Ilmu Bedah Urologi (Sp.)

Permanent URI for this collection

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 20 of 20
  • Item
    PERBANDINGAN KEPADATAN TULANG PASIEN KANKER PROSTAT METASTATIK HORMONAL SENSITIF SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN GOSERELIN DAN ASAM ZOLEDRONIK
    (2024-01-01) RIZKY RAMDHANI; Sawkar Vijay Pramod; Ferry Safriadi
    Latar Belakang: Kanker prostat merupakan keganasan yang paling umum didiagnosis di seluruh dunia dan memiliki kecenderungan tinggi untuk terjadi metastasis tulang sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas karena dapat mengakibatkan SRE karena adanya penurunan kepadatan tulang. Beberapa penelitian merekomendasikan diagnosis dini dengan BMD, latihan beban, suplementasi kalsium, dan pemberian pemberian bifosfonat untuk mempertahankan kesehatan tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan tulang pasien kanker prostat metastatik sensitif hormonal yang mendapatkan Goserelin dan melihat pengaruh pemberian asam zoledronik terhadap kepadatan tulang. Metode: Penelitian ini merupakan clinical trial dengan randomisasi single blind pada penderita kanker prostat metastatik sensitif hormonal yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin di Bandung, Indonesia. Studi ini melihat perbedaan kepadatan tulang pada pasien kanker prostat metastasik sensitif hormonal yang diberikan asam zoledronik dan yang tidak diberikan asam zoledronic dalam pengobatan Goserelin. Analisis statistic menggunakan Uji T tes berpasangan dan Uji Wilcoxon. Hasil: Pada penelitian ini usia rata-rata subjek 68.07±7.343 tahun. Didapatkan kepadatan tulang pada subjek penelitian saat terdiagnosis memiliki rata-rata pada Spine -1.6±0.9, Hip -1.5±1, dan forearm -1.8±0.8. Ditemukan penurunan kepadatan tulang pasien setelah diberikan Asam Zoledronik, Spine -0.18 (10.2%) (P= 0.0001), Hip -0.28 (18.1%) (P= 0.001), dan forearm -0.04 (2.1%) (P= 0.445). Pada pasien yang tidak diberikan asam zoledronik juga didapatkan penurunan rata-rata kepadatan tulang Spine -0.2(11.1%) (P= 0.0001), hip -0.06 (P= 0.334), dan hip -0.11 (7%) (P= 0.200).. Kesimpulan: Penurunan kepadatan tulang didapatkan pada mayoritas subjek penelitian saat terdiagnosis kanker prostat. Terdapat penurunan kepadatan tulang yang signifikan pada tulang spine pada kelompok yang tidak mendapatkan asam zoledronic. Pada kelompok yang mendapat asam zoledronic juga didapatkan penurunan kepadatan tulang yang signifikan pada tulang spine dan hip.
  • Item
    Pengaruh Injeksi Testosteron Terhadap Ekspresi Pembuluh Darah dan Kolagen pada Pasien Hipospadia
    (2023-06-27) CHRISTOPHER KUSUMAJAYA; Safendra Siregar; Jupiter Sibarani
    Latar Belakang: Hipospadia adalah salah satu anomali kongenital yang paling umum pada anak laki-laki. Tatalaksana operatif merupakan penatalaksanaan definitif yang angka komplikasinya masih tinggi. Penggunaan hormon testosteron dapat menjadi terapi tambahan sebelum operasi dan mengurangi tingkat komplikasi, namun penggunannya masih kontroversial, terutama dalam efeknya pada proses penyembuhan luka. Dalam penelitian ini, akan dinilai secara prospektif untuk membandingkan efek histologis pada preputium pasca injeksi testosteron intramuskular pra-operasi pada pembuluh darah dan kolagen yang merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan luka. Metode Penelitian: 15 pasien hipospadia dengan riwayat empat siklus injeksi testosteron 25 mg yang diberikan secara intramuskular dengan interval 3 minggu dibandingkan dengan 15 pasien tanpa terapi androgen pra-operasi. Preputium bagian ventral diambil pada saat operasi rekonstruksi untuk pemeriksaan histopatologis. Jumlah pembuluh darah ditentukan menggunakan pewarnaan Hematoxylin Eosin, sedangkan ekspresi kolagen menggunakan Masson Trichome. Hasil : Rerata usia subjek penelitian ini adalah 6,57±4,0 tahun. Terdapat penurunan ekspresi kolagen pada 26.7% subjek yang diberikan injeksi testosteron dibandingkan dengan 20.0% subjek yang tidak diberikan injeksi testosteron (r = -0.079). Terdapat peningkatan jumlah pembuluh darah pada kelompok testosteron dibandingkan dengan kelompok kontrol (r = 0.136). Studi korelasi ini menujukkan pemberian testosteron dapat menurunkan ekspresi kolagen dan meningkatkan jumlah pembuluh darah. Kesimpulan: Injeksi testosteron intramuskular pra-operasi pada anak-anak dengan hipospadia meningkatkan vaskularisasi dan mengurangi ekspresi kolagen pada preputium.
  • Item
    Pengaruh Pemberian Royal Jelly Pada Model Varikokel Tikus Wistar Terhadap Kadar Interleukin-6 (IL-6), Aktivitas Enzim Superoxide Dismutase (SOD) dan Penilaian Kadar Malondialdehyde (MDA)
    (2023-12-31) ANINDITHO DIMAS KURNIAWAN; Jupiter Sibarani; Safendra Siregar
    Pendahuluan. Salah satu penyebab infertilitas utama berasal dari faktor pria, salah satunya adalah varikokel. Varikokel dapat menyebabkan kondisi stress oksidatif, dan meningkatkan kadar Reactive Oxygen Species (ROS). Kondisi Varikokel memicu peningkatan mediator inflamasi, penurunan aktivitas antioksidan, dan peningkatan peroksidasi lipid di testis. Royal Jelly (RJ) telah banyak digunakan untuk mengatasi berbagai keadaan inflamasi, mengatasi keadaan stress oksidatif, meningkatkan fertilitas pada pria, mencegah penyakit dan lain-lain. Pemberian Royal Jelly diharapkan dapat memperbaiki kerusakan sel, dan memperbaiki spermatogenesis yang terganggu akibat stress oksidatif pada model varikokel tikus wistar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian Royal Jelly terhadap kadar Interleukin-6 (IL-6), aktivitas enzim Superoxide Dismutase (SOD) dan kadar Malondialdehyde (MDA) pada model varikokel tikus wistar. Metode. Tikus Wistar dibagi menjadi tiga kelompok: tikus yang tidak diberi perlakuan, tikus yang dibuat model varikokel dan tidak diberi perlakuan, dan tikus yang dibuat model varikokel dan diberikan Royal Jelly. Pasca dilakukan orkidektomi sinitra, 1 gram jaringan testis akan diambil untuk dilakukan proses homogenisasi dengan 9ml larutan PBS untuk membersihkan jaringan dari sel darah. Sampel lalu disimpan di dalam suhu 4°c untuk selanjutnya diperiksa kadar IL-6, SOD, dan MDA secara ELISA. Hasil. Pemberian Royal Jelly dapat meningkatkan aktivitas enzim superoxide dismutase (SOD) (p<0,05), menurunkan kadar malondialdehyde (MDA) (p<0,05), tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari kadar interleukin-6 (IL-6) antara tiga kelompok. Kesimpulan. Pemberian terapi Royal Jelly menunjukkan potensi sebagai salah satu alternatif terapi untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan jaringan dari stress oksidatif yang dipicu oleh varikokel.
  • Item
    Gambaran Histopatologi pada Model Trauma Ginjal Berdasarkan Skor EGTI
    (2022-12-29) MOCHAMMAD ECKY PRATAMA; Safendra Siregar; Ahmad Agil
    Pendahuluan: Trauma ginjal merupakan trauma yang paling sering terjadi pada traktus urinarius. Trauma tumpul merupakan mekanisme yang paling umum, terhitung 80-85% dari semua cedera ginjal. Berdasarkan derajat kerusakan, trauma ginjal dibedakan menjadi cedera minor dan mayor. Berkurangnya perfusi jaringan, hipoksia, dan iskemia akiba trauma dapat menyebabkan aktivasi dari sistem koagulasi dan sistem komplemen yang menyebabkan stimulasi leukosit dan alterasi endotelium sehingga menyebabkan respon inflamasi pada sistem glomerulus dan tubular ginjal. Sistem skoring EGTI dapat digunakan untuk menilai perubahan histopatologi pada ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perubahan gambaran histopatologis dan skor EGTI tikus wistar model trauma ginjal dibandingkan dengan tikus wistar kelompok kontrol. Metode: Studi ini merupakan studi eksperimental menggunakan hewan coba tikus dengan jumlah sampel 24 tikus. Kelompok tikus dibagi menjadi 2 minggu dan 4 minggu untuk melihat perubahan akut dan kronik pada gambaran histopatologi ginjal pada model trauma. Hasil: Terdapat total 24 sampel yang dikorbankan dan dilakukan pemeriksaan histopatologis. Ditemukan perbedaan yang signifikan pada rerata Endotel, Glomerulus, Tubulus, dan Interstitial pada kelompok kontrol, minggu ke-2, dan minggu ke-4. Kesimpulan: Terdapat perubahan histopatologi pada endotelium, glomerulus, tubulus dan interstitial yang dibuat model trauma ginjal tikus pada pemantauan minggu kedua dan keempat. Katakunci: EGTI, histopatologi, IRI, trauma ginjal
  • Item
    PENILAIAN VIABILITAS SECARA MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GRAFT PERITONEUM DI URETRA SEBAGAI ALTERNATIF URETROPLASTI PADA KELINCI NEW ZEALAND
    (2024-01-02) MUHAMMAD ALDITO RIVALDI; Safendra Siregar; Ahmad Agil
    Latar Belakang: Uteroplasti merupakan berupa tindakan pembedahan yang menjadi pilihan terapi pada striktur uretra, terbagi menjadi uteroplasti anastomosis dan uteroplasti substitusi. Pada uteroplasti subsitusi, segmen uretra target dilapisi oleh flap atau graft. Umumnya, graft yang digunakan berasal dari jaringan buccal, kulit, dan sublingual. Selain itu, terdapat potensi dari jaringan dengan komponen sel mesotel seperti peritoneum untuk dimanfaatkan sebagai graft. Namun, penelitian mengenai keberhasilan pencangkokan selaput peritoneum pada operasi uteroplasti masih terbatas. Kelinci sendiri dapat dimanfaatkan sebagai model karena dimensi uretra pada kelinci dewasa serupa dengan bayi manusia. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk menilai viabilitas peritoneum graft dalam model uteroplasti pada kelinci. Metode Penelitian: Penelitian eksperimental pada hewan coba ini melibatkan 22 ekor kelinci New Zealand jantan dewasa. Sebanyak 20 kelinci dibuat model striktur dengan insisi. Model striktur kelinci dibagi rata menjadi 2 kelompok graft dan 2 kelompok kontrol, masing-masing dikorbankan pada pengamatan hari ke-14 dan ke-30. Sedangkan 2 ekor kelinci yang tersisa sebagai sham. Jaringan uretra diambil dan di deparafinasi, kemudian diwarnai dengan Haematoxylin-Eosin (H&E) dan Masson’s trichrome dan diamati dengan mikroskop cahaya. Viabilitas secara makroskopis dan mikroskopis graft peritoneum dinilai. Hasil Penelitian: Secara makroskopis, terdapat perbedaan rerata shrinkage pada kelompok graft 2 minggu, graft 4 minggu dan kontrol yang bermakna secara statistik (0,0001; p<0,05). Secara mikroskopis, terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah sel radang (0,0001; p<0,05), jumlah neovaskularisasi (0,043; p<0,05), dan keberhasilan fusi (0,0001; p<0,05) pada kelompok graft 2 minggu, graft 4 minggu dibandingkan dengan kelompok kontrol dan sham. Kesimpulan: Peritoneal graft memiliki viabilitas secara makroskopis dan mikroskopik yang cukup baik dan dapat digunakan sebagai alternatif jaringan pada uretroplasti substitusi. Hal ini digambarkan oleh jumlah sel radang, jumlah neovaskularisasi, dan keberhasilan fusi pada peritoneal graft yang dilakukan pengamatan pada minggu kedua dan keempat.
  • Item
    PENGARUH LATIHAN DENGAN MENGGUNAKAN AFFORDABLE AND APPLICABLE RENAL MODEL (AARM) TERHADAP KETERAMPILAN NEFROSTOMI PERKUTAN DAN PENILAIAN PERSEPSI PENGGUNAANNYA
    (2022-12-28) GUGUM INDRA FIRDAUS; Safendra Siregar; Bambang Sasongko Noegroho
    Pendahuluan: Nefrostomi perkutan merupakan tindakan gawat darurat pada ginjal dan saluran kemih bagian atas dengan tujuan mengalirkan urin dari sistem pelvokalises. Pencapaian kompetensi untuk melakukan prosedur ini memerlukan pelatihan psikomotor yang terstandar dan khusus, tanpa mengabaikan keselamatan pasien. AARM dikembangkan sebagai media pelatihan prosedur nefrostomi perkutan yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Oleh karena itu, kami ingin mengetahui pengaruh pelatihan menggunakan AARM terhadap keterampilan dan persepsi dalam melakukan tindakan nefrostomi perkutan pada residen urologi tahap satu. Metode: Sebanyak 24 residen urologi tahap satu yang belum pernah melakukan nefrostomi perkutan dibagi secara acak menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 12 orang. Materi mengenai nefrostomi perkutan diberikan pada kedua kelompok. Kelompok eksperimen menjalani pelatihan nefrostomi perkutan menggunakan AARM sedangkan kelompok kontrol tidak. Kedua kelompok kemudian melakukan nefrostomi perkutan dan dinilai durasi visualisasi jarum nefrostomi pada USG, durasi tusukan dan durasi tindakan nefrostomi perkutan dengan panduan USG. Analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS ver 26.0. Hasil: Penilaian pengetahuan dasar nefrostomi menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen memiliki perbandingan nilai pre-test dan post-test yang berbeda bermakna dengan nilai rata-rata berurutan 7.83±1.467 dan 8.67±1.073 (p=0.034). Akan tetapi, secara umum pencapaian pengetahuan (post-test) pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p=0.685). Perbandingan penilaian durasi visualisasi jarum nefrostomi, durasi tusukan (puncture) dan durasi untuk melakukan tindakan nefrostomi perkutan pada kelompok eksperimen dan kontrol menunjukkan perbedaan bermakna dengan nilai p=0.028, p=0.007, dan p=0.01 secara berurutan. Penilaian persepsi penggunaan AARM untuk latihan nefrostomi perkutan menunjukkan respon yang baik pada kelompok eksperimen. Kesimpulan: pelatihan dengan menggunakan AARM dapat meningkatkan pengetahuan, mempersingkat durasi visualisasi jarum nefrostomi, durasi tusukan dan durasi untuk melakukan tindakan nefrostomi perkutan dengan panduan USG. Penggunaan AARM juga memiliki persepsi yang baik dari penggunanya.
  • Item
    Perbandingan Kadar Transforming Growth B1 (TGF B1) dan Kolagen Tipe I dan III pada Model Trauma Tumpul Ginjal Mayor yang Diberi Perbedaan Intervensi Beban
    (2022-12-27) KIAGUS FERRY FEBIAN QOSASI; Safendra Siregar; Ahmad Agil
    PERBANDINGAN KADAR TRANSFORMING GROWTH FACTOR β1 (TGF β-1) DAN KOLAGEN TIPE I DAN III PADA MODEL TRAUMA TUMPUL GINJAL MAYOR YANG DIBERI PERBEDAAN INTERVENSI BEBAN Kiagus Ferry Febian Qosasi, Safendra Siregar, Ahmad Agil Departemen Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Hasan Sadikin Academic Medical Center ABSTRAK Latar belakang: Trauma ginjal terjadi pada sekitar 10% pasien trauma abdomen. Penyebab trauma urologis yang paling sering, seperti trauma ginjal dan kandung kemih, adalah jatuh dan kecelakaan mobil, yang mengakibatkan trauma tumpul. Untuk menemukan penanda jaringan pada trauma ginjal yang masih dini, sedang, atau lanjut, dapat digunakan analisis biomarker. Ditemukan juga bahwa TGF-1 meningkatkan mRNA kolagen I dan III dalam investigasi pada tikus. TGF-β1, kolagen I, dan kolagen III adalah biomarker yang terlibat dalam kemunculan simultan sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi. Dalam studi ini, peneliti akan mengkaji bagaimana model trauma tumpul ginjal mayor yang diberikan intervensi beban mempengaruhi kadar TGF-1, kolagen tipe I dan III. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan acak dengan menggunakan hewan percobaan (animal experimental study). Mencit Wistar dengan berat 300-350 gram digunakan sebagai model sampel trauma tumpul ginjal mayor. Mencit dibagi menjadi 5 kelompok. Jumlah sampel tiap kelompok adalah 5 ekor mencit dengan 1 ekor sebagai kontrol sehat. Hasil: Ada pengaruh antara derajat trauma ginjal terhadap kadar TGF-β1, kolagen tipe I, dan kolagen tipe II. Semakin tinggi derajat dan lama trauma ginjal, semakin tinggi kadar TGF-β1, kolagen tipe I, dan kolagen tipe III. Kesimpulan: Trauma tumpul ginjal mayor mempengaruhi kadar TGF-β1, kolagen tipe I, dan kolagen tipe III. Terjadi peningkatan kadar TGF-β1 dan kolagen tipe I dan II dengan besarnya beban yang diberikan pada model trauma tumpul ginjal mayor.
  • Item
    HUBUNGAN ANTARA POSISI DOUBLE J STENT INTRAVESIKA DENGAN GEJALA STENT URETER BERDASARKAN URETERAL STENT SYMPTOM QUESTIONNAIRE (USSQ) VERSI BAHASA INDONESIA
    (2022-12-29) FARIS EL-HAQ; Safendra Siregar; Sawkar Vijay Pramod
    ABSTRAK Pendahuluan: Pemasangan double J stent masih memiliki tingkat komplikasi pasca operasi yang tinggi. Temuan mengenai kemungkinan efek posisi double J stent intravesika terhadap komplikasi pasca operasi pasien dengan pemasangan double J stent masih belum konsisten. Saat ini, telah terdapat suatu kuesioner yang menilai gejala terkait pemasangan double J stent atau disebut sebagai Ureteral Stent Symptom Questionnaire (USSQ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan posisi double J stent intravesika dengan gejala stent ureter berdasarkan USSQ versi Bahasa Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kohort prospektif dengan menggunakan metode observasional analitik untuk melihat hubungan variabel satu dan yang lainnya. Populasi penelitian ini adalah pasien dengan double J stent ukuran 4,7 Fr dan panjang 26 cm. Semua pasien yang diinklusi ke dalam penelitian akan dievaluasi dengan meminta pasien mengisi kuesioner USSQ pada hari ke-7 dan hari ke-30 pasca operasi. Data yang diperoleh dicatat dalam formulir khusus kemudian diolah melalui program SPSS versi 24.0 for Windows. Hasil: Dari total 90 sampel sebanyak 30 (33.3%) memiliki posisi Double J Stent intravesika kelompok Midline, kontralateral 30 (33.3%) dan Ipsilateral 30 (33.3%). Pada kelompok hari ke-7, subskor gejala saluran berkemih, kesehatan umum, nyeri tubuh, kinerja pekerjaan, masalah tambahan dan total skor USSQ nilai rata-rata tertinggi terdapat pada kelompok kontralateral dengan hasil signifikan pada semua kelompok (P0.05). Pada kelompok hari ke-30, subskor gejala saluran berkemih, kesehatan umum, nyeri tubuh, kinerja pekerjaan, masalah tambahan dan total skor USSQ nilai rata-rata tertinggi terdapat pada kelompok kontralateral dengan hasil signifikan pada semua kelompok (P0.05). Kesimpulan: Posisi double J stent ipsilateral memiliki nilai subskor gejala saluran kemih, kinerja pekerjaan, nyeri tubuh, dan kesehatan umum yang lebih rendah namun tidak pada masalah seksual dibandingkan dengan kelompok posisi double J stent midline dan kontralateral.
  • Item
    Peranan Faktor Maternal dan Lingkungan selama Kehamilan terhadap Risiko terjadinya Hipospadia
    (2022-12-27) DANIEL SAPUTRA; Safendra Siregar; Jupiter Sibarani
    Pendahuluan: Hipospadia adalah kelainan kongenital pada laki-laki dimana meatus uretra terletak pada sisi ventral dari penis. Kelainan ini dapat menyebabkan gangguan fertilitas di masa depan. Beberapa faktor yang berkontribusi adalah faktor maternal dan lingkungan. Insidensi dari Hipospadia cenderung meningkat, tetapi, belum ada literatur yang menyebutkan seberapa signifikan peran faktor maternal dan lingkungan terhadap risiko terjadinya hipospadia, terutama di Indonesia. Objectif: Menentukan faktor maternal dan lingkungan selama kehamilan terhadap risiko terjadinya hipospadia. Metode: Studi ini adalah studi observasi analitik dengan desain penelitian case control, pengambilan sampel dilakukan dengan cara systematic sampling. Variabelnya adalah dua faktor utama hipospadia, yaitu faktor maternal dan lingkungan. Hasil: Total terdapat 60 ibu dengan anak yang menderita hipospadia dan 60 ibu dengan anak tanpa hipospadia yang ikut dalam studi ini. Studi ini menemukan beberapa faktor maternal yang berisiko menimbulkan hipospadia, termasuk pekerjaan ibu yang bekerja di lingkungan industri (p=0.003;OR:4.789), penggunaan obat-obatan penguat kehamilan (p=0.004;OR:5.783), perokok (p=0.034;OR:2.294), penggunaan obat anti nyamuk (p=0.0001;OR:82.600) dan kelahiran prematur (p=0.013;OR:2.895). Faktor lingkungan yang berisiko menimbulkan hipospadia termasuk jarak antara rumah 780 m dari area industri/sawah/area pembuangan dengan p-value(p=0.0001;OR:6.102). Diantara faktor-faktor yang signifikan, penggunaan obat anti nyamuk memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya hipospadia pada anak, yang diikuti dengan faktor jarak antara rumah dengan area industri. Kesimpulan: Faktor risiko yang signifikan terhadap insidensi hipospadia selama kehamilan diantaranya adalah pekerjaan ibu di lingkungan industri, penggunaan obat penguat kehamilan, perokok, penggunaan obat anti nyamuk dan kelahiran prematur. Faktor lingkungan yang signifikan terhadap insidensi hipospadia selama kehamilan diantaranya adalah jarak antar rumah pasien ke area industri/persawahan/area pembuangan kuran lebih 780 meter.
  • Item
    KORELASI ANTARA KUESIONER URETHRAL STRICTURE SURGERY PATIENT REPORTED OUTCOME MEASURE (USS - PROM) TERHADAP KOMPONEN UROFLOWMETRY PADA PASIEN TRAUMATIC URETHRAL INJURY YANG MENJALANI PROSEDUR RESEKS
    (2022-12-29) ANDRI PRATAMA KURNIAWAN; Safendra Siregar; Kuncoro Adi
    Latar Belakang: Traumatic urethral injury merupakan kondisi medis yang jarang. Etiologi dapat dibagi menjadi cedera anterior dan posterior. Cedera ke bagian uretra anterior sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas, straddle injury dan trauma tusuk/tumpul sedangkan fraktur pelvis dan cedera iatrogenic lebih sering menyebabkan cedera ke uretra posterior. Terapi definitif traumatic urethral injury antara lain melalui reseksi anastomosis. Salah satu cara menilai kepuasan dan kualitas berkemih pasca operasi adalah dengan menggunakan uroflowmetri dan kuesioner USS-PROM. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara penilaian dengan uroflowmetri dan dengan kuesioner USS-PROM pada pasien dengan traumatic urethral injury pasca reseksi anastomosis. Metode: Penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan rancangan cross-sectional, kemudian dilakukan analisis korelasi. Tiga puluh dua sampel diambil dari pasien dengan traumatic urethral injury pasca reseksi anastomosis yang menjalani uroflowmetri dan mengisi kuesioner USS-PROM pada 1 bulan dan 3 bulan pasca operasi. Hasil: Dari 32 responden nilai voiding time (VT) antara 1 dan 3 bulan terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik, sementara nilai USS-PROM dan komponen uroflowmetri lain tidak ada perubahan bermakna. Nilai USS-PROM dan komponen Qmax, post void residual (PVR), dan VT memiliki korelasi yang signifikan secara statistik. Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Qmax dan USS PROM bulan ke 1 dan 3. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara PVR dan USS PROM pada bulan ke 1 dan 3 dan terdapat korelasi positif yang signifikan antara VT dan USS PROM pada bulan ke 1 dan 3.
  • Item
    Korelasi Antara Aktivitas Dan Keparahan Disfungsi Ereksi Pada Pengendara Motor Ojek Online Di Bandung
    (2023-01-02) AHLAN SYAHREZA; Bambang Sasongko Noegroho; Ricky Adriansjah
    Latar Belakang: Disfungsi ereksi (DE) merupakan kondisi pasien yang tidak mampu mendapatkan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan seks. Penggunaan alat transportasi, terutama kendaraan roda dua seperti sepeda dan sepeda motor, dapat terkait dengan risiko terjadinya DE pada pria. Sampai saat ini, belum ada penelitian mengenai angka prevalensi DE dan kaitannya dengan penggunaan sepeda motor di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi antara aktivitas dan keparahan DE pada pengendara ojek online yang menggunakan sepeda motor di Bandung. Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan potong lintang dan menggunakan data primer. Responden bekerja sebagai pengendara ojek online. Data diambil dari Januari 2021 – Maret 2021 di Kota Bandung. Data mengenai keparahan DE diambil dengan menggunakan kuesioner IIEF-5. Kemudian data dilakukan analisis univariat serta bivariat dengan menggunakan uji statistik Mann Whitney dan Spearman. Hasil: Total 149 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dilibatkan dalam studi ini. Ditemukan prevalensi DE pada studi ini sebesar 57,7%. Ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada jarak tempuh (km) antara pengendara ojek online yang mengalami disfungsi ereksi dibandingkan dengan yang tidak mengalami disfungsi ereksi (p = 0,050). Ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada lama bekerja (tahun) antara pengendara ojek online yang mengalami disfungsi ereksi dibandingkan dengan yang tidak mengalami disfungsi ereksi (p = 0,045). Semakin jauh jarak tempuh (km) didapatkan semakin rendah skor IIEF-5 (p = 0,024; r = -0.098). Semakin lama durasi bekerja (tahun), maka semakin rendah skor IIEF-5 (p = 0,038; r = -0,145). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada lama berkendara per hari (jam) antara pengendara ojek online yang mengalami disfungsi ereksi dibandingkan dengan yang tidak mengalami disfungsi ereksi (p = 0,888). Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kejadian DE pada pengendara ojek online berdasarkan jarak tempuh per hari dan lama bekerja. Tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan untuk kejadian DE berdasarkan lama berkendara sepeda motor per hari. Semakin tinggi jarak tempuh (km) dan lama bekerja (tahun), semakin parah tingkat DE yang ditemukan. Kata Kunci : sepeda motor, ojek online, disfungsi ereksi, IIEF-5
  • Item
    HUBUNGAN ANTARA OBESITAS VISCERAL DAN INTERLEUKIN 6 TERHADAP BENIGN PROSTATIC ENLARGEMENT DENGAN LUTS DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG
    (2021-07-09) ALBERT IVAN PARASIAN; Bambang Sasongko Noegroho; Ricky Adriansjah
    Pendahuluan: Pembesaran prostat jinak (BPE) adalah suatu kondisi yang ditandai dengan perkembangan nodul hiperplasik di zona transisi prostat, dan pembesaran seluruh prostat. Pertumbuhan pesat jaringan prostat di sekitar uretra yang menyebabkan Gejala Saluran Kemih Bawah (LUTS). Faktor risiko yang terkait dengan LUTS adalah usia dan obesitas. Obesitas dapat menyebabkan peningkatan Interleukin-6 (IL-6). Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara obesitas viseral dan IL-6 dengan BPE dan LUTS. Metode: Penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang pada pria usia> 50 tahun yang menjalani perawatan di poliklinik dan atau unit gawat darurat RSUD Hasan Sadikin Bandung periode Januari-Oktober 2020. Hasil: Dari 52 responden dengan kondisi BPE didapatkan sebanyak 16 pasien dengan keluhan LUTS berat (30,77%), sedangkan sisanya 69,23% memiliki keluhan LUTS ringan-sedang. Pemeriksaan antopometri menunjukkan tinggi badan rata-rata 163,37 cm, berat badan rata-rata 67,33 kg, dan IMT rata-rata 25,22. Tingkat IL rata-rata untuk 6 pasien adalah 7,51 pg / ml. Kesimpulan: Ditemukan adanya hubungan antara obesitas viseral yang dinilai berdasarkan visceral adiposity index (VAI) dan kadar IL-6 dengan keluhan LUTS.
  • Item
    Peranan Total Length Axis Dan Volume Testis Untuk Memprediksi Keberhasilan Mendapatkan Spermatozoa Pada Sperm Retrieval Procedure
    (2020-01-21) HERMAN YUDAWAN; Ricky Adriansjah; Bambang Sasongko Noegroho
    Abstrak Tujuan: Azoospermia merupakan penyebab infertilitas pada 10% dari total infertilitas pada pria. Diperkirakan 60% kasus azoospermia merupakan Non Obstructive Azoospermia (NOA) sedangkan sisanya merupakan Obstructive Azoospermia (OA). Pada pasien NOA dengan abnormalitas produksi sperma, metode Testicular Sperm Extraction (TESE) merupakan salah satu cara mengekstraksi sperma yang viabel dari testis. Pada pasien OA, dimana penderitanya memproduksi sperma yang normal namun terjadi obstruksi pada saluran, metode Microsurgical Epididymal Sperm Aspiration (MESA) merupakan prosedur yang biasa digunakan untuk mengambil sperma dari epididimis bersamaan dengan pelepasan obstruksi. Studi Wood et al menunjukkan bahwa total length axis mempengaruhi keberhasilan pengambilan spermatozoa pada sperm retrieval, selanjutnya pada studi lain oleh Seo et al menyimpulkan volume testis merupakan salah satu faktor prediktor positif terhadap keberhasilan sperm retrieval. Bahan dan Metode: Penelitian bersifat cross sectional dengan subjek penelitian pasien laki-laki yang sudah menikah yang didiagnosis mengalami azoospermia dan menjalani Sperm Retrieval Procedure yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Total sampel 55 orang. Hasil: Panjang aksis total dan volume testis yang diukur dengan USG pada kelompok yang berhasil mendapatkan spermatozoa pada Sperm Retrieval Procedure memiliki rata-rata 3.64±0.539 cm dan 9.79±3.308 ml. Panjang aksis total dan volume testis pada kelompok yang tidak berhasil mendapatkan spermatozoa pada Sperm Retrieval Procedure memiliki rata-rata 2.63±0.349 cm dan 4.14±1.765 ml. Terdapat korelasi atau hubungan yang moderat (cukup kuat) dan signifikan antara panjang testis dan volume testis dengan keberhasilan pengambilan sperma. Kesimpulan: Terdapat peranan total length axis dan ukuran volume testis dalam memprediksi keberhasilan mendapatkan spermatozoa pada Sperm Retrieval Procedure. Keberhasilan mendapatkan spermatozoa pada Sperm Retrieval Procedure lebih baik pada total length axis > 3.64 cm dan volume testis > 9.79 ml.
  • Item
    PERBANDINGAN EKSPRESI CONNECTIVE TISSUE GROWTH FACTOR (CTGF) PADA PASIEN STRIKTUR URETRA AKIBAT INFEKSI DAN TRAUMA DENGAN MENGGUNAKAN METODE IHC DAN ELISA
    (2017-01-22) NANDA DANISWARA; Kuncoro Adi; Anna Tjandrawati
    Pendahuluan. Penyakit striktur uretra memiliki angka morbiditas dan rekurensi yang tinggi. Patofisiologi dari striktur uretra adalah pembentukan jaringan fibrosis dan deposit kolagen di jaringan striktur. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Connective Tissue Growth Factor (CTGF) memiliki peran penting pada pembentukan jaringan fibrosis pada berbagai macam jaringan dan organ. Pada penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan peningkatan ekspresi CTGF antara striktur akibat trauma dan infeksi Subyek dan Metodologi. Pada penelitian ini kita melakukan pengukuran CTGF pada 5 pasien striktur uretra akibat infeksi, 18 pasien striktur uretra akibat trauma. Pemeriksaan CTGF menggunakan metode Immunohistokimia (IHC) dan Enzymelinked Immunosorbent Assay (ELISA). Sebagai tambahan, kita juga membandingkan hasil pemeriksaan antara IHC dan ELISA. Analisa statistik menggunakan progran SPSS versi 22.0 Hasil Penelitian. Pada pemeriksaan ELISA, nilai CTGF meningkat secara signifikan pada pasien striktur uretra akibat trauma dibandingkan infeksi (5.294 ± 7.213 pg/dl vs 2.62 ± 2.156 pg/dl, p=0.002). Dari pemeriksaan ekspresi CTGF menggunakan metode IHC, didapatkan bahwa intensitas ekspresi CTGF pada kelompok trauma lebih kuat secara signifikan dibandingkan kelompok infeksi (p=0.041). Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan hasil pemeriksaan antara ELISA dan IHC dalam pengukuran CTGF pada jaringan striktur uretra infeksi (p=1,000) dan uretra trauma (p=0.112) Kesimpulan. Ekspresi CTGF meningkat lebih tinggi pada pasien striktur uretra akibat trauma dibandingkan pasien striktur uretra akibat infeksi. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan ELISA dan IHC Kata Kunci: Striktur Uretra, CTGF, IHC, ELISA
  • Item
    Peranan Biopsi Mukosa Ginjal Intraoperatif Sebagai Penapisan Keganasan Squamous Cell Carcinoma Ginjal Pada Pasien Nefrolitiasis Ukuran Lebih Dari 20 mm
    (2020-01-18) TRI SUNU AGUNG NUGROHO; Bambang Sasongko Noegroho; Ferry Safriadi
    Abstrak Peranan Biopsi Mukosa Ginjal Intraoperatif Sebagai Penapisan Keganasan Squamous Cell Carcinoma Ginjal Pada Pasien Nefrolitiasis Ukuran Lebih Dari 20 mm Tri Sunu Agung Nugroho1, Ferry Safriadi1, Bambang Sasongko Noegroho1 1Departemen Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Indonesia LATAR BELAKANG: Squamous Cell Carcinoma (SCC) pelvis ginjal merupakan tumor yang sangat jarang, dengan prevalensi 20 mm) di SMF Urologi RS Hasan Sadikin Bandung yang dilakukan tindakan pembedahan, baik pembedahan terbuka maupun percutaneous nephrolithotomy (PCNL) pada bulan Januari hingga Mei 2019. HASIL: Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 pasien, dengan distribusi 16 pasien laki-laki dan 14 pasien perempuan. Lima pasien menjalani operasi ginjal terbuka dan 25 pasien menjalani operasi percutaneous nephrolithotomy (PCNL), dengan usia rata-rata 49,5 + 11,8 tahun dan 63,3% pasien berusia 40-60 tahun. Pada penelitian ini didapatkan 1 pasien (3,3%) menunjukkan hasil squamous cell carcinoma (SCC) ginjal, pada pasien laki-laki usia 57 tahun dengan batu staghorn kiri yang dilakukan PCNL kiri. KESIMPULAN: Terdapat peranan biopsi mukosa ginjal intraoperatif sebagai penapisan terjadinya keganasan squamous cell carcinoma ginjal pada pasien nefrolitiasis ukuran lebih dari 20 mm. Kata Kunci: biopsi mukosa ginjal, intraoperatif, pelvis ginjal, nefrolitiasis, metaplasia, squamous cell carcinoma
  • Item
    EVALUASI NILAI DIAGNOSTIK PSA 4 10 ng/mL DENGAN DENSITAS PSA ≥ 0,15 DALAM SKRINING KANKER PROSTAT DI RS HASAN SADIKIN BANDUNG
    (2014-01-24) TOMY MUHAMAD SENO UTOMO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Latar Belakang : Insidensi kanker prostat meningkat dalam dekade terakhir di Indonesia, khususnya sejak penggunaan PSA dalam skrining kanker prostat. Nilai PSA lebih dari 10 ng/mL atau PSA 4 – 10 ng/mL dengan nilai PSAD ≥ 0,15, atau temuan abnormal pada pemeriksaan colok dubur masih digunakan sebagai indikasi – indikasi dalam biopsi prostat. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi indikasi – indikasi tersebut dalam upaya untuk meningkatkan spesifitas dan sensitifitas serta untuk menurunkan beban biaya pasien dengan kanker prostat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kegunaan PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSAD ≥ 0,15 dalam skrining kanker prostat. SUBYEK DAN METODE : Penelitian ini bersifat retrospektif yang dilakukan dengan mengevaluasi rekam medis pasien yang dilakukan biopsi prostat. Kriteria indikasi biopsi prostat yang termasuk dalam penelitian ini adalah PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSAD ≥ 0,15. Hasil biopsi prostat kemudian dibandingkan dengan hasil definitif dari terapi pembedahan. Analisis statistik dilakukan untuk menilai sensitifitas, spesifitas, nilai prediksi negatif, nilai prediksi positif dan penilaian akurasi secara keseluruhan. HASIL : Penelitian ini menganalisis 56 pasien dengan PSA 4 – 10 ng/mL. Tiga puluh satu pasien (55,3%) dilakukan pemeriksaan biopsi prostat transrektal. Dua puluh sembilan (51,7%) dilakukan pemeriksaan biopsi prostat dengan indikasi adalah PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSAD ≥ 0,15 dan 2 pasien (3,5%) dengan indikasi temuan abnormal pada pemeriksaan colok dubur. Berdasarkan temuan histopatologis defitinitif didapatkan 12 pasien (41,3%) dengan kanker prostat dan 17 pasien (58,6%) dengan BPH. Nilai diagnostik untuk PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSAD ≥ 0,15 adalah sensitifitas 100% , spesifitas 94,11%, NPP 92,3% dan NPN 100% dengan akurasi keseluruhan 96,5%. KESIMPULAN : Nilai diagnostik untuk PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSA-D ≥ 0,15 dalam skrining kanker prostat memiliki akurasi yang cukup tinggi, sepertinya PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSAD ≥ 0,15 masih dapat digunakan untuk indikasi dalam skrining prostat di RS Hasan Sadikin.
  • Item
    Efek Pemberian Testosteron Pengganti Terhadap Rasio Otot Polos Kolagen pada Dinding Buli Wistar yang Dilakukan Kastrasi
    (2013-07-13) AHMAD AGIL; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Abstrak Efek Pemberian Testosteron Pengganti Terhadap Rasio Otot Polos – Kolagen pada Dinding Buli Wistar yang Dilakukan Kastrasi Ahmad Agil, Aaron Tigor Bagian Urologi FK UNPAD / RS Hasan Sadikin Bandung LATAR BELAKANG : Pengaruh testosteron terhadap dinding buli - buli masih belum sepenuhnya jelas, terutama pada late onset hypogonadism (LOH), yang sering ditemukan masalah overactive bladder (OAB). Defisiensi testosteron diyakini memiliki peranan (12%-45%) dalam memicu terjadinya proses degeneratif pada dinding buli – buli yang menyebabkan perubahan komposisi otot polos dan kolagen. Testosteron diduga dapat meningkatkan fungsi buli – buli, meringankan LUTS, dan mencegah atrofi buli - buli. TUJUAN : Untuk menilai efek pemberian testosteron pengganti terhadap rasio otot polos - kolagen dinding buli - buli wistar yang telah dilakukan kastrasi. METODE : Sepuluh wistar mendapat perlakuan kastrasi dan pemberian testosteron pengganti, sedangkan 10 wistar lainnya hanya dilakukan kastrasi saja. Sepuluh wistar sisanya digunakan sebagai kelompok kontrol. Setelah 60 hari perawatan, dilakukan sistektomi pada seluruh tikus di ketiga kelompok tersebut. Dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif pada otot polos dan kolagen dinding buli dengan pewarnaan HE oleh seorang ahli patologi yang berpengalaman, serta dilakukan analisis statistik menggunakan tes ANOVA. HASIL : Didapatkan rata-rata rasio otot polos - kolagen pada kelompok kastrasi sebesar 1,21 ± 0,54, pada kelompok kastrasi dengan pemberian testosteron pengganti sebesar 2,71 ± 1,95, serta pada kelompok kontrol sebesar 1,62 ± 0,5. Didapatkan penurunan yang signifikan rasio otot polos - kolagen pada kelompok kastrasi yang dibandingkan dengan kelompok kontrol (P=0,03), serta didapatkan peningkatan yang signifikan rasio otot polos – kolagen pada kelompok kastrasi yang diberikan testosteron pengganti dibandingkan dengan kelompok yang dilakukan kastrasi saja (P=0,010). KESIMPULAN : Penurunan kadar testosteron dapat menyebabkan penurunan rasio otot polos – kolagen dinding buli wistar yang dilakukan kastrasi, dan dengan pemberian testosteron pengganti dapat mencegah terjadinya efek tersebut. KATA KUNCI : Penurunan testosteron, Pemberiantestosteron, Rasio otot polos – kolagen, DindingBuli
  • Item
    HUBUNGAN ANTARA PENURUNAN KADAR ANDROGEN DENGAN PEMBENTUKAN JARINGAN KOLAGEN PADA KORPUS KAVERNOSUM PENIS TIKUS WISTAR
    (2013-07-16) ROBERTO HAMONANGAN SINAGA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENURUNAN KADAR ANDROGEN DENGAN PEMBENTUKAN JARINGAN KOLAGEN KORPUS KAVERNOSUM PADA PENIS TIKUS WISTAR Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Roberto Sinaga, Aaron Tigor Subbagian Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran LATAR BELAKANG: Disfungsi Ereksi (DE) merupakan masalah sexual yang sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa penelitian membuktikan bahwa DE ditemukan pada 35% pria dengan usia diatas 60 tahun. Faktor etiologi DE organik bersifat multifaktorial, kelainan – kelainan sistemik maupun lokal yang mempengaruhi persarafan, suplai vaskuler, maupun endotel penis akan mengakibatkan terjadinya DE Pada pasien dengan DE yang diberikan terapi dengan PDE5 inhibitor, sebanyak 20-40% tidak memberikan perubahan yang signifikan, oleh karena itu, kami berpendapat bahwa DE dipengaruhi faktor lain yaitu adanya perubahan mikroarsitektur dari jaringan penis yang disebabkan oleh deprivasi androgen. TUJUAN: Mengetahui hubungan antara deprivasi androgen dengan pembentukan kolagenisasi korpus kavernosum pada jaringan penis. METODA PENELITIAN: subjek penelitian adalahh 16 ekor tikus wistar dewasas yang dibagi dalam dua grup yaitu kontrol dan perlakuan. Grup yang mendapat perlakuan dilakukan tindakan orkidektomy bilateral. Setelah 20 minggu dilakukan penektomi dan jaringan kavernosum diperiksa dengan menggunakan pewarnaan kollagenase oleh ahli patologi. Data dari hasil temuan histopatologis dianalisa dengan menggunakan metoda t-test dan dibandingkan hasilnya dari kedua grup. Nilai p<0,05 dianggap bermakna. HASIL: Derajat kolagenisasi secara bermakna berhubungan dengan penrunan kadar androgen (p=0,02). Semua tikus pada kelompok kastrasi mengalami kolagenisasi derajat tinggi pada penisnya. SIMPULAN: Penurunan kadar androgen mengakibatkan perubahan jaringan penis, yakni peningkatan kadar kolagen KATA KUNCI : Disfungsi ereksi, korpus cavernosum, kolagenisasi  
  • Item
    The effect of testosterone deprivation therapy on bladder wall thickness on orchidectomized wistar
    (2014-01-29) ANGGIE NOVALDY RAHWANTO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    ada
  • Item
    HUBUNGAN ANTARA SERUM ADIPONEKTIN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH, PROFIL LIPID, DAN VOLUME PROSTAT PADA PENDERITA KANKER PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
    (2013-07-14) ASWIN USMAN ARIFFIN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    HUBUNGAN ANTARA SERUM ADIPONEKTIN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH, PROFIL LIPID, DAN VOLUME PROSTAT PADA PENDERITA KANKER PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN Aswin Usman Ariffin, Ferry Safriadi Departemen Urologi RS dr. Hasan Sadikin Bandung ABSTRAK PENDAHULUAN: Adiponektin adalah suatu adipokin yang dihasilkan jaringan lemak yang banyak dihubungkan dengan kejadian keganasan. Dari beberapa penelitian didapatkan adanya hubungan antara adiponektin dengan keganasan yang berkaitan dengan hormon, termasuk kanker prostat. Hubungan antara adiponektin dengan indeks massa tubuh, profil lipid, dan volume prostat termasuk salah satunya. TUJUAN PENELITIAN: Penelitian ini bertujuan untuk menilai adanya korelasi antara adiponektin dengan indeks massa tubuh, profil lipid, dan volume prostat. METODA: Penelitian dilakukan terhadap pasien kanker prostat di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS), Bandung dari tahun 2008 sampai 2012. Data serum adiponektin, indeks massa tubuh, profil lipid, dan volume prostat dikumpulkan. Dilakukan analisis statistik menggunakan Spearman correlation coefficients untuk menilai korelasi antara variabel. HASIL PENELITIAN: Jumlah subjek penelitian adalah 55 pasien, dengan rata-rata usia 65,09±7,528 tahun. Nilai rata-rata serum adiponektin adalah 128,94±74,334 ng/mL. Analisis Spearman correlation coefficients menunjukkan adanya korelasi antara adiponektin dengan trigliserida (p=0,042), namun tidak didapatkan adanya korelasi antara adiponektin dengan indeks massa tubuh (p=0,491), kolesterol (p=0,089), HDL (p=0,824), LDL (p=0,659), maupun volume prostat (p=0,505). KESIMPULAN: Pada penderita kanker prostat di RSHS, ditemukan adanya korelasi antara adiponektin dengan trigliserida, tetapi tidak ada korelasi antara adiponektin dengan indeks massa tubuh, kolesterol, HDL, LDL, dan volume prostat. Kata kunci: adiponektin, indeks massa tubuh, profil lipid, volume prostat. ASSOCIATION OF ADIPONECTIN WITH BODY MASS INDEX, LIPID PROFILE AND PROSTATE VOLUME IN PROSTATE CANCER PATIENTS AT DR. HASAN SADIKIN HOSPITAL Aswin Usman Ariffin, Ferry Safriadi Department of Urology dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung ABSTRACT INTRODUCTION: Adiponectin is a fat adipokine that has been linked with incidence of carcinoma. From several studies revealed a relationship between serum adiponectin and hormone-dependent prostate cancer (PCa), supported in part by an association between adiponectin, body mass index, lipid profile, and prostate volume. OBJECTIVES: This study is aimed to evaluate the relationship between adiponectin, body mass index, lipid profile, and prostate volume. METHODS: This study conduct in PCa patients evaluated at Dr. Hasan Sadikin Hospital (RSHS) between 2008 and 2012. Data of adiponectin serum, body mass index, lipid profile, and prostate volume were collected. Spearman correlation coefficients were used to quantify associations between continuous variables. RESULTS: There were 55 patients included in this study, mean age was 65.09±7.528 years. Mean adiponectin was 128.94±74.334 ng/dL. Spearman correlation coefficients showed correlation of adiponectin with trigliseride (p=0,042), but there was no correlation between adiponectin with body mass index (p=0,491), cholesterol (p=0,089), HDL (p=0,824), LDL (p=0,659), and prostate volume (p=0,505). CONCLUSIONS: In PCa patients at RSHS there was association between adiponectin and trigliserid level, but there was no correlation between adiponectin with body mass indeks, cholesterol, HDL, LDL, and prostate volume. Keywords: adiponectin, body mass index, lipid profile, prostate volume.