sering ditemukan di klinik, salah satu manifestasinya adalah deep bite. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan antara tinggi dentoalveolar anterior dan posterior serta panjang maksila terhadap tinggi wajah anterior bawah pada anak dengan deep bite. Metode penelitian adalah analitik observasional dengan studi cross sectional. Objek penelitian adalah foto sefalometri lateral pada anak yang didiagnosis deep bite dengan kisaran umur 10-15 tahun yang dirawat di Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG Unpad. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan didapat 32 sefalogram berdasarkan kriteria inklusi. Pengukuran tinggi dentoalveolar anterior dan posterior maksila, panjang maksila serta tinggi wajah anterior bawah pada sefalogram dilakukan sebanyak dua kali dengan rentang waktu seminggu kemudian dilakukan analisis statistik dengan uji korelasi Pearson dan Regresi. Hasil penelitian rerata tinggi wajah anterior bawah (LAFH), tinggi dentoalveolar anterior (UADH) dan posterior (UPDH) serta panjang maksila (ML) didapat LAFH = 59,69 ± 5,36 , UADH = 26,59 ± 3,41 , UPDH = 20,41 ± 3,31 , dan ML = 50 ± 4,83 . Dilanjutkan analisis statistik Regresi dan korelasi Pearson pada UADH terhadap LAFH ( r = 0,779 , thitung = 6,79 , pvalue = 1,55 ) , nilai ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat dan sangat bermakna. Uji korelasi UPDH terhadap LAFH ( r = 0,518 , thitung = 3,32 , pvalue = 0,002 ) yang menyatakan adanya korelasi yang kuat dan bermakna. Uji korelasi ML terhadap LAFH ( r = 0,135 , thitung = 0,74 , pvalue = 0,46 ) yang menunjukkan adanya hubungan tapi tidak bermakna secara statistik. Simpulan penelitian adalah tinggi dentoalveolar anterior maksila mempunyai hubungan dengan tinggi wajah anterior bawah yaitu berkurangnya tinggi dentoalveolar anterior maksila maka tinggi wajah anterior bawah menjadi lebih pendek. Tinggi dentoalveolar posterior maksila mempunyai hubungan dengan tinggi wajah anterior bawah yaitu berkurangnya tinggi dentoalveolar posterior maksila maka tinggi wajah anterior bawah menjadi lebih pendek. Tidak terdapat hubungan antara panjang maksila dengan tinggi wajah anterior bawah yaitu bertambahnya dan berkurangnya panjang maksila tidak akan mempengaruhi tinggi wajah anterior bawah menjadi lebih pendek.Item PERBEDAAN EFEK PENGHAMBATAN KARIES GIGI ANTARA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN NATRIUM FLUORIDA SECARA IN VITRO(2014-07-20) HERYULIANI PURWANTI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenBawang putih (Allium sativum) memiliki efek antibakteri, anti jamur, dan anti virus. Kandungan utama yang bersifat antimikroba pada bawang putih adalah allicin, yang dihasilkan oleh enzim allinase ketika bawang putih dihancurkan. Penelitian bertujuan untuk melihat perbedaan efek penghambatan karies antara ekstrak etanol bawang putih dan natrium fluorida. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperimental murni yang dilakukan pada 28 sampel gigi insisif pertama rahang bawah yang direndam dalam media berisi saliva buatan, sukrosa 2%, bakteri Streptococcus mutans kemudian diaplikasikan ekstrak bawang putih dengan konsentrasi 32 mg/ml dan NaF 2%. Pemeriksaan klinis berdasarkan kategori ICDAS-II dan mikroskopis menggunakan scanning electron microscope (SEM) berdasarkan skala modifikasi Rajesh. Pengujian statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis, dilanjutkan dengan uji Wilcoxon-Mann Whitney dengan taraf signifikan α 0,05. Simpulan penelitian ini adalah ekstrak etanol bawang putih tidak lebih efektif dibandingkan NaF dalam menghambat karies.Item Perbedaan Daya Hambat Antar Povidone Iodine Dan Natrium Fluorida Terhadap Karies Secara In Vitro(2014-07-20) DIAH PRASTUTI WARASTRI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKaries gigi adalah dekstruksi lokal dari jaringan keras gigi oleh produk asam yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri terhadap karbohidrat. Didefinisikan sebagai kehilangan kontinuitas ion mineral baik pada makhota maupun permukaan akar yang distimulasi oleh adanya bakteri oral dan produk biologisnya. Povidone iodine adalah bahan antimikroba yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi, bersifat bakterisida spektrum luas. Natrium fluorida merupakan gold standard pencegahan karies dalam kedokteran gigi, fungsi utamanya untuk remineralisasi matriks email, selain itu mempunyai sifat bakterisida. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan efektifitas povidone iodine, NaF, dan kontrol dalam menghambat perjalanan karies secara in vitro. Penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian true eksperimental terhadap 28 gigi sulung rahang bawah yang dibiarkan mengalami karies selama 3 minggu secara in vitro kemudian dievaluasi secara klinis dan mikroskopis melalui scanning electron microscope. Analisis statistik menggunakan uji non parametrik Kruskall-Wallis dan uji Wilcoxon-Mann Whitney untuk melihat apakah terdapat perbedaan efek penghambatan karies antara NaF dan Povidone Iodine. Pengujian Kruskall-Wallis memperlihatkan adanya perbedaan klinis yang signifikan antara kontrol, kelompok yang diberi povidone iodine, dan kelompok NaF dengan p-value 0,0020 ( α < 0,05) , sedangkan untuk pemeriksaan SEM menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan p-value 0,0862 (α < 0,05). Dengan uji Wilcoxon-Mann Whitney terlihat perbedaan yang signifikan antara kontrol dan kelompok povidone iodine, dan antara kontrol dan kelompok NaF, sedangkan kelompok povidone iodine dengan kelompok yang mendapat perlakuan dengan NaF tidak terlihat perbedaan yang signifikan, dengan α < 0,05 (95%). Kesimpulan dari penelitian ini povidone iodine lebih efektif dibandingkan dengan NaF mencegah karies secara in vitroItem perbedaan Daya Hambat antara Aloe Vera dan Natrium Fluorida Terhadap Karies Secara In Vitro(2014-07-21) WIWIK ELNANGTI WIJAYA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPerbedaa Daya Hambat antara Aloe vera dan Natrium Fluorida terhadap Karies secara In Vitro Wiwik Elnangti Wijaya – 160421110009 ABSTRAK Aloe vera atau lidah buaya adalah tanaman herbal yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan karena mengandung efek antibakteri, antijamur, antivirus dan antiradang. Efek antibakteri dari Aloe vera yaitu dapat menghambat metabolisme bakteri Streptococcus mutans dalam menfermentasikan karbohidrat yang menghasilkan asam penyebab karies. Manifestasi awal karies adalah adanya daerah terdemineralisasi pada permukaan gigi, berbentuk white spot kecil pada. Pada tahap ini karies bersifat reversible. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan efek penghambatan karies antara Aloe vera dan natrium fluorida. Penelitian dilakukan secara true eksperimental pada 28 sampel gigi insisif rahang bawah yang mendapat perlakuan perendaman gigi dalam media saliva buatan, sukrosa 2%, bakteri Streptococcus mutans kemudian diaplikasikan bahan antibakteri dengan konsentrasi ekstrak Aloe vera 25% dan NaF 2%. Karies yang terbentuk diperiksa secara klinis dan mikroskopis menggunakan scanning electron microscope (SEM), dan dinilai berdasarkan kategori ICDAS dan modifikasi Rajesh. Pengujian statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Wilcoxon-Mann Whitney dengan taraf signifikan α < 0,05 (95%) untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok antara kontrol, ekstrak Aloe vera dan NaF. Hasil uji analisis statistik menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan klinis terdapat perbedaan signifikan diantara kelompok perlakuan dengan hasil natrium fluorida lebih efektif menghambat karies dibanding ekstrak Aloe vera dengan nilai p < 0,05. Kesimpulan penelitian ini adalah dari hasil pemeriksaan klinis terdapat perbedaan nyata dari efek penghambatan karies antara kelompok perlakuan, sedangkan untuk hasil pemeriksaan SEM tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Aloe vera tidak lebih efektif dibandingkan NaF dalam menghambat karies. Kata kunci : Aloe vera, Natrium fluorida, karies, Streptococcus mutansItem Defek Email Gigi Pada Anak Sindrom Down Berdasarkan Tingkat Kecerdasan(2014-07-21) YUNITA TRI ANANDI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSindrom Down merupakan kelainan kromosom yang disertai retardasi mental dengan tingkat kercerdasan yang bervariasi. Defek email gigi adalah salah satu kelainan struktur gigi yang sering dijumpai pada anak sindrom Down. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan defek email gigi pada anak sindrom Down berdasarkan tingkat kecerdasan. Desain penelitian ini adalah analisis observasional dengan uji regresi dan uji korelasi Pearson serta Anova. Penelitian ini dilakukan pada anak sindrom Down yang memiliki nilai IQ yang bersekolah di SLB-C Kota Bandung. Tingkat kecerdasan ditentukan dengan retardasi mental ringan dengan nilai IQ 52-67, retardasi mental sedang dengan nilai IQ 51-36 dan retardasi mental berat dengan nilai IQ 35-20. Tingkat keparahan defek email ditentukan berdasarkan skor developmental defect enamel (DDE). Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekuensi defek email pada anak sindrom Down adalah 93,10 %. Tidak terdapat hubungan bermakna antara defek email dengan retardasi mental ringan (p>0,05) dan pada retardasi mental sedang (p>0,05). Terdapat hubungan bermakna antara defek email dengan retardasi mental berat (p<0,05). Simpulan penelitian adalah tidak terdapat hubungan antara defek email dengan retardasi mental ringan dan sedang pada anak sindrom Down, tetapi terdapat hubungan bermakna antara defek email dengan retardasi mental berat.Item PERBEDAAN MOTIVASI ORANG TUA TERHADAP KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTIK PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS(2014-07-21) HIZROMAITA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenAnak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami hambatan mental, fisik, emosional dan sosial yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, yang dalam rongga mulut bermanifestasi pada maloklusi. Maloklusi dapat dinilai menggunakan Index of Orthodontic Treatment Needs (IOTN) yang meliputi dua komponen yaitu Dental Health Component (DHC) dan Aesthetic Component (AC). Motivasi orang tua sangat berperan penting dalam penentuan kebutuhan perawatan maloklusi karena orang tua sebagai orang terdekat dengan anak dan pengambil keputusan dalam pemenuhan perawatan ortodontik yang diukur dengan kuisioner sebanyak 2 kali yaitu sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan motivasi orang tua terhadap kebutuhan perawatan ortodontik pada anak berkebutuhan khusus dan kelompok kontrol anak normal. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survei analitik yang dilakukan pada 140 sampel anak berserta orang tua masing-masing, yang terdiri dari 71 orang ABK dan 69 orang pada kelompok kontrol anak normal berusia 9-15 tahun. Pengujian statistik menggunakan comparatif analysis uji Wilcoxon-Mann Whitney dengan taraf signifikan α <0,05 (95%) untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok. Hasil uji analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motivasi yang signifikan pada kelompok ABK sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan dengan nilai p-value 0,00E+00< 0,005 dan kelompok kontrol anak normal dengan nilai p- value 4,28E-10 < 0,05. Hasil perbedaan diantara kedua kelompok tersebut secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai p 0,003< 0,05. Kesimpulan penelitian ini adalah motivasi orang tua terhadap kebutuhan perawatan ortodontik pada anak berkebutuhan khusus lebih rendah dibandingkan dengan motivasi orang tua pada kelompok anak normal.Item HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU ORANG TUA DENGAN STATUS KESEHATAN SERTA KEBUTUHAN PERAWATAN GIGI DAN MULUT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS(2014-07-21) DRG ASEP KEMAL PASHA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPengetahuan, sikap dan perilaku orangtua mempunyai hubungan dengan status kesehatan serta kebutuhan perawatan gigi dan mulut anak berkebutuhan khsusus. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian penting yang menunjang kesehatan umum. Anak berkebutuhan khusus perlu diidentifikasi karena mereka memerlukan pelayanan khusus termasuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua dengan status kesehatan serta kebutuhan perawatan gigi dan mulut anak berkebutuhan khusus. Jenis penelitian adalah deskriptif analitik pada 89 sampel anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari 48 laki-laki dan 41 perempuan. Data status kesehatan gigi dan mulut diperoleh dari pemeriksaan klinis menggunakan indeks DMFT/deft, indeks kebersihan mulut Oral Hygene Index-Simplified (OHI-S) dari Greene dan Vermillion, serta indeks PUFA/pufa. Data juga diperoleh melalui kuisioner terhadap orang tuam masing-masing anak berkebutuhan khusus. Pengujian statistik menggunakan uji chi-square, dilanjutkan dengan uji koefisien konkordansi kendall (uji W) dengan derajat kepercayaan α <0,01(99%). Hasil uji analisis statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan yang antara pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua dengan status kesehatan serta kebutuhan perawatan gigi dan mulut anak berkebutuhan khusus dengan nilai p 0,0000212 <0,01. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan orang tua dengan status kesehatan serta kebutuhan perawatan gigi dan mulut anak berkebutuhan khusus, terdapat hubungan yang signifikan antara sikap orang tua dengan status kesehatan serta kebutuhan perawatan gigi dan mulut anak berkebutuhan khusus, terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku orang tua dengan status kesehatan serta kebutuhan perawatan gigi dan mulut anak berkebutuhan khusus dan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua dengan status kesehatan serta kebutuhan perawatan gigi dan mulut anak berkebutuhan khususItem UJI DAYA ANTI BAKTERI EKSTRAK CATHECHIN TEH PUTIH TERHADAP STREPTOCOCCUS SANGUIS SEBAGAI BAKTERI PEMBENTUK PLAK GIGI(2014-07-21) MUHAMAD ZAKKI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKaries dan penyakit periodontal dipicu dengan terbentuknya plak gigi yang disebabkan salahsatunya oleh Streptococcus sanguis sebagai bakteri pelopor pembentuk plak gigi. Strategi untuk mengontrol pembentukan plak diantaranya dengan menggunakan bahan antibakteri. Tujuan penelitian adalah mendapatkan data tentang kemampuan anti bakteri ekstrak cathechin teh putih terhadap Streptococcus sanguis, sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengembangan bahan kumur herbal dengan bahan dasar ekstrak cathechin teh putih. Penelitian bersifat eksperimental laboratoris dengan sampel ekstrak cathechin teh putih dan bakteri uji Streptococcus sanguis ATCC 10556 dengan menggunakan metode mikrodilusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak cathechin teh putih mempunyai konsentrasi hambat minimun dan konsentrasi bunuh minimum sebesar 500ppm (0,5 mg/ml) dan 2000ppm (2mg/ml) terhadap streptococcus sanguis. Simpulan penelitian adalah ekstrak cathechin teh putih mempunyai daya anti bakteri terhadap Streptococcus sanguis dengan konsentrasi hambat minimum dan konsentrasi bunuh minimum sebesar 500ppm(0,5 mg/ml) dan 2000ppm(2mg/ml), sehingga dapat dijadikan sebagai bahan alternatif dalam mencegah pembentukan plak gigi.Item kebersihan Gigi dan Mulut Anak Sindrom Down Berdasarkan Tingkat IQ Setelah Pelatihan Penyikatan Gigi(2014-07-21) PATRIANI TANDIRERUNG; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenAnak sindrom Down umumnya memiliki kebersihan gigi dan mulut yang buruk, hal ini dipengaruhi oleh ketidakmampuan membersihkan rongga mulut secara adekuat karena adanya keterbatasan motorik, sensori dan keparahan intelektual (IQ). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan kebesihan gigi dan mulut setelah pelatihan penyikatan gigi berdasarkan tingkat IQ. Metode penelitian adalah eksperimental semu, sampel berjumlah 24 anak dibagi menjadi tiga kelompok yaitu retardasi mental ringan (I), sedang (II) dan berat (III) diperoleh dengan metode stratified random sampling dan pengambilan sampel secara purposive sampling. Pelatihan penyikatan gigi dilakukan sebanyak 4x selama sebulan dan diukur menggunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S). Hasil penelitian uji t-berpasangan sebelum dan setelah pelatihan penyikatan gigi setiap kelompok p<0,001, analisis menunjukkan penurunan nilai OHI-S pada ketiga kelompok. Uji ANOVA membedakan kebersihan gigi dan mulut berdasarkan tingkat IQ, diperoleh p-value 1,99E-07 (p<0,001) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok. Uji post hoc kelompok I-II p-value 0,00004, I-III p-value 7,98E-07 dan II-III p-value 0,0067 (p<0,001) bahwa kelompok I lebih baik dari II dan III. Simpulan penelitian adalah terdapat perbedaan kebersihan gigi dan mulut anak sindrom Down sebelum dan setelah pelatihan penyikatan gigi, serta terdapat perbedaan kebersihan gigi dan mulut anak sindrom Down berdasarkan tingkat IQ.Item HUBUNGAN ANTARA TINGGI DENTOALVEOLAR ANTERIOR DAN POSTERIOR SERTA TINGGI RAMUS MANDIBULA DENGAN TINGGI WAJAH ANTERIOR BAWAH PADA ANAK DEEP BITE(2014-07-21) KUSTINI INDAH SETIYOWATI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenTulang skelatal yang mempengaruhi perkembangan vertikal wajah yaitu komplek nasomaksilaris, mandibula dan proses alveolar. Pertumbuhan vertikal kondilus mandibula harus seimbang dengan pertumbuhan vertikal dentoalveolar, bila pertumbuhannya tidak seimbang maka akan terjadi maloklusi baik dental dan skeletal. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai hubungan antara tinggi dentoalveolar anterior dan posterior mandibula serta tinggi ramus mandibula terhadap tinggi wajah anterior bawah pada anak dengan deep bite. Metode penelitian yang digunakan analisis korelasional dengan uji analisis korelasi Pearson. Objek penelitiannya foto sefalometri lateral pada anak yang di diagnosis deep bite dengan kisaran umur 10-15 tahun yang di rawat di Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG Unpad. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Uji korelasi Pearson pada LADH terhadap LAFH menunjukkan adanya korelasi yang sangat kuat dan sangat bermakna. Uji korelasi LPDH terhadap LAFH menyatakan adanya korelasi yang kuat dan bermakna. Uji korelasi RM terhadap LAFH menunjukan korelasi yang lemah dan tidak bermakna. Kesimpulan penelitian adalah tinggi dentoalveolar anterior mandibula mempunyai hubungan dengan tinggi wajah anterior bawah yaitu bertambahnya tinggi dentoalveolar anterior mandibula maka tinggi wajah anterior bawah menjadi lebih panjang. Tinggi dentoalveolar posterior mandibula mempunyai hubungan dengan tinggi wajah anterior bawah yaitu bertambahnya tinggi dentoalveolar posterior mandibula maka tinggi wajah anterior bawah menjadi lebih panjang. Tidak terdapat hubungan antara tinggi ramus mandibula dengan tinggi wajah anterior bawah yaitu bertambahnya dan berkurangnya panjang maksila tidak akan mempengaruhi tinggi wajah anterior bawah.Item PENILAIAN LUAS NASOFARING DAN TINGKAT KEPARAHAN GIGITAN BERSILANG POSTERIOR PADA ANAK CELAH BIBIR DAN LANGIT LANGIT PASCA PALATOPLASTY(2015-10-19) ANIE APRIANI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenAnak dengan celah bibir dan langit-langit (CBL) yang mendapatkan perawatan palatoplasty mempunyai karakteristik anatomi adanya penyempitan nasofaring dibandingkan dengan anak normal. Penyempitan nasofaring ditandai dengan adanya pengurangan luas nasofaring. Hal tersebut dapat menyebabkan masalah dikemudian hari berupa maloklusi yaitu kontriksi rahang sehingga dapat menyebabkan gigitan bersilang posterior. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai rerata luas nasofaring dan berapa tingkat keparahan gigitan bersilang posterior pada anak CBL pasca palatoplasty. Jenis penelitian adalah observasional analitik. Subjek penelitian terdiri dari 14 orang anak CBL pasca palatoplasty dan 14 anak normal sebagai pembanding. Objek penelitian adalah model studi dan data sekunder berupa radiograf sefalometri lateral anak CBL pasca palatoplasty dan anak normal. Pengukuran garis Ptm-ad1-ad2-Ptm dan Ptm-So-Ba-Ptm dilakukan untuk mendapatkan luas nasofaring. Model studi di skoring untuk mendapatkan tingkat keparahan gigitan bersilang posterior. Rerata luas nasofaring jaringan lunak anak CBL pasca palatoplasty sebesar 35,02 mm2 lebih kecil dibandingkan anak normal sebesar 35,73 mm2. Demikian pula dengan rerata luas nasofaring jaringan keras anak CBL memiliki luas sebesar 301,40 mm2 lebih kecil dibandingkan anak normal sebesar 315,54 mm2. Analisis statistik uji perbedaan luas nasofaring tidak bermakna. Seluruh anak CBL post palatoplasty menderita gigitan bersilang posterior. Tingkat keparahan gigitan bersilang posterior sebesar 42,9% termasuk kriteria Baik, 35,7% kriteria Sedang, 14,3% kriteria Buruk dan 7,1% termasuk kriteria Sangat Baik. Simpulan penelitian adalah tidak terdapat perbedaan nilai rerata luas nasofaring antara anak CBL pasca palatoplasty dengan anak normal. Tingkat keparahan gigitan bersilang posterior anak CBL pasca palatoplasty paling banyak termasuk dalam kriteria Baik.