Ilmu Konservasi Gigi (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Konservasi Gigi (Sp.) by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 121
Results Per Page
Sort Options
Item Perbedaan Tingkat Kekerasan Resin Komposit Hibrida Berdasarkan Waktu Polimerisasi Setelah Penyinaran Menggunakan Fotoaktivasi LED(2012-10-18) ESTER BIANCA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPerbedaan Tingkat Kekerasan Resin Komposit Hibrida Berdasarkan Waktu Polimerisasi Setelah Penyinaran Menggunakan Fotoaktivasi LED - Esther Bianca -160621090002 ABSTRAK Kekerasan permukaan resin komposit yang adekuat merupakan hal penting untuk mendapatkan keberhasilan klinis restorasi yang optimal pada daerah yang menerima beban tinggi. Pada light-activated resin composites, polimerisasi dimulai pada saat sinar menginisiasi polimerisasi dan berlanjut setelah penyinaran berhenti. Derajat konversi dan kekerasan resin komposit dipengaruhi juga oleh waktu polimerisasi setelah penyinaran.Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kekerasan resin komposit hibrida berdasarkan waktu polimerisasi 10 menit, 24 jam, dan 7 hari setelah penyinaran menggunakan fotoaktivasi LED sehingga didapatkan kekerasan yang optimal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental murni. 30 buah sampel resin komposit hibrida berbentuk lempeng cakram dengan ukuran diameter 6 mm dan tebal 2 mm dipolimerisasi dengan LCU LED dengan intensitas sinar 800mW/cm 2 selama 20 detik. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan Vickers Hardness Tester. Hasil penelitian diuji secara statistik menggunakan ANAVA. Hasil penelitian ini, nilai rata-rata kekerasan pada waktu polimerisasi 10 menit setelah penyinaran adalah 56,4 VHN, pada waktu polimerisasi 24 jam setelah penyinaran adalah 65,8 VHN, dan pada waktu polimerisasi 7 hari setelah penyinaran adalah 60,0 VHN. Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kekerasan resin komposit hibrida berdasarkan waktu polimerisasi 10 menit, 24 jam, dan 7 hari setelah penyinaran menggunakan fotoaktivasi LED dan nilai kekerasan tertinggi adalah pada waktu polimerisasi 24 jam setelah penyinaran. Kata kunci: kekerasan, komposit hibrida, waktu polimerisasi setelah penyinaran, LED Differences Level of Hybrid Resin Composite’s Hardness Based on PostIrradiation Time with Photoactivated LED – Esther Bianca – 160621090002 ABSTRACT Adequate surface hardness of the resin composites is important to obtain optimum clinical performance of the restoratives in stress dental bearing areas. For light-activated resin composites, polymerization begins when curing light initiates polymerization and continues after the curing light goes off. Degree of conversion and hardness of resin composite is also affected by post-irradiation time. The objective of this study was to evaluate the difference of the hardness hybrid resin composite based on post-irradiation time at 10 minutes, 24 hours, and 7 days with photoactivated LED to obtain the optimum hardness. This study was using true experimental research method. Thirty samples of hybrid resin composites, disk-shaped of 6 mm in diametre and 2 mm in depth were polymerized by LED LCU at 800mW/cm 2 for 20 second. Hardness of the resin composite was measured by Vickers Hardness Tester. The result was analyzed statistically with ANOVA. The result of this study showed that there were significant difference level of hardness among the three groups. Hardness mean value for post-irradiation time at 10 minutes was 56,4 VHN, for post-irradiation time at 24 hours was 65,8 VHN, and for post-irradiation time at 7 days was 60,0 VHN. It was concluded that there were significant differences level of hybrid resin composite’s hardness based on post-irradiation time at 10 minutes, 24 hours, and 7 days with photoactivated LED and the optimum hardness of post-irradiation time at 24 hours. Keywords: hardness, hybrid composite, post-irradiation time, LEDItem Perbedaan Kekuatan Geser Antara Perbaikan Resin Komposit Indirek dengan Aplikasi Silane dan Tanpa Aplikasi Silane (In Vitro)(2012-10-30) IRMA RACHMATINA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenDifferences In Shear Bond Strength of Indirect Resin Composite Repair Subjected to Silane Treatment and Without Silane Treatment (In Vitro)- Irma Rachmatina-160621090003 ABSTRACT Silane coupling agents are hybrid organic-inorganic compounds that promote adhesion between different materials through chemical and physical interactions. The purpose of this research was to determine the shear bond strength differences of indirect resin composite repair subjected to silane treatment and without silane treatment. This research was conducted in a true in vitro experiment. Thirty samples were prepared and stored in saliva artificial at incubator 37 C for 24 hours, then divided into two groups randomly (fifteen each). Both of groups were pretreated with surface treatments before bonded to direct composite. All samples were subjected to shear bond strength using a universal testing machine at a cross head speed of 0,5 mm/min. The data were analyzed with student t test and significant level was set at p≤0,05 (95%).The result showed no statistically significant shear bond strength differences were found between group 1(33,856 MPa)and group 2(31,004 MPa). It can be concluded that there is no difference shear bond strength of indirect resin composite repair with silane treatment and indirect resin composite repair without silane treatment. Keyword: shear bond strength, indirect resin composite, silane. Perbedaan Kekuatan Geser Antara Perbaikan Resin Komposit Indirek dengan Aplikasi Silane dan Tanpa Aplikasi Silane (In Vitro)-Irma Rachmatina-160621090003 Abstrak Silane coupling agents adalah senyawa gabungan organik dan anorganik yang dapat meningkatkan adhesi dua bahan yang berbeda melalui interaksi kimia dan fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser antara perbaikan resin komposit indirek dengan aplikasi silane dan perbaikan resin komposit indirek tanpa aplikasi silane. Jenis penelitian ini adalah experimental murni yang dilakukan secara in vitro. Sebanyak 30 sampel yang diambil secara acak direndam dalam saliva artifisial dan dimasukkan dalam inkubator 37 C selama 24 jam. Setelah itu sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok (masing masing kelompok 15). Kedua kelompok sampel diberikan perlakuan permukaan sebelum dilekatkan dengan resin komposit direk. Semua sampel diuji kekuatan geser menggunakan universal testing machine dengan kecepatan crosshead 0,5mm/menit. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan student t test dengan tingkat kepercayaan 95% (p≤0,05). Hasil pengujian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok 1 (33,856 MPa) dan kelompok 2 (31,004 MPa). Simpulan penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan kekuatan geser antara perbaikan resin komposit indirek dengan aplikasi silane dan perbaikan resin komposit indirek tanpa aplikasi silane. Kata kunci : Kekuatan geser, resin komposit indirek, silaneItem Perbedaan Nilai Kekerasan Resin Komposit Berbahan Dasar Silorane Dengan Resin Komposit Berbahan Dasar Methacrylate Sesaat dan Seminggu Setelah Fotoaktivasi Dengan LED(2012-10-31) RANI MAHMUDA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPerbedaan Nilai Kekerasan Resin Komposit Berbahan Dasar Silorane Dengan Resin Komposit Berbahan Dasar Methacrylate Sesaat dan Seminggu Setelah Fotoaktivasi Dengan LED-Rani Mahmuda Sultana-160621090004 iv ABSTRAK Masalah utama bahan restorasi komposit adalah kebocoran mikro, akibat penyusutan saat polimerisasi. Resin komposit jenis baru silorane terdiri dari gugus oxitrane yang kuat dan siloxane yang bersifat hidrofob. Berbeda dengan resin komposit methacrylate yang melepaskan radikal bebas saat polimerisasi, silorane berpolimerisasi dengan pembukaan cincin oxitrane. Polimerisasi resin komposit methacrylate menghasilkan pengurangan volume, sedangkan polimerisasi pada silorane menghasilkan pengembangan volume. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni secara invitro, bertujuan untuk mengetahui perbedaan kekerasan resin komposit berbahan dasar silorane dengan resin komposit berbahan dasar methacrylate sesaat dan seminggu setelah fotoaktivasi menggunakan LED. Dibuat 40 spesimen komposit (bentuk lempeng, tinggi 2mm diameter 6mm), terdiri dari 20 spesimen resin komposit silorane dan 20 spesimen resin komposit methacrylate. 10 spesimen diambil secara acak dari tiap kelompok, direndam dalam saliva artifisial dan disimpan pada suhu 37 °C selama seminggu, lalu dilakukan uji kekerasan. 10 sampel sisa dari tiap kelompok direndam saliva artifisial selama 10 menit lalu dilakukan uji kekerasan. Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan Vickers Microhardness Test (w=100gr, t=15detik), dengan tiga titik indentasi setiap sampel. Hasil pengukuran dinyatakan dalam VHN dan diuji secara statistik mengunakan ANAVA. Tingkat kekerasan resin komposit berbahan dasar silorane secara signifikan lebih rendah bila dibandingkan dengan resin komposit berbahan dasar methacrylate, tetapi stabil terhadap perubahan kekerasan. Perbedaan tingkat kekerasan berkaitan dengan jenis ukuran filler pada masing masing bahan, sementara kestabilan kekerasan resin komposit silorane berkaitan dengan komposisi kimia gugus oxitrane-siloxane yang membentuknya. Kata kunci: Kekerasan, Silorane, Methacrylate, Fotoaktivasi LED, Sesaat, Seminggu, The difference level of hardness silorane based composite dan methacrylate based composite a moment and a week post irradiation with LED-Rani Mahmuda Sultana- 160621090004 v ABSTRACT A major problems of dental composite is microleakage as result of polymerization shrinkage. Silorane based composite comes from the combination of an advantages oxitrane which is known as very stable, and strong material with siloxane as hidrofobic materials. Direffent from methacrylate based composite wich release free radicals during polymerization, silorane has an opening of cation ring oxitrane, result volume expantion of resin, contradiction from methacrylate based wich result volume reduction of resin because it shrinkages. This in vitro study aimed to evaluated difference values of surface microhardness between silorane based composite and methacylate based composite in two different time; 10 minute after irradiation and a week after irradiation using LED. Fourthy specimen of composite disc (2mm height, 6mm diameters); consist of twenty silorane based, and twenty methacrylate based. From each grup 10 specimen taken randomily, immeresed in artificial saliva, kept in 37°C incubator for a week then tested microhardness. 10 specimen left in each group, immeresed in artificial saliva for 10 minutes then tested microhardness. Microharness was measured by Vickers Hardness Tester (VHT) with load 100gr for 15 second. Three indentation were performed on each sample, the value is in VHN and evaluated by ANOVA . Result of this study shows very significant differences values of surface hardness between two composite materials. Even silorane based composite claimed had lower hardness value than methacrylate’s, this study showed silorane were stable material due changes in longer periode storage by slight increase (non-sigificant) hardness value. Hardness of each material depents on the size filler content, but silorane hardness stability resulted by chemical block Oxitrane-siloxane Key words: Hardness, Silorane, Methacrylate, Irradiation LED, Moment, Week after.Item PERBEDAAN HASIL PENGANGKATAN MEDIKAMEN CAMPURAN KALSIUM HIDROKSIDA DAN KLORHEKSIDIN 2% MENGGUNAKAN TEKNIK IRIGASI AGITASI MANUAL DAN AGITASI SONIK DENGAN SODIUM HIPOKLORIT 2,5%.(2013-01-16) ANNA MURYANI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenCampuran kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan klorheksidin (CHX) untuk meningkatkan efektivitas dari medikamen di dalam sterilisasi saluran akar. Campuran Ca(OH)2 dan CHX 2% harus diangkat dari saluran akar karena residu Ca(OH)2 yang tertinggal akan mengakibatkan pengisian saluran akar menjadi tidak hermetis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari perbedaan hasil pengangkatan medikamen campuran Ca(OH)2 dan CHX 2% menggunakan agitasi manual dan agitasi sonik dengan NaOCl 2,5%. Penelitian ini adalah eksperimental sungguhan menggunakan tiga puluh gigi insisivus rahang atas. Sampel dibagi dua kelompok, kelompok pertama dilakukan irigasi teknik agitasi manual (kontrol) dan kelompok kedua dilakukan agitasi sonik dengan larutan irigasi NaOCl 2,5%. Kemudian dilihat dengan mikroskop Stereo. Data hasil penelitian dianalisis Kruskal-Walls dan Mann-Whitney. Hasil penelitian ini dengan uji Kruskal Wallis nilai hitung adalah 19.220 sedangkan dengan uji Z Mann Whitney sebesar -4.384. Simpulannya terdapat perbedaan sisa hasil pengangkatan medikamen campuran Ca(OH)2dan CHX 2% menggunakan teknik irigasi agitasi manual dan agitasi sonik dengan sodium hipoklorit 2,5%.Item PERBEDAAN KEKUATAN IKAT GESER ETCH AND RINSE ADHESIVE RESIN CEMENT DAN SELF ADHESIVE RESIN CEMENT UNTUK SEMENTASI KOMPOSIT POST CURING PADA PERMUKAAN DENTIN (IN VITRO)(2013-04-17) DRG RINDA YULIANTI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenAdhesive resin cement memiliki kemampuan berikatan terhadap struktur gigi maupun restorasi. Penyatuan kedua struktur melalui semen akan meningkatkan retensi restorasi. Penelitian ini bertujuan menilai perbedaan kekuatan ikat geser etch and rinse adhesive resin cement dan self Adhesive resin cement untuk sementasi komposit post curing pada permukaan dentin. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni secara in vitro. Sebanyak 30 gigi molar rahang atas dan rahang bawah tanpa karies yang telah diekstraksi dan 30 cakram komposit post curing digunakan dalam penelitian ini, dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 15 spesimen dentin gigi yang diaplikasikan asam fosfat, primer dan bonding, etch and rinse adhesive resin cement, kemudian dilekatkan cakram komposit post curing dan dipolimerisasi selama 20 detik. Kelompok kedua terdiri dari 15 spesimen dentin gigi yang diaplikasikan self adhesive resin cement, kemudian dilekatkan cakram komposit post curing dan dipolimerisasi selama 20 detik. Spesimen disimpan dalam larutan fisiologis selama 24 jam sebelum dilakukan pengujian. Kekuatan geser diukur menggunakan Universal Testing Machine (LRX Plus Lloyd Instrument) dengan kecepatan 0,5 mm/menit dan beban 1 N. Hasil dievaluasi secara statistik menggunakan Student t-test dengan α = 0.05 Hasil pengujian kekuatan geser rata-rata etch and rinse adhesive resin cement yaitu 15,508 MPa sedangkan self adhesive resin cement 6,307 MPa. Simpulan: kekutan ikat geser etch and rinse adhesive resin cement lebih besar secara signifikan dibandingkan self adhesive resin cement.Item PENGARUH SILANE TERHADAP KEKUATAN IKAT GESER PADA PERLEKATAN RESIN KOMPOSIT LAMA YANG DIPERBAIKI DENGAN RESIN KOMPOSIT BARU (IN VITRO)(2013-04-17) SELVIANA WULANSARI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPENGARUH SILANE TERHADAP KEKUATAN GESER PADA PERLEKATAN RESIN KOMPOSIT LAMA YANG DIPERBAIKI DENGAN RESIN KOMPOSIT BARU (IN VITRO) – SELVIANA WULANSARI ABSTRAK Pemakaian silane pada perbaikan restorasi resin komposit lama dapat meningkatkan kekuatan ikat resin komposit yang baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh silane terhadap kekuatan ikat geser pada perlekatan resin komposit lama yang diperbaiki dengan resin komposit baru . Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni yang dilakukan secara in vitro. Penelitian dilakukan dengan membuat sampel resin komposit lama berbentuk tabung silinder dengan diameter 6 mm dan tinggi 4 mm yang dilakukan penuaan menggunakan thermocyling 5- 55 C 500 X, Resin komposit baru sebagai resin komposit yang diperbaiki ukuran diameter 6 mm dan tinggi 2 mm. Kemudian sampel diambil secara acak kelompok 1. 15 sampel resin komposit lama diperbaiki dengan resin komposit baru menggunakan silane, kelompok 2 15 sampel resin komposit lama diperbaiki dengan resin komposit baru menggunakan tanpa silane. Selanjutnya dilakukan uji kekuatan ikat geser dengan menggunakan alat uji universal testing machine. Data dianalisis secara statistik menggunakan uji- t. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hasil yang lebih tinggi kekuatan geser pada resin komposit yang diperbaiki menggunakan silane dari pada yang tanpa silane. kelompok 1 4.83 ± 1.16 MPa dan kelompok 2 3.22 ± 0.98 MPa, dan berdasarkan uji statistik menggunakan uji student-t tes ternyata diperoleh bahwa kekuatan ikat geser kelompok dengan silane secara bermakna lebih besar dibandingkan kelompok tanpa silane (Nilai P = 0.00017) Simpulan yang didapat yaitu penambahan silane pada perbaikan restorasi resin komposit akan meningkatkan kekuatan ikat geser. Kata kunci : kekuatan ikat geser , resin komposit diperbaiki, silaneItem PERBEDAAN RELATIVE CURING DEGREE ANTARA RESIN KOMPOSIT NANO HIBRID BULK FILL DENGAN RESIN KOMPOSIT NANO HIBRID(2013-07-02) IRMA WIDYASARI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPolimerisasi yang adekuat merupakan hal penting untuk mendapatkan kualitas restorasi resin komposit yang baik. Tingkat kedalaman curing sangat mempengaruhi efektifitas polimerisasi yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat kedalaman curing melalui penilaian relative curing degree yang diperoleh resin komposit nano hibrid bulk fill dan resin komposit nano hibrid pada ketebalan 4 mm. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental murni secara in vitro. 30 buah sampel dengan diameter 6 mm terdiri dari 10 buah sampel resin komposit nano hibrid bulk fill dan 10 buah sampel resin komposit nano hibrid dengan ketebalan 4 mm, 10 buah sampel resin komposit nano hibrid dengan ketebalan 2 mm sebagai kontrol. Seluruh sampel difotoaktivasi menggunakan LCU LED pada intensitas sinar 1250 mW/cm2 selama 10 detik. Pengujian kekerasan dilakukan dengan alat Vickers Hardness Test pada permukaan atas dan bawah sampel, untuk kemudian dihitung nilai relative curing degree. Hasil penelitian diuji secara statistik menggunakan ANAVA dan Uji t-test. Hasil penelitian memperlihatkan nilai rata-rata relative curing degree pada kelompok resin komposit nano hibrid bulk fill 4 mm adalah 0,74, resin komposit nano hibrid 4 mm adalah 0,32 dan kelompok kontrol resin komposit nano hibrid 2 mm adalah 0,80. Simpulan: terdapat perbedaan signifikan antara nilai relative curing degree resin komposit nano hibrid bulk fill dengan resin komposit nano hibrid pada ketebalan 4 mm. Nilai relative curing degree resin komposit nano hibrid bulk fill 4 mm lebih tinggi dibandingkan resin komposit nano hibrid pada ketebalan yang sama.Item Perbedaan Tingkat Kekerasan Resin Komposit Indirek Post Curing Berdasarkan Waktu Pemanasan Selama 5 dan 10 Menit pada Temperatur 1250C(2013-10-08) DRG AGUNG WIBOWO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenResin komposit merupakan bahan restorasi estetik yang penggunaanya di bidang konservasi gigi telah berkembang dengan sangat pesat, karena memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik. Perkembangan teknik manipulasi resin komposit menghasilkan teknik indirek sehingga dapat dilakukan post curing. Post curing bertujuan untuk meningkatkan derajat konversi dan menghasilkan sifat fisik dan mekanis komposit yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kekerasan resin komposit indirek post curing berdasarkan waktu pemanasan selama 5 dan 10 menit pada temperatur 1250C. Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni dengan sampel berbentuk cakram (6 x 2 mm) sejumlah 30 buah yang dibagi menjadi dua kelompok. Post curing dengan pemanasan dilakukan pada tiap-tiap kelompok, kelompok A pemanasan selama 5 menit dan kelompok B selama 10 menit. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan Vickers hardness tester. Hasil penelitian diuji secara statistik menggunakan t student. Hasil penelitian ini memperlihatkan nilai rata-rata kekerasan resin komposit indirek post curing dengan pemanasan selama 5 menit adalah 48,567 VHN, dan pemanasan selama 10 menit adalah 50,580 VHN. Simpulan dari penelitian ini adalah tingkat kekerasan resin komposit indirek post curing dengan pemanasan selama 5 menit dan 10 menit pada temperatur 1250C menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.Item PERBANDINGAN KEBERSIHAN DEBRIS DINDING 1/3 APIKAL SALURAN AKAR DENGAN TEKNIK IRIGASI SONIK PASIF DAN IRIGASI ULTRASONIK PASIF(2013-10-18) RASYID RIDHA HILMAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKonsep utama dari perawatan endodontik adalah pembersihan dan pembentukan saluran akar, sterilisasi dan pengisian. Pembersihan dan pembentukan saluran dilihat dari pengetahuan untuk kesuksesan dari perawatan saluran akar. Memperoleh suatu tindakan kebersihan saluran akar sebelum pengisian adalah kunci sukses keberhasilan endodontik. Aktivasi dari file endodontik yaitu Ultrasonik dan Sonik memperlihatkan keefektifan dari kedua alat tersebut dalam kebersihan sistem saluran akar. Tujuan dari penelitian mengevaluasi perbandingan kebersihan 1/3 apikal dinding saluran akarsetelah diirigasi dengan NaOCl 2,5% dan diaktivasi dengan alat Ultrasonik dan Sonik. Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu secara in vitro dengan 30 buah sampel gigi premolar rahang bawah. Sampel gigi dipilih secara acak dibagi menjadi 2 kelompok (n=15) dan masing-masing kelompok sampel dipreparasi dengan menggunakan rotary instrumen dan diirigasi dengan NaOCl 2,5% diaktivasi dengan Ultrasonik dan Sonik pasif. Kebersihannya dilihat dengan menggunakan metoda Wu dan Wasselink yang dimodifikasi menggunakan mikroskop stereo dengan pembesaran 24X. Data dianalisa secara statistik menggunakan uji t student. Hasil penelitian menunjukkan secara rata-rata terdapat perbedaan kebersihan yang signifikan dari tiap kelompok yang menggunakan Ultrasonik dan Sonik. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan pada 1/3 apikal dinding saluran akar yang menggunakan alat Ultrasonik dan Sonik.Item PERBEDAAN RELATIVE CURING DEGREE ANTARA BAHAN INTI RESIN KOMPOSIT FLOWABLE DUAL CURE DENGAN RESIN KOMPOSIT FLOWABLE BULK FILL(2013-10-18) ASIH RAHAJU; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKualitas bahan restorasi dapat dinilai dari sifat fisik dan mekanik yang dipengaruhi oleh derajat konversi selama proses polimerisasi. Penilaian sifat kekerasan suatu restorasi resin dapat diperkirakan dari rasio antara kekerasan permukaan bawah dengan permukaan atas resin komposit (relative curing degree). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan relative curing degree antara resin komposit flowable dual cure dengan resin komposit flowable bulk fill, Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni yang dilakukan secara in vitro. Penelitian dilakukan pada resin komposit flowable; dual cure (kelompok I) dan bulk fill (kelompok II) dengan aplikasi secara bulk. Sampel berbentuk tabung silinder berdiameter 6 mm, tinggi 4 mm masing-masing berjumlah 15 untuk setiap jenis resin komposit flowable, disinar dengan LCU LED berintensitas sinar 1250 mW/cm2 selama 20 detik. Uji kekerasan permukaan atas dan bawah dilakukan menggunakan alat Vickers Hardness Test, kemudian dihitung nilai relative curing degree. Data dianalisis secara statistik menggunakan uji t-test. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata relative curing degree pada kelompok I (0,93) dan kelompok II (0,79), secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan. Simpulan yang didapat yaitu terdapat perbedaan signifikan antara nilai relative curing degree antara resin komposit flowable dual cure dengan resin komposit flowable bulk fill.Item PERBEDAAN TINGKAT KEKERASAN RESIN KOMPOSIT YANG DIPOLIMERISASI MENGGUNAKAN SINAR LIGHT EMITTING DIODE (LED) INTENSITAS TINGGI DENGAN BEBERAPA DURASI PAPARAN(2014-01-17) IKA KARTINI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenDurasi paparan dan intensitas sinar merupakan dua hal penting dalam proses polimerisasi resin komposit. Semakin tinggi intensitas sinar maka durasi paparan untuk polimerisasi resin komposit dapat lebih singkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kekerasan resin komposit dan durasi paparan menggunakan sinar light emitting diode (LED)dengan intensitas tinggi. Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni yang dilakukan secara in vitro. Penelitian dilakukan pada sampel resin komposit dengan ukuran diameter 6 mm dan tinggi 2 mm yang dipolimerisasi dengan sinar light emitting diode (LED) berintensitas 2000 mW/cm2 dengan durasi paparan 3, 5 dan 10 detik, masing-masing kelompok terdiri dan 10 sampel, setiap sampel berbentuk lempeng cakram. Dilakukan uji kekerasan dengan menggunakan alat uji vickers hardness tester. Setiap sampel diuji pada tiga titik yang berbeda dan dirata-ratakan sehingga didapatkan hasil rata-rata dan tiap kelompok berturut-turut adalah 22.7, 27.41, 24.88 VHN. Data dianalisis secara statistik menggunakan ANAVA. Simpulan terdapat perbedaan tingkat kekerasan resin komposit yang dipolimerisasi menggunakan sinar LED intensitas tinggi berdasarkan peningkatan durasi paparan, akan tetapi perbedaannya tidak signifikan (p value > 0,5623).Item PERBEDAAN KEBOCORAN APIKAL DARI BAHAN PENUTUP MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE DAN BIODENTINE YANG DITUTUP SECARA RETROGADE SETELAH APEKS RESEKSI(2014-04-24) AYU YUNITA R H HAMID; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKesuksesan bedah endodontik ditentukan adanya ketahanan kapasitas bahan penutup apikal secara retrogade. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kebocoran apikal dari dua bahan penutup apikal yang ditutup secara retrogade; Mineral Trioxide Aggregate dan Biodentine setelah apeks reseksi. Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu yang dilakukan secara invitro. Total tiga puluh gigi insisif pertama dipersiapkan dan di acak secara ramdom dan dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 15 sampel yang ditutup dengan menggunakan MTA dan Biodentine yang ditutup secara retrogade. Permukaan akar dilapisi dengan dua lapisan nail polish kecuali 2 mm dari apeks. Semua sampel direndam dengan tinta indian dalam inkubator 37ºC selama 72 jam, selanjutnya dilakukan dekalsifikasi dan pembeningan gigi. Kebocoran diperiksa dibawah stereomikroskop Nikon SMZ 800 dengan pembesaran 20X dan dihitung dengan adobe photoshop CS6. Data dianalisa secara statistik menggunakan t test. Kebocoran dari bahan Mineral Trioxide Aggregate yang ditutup secara retrogade mengalami kebocoran lebih sedikit daripada Biodentine. Simpulan dari penelitian ini adalah MTA memiliki kemampuan penutup apikal lebih baik dibandingkan dengan BiodentineItem PERBEDAAN KEBOCORAN MIKRO RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS I MENGGUNAKAN TEKNIK INKREMENTAL DAN BULK FILL YANG DIAKTIVASI SONIK(2014-10-18) TAUFIQ ARIWIBOWO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKualitas adaptasi tepi restorasi ditentukan oleh tidak adanya kebocoran mikro. Kebocoran mikro terutama disebabkan oleh adanya penyusutan resin komposit pada saat polimerisasi. Penelitian ini bertujuan mencari restorasi kelas I yang menghasilkan kebocoran mikro minimal antara teknik aplikasi inkremental dengan teknik bulk fill yang diaktivasi sonik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni secara in vitro. Sampel adalah kavitas kelas I dipreparasi pada 30 gigi premolar rahang atas yang dicabut untuk perawatan orthodontik. Sampel dibagi dua kelompok, kelompok pertama ditambal dengan resin komposit menggunakan teknik inkremental dan kelompok kedua menggunakan teknik bulk fill yang diaktivasi sonik. Pada semua sampel dilakukan thermocycling, selanjutnya direndam dalam larutan methylene blue 2% selama 24 jam. Sampel dibelah dengan arah mesial-distal dan diamati dengan mikroskop stereo perbesaran 20x dan dinilai dalam skala ordinal (0-4). Hasil penelitian ini menunjukkan skor kebocoran mikro terendah (0) pada teknik inkremental 6,67% dan teknik bulk fill yang diaktivasi sonik 33,33%. Secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna kebocoran mikro antara teknik inkremental dan teknik bulk fill yang diaktivasi sonik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik teknik inkremental maupun teknik bulk fill yang diaktivasi sonik belum dapat menghilangkan kebocoran mikro pada dinding tegak kavitas kelas I.Item PERBEDAAN KEBOCORAN MIKRO RESTORASI RESIN KOMPOSIT KELAS II PADA DINDING GINGIVA MENGGUNAKAN TEKNIK INKREMENTAL DAN BULK FILL YANG DIAKTIVASI SONIK(2014-10-18) HENGKI YUDHANA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenTerjadinya kebocoran mikro pada restorasi resin komposit masih menjadi masalah yang hingga kini belum dapat diatasi. Kebocoran mikro terutama disebabkan karena adanya penyusutan resin komposit pada saat polimerisasi. Penelitian ini bertujuan mencari teknik restorasi kelas II yang menghasilkan kebocoran mikro minimal antara teknik inkremental dan bulk fill yang diaktivasi sonik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni secara in vitro. Kavitas kelas II dipreparasi pada 30 gigi premolar rahang atas hasil cabutan untuk alasan perawatan orthodontik. Sampel dibagi dua kelompok, kelompok pertama ditambal dengan resin komposit menggunakan teknik inkremental dan kelompok kedua menggunakan teknik bulk fill yang diaktivasi sonik. Pada seluruh sampel dilakukan thermocycling, selanjutnya direndam dalam larutan methylene blue 2% selama 24 jam. Sampel dibelah dengan arah mesial-distal dan diamati dengan mikroskop stereo perbesaran 20x dan dinilai dalam skala ordinal (0-4). Hasil penelitian ini menunjukkan skor kebocoran mikro terendah yaitu 0 (nol) pada teknik inkremental (13,33 %) dan teknik bulk fill yang diaktivasi sonik (33,33 %). Secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna kebocoran mikro antara kedua kelompok sampel. Dapat disimpulkan bahwa kedua teknik yang digunakan belum dapat menghilangkan kebocoran mikro secara sempurna.Item PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SEALER BERBASIS RESIN ( AH PLUS ) DENGAN SEALER BERBASIS NON RESIN ( ENDOMETHASONE-N ) TERHADAP ENTEROCOCCUS FAECALIS(2014-10-20) CORRY JUSUF ARIFIN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Mikroorganisme dapat bertahan dalam tubuli dentin saluran akar, saluran lateral, ramifikasi pada sepertiga apikal. Enterococcus faecalis merupakan mikroorganisme penyebab kegagalan perawatan endodonti karena bersifat resisten terhadap obat medikamen dan memiliki kemampuan bertahan hidup pada pH tinggi dan pada kondisi tanpa nutrisi.Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan daya antibakteri sealer berbasis resin (AH Plus) dan sealer berbasis non-resin (Endomethasone N). Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni secara in vitro. Efek antimikroba dari 2 jenis sealer, dilakukan menggunakan metode difusi agar. Sealer yang diuji ditempatkan dalam sumur yang dibuat pada media agar yang telah diinokulasi bakteri Enterococcus faecalis. Media agar diinkubasi secara anaerob pada suhu 37o C, diameter hambat diukur setelah 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 168 jam. Data dianalisis secara statistik menggunakan Analisis Varian (ANAVA) dan t-test. Hasil penelitian menunjukkan diameter hambat yang berbeda pada seluruh sampel. Efek antibakteri sealer berbasis non resin lebih tinggi dibandingkan sealer berbasis resin. Simpulan yang didapat yaitu bahwa sealer berbasis non resin (Endomethasone N) memiliki efektivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan sealer berbasis resin (AH Plus), dan secara statistik menunjukkan hasil yang signifikanItem Perbedaan Kebocoran Mikro antara Glass Ionomer Cement dengan Biodentine sebagai Bahan Penutup pada Perawatan Perforasi Bifurkasi secara In Vitro(2014-10-20) IRA STEPHANI SADARINA BUKIT; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPerforasi bifurkasi merupakan penyebab kegagalan perawatan saluran akar kedua setelah kegagalan obturasi dari semua kasus kegagalan endodontik. Perforasi bifurkasi yang terjadi secara iatrogenik merupakan jalur komunikasi artifisial antara ruang pulpa dan ligamen periodontal melalui dasar kamar pulpa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada perbedaan kebocoran antara GIC dan biodentine sebagai bahan penutup pada perawatan perforasi bifurkasi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni secara in vitro. Total sampel 40 gigi molar pertama rahang bawah dibagi secara acak menjadi dua (n=15) kelompok eksperimental, dengan lima gigi digunakan sebagai kelompok kontrol positif dan lima gigi tanpa perforasi sebagai kelompok kontrol negatif. Kelompok pertama perforasi ditutup dengan bahan glass ionomer cement, kelompok kedua perforasi ditutup dengan bahan biodentine. Seluruh sampel direndam dengan larutan methylene blue 2% selama 48 jam. Sampel dibelah secara longitudinal dengan arah buko-lingual dan diamati dengan stereomikroskop perbesaran 16x dan diukur dalam satuan millimeter (mm). Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata kebocoran mikro pada glass ionomer cement sebesar 2,7 mm dan biodentine sebesar 0,501 mm. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kebocoran mikro yang signifikan antara glass ionomer cement dengan biodentine sebagai bahan penutup pada perawatan perforasi bifurkasi, biodentine memiliki tingkat kebocoran yang lebih sedikit.Item Perbedaan Shaping Ability Instrumen Rotary ProTaper Universal dengan ProTaper Next pada Saluran Akar Simulasi(2014-12-16) DIAN SORAYA TANJUNG; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPreparasi biomekanis terutama bertujuan membentuk saluran akar untuk memfasilitasi obturasi yang adekuat. Kemampuan suatu instrumen dalam membentuk saluran akar disebut dengan shaping ability. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan shaping ability instrumen rotary ProTaper Universal dengan ProTaper Next pada saluran akar simulasi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu menggunakan 30 blok resin yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 15 blok resin dipreparasi menggunakan ProTaper Universal dan 15 blok resin dipreparasi menggunakan ProTaper Next. Blok resin diisi tinta hitam dan dilakukan pengambilan gambar fotografi menggunakan kamera digital. Setelah instrumentasi selesai, saluran akar diisi tinta merah dan prosedur fotografi kembali dilakukan. Superimposed gambar fotografi sebelum dan sesudah instrumentasi dilakukan menggunakan software CorelDrawX4. Perbedaan konfigurasi bentuk saluran akar sebelum dan sesudah instrumentasi dinilai berdasarkan pengukuran di sisi dalam dan sisi luar saluran akar yang dilakukan pada lima titik acuan. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) rata-rata rasio jarak di sisi dalam dengan di sisi luar saluran akar pada titik saluran akar mulai menyimpang dari aksis koronal antara kedua kelompok. ProTaper Next dapat mengikuti kelengkungan saluran akar lebih baik daripada ProTaper Universal. Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan shaping ability yang signifikan antara instrumen rotary ProTaper Universal dengan ProTaper Next pada saluran akar simulasi. ProTaper Next menunjukkan shaping ability yang lebih baik dibandingkan dengan ProTaper Universal.Item PERBEDAAN TINGKAT KEBOCORAN PADA SEPERTIGA APIKAL BAHAN SEALER BERBAHAN DASAR SENG OKSID EUGENOL DAN SEALER BERBAHAN DASAR RESIN SECARA IN VITRO(2015-01-07) ANNITA YUNIASTUTI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPerawatan saluran akar terdiri dari tahapan cleaning and shaping, medikamen dan menutup seluruh saluran akar dengan bahan-bahan pengisi saluran akar yang permanen. Pengisian saluran akar harus dapat menutup seluruh saluran akar baik secara koronal, lateral dan apikal, serta menghalangi masuknya bakteri atau produknya dari jaringan periapikal kedalam saluran akar. Bahan pengisi utama yang sering digunakan adalah gutaperca dengan menggunakan semen sealer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan kebocoran pada sepertiga apikal antara saluran akar yang diisi dengan sealer berbahan dasar seng oksid eugenol dan sealer berbahan dasar resin. Jenis penelitian ini merupakan eksperimental semu yang dilakukan secara invitro. Total sampel tiga puluh gigi premolar pertama rahang bawah dipersiapkan dan di bagi secara ramdom menjadi dua kelompok (n=15). Kelompok pertama diisi dengan gutaperca dan sealer berbahan dasar seng oksid eugenol, kelompok kedua diisi dengan gutaperca dan sealer berbahan dasar resin. Permukaan akar dilapisi dengan dua lapisan nail polish kecuali pada sepertiga apikal. Semua sampel direndam dalam indian ink yang diencerkan dalam saliva artifisial lalu dimasukkan kedalam inkubator 37ºC selama 72 jam, selanjutnya dilakukan dekalsifikasi dan pembeningan gigi. Kebocoran diperiksa dibawah stereomikroskop dengan pembesaran 6,5X dan dihitung dengan Dinocapture 2.0. Data dianalisa secara statistik menggunakan t student. Hasil penelitian diuji menggunakan analisis statistik t student. Hasilnya menunjukkan rata-rata kebocoran dari sealer berbahan dasar resin adalah 0,810 mm dan sealer berbahan dasar seng oksid eugenol adalah 4,901 mm. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kebocoran pada sepertiga apikal yang signifikan antara sealer berbahan dasar seng oksid eugenol dan sealer berbahan dasar resin. Sealer berbahan dasar resin mengalami kebocoran lebih sedikit daripada sealer berbahan dasar seng oksid eugenol.Item PENGARUH INTERVAL WAKTU APLIKASI DUA JENIS SISTEM ADHESIF TERHADAP KEKUATAN IKAT GESER PADA DENTIN PASCA INTERNAL BLEACHING (HARI KE-0, HARI KE-7, DAN HARI KE-14)(2015-01-16) SHEENA LIONIE; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenProsedur internal bleaching dapat menurunkan adhesi antara sistem adhesif dengan struktur gigi sehingga aplikasi sistem adhesif tidak dapat dilakukan segera. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh interval waktu aplikasi dua jenis sistem adhesif terhadap kekuatan ikat geser pada dentin pasca internal bleaching dan jenis sistem adhesif yang sebaiknya digunakan pasca internal bleaching. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni secara in-vitro. Sebanyak 56 sampel diperoleh dari 28 gigi premolar pertama atas yang dibelah secara longitudinal dengan arah labio-palatal. Sampel dibagi menjadi delapan kelompok; yaitu kelompok kontrol total etch adhesive dan self etch adhesive tanpa perlakuan internal bleaching, kelompok sistem adhesif yang diaplikasikan segera, hari ke-7, dan hari ke-14 pasca internal bleaching. Seluruh sampel direndam dalam saliva buatan selama 24 jam dan dilakukan thermocycling sebelum pengujian. Kekuatan ikat geser diuji menggunakan Universal Testing Machine dengan kecepatan 0,5 mm/menit. Hasil dianalisis secara statistik menggunakan uji anava dan t-test dengan α = 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata kekuatan ikat geser tertinggi diperoleh kelompok total etch adhesive pada hari ke-14 pasca internal bleaching yaitu 17,061 MPa sedangkan kelompok self etch adhesive 13,999 MPa. Simpulan: Terdapat pengaruh interval waktu aplikasi sistem adhesif terhadap dentin pasca internal bleaching. Total etch adhesive menghasilkan kekuatan ikat geser yang lebih tinggi daripada self etch adhesive namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.Item Differences in Cleanliness Calcium Hydroxide with Manual Irrigation Technique, Machine technique with Canal Brush, and Sonic at Apical Third of Root Canal(2015-01-16) OKSANA MEGASARI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenCleanliness medicaments calcium hydroxide in the apical third of root canal area is essential prior to filling. Calcium hydroxide residue can interfere attachment root canal filling material and canal wall. Aims of this study to measure the difference in the cleanliness of medicaments calcium hydroxide on when the apical third of the root canal irrigated with manual irrigation techniques,machine techniques with canal brush and sonic techniques with irigant NaOCl 2,5%, aquades and EDTA 17%. Thirty mandibular premolars performed root canal preparation with needle Pro Tapper to master apical file size F3, then irrigated and used calcium hydroxide as a medicament and closed with glass ionomer cement, after 7 days then calcium hydroxide cleaned with irrigation techniques. The sample of this study was divided into three groups, the first group irrigation with manual techniques using irrigation needle + NaOCl 2,5%+aquades+EDTA 17% ,canals brush+NaOCl 2,5%+aquades+EDTA 17% and sonic using endoactivator+NaOCl 2,5%+aquades+EDTA 17%. Sample bisected bucco-lingually, the residu was measured with Axiocam program which is integrated in stereomicroscope. All data were analysed with analysys of varians. The results of this study demonstrate the average value of calcium hydroxide residual surface on irrigation techniques manual is 0,049 mm2, canals brush is 0,043 mm2, and in sonic irrigation techniques is 0,040 mm2. It can be concluded that there are differences between three techniques used but statistically there was no significant differences among the three groups.