Spesialis
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Spesialis by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 168
Results Per Page
Sort Options
Item GAMBARAN ACUTE PHYSIOLOGIC AND CHRONIC HEALTH EVALUATION (APACHE) II, LAMA PERAWATAN, DAN LUARAN PASIEN DI RUANG INTENSIF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PADA TAHUN 2017(2012) BRAMANTYO PAMUGAR; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSkor acute physiologic and chronic health evaluation (APACHE) II, lama perawatan, dan luaran pasien merupakan indikator penting di Intensive Care Unit (ICU). Ketiga indikator ini dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Ketiga indikator ini dapat dibandingkan di tempat lain dalam rangka peningkatan pelayanan ICU. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran skor APACHE II, lama perawatan, dan luaran pasien yang dirawat di ICU RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2017. Metode yang digunakan adalah deskriptif observasional yang dilakukan secara retrospektif terhadap 303 obyek penelitian. Penelitian ini dilakukan di bagian rekam medis pada bulan April 2018. Penelitian ini memperoleh hasil skor APACHE II berkisar antara 0−56 dengan rerata 16,68, angka mortalitas sebesar 130 (42,3%), dan lama perawatan berkisar antara 2−79 hari dengan rerata 9,89 hari. Data lain yang diperoleh mengemukakan ketidaksesuaian angka mortalitas aktual yang dapat dikarenakan perbedaan acuan prediksi mortalitas, derangement pada pasien cedera kepala, bias yang disebabkan karena penatalaksanaan pasien pre-ICU, dan satu waktu pemeriksaan skor APACHE II. Skor APACHE II pada pasien yang dirawat di ruang intensif membentuk gambaran grafik bell-shaped terhadap lama perawatan.Item Perbandingan Pengaruh Pemberian Bupivacain 0.25 % Intraperitoneum Dan Infiltrasi Kulit Dengan Plasebo Terhadap Nilai Visual Analog Pada Pasca Operasi Laparatomi Ginekologi Dengan Anestesi Umum(2013-06-09) ROMI RIDWAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenNyeri pascaoperasi adalah masalah penting dalam pembedahan. Studi terbaru dalam patofisiologi nyeri telah membentuk suatu hipotesis bahwa pemberian analgetik perioperatif dapat mencegah serta mengurangi nyeri pascaoperasi. Studi ini menjelaskan efek analgetik preemtif dalam penanganan nyeri pascaoperasi laparatomi ginekologi. Jenis penelitian ini adalah prospektif, uji acak terkontrol buta ganda dan uji plasebo-kontrol, dimana 46 pasien status ASA I dan II yang menjalani operasi laparatomi ginekologi secara acak diberikan 50 mL bupivakain 0,25% dengan epineprin 5µ per mL atau 50 mL normal salin; setiap 25 mL nya dimasukkan ke dalam rongga peritoneum dan infiltrasi kulit, berurutan sebelum luka operasi ditutup. Skor nyeri pasien dievaluasi dengan sistem Visual Analog Scale (VAS) saat diam dan mobilisasi, dinilai 6 jam pertama, lalu dilanjutkan jam ke- 8,12 dan 24 pascaoperasi. Lalu dihitung jumlah pemakaian analgetik pertolongan selama 24 jam pertama. Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok Bupivakain (B) dan Plasebo (P) dalam hal umur, BMI dan lama operasi. Nyeri saat mobilisasi pada grup P lebih tinggi dibandingkan grup B. Pengukuran nilai VAS saat mobilisasi merupakan penilaian skala nyeri yang lebih baik daripada saat diam. Skor nyeri pada grup P secara signifikan lebih tinggi daripada grup B pada saat mobilisasi (p<0,05). Total penggunaan analgetik pethidin pada grup P lebih tinggi yaitu 18 pasien dibandingkan grup B yang hanya 3 pasien dalam waktu 24 jam pertama. Kombinasi bupivakain secara intraperitoneum dan infiltrasi kulit di akhir operasi laparatomi ginekologi dapat mengurangi nyeri pascaoperasi saat mobilisasi, serta mengurangi kebutuhan analgetik opioid dalam 24 jam pascaoperasi laparatomi ginekologi.Item HUBUNGAN ANTARA RASIO NETROFIL LIMFOSIT TERHADAP SKOR SEQUENCIAL ORGAN FAILURE ASESSMENT PADA PASIEN-PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN(2013-06-27) ADI NUGROHO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenRespon sistem imunitas terhadap kerusakan jaringan akibat infeksi ataupun luka fisik adalah reaksi inflamasi. Inflamasi ini berfungsi melindungi tubuh dari rangsangan luar yang merusak, tapi pada kondisi tertentu proses ini justru dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan fungsi organ. Respon fisiologis sistem imunitas terhadap inflamasi sistemik adalah peningkatan jumlah netrofil dan penurunan jumlah limfosit atau peningkatan peningkatan rasio netrofil-limfosit (RNL). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan inflamasi sistemik ditandai peningkatan RNL terhadap kegagalan fungsi organ-ditandai dengan skor SOFA pada pasien yang dirawat di ICU. Penelitian ini dilakukan dengan mengobsevasi RNL dan skor SOFA pada jam ke-0, jam ke-24 dan jam ke-48 dari 78 pasien yang dirawat di ICU. Pasien dibagi menjadi 3 kategori sepsis A, B dan C. Didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara RNL dan skor SOFA terhadap kategori sepsis dengan masing-masing nilai p5 (B) dengan nilai p<0,001. Dengan uji korelasi Pearson didapatkan hubungan antara RNL dan skor SOFA dengan nilai p<0,05 dengan R=0,63. Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara keadaan inflamasi sistemik yang ditandai dengan RNL dengan kegagalan fungsi organ yang ditandai dengan skor SOFA pada pasien-pasien yang dirawat di ICU RS Hasan Sadikin Bandung.Item Efek Pemberian Testosteron Pengganti Terhadap Rasio Otot Polos Kolagen pada Dinding Buli Wistar yang Dilakukan Kastrasi(2013-07-13) AHMAD AGIL; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenAbstrak Efek Pemberian Testosteron Pengganti Terhadap Rasio Otot Polos – Kolagen pada Dinding Buli Wistar yang Dilakukan Kastrasi Ahmad Agil, Aaron Tigor Bagian Urologi FK UNPAD / RS Hasan Sadikin Bandung LATAR BELAKANG : Pengaruh testosteron terhadap dinding buli - buli masih belum sepenuhnya jelas, terutama pada late onset hypogonadism (LOH), yang sering ditemukan masalah overactive bladder (OAB). Defisiensi testosteron diyakini memiliki peranan (12%-45%) dalam memicu terjadinya proses degeneratif pada dinding buli – buli yang menyebabkan perubahan komposisi otot polos dan kolagen. Testosteron diduga dapat meningkatkan fungsi buli – buli, meringankan LUTS, dan mencegah atrofi buli - buli. TUJUAN : Untuk menilai efek pemberian testosteron pengganti terhadap rasio otot polos - kolagen dinding buli - buli wistar yang telah dilakukan kastrasi. METODE : Sepuluh wistar mendapat perlakuan kastrasi dan pemberian testosteron pengganti, sedangkan 10 wistar lainnya hanya dilakukan kastrasi saja. Sepuluh wistar sisanya digunakan sebagai kelompok kontrol. Setelah 60 hari perawatan, dilakukan sistektomi pada seluruh tikus di ketiga kelompok tersebut. Dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif pada otot polos dan kolagen dinding buli dengan pewarnaan HE oleh seorang ahli patologi yang berpengalaman, serta dilakukan analisis statistik menggunakan tes ANOVA. HASIL : Didapatkan rata-rata rasio otot polos - kolagen pada kelompok kastrasi sebesar 1,21 ± 0,54, pada kelompok kastrasi dengan pemberian testosteron pengganti sebesar 2,71 ± 1,95, serta pada kelompok kontrol sebesar 1,62 ± 0,5. Didapatkan penurunan yang signifikan rasio otot polos - kolagen pada kelompok kastrasi yang dibandingkan dengan kelompok kontrol (P=0,03), serta didapatkan peningkatan yang signifikan rasio otot polos – kolagen pada kelompok kastrasi yang diberikan testosteron pengganti dibandingkan dengan kelompok yang dilakukan kastrasi saja (P=0,010). KESIMPULAN : Penurunan kadar testosteron dapat menyebabkan penurunan rasio otot polos – kolagen dinding buli wistar yang dilakukan kastrasi, dan dengan pemberian testosteron pengganti dapat mencegah terjadinya efek tersebut. KATA KUNCI : Penurunan testosteron, Pemberiantestosteron, Rasio otot polos – kolagen, DindingBuliItem HUBUNGAN ANTARA SERUM ADIPONEKTIN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH, PROFIL LIPID, DAN VOLUME PROSTAT PADA PENDERITA KANKER PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN(2013-07-14) ASWIN USMAN ARIFFIN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenHUBUNGAN ANTARA SERUM ADIPONEKTIN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH, PROFIL LIPID, DAN VOLUME PROSTAT PADA PENDERITA KANKER PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN Aswin Usman Ariffin, Ferry Safriadi Departemen Urologi RS dr. Hasan Sadikin Bandung ABSTRAK PENDAHULUAN: Adiponektin adalah suatu adipokin yang dihasilkan jaringan lemak yang banyak dihubungkan dengan kejadian keganasan. Dari beberapa penelitian didapatkan adanya hubungan antara adiponektin dengan keganasan yang berkaitan dengan hormon, termasuk kanker prostat. Hubungan antara adiponektin dengan indeks massa tubuh, profil lipid, dan volume prostat termasuk salah satunya. TUJUAN PENELITIAN: Penelitian ini bertujuan untuk menilai adanya korelasi antara adiponektin dengan indeks massa tubuh, profil lipid, dan volume prostat. METODA: Penelitian dilakukan terhadap pasien kanker prostat di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS), Bandung dari tahun 2008 sampai 2012. Data serum adiponektin, indeks massa tubuh, profil lipid, dan volume prostat dikumpulkan. Dilakukan analisis statistik menggunakan Spearman correlation coefficients untuk menilai korelasi antara variabel. HASIL PENELITIAN: Jumlah subjek penelitian adalah 55 pasien, dengan rata-rata usia 65,09±7,528 tahun. Nilai rata-rata serum adiponektin adalah 128,94±74,334 ng/mL. Analisis Spearman correlation coefficients menunjukkan adanya korelasi antara adiponektin dengan trigliserida (p=0,042), namun tidak didapatkan adanya korelasi antara adiponektin dengan indeks massa tubuh (p=0,491), kolesterol (p=0,089), HDL (p=0,824), LDL (p=0,659), maupun volume prostat (p=0,505). KESIMPULAN: Pada penderita kanker prostat di RSHS, ditemukan adanya korelasi antara adiponektin dengan trigliserida, tetapi tidak ada korelasi antara adiponektin dengan indeks massa tubuh, kolesterol, HDL, LDL, dan volume prostat. Kata kunci: adiponektin, indeks massa tubuh, profil lipid, volume prostat. ASSOCIATION OF ADIPONECTIN WITH BODY MASS INDEX, LIPID PROFILE AND PROSTATE VOLUME IN PROSTATE CANCER PATIENTS AT DR. HASAN SADIKIN HOSPITAL Aswin Usman Ariffin, Ferry Safriadi Department of Urology dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung ABSTRACT INTRODUCTION: Adiponectin is a fat adipokine that has been linked with incidence of carcinoma. From several studies revealed a relationship between serum adiponectin and hormone-dependent prostate cancer (PCa), supported in part by an association between adiponectin, body mass index, lipid profile, and prostate volume. OBJECTIVES: This study is aimed to evaluate the relationship between adiponectin, body mass index, lipid profile, and prostate volume. METHODS: This study conduct in PCa patients evaluated at Dr. Hasan Sadikin Hospital (RSHS) between 2008 and 2012. Data of adiponectin serum, body mass index, lipid profile, and prostate volume were collected. Spearman correlation coefficients were used to quantify associations between continuous variables. RESULTS: There were 55 patients included in this study, mean age was 65.09±7.528 years. Mean adiponectin was 128.94±74.334 ng/dL. Spearman correlation coefficients showed correlation of adiponectin with trigliseride (p=0,042), but there was no correlation between adiponectin with body mass index (p=0,491), cholesterol (p=0,089), HDL (p=0,824), LDL (p=0,659), and prostate volume (p=0,505). CONCLUSIONS: In PCa patients at RSHS there was association between adiponectin and trigliserid level, but there was no correlation between adiponectin with body mass indeks, cholesterol, HDL, LDL, and prostate volume. Keywords: adiponectin, body mass index, lipid profile, prostate volume.Item HUBUNGAN ANTARA PENURUNAN KADAR ANDROGEN DENGAN PEMBENTUKAN JARINGAN KOLAGEN PADA KORPUS KAVERNOSUM PENIS TIKUS WISTAR(2013-07-16) ROBERTO HAMONANGAN SINAGA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENURUNAN KADAR ANDROGEN DENGAN PEMBENTUKAN JARINGAN KOLAGEN KORPUS KAVERNOSUM PADA PENIS TIKUS WISTAR Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Roberto Sinaga, Aaron Tigor Subbagian Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran LATAR BELAKANG: Disfungsi Ereksi (DE) merupakan masalah sexual yang sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa penelitian membuktikan bahwa DE ditemukan pada 35% pria dengan usia diatas 60 tahun. Faktor etiologi DE organik bersifat multifaktorial, kelainan – kelainan sistemik maupun lokal yang mempengaruhi persarafan, suplai vaskuler, maupun endotel penis akan mengakibatkan terjadinya DE Pada pasien dengan DE yang diberikan terapi dengan PDE5 inhibitor, sebanyak 20-40% tidak memberikan perubahan yang signifikan, oleh karena itu, kami berpendapat bahwa DE dipengaruhi faktor lain yaitu adanya perubahan mikroarsitektur dari jaringan penis yang disebabkan oleh deprivasi androgen. TUJUAN: Mengetahui hubungan antara deprivasi androgen dengan pembentukan kolagenisasi korpus kavernosum pada jaringan penis. METODA PENELITIAN: subjek penelitian adalahh 16 ekor tikus wistar dewasas yang dibagi dalam dua grup yaitu kontrol dan perlakuan. Grup yang mendapat perlakuan dilakukan tindakan orkidektomy bilateral. Setelah 20 minggu dilakukan penektomi dan jaringan kavernosum diperiksa dengan menggunakan pewarnaan kollagenase oleh ahli patologi. Data dari hasil temuan histopatologis dianalisa dengan menggunakan metoda t-test dan dibandingkan hasilnya dari kedua grup. Nilai p<0,05 dianggap bermakna. HASIL: Derajat kolagenisasi secara bermakna berhubungan dengan penrunan kadar androgen (p=0,02). Semua tikus pada kelompok kastrasi mengalami kolagenisasi derajat tinggi pada penisnya. SIMPULAN: Penurunan kadar androgen mengakibatkan perubahan jaringan penis, yakni peningkatan kadar kolagen KATA KUNCI : Disfungsi ereksi, korpus cavernosum, kolagenisasiItem KORELASI SUBAXIAL INJURY CLASSIFICATION SYSTEM SCORE DENGAN HASIL LUARAN YANG DIUKUR MENGGUNAKAN EUROQOL EQ-5D-5L PADA PASIEN CEDERA SERVIKAL SUBAKSIAL PASCA DEKOMPRESI DAN STABILISASI(2014) LUKAS GALILEO MALAU; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKORELASI SUBAXIAL INJURY CLASSIFICATION SYSTEM SCORE DENGAN HASIL LUARAN YANG DIUKUR MENGGUNAKAN EUROQOL EQ-5D-5L PADA PASIEN CEDERA SERVIKAL SUBAKSIAL PASCA DEKOMPRESI DAN STABILISASI Lukas Galileo Malau. Rully Hanafi Dahlan. Farid Yudoyono Divisi Neurospine, Saraf Perifer dan Nyeri Bagian Bedah Saraf RS Hasan Sadikin / Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung ABSTRAK Latar Belakang: SLICS Score adalah parameter kuantitatif objektif untuk menentukan tindakan pada pasien cedera servikal subaksial. Kondisi fungsi neurologis pra operasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap luaran pasca operasi dan kualitas hidup pasien. EQ-5D-5L digunakan untuk mengukur kualitas hidup yang diharapkan oleh pasien yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi antara SLICS Score dengan hasil luaran yang diukur berdasarkan parameter EQ-5D-5L pada pasien cedera servikal subaksial pasca dekompresi dan stabilisasi Metode: Penelitian ini menggunakan studi cross sectional untuk mencari korelasi menggunakan metode pengumpulan data retrospektif dengan consecutive sampling pada 25 pasien cedera servikal subaksial yang dilakukan tindakan dekompresi dan stabilisasi pada Bagian Bedah Saraf RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung pada periode Januari 2012 – Desember 2018. Dilakukan penilaian SLICS Score dan EQ-5D-5L ketika pasien pertama kali datang dan setelah dilakukan tindakan operasi dilakukan penilaian EQ-5D-5L Hasil: Berdasarkan uji Spearman’s, terdapat korelasi yang signifikan secara statistik antara SLICS Score terhadap perbaikan EQ-5D-5L pascaoperasi (P=0,000<0,05; R=0,766) sedangkan EQ-5D-5L praoperasi terhadap EQ-5D-5L pascaoperasi tidak menunjukkan adanya korelasi bermakna. Dari uji Pearson’s Chi-Square dengan menggabungkan beberapa variabel sekaligus terhadap terjadinya perbaikan EQ-5D-5L pascaoperasi, didapatkan bahwa interval waktu operasi memiliki kekuatan korelasi yang signifikan secara statistik (P=0,000<0,05: R=0,857) Kesimpulan: Berdasarkan data diatas terdapat korelasi yang secara statistik bermakna antara SLICS Score dan interval waktu operasi terhadap perbaikan EQ-5D-5L pasca operasi. Hasil ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan bagi ahli bedah saraf tulang belakang dalam menentukan prediksi luaran pasca dekompresi dan stabilisasi pasien cedera servikal subaksial Kata Kunci: SLICS Score, EuroQoL EQ-5D-5L, Cedera Servikal SubaksialItem EVALUASI NILAI DIAGNOSTIK PSA 4 10 ng/mL DENGAN DENSITAS PSA ≥ 0,15 DALAM SKRINING KANKER PROSTAT DI RS HASAN SADIKIN BANDUNG(2014-01-24) TOMY MUHAMAD SENO UTOMO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang : Insidensi kanker prostat meningkat dalam dekade terakhir di Indonesia, khususnya sejak penggunaan PSA dalam skrining kanker prostat. Nilai PSA lebih dari 10 ng/mL atau PSA 4 – 10 ng/mL dengan nilai PSAD ≥ 0,15, atau temuan abnormal pada pemeriksaan colok dubur masih digunakan sebagai indikasi – indikasi dalam biopsi prostat. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi indikasi – indikasi tersebut dalam upaya untuk meningkatkan spesifitas dan sensitifitas serta untuk menurunkan beban biaya pasien dengan kanker prostat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kegunaan PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSAD ≥ 0,15 dalam skrining kanker prostat. SUBYEK DAN METODE : Penelitian ini bersifat retrospektif yang dilakukan dengan mengevaluasi rekam medis pasien yang dilakukan biopsi prostat. Kriteria indikasi biopsi prostat yang termasuk dalam penelitian ini adalah PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSAD ≥ 0,15. Hasil biopsi prostat kemudian dibandingkan dengan hasil definitif dari terapi pembedahan. Analisis statistik dilakukan untuk menilai sensitifitas, spesifitas, nilai prediksi negatif, nilai prediksi positif dan penilaian akurasi secara keseluruhan. HASIL : Penelitian ini menganalisis 56 pasien dengan PSA 4 – 10 ng/mL. Tiga puluh satu pasien (55,3%) dilakukan pemeriksaan biopsi prostat transrektal. Dua puluh sembilan (51,7%) dilakukan pemeriksaan biopsi prostat dengan indikasi adalah PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSAD ≥ 0,15 dan 2 pasien (3,5%) dengan indikasi temuan abnormal pada pemeriksaan colok dubur. Berdasarkan temuan histopatologis defitinitif didapatkan 12 pasien (41,3%) dengan kanker prostat dan 17 pasien (58,6%) dengan BPH. Nilai diagnostik untuk PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSAD ≥ 0,15 adalah sensitifitas 100% , spesifitas 94,11%, NPP 92,3% dan NPN 100% dengan akurasi keseluruhan 96,5%. KESIMPULAN : Nilai diagnostik untuk PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSA-D ≥ 0,15 dalam skrining kanker prostat memiliki akurasi yang cukup tinggi, sepertinya PSA 4 – 10 ng/mL dengan PSAD ≥ 0,15 masih dapat digunakan untuk indikasi dalam skrining prostat di RS Hasan Sadikin.Item The effect of testosterone deprivation therapy on bladder wall thickness on orchidectomized wistar(2014-01-29) ANGGIE NOVALDY RAHWANTO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenadaItem KORELASI INDEKS KORTIKOMEDULA TULANG METAKARPAL KEDUA PADA FOTO X-RAY MANUS DENGAN DENSITAS MINERAL TULANG MENGGUNAKAN DUAL ENERGY X-RAY ABSORPTIOMETRY UNTUK MENILAI OSTEOPOROSIS PADA PRIA PPOK(2015-07-12) IRA SAFITRI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPrevalensi osteoporosis pada penderita penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) lebih tinggi dibandingkan dengan orang sehat dan lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Pemeriksaan standar untuk menegakkan diagnosis osteoporosis adalah menggunakan dual energy x-ray absorptiometry (DXA) untuk menilai densitas mineral tulang (DMT ). Pemeriksaan DXA hanya dapat mengukur DMT sedangkan osteoporosis ditandai tidak hanya oleh penurunan DMT akan tetapi juga oleh kerusakan mikroarsitektur tulang berupa resorbsi dari tulang kortikal dan trabekular. Perubahan ini dapat dinilai dengan pengukuran indeks kortikomedula tulang metakarpal kedua pada foto x-ray manus. Tujuan penelitian adalah untuk menilai korelasi antara indeks kortikomedula tulang metakarpal kedua pada foto x-ray manus dengan densitas mineral tulang menggunakan dual energy x ray absorptiometry pada pasien pria penderita penyakit paru obstruktif kronik. Metode penelitian. Penelitian ini dilakukan pada 31 pria penderita PPOK. Seluruh pasien dilakukan pemeriksaan DXA untuk mengukur densitas mineral tulang dan kemudian dilakukan pemeriksaan foto x-ray manus digital untuk mengukur indeks kortikomedula tulang metakarpal kedua. Analisis korelasi dilakukan menggunakan Pearson produk momen Hasil penelitian. Menunjukkan korelasi kuat antara nilai densitas mineral tulang dan T-score tulang vertebra lumbal dengan nilai indeks kortikomedula tulang metakarpal kedua pada foto manus digital dengan nilai koefisien korelasi r=0,66 dan nilai p<0,001 sedangkan terhadap nilai densitas mineral tulang panggul bagian leher femur didapatkan korelasi sedang dengan nilai r=0,52 dan nilai p=0,002. Kesimpulan Pemeriksaan foto manus digital dapat digunakan sebagai alat untuk menilai densitas mineral tulang pada pria penderita PPOK. Pemeriksaan foto manus digital lebih akurat dalam memprediksi densitas mineral tulag vertebra dibandingkan densitas mineral tulang panggul daerah leher femurItem ANGKA MORTALITAS DAN MORBIDITAS KEGIATAN BAKTI SOSIAL OPERASI BIBIR SUMBING DAN CELAH LANGIT-LANGIT DENGAN ANESTESI UMUM DI LUAR RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN TAHUN 2003-2013(2015-07-14) LANDOSAR PARSAULIAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSejak tahun 2003 sampai 2013, tim dokter dan paramedis Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) telah menyelenggarakan kegiatan Bakti Sosial Operasi Bibir Sumbing di seluruh Indonesia. Beberapa studi di luar negeri menunjukan pelaksanaan operasi labioplasti dan palatoplasti dengan teknik anestesi umum di daerah dengan sarana terbatas dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Studi ini bertujuan untuk mengetahui angka mortalitas dan morbiditas operasi bibir sumbing dengan menggunakan anestesi umum dan mengetahui kendala yang dialami pada pelaksanaan kegiatan bakti sosial tersebut. Penelitian dilakukan secara deskriptif serial kasus dari data Laporan Pelaksanaan Kegiatan Bakti Sosial Bibir Sumbing Periode Tahun 2003-2013. Dari data tersebut diketahui jumlah peserta operasi labioplasti dengan anestesi lokal (n=1.614), operasi labioplasti dengan anestesi umum (n=2.702) dan operasi palatoplasti dengan anestesi umum (n=1.919). 22 pasien dengan anestesi umum mengalami morbiditas yang sebagian besar terdiri dari perdarahan post operasi (0,19%), spasme larynx post extubasi (0,06%), mual dan muntah (0,06%). Angka morbiditas semakin menurun setiap tahun dan lebih rendah dari negara lain. Selain itu, ditemukan empat pasien meninggal dalam kegiatan bakti sosial akibat malnutrisi, diare, aspirasi dan lepasnya Endotracheal Tube. Simpulan penelitian ini adalah kegiatan Bakti Sosial Operasi Bibir Sumbing di luar RSHS Periode 2003-2013 dengan anestesi umum memiliki angka mortalitas 0,09% dan angka morbiditas 0,47%. Kendala yang dialami pada pelaksanaan berdasarkan laporan yang terkumpul adalah persiapan pre operatif yang tidak terjadwal dengan baik dan peralatan operasi yang terkadang kurang lengkap di lokasi bakti sosialItem PERBEDAAN GAMBARAN FOTO TORAKS ANAK DENGAN RIWAYAT IMUNISASI BCG DAN ANAK TANPA RIWAYAT IMUNISASI BCG YANG MEMPUNYAI RIWAYAT KONTAK DENGAN PENDERITA TUBERKULOSIS AKTIF DEWASA DI RSUP dr. HASAN SADIKIN(2015-07-16) RIVANI KURNIAWAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPendahuluan : Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda dengan TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat. Anak-anak yang mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB merupakan kelompok risiko tinggi untuk mendapatkan infeksi M. tuberculosis. Foto toraks merupakan modalitas imejing yang sederhana, murah, mudah, dan tidak invasif dapat berperan dalam mendeteksi lesi yang mencurigai TB paru. Imunisasi BCG meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang virulen. Infeksi primer oleh M.tuberkulosis yang potensial berbahaya digantikan perannya dengan infeksi BCG yang tidak berbahaya. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui perbedaan gambaran foto toraks pada anak dengan riwayat pemberian imunisasi BCG dan anak tanpa riwayat imunisasi BCG yang mempunyai riwayat kontak penderita tuberkulosis aktif dewasa di rumah sakit dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode penelitian : Penelitian deskriptif analitik disertai variabel dependen dan variabel independen, kemudian dilakukan analisis secara statistik untuk mengetahui perbedaan gambaran foto toraks pada anak dengan riwayat pemberian imunisasi BCG dan anak tanpa riwayat imunisasi BCG yang mempunyai riwayat kontak penderita tuberkulosis aktif dewasa. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling. Penelitian dilakukan di Departemen Radiologi RSHS Bandung periode November 2013- Maret 2015. Anak yang mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB aktif dewasa dengan riwayat imunisasi BCG ternyata lebih banyak memberikan gambaran foto torak normal. Simpulan : Hasil analisis Chi Square Test pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan gambaran foto toraks anak dengan riwayat imunisasi BCG dan anak tanpa riwayat imunisasi BCG yang mempunyai riwayat kontak penderita tuberkulosis aktif dewasa di RSHS Bandung dengan nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,001 untuk 2-sided (two-tail) dengan nilai p-value < 0,05.Item Angka Kejadian De;irium dan Faktor Risiko di Intensive Care Unit Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung(2015-07-21) RAKHMAN ADIWINATA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Delirium, dapat ditandai dengan perubahan status mental, tingkat kesadaran, perhatian yang akut dan fluktuatif. Memiliki tingkat insidensi yang tinggi pada pasien dengan penyakit kritis. Hal ini merupakan kelainan yang serius berhubungan dengan pemanjangan lama perawatan di unit perawatan intensif, biaya yang lebih tinggi, memperlambat pemulihan fungsional, serta peningkatan morbiditas dan mortalitas. Tujuan penelitian untuk mengetahui angka kejadian delirium dan mengetahui faktor risiko terjadinya delirium di Intensive Care Unit (ICU) Rumah sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Pengambilan sampel dilakukan selama tiga bulan (Januari-Maret 2015) di ICU RSHS Bandung. Metode penelitian ini deskriptif observasional secara kohort prospektif, menggunakan alat ukur Confusion assessment methode-Intensive Care Unit (CAM-ICU), sebelumnya dilakukan penilaian dengan Richmond agitation-sedation scale (RASS) pada pasien yang tersedasi. Hasil penelitian ini dari 105 jumlah pasien, 22 pasien dieksklusikan, dari 83 pasien didapatkan 31 pasien positif delirium, angka kejadian 37.3%. Faktor risiko pada pasien positif delirium terdiri atas: geriatri 48.4%, pemakaian ventilator mekanik 38.7%, pemberian analgesik morfin 29%, sepsis atau infeksi 29%, kelainan jantung 25.8%, acute physiology and chronic health evaluation (APACHE) II skor tinggi 25.8%, kelainan ginjal 22.6%, laboratorium abnormal 22.6%, pemberian sedasi midazolam 19.4%, kelainan endokrin 16.1%, pemberian analgesik fentanil 6.5%, dan stroke 3.2%. Simpulan angka kejadian delirium di ICU RSHS Bandung cukup tinggi sebesar 37,3%, dengan faktor risiko terbesar adalah pasien geriatrik. Kata kunci: CAM-ICU, delirium, faktor risiko, RASS.Item PERBANDINGAN EKSPRESI CONNECTIVE TISSUE GROWTH FACTOR (CTGF) PADA PASIEN STRIKTUR URETRA AKIBAT INFEKSI DAN TRAUMA DENGAN MENGGUNAKAN METODE IHC DAN ELISA(2017-01-22) NANDA DANISWARA; Kuncoro Adi; Anna TjandrawatiPendahuluan. Penyakit striktur uretra memiliki angka morbiditas dan rekurensi yang tinggi. Patofisiologi dari striktur uretra adalah pembentukan jaringan fibrosis dan deposit kolagen di jaringan striktur. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Connective Tissue Growth Factor (CTGF) memiliki peran penting pada pembentukan jaringan fibrosis pada berbagai macam jaringan dan organ. Pada penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan peningkatan ekspresi CTGF antara striktur akibat trauma dan infeksi Subyek dan Metodologi. Pada penelitian ini kita melakukan pengukuran CTGF pada 5 pasien striktur uretra akibat infeksi, 18 pasien striktur uretra akibat trauma. Pemeriksaan CTGF menggunakan metode Immunohistokimia (IHC) dan Enzymelinked Immunosorbent Assay (ELISA). Sebagai tambahan, kita juga membandingkan hasil pemeriksaan antara IHC dan ELISA. Analisa statistik menggunakan progran SPSS versi 22.0 Hasil Penelitian. Pada pemeriksaan ELISA, nilai CTGF meningkat secara signifikan pada pasien striktur uretra akibat trauma dibandingkan infeksi (5.294 ± 7.213 pg/dl vs 2.62 ± 2.156 pg/dl, p=0.002). Dari pemeriksaan ekspresi CTGF menggunakan metode IHC, didapatkan bahwa intensitas ekspresi CTGF pada kelompok trauma lebih kuat secara signifikan dibandingkan kelompok infeksi (p=0.041). Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan hasil pemeriksaan antara ELISA dan IHC dalam pengukuran CTGF pada jaringan striktur uretra infeksi (p=1,000) dan uretra trauma (p=0.112) Kesimpulan. Ekspresi CTGF meningkat lebih tinggi pada pasien striktur uretra akibat trauma dibandingkan pasien striktur uretra akibat infeksi. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan ELISA dan IHC Kata Kunci: Striktur Uretra, CTGF, IHC, ELISAItem Hubungan Pola Kewenangan Ibu dengan Perkembangan Anak Batita di Posyandu Cempaka Kota Depok(2018-04-10) JOHAN MARDANSYAH; Meita Dhamayanti; Elsa Pudji Setiawati SasongkoPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana karakteristik ibu dan Batita, perkembangan Batita, pola kewenangan ibu dan menganalisis apakah ada hubungan pola kewenangan ibu dengan perkembangan Batita. Jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan total sampling sebanyak 110 ibu dan 110 Batita di Posyandu Cempaka. Analisis bivariate dilakukan dengan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas umur ibu 21- 35 tahun, memiliki anak satu-tiga, pendidikan SMA, tidak bekerja, penghasilan di bawah upah minimum regional dan berbudaya Sunda. Karakteristik Batita mayoritas berumur 1-2 tahun dan gizi baik serta ada 10,9 % yang mengalami penyimpangan perkembangan. Sebagian besar pola kewenangan ibu demokratis. Terdapat hubungan bermakna antara pola kewenangan ibu dengan perkembangan Batita. Pola kewenangan ibu demokratis sangat signifikan mempengaruhi perkembangan Batita, sehingga diharapkan ibu dapat menerapkan pola kewenangan demokratis ini. Ada temuan yang khas di tempat penelitian yaitu dimana seorang nenek ikut berperan dalam mengasuh anak Batita.Item Intubasi Fiber Optic pada Pasien Anak dengan Syngnathia dan Pseudoankilosis Sendi Temporomandibular: Laporan Kasus(2019) HAFIZH BUDHIMAN MAHMUD; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenManajemen jalan napas pada pasien anak dengan malformasi kraniofasial merupakan tantangan karena sulit dilakukan. Laporan kasus ini bertujuan menjelaskan manajemen anestesi pada pasien anak dengan syngnathia anterior dan pseudoankilosis temporomandibular. Seorang anak perempuan berusia 2 tahun dengan diagnosis syngnathia segmen anterior dan pseudoankilosis temporomandibular dijadwalkan untuk operasi elektif. Intubasi fiber optic dilakukan pada pernapasan spontan (spontaneous breathing) melalui insuflasi menggunakan perangkat jalan napas nasofaring yang dimodifikasi. Dilakukan teknik “spray-as- you-go” dengan lidokain yang diencerkan dan intubasi nasal menggunakan fiber optic dari saluran hidung kontralateral menggunakan tabung endotrakeal uncuffed ukuran 4,5. Metode intubasi fiber optic dapat berhasil digunakan pada anak dengan malformasi kraniofasial.Item HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU PINTAS JANTUNG PARU DENGAN LAMA WAKTU PERAWATAN DI RUANGAN INTENSIF PADA PASIEN PASCABEDAH PINTAS ARTERI KORONER DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG(2019) M. ARIS; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenBedah pintas arteri koroner (BPAK) adalah suatu tindakan intervensi pada penyakit jantung koroner (PJK) yang tidak dapat ditangani hanya dengan intervensi farmakologis. Pasien pasca BPAK membutuhkan penanganan yang seksama di unit perawatan intensif, PJP beserta komplikasinya dan anestesi yang lebih panjang memiliki pengaruh terhadap lenght of stay (LoS). Pasien yang masa rawatnya memanjang berpotensi penundaan tindakan pada pasien jantung lain. Penelitian retrospektif ini bertujuan untuk mengetahui korelasi lama waktu PJP dengan lama waktu perawatan di ruangan intensif pada pasien yang menjalani BPAK. Data subjek yang menjalani BPAK pada periode 2020-2021 diambil lalu dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling. Data diambil dari rekam medis meliputi usia, jenis kelamin, FEVK, komorbid, lama PJP, lama waktu klem aorta dan lama perawatan di unit perawatan intensif (n=49) dengan mengekslusi subjek yang meninggal pada masa perawatan di unit perawatan intensif. Analisis statistik data numerik menggunakan uji korelasi pearson pada data berdistribusi normal serta uji Kolmogorov-smirnov pada data tidak berdistribusi normal. Hasil penelitian menunjukkan lama waktu PJP yang secara statistik mempengaruhi (nilai p 0,032) dan menyatakan hubungan keeratan cukup kuat (nilai r 0,426) sedangkan lama waktu klem aorta yang bermakna secara statistik (p 0,001) dan memiliki hubungan keeratan cukup kuat (r 0,478) dengan masa perawatan di unit perawatan intensif pasca BPAK. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin lama waktu PJP berkorelasi terhadap memanjangnya lama perawatan di unit perawatan intensif pasca BPAK.Item Anesthetic Management of Patient with Preeclampsia, Pulmonary Edema, and Peripartum Cardiomyopathy in Pregnancy Undergoing Caesarean Section: A Case Report(2019) PUTRI CITRA BARLIANA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPreeclampsia is a disease that occurs in pregnancy after 20 weeks of gestation with manifestations involving multi organ systems such as pulmonary edema and ventricle dysfunction. Cardiomyopathy is a heart disorder characterized by myocardial dysfunction unrelated to any other previous heart disease. Case: A 31-year-old woman diagnosed with G1P0A0 full-term pregnancy, preeclampsia, pulmonary edema, cardiomyopathy, and fetal distress, who underwent cesarean section. On physical examination, shortness of breath was found in semi-Fowler position. Patient had high blood pressure and global hypokinesis was found on echocardiography results. She was planned for general anesthesia with semi-closed intubation technique and breath controlled. Anesthetic management should optimize the preoxygenation, provide positive pressure ventilation with positive end-expiratory pressure (PEEP), maintain the minimal myocardial depressant effect of drugs, and maintain a normovolemic state. It could improve the good outcomes. Conclusion: Three things that must be considered when starting the induction are oxygenation, fluid status, and selection of drugs that do not make the heart work harder. The combination of fentanyl, midazolam, and sevoflurane is the drug of choice used for induction, because it can minimize the cardiac depressant effect.Item Perbandingan Tramadol dengan Lidokain untuk Mengurangi Derajat Nyeri Penyuntikan Propofol di RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung(2020-01-17) OKA ENDARTO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPropofol adalah obat anestesi intravena yang sering digunakan untuk tidakan medis karena memiliki onset dan durasi cepat. Nyeri saat penyuntikan propofol merupakan permasalahan yang sering dikeluhkan pasien, berbagai metode telah dilakukan untuk mengurangi derajat nyeri penyuntikan propofol namun masih didapatkan adanya nyeri. Lidokain menjadi standar emas untuk mengurangi derajat nyeri penyuntikan propofol tetapi masih memiliki efek samping seperti penekanan pada jantung sehingga dipilih tramadol yang tidak menekan fungsi jantung dan dapat menurunkan kebutuhan obat anti nyeri selama maupun setelah operasi. Penelitian ini bertujuan membandingkan pemberian tramadol dengan lidokain untuk mengurangi derajat nyeri penyuntikan propofol. Metode penelitian menggunakan uji klinis acak buta tunggal bersifat eksperimental terhadap 60 pasien yang menjalani operasi elektif. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok T perlakuan tramadol dan kelompok L perlakuan lidokain disertai pembendungan vena permukaan menggunakan tourniquet kemudian diberikan tramadol atau lidokain, setelah 1 menit tourniquet dilepaskan dan diikuti dengan penyuntikan ¼ dari dosis total propofol untuk induksi selama 5 detik lalu dilakukan penilaian derajat nyeri menggunakan Verbal Rating Score. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan derajat nyeri penyuntikan propofol pada kedua kelompok dan tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) namun melalui uji statistik dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% menyatakan tramadol memiliki risiko relatif kemungkinan terjadi nyeri ringan lebih kecil dibanding lidokain dalam menurunkan derajat nyeri penyuntikan propofol.Item KORELASI SKOR LUND MACKAY DAN SKOR HARVARD PADA COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN SINUS PARANASALIS DENGAN SKOR NASOENDOSKOPI MODIFIKASI LUND KENNEDY PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK DI RSUP DR. HASAN SADIKIN(2020-01-17) DEBBY WALDI; Melati Sudiro; H.Atta KuntaraLatar Belakang: Rinosinusitis kronik (RSK) adalah penyakit dengan insidensi dan prevalensi tinggi serta memberikan dampak signifikan terhadap kualitas hidup dan kondisi ekonomi. Diagnosis RSK ditegakkan secara klinis dengan menilai keluhan subjektif penderita dan pemeriksaan objektif dengan computed tomography scan ( CT scan) dan pemeriksaan nasoendoskopi. Terdapat beberapa sistem skor untuk menilai derajat keparahan RSK dengan CT scan dan nasoendoskopi. Skor Lund Mackay dan skor Harvard pada CT scan dan skor nasoendoskopi Modifikasi Lund Kennedy merupakan skor yang memiliki keunggulan dibandingkan skor yang lainnya. Tujuan: Mengetahui korelasi skor Lund Mackay dan skor Harvard pada CT scan sinus paranasalis dengan skor nasoendoskopi Modifikasi Lund Kennedy penderita RSK di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan rancangan cross sectional, menggunakan data prospektif, pengambilan sampel dilakukan secara consecutive admissions sampling, kemudian dilakukan analisis secara statistika dengan menghitung koefisien korelasi spearman untuk mengetahui korelasi skor Lund Mackay dan skor Harvard pada CT scan sinus paranasalis dengan skor nasoendoskopi Modifikasi Lund Kennedy penderita RSK di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Hasil Penelitian: Sampel penelitian adalah 70 penderita RSK dewasa dan telah dilakukan pemeriksaan nasoendoskopi dan CT scan sinus paranasalis di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung periode Maret-Juni 2019. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa skor Lund Mackay dan Harvard pada CT scan sinus paranasalis dengan skor nasoendokopi Modifikasi Lund Kennedy terdapat korelasi yang positif kecil dengan koefisien korelasi spearman rank masing-masing sebesar 0,37 dan 0,3 (interval kepercayaan 95%). Selain itu didapatkan juga bahwa skor Lund Mackay pada CT scan sinus paranasalis dengan skor nasoendokopi Modifikasi Lund Kennedy terdapat korelasi yang positif kuat pada subjek yang terdapat polip dengan rank spearman 0,7 dan korelasi sangat kecil pada subjek yang tidak terdapat polip dengan rank spearman 0,19 (interval kepercayaan 95%); Skor Harvard pada CT scan sinus paranasalis dengan skor nasoendokopi Modifikasi Lund Kennedy terdapat korelasi yang positif moderat pada subjek yang terdapat polip dengan rank spearman 0,66 dan korelasi sangat kecil pada subjek yang tidak terdapat polip dengan rank spearman 0,05 (interval kepercayaan 95%). Simpulan: Terdapat korelasi bermakna antara skor Lund Mackay dan skor harvard pada CT scan sinus paranasalis dengan skor nasoendoskopi Modifikasi Lund Kennedy pada penderita RSK dengan polip di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Kata kunci: Rinosinusitis kronik, skor Lund Mackay, skor Harvard, skor Modifikasi Lund Kennedy.