Ilmu Bedah (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Bedah (Sp.) by Title
Now showing 1 - 20 of 29
Results Per Page
Sort Options
Item AKURASI KADAR D-DIMER DAN C-REAKTIF PROTEIN DALAM MEMPREDIKSI TERJADINYA PERFORASI PADA KASUS APPENDISITIS(2020-04-19) GEMA PUTRA LESMANA; Reno Rudiman; Rani SeptrinaABSTRAK Pendahuluan: Operasi appendektomi segera, sudah sejak lama direkomendasikan untuk dilakukan pada kasus appendisitis akut karena tingginya angka kemungkinan terjadinya perforasi. Insidensi appendisitis perforasi mencapai 4-16% dari total kasus appendicitis. D-Dimer sebagai produk primer degradasi fibrin ditemukan meningkat pada pasien appendisitis. CRP masih memberikan hasil yang berbeda dalam memprediksi appendisitis perforasi Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui seberapa besar akurasi D-Dimer dan CRP dalam memprediksi appendisitis peforasi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin Bandung 2019. Metode: Penelitian ini menggunakan desain observasional prospektif dengan pendekatan cross-sectional atau potong lintang. Populasi penelitian adalah semua pasien yang datang ke IGD Bedah/Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung periode September 2018 – September 2019 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Pasien lalu akan diperiksa serum D-Dimer dan CRP preoperasi dan dilakukan pencatatan hasil durante operasi. Uji Chi-Square dilakukan pada penelitian ini dan data dianalisis menggunakan SPSS Versi 22.0 for windows pada taraf kepercayaan 95%. Nilai p bermakna bila p < 0,05 Hasil: Sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 41 pasien, yang didiagnosis mengalami appendisitis berdasarkan Tzanakis Score, yang terdiri dari 17 pasien appendisitis akut dan 24 pasien appendisitis perforasi. Rata-rata umur pasien adalah 34,8 ± 13,8 Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (24 pasien atau 58,5%). Area untuk ROC curve untuk D-Dimer 0.929. Dengan cut off point pada 0.51 mg/l untuk appendisitis perforasi sensitivitas 95.8%, spesifisitas 76.5%, nilai duga positif(PPV) 85.2%, nilai duga negatif(NPV) 92.9% dan akurasi 87.8%. Untuk CRP dengan cut off point pada 18.84 untuk appendisitis perforasi sensitivitas 58.3%, spesifisitas 94.1%, nilai duga positif(PPV) 93.3%, nilai duga negatif(NPV) 61.5% dengan akurasi 73.2%. Kesimpulan: Kadar D-Dimer dan CRP serum yang meningkat dapat digunakan dalam memprediksi terjadinya perforasi pada pasien appendicitis. Namun D-Dimer lebih baik dalam akurasi dalam memprediksi appendisitis perforasi dibandingkan CRP. Kata Kunci: D-Dimer, CRP, appendisitis akut, appendisitis perforasi ABSTRACT Introduction: Immediate appendectomy surgery has long been recommended for cases of acute appendicitis because of the highly likelihood of perforation. The incidence of perforated appendicitis reaches 4-16% of the total cases of appendicitis. D-Dimer as the primary product of fibrin degradation was found to be increased in appendicitis patients. CRP still gives different results in predicting perforated appendicitis. The purpose of this study is to find out the accuracy of D-Dimer and CRP in predicting appendicitis peforation at the Central General Hospital (RSUP) Dr. Hasan Sadikin Bandung 2019. Method: This study used a prospective observational design with a cross-sectional approach. The study population was all patients who came to the Emergency Department (ED) of The Surgery Department of the Hasan Sadikin Hospital in Bandung from September 2018-September 2019 who met the inclusion and not in the exclusion criterias. The patient then examined for preoperative D-Dimer and CRP serum and record the results of the surgery. Chi-Square test was conducted in this study and data were analyzed using SPSS Version 22.0 for windows at a 95% confidence level. The p value is significant if p <0.05 Results: The sample included in this study were 41 patients, who were diagnosed with appendicitis based on the Tzanakis Score, which consisted of 17 acute appendicitis patients and 24 perforated appendicitis patients. The average age of patients was 34.8 ± 13.8 The majority of patients were male (24 patients or 58.5%). Area for ROC curve for D-Dimer 0.929. With a cut-off point of 0.51 mg / l for sensitivity perforation appendicitis 95.8%, specificity 76.5%, positive predictive value (PPV) 85.2%, negative predictive value (NPV) 92.9% and accuracy 87.8%. For CRP with a cut off point at 18.84 for sensitivity perforation appendicitis 58.3%, specificity 94.1%, positive predictive value (PPV) 93.3%, negative predictive value (NPV) 61.5% with an accuracy of 73.2%. Conclusion: Increased serum D-Dimer and CRP levels can be used in predicting the occurrence of perforation in appendicitis patients. However, D-Dimer is better in predicting perforated appendicitis than CRP. Keywords: D-Dimer, CRP, acute appendicitis, perforated appendicitisItem Akurasi Kampala trauma score dalam menilai prognostik penderita trauma multipel di RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung(2022-12-28) ANDHIKA RAHMAWAN; Nurhayat Usman; Tommy RuchimatABSTRAK Pendahuluan Trauma multipel adalah cedera pada dua atau lebih sistem organ dengan derajat cedera yang cukup tinggi yang dapat menggangu fungsi fisiologis hingga disfungsi organ yang mengancam jiwa. Angka kejadian trauma semakin meningkat seiring dengan bertambahnya pengguna kendaraan bermotor yang tidak taat terhadap aturan lalu lintas dan ketidakpatuhan penggunaan alat pelindung diri yang lengkap. Menentukan sistem skoring trauma yang sesuai dengan kondisi tertentu akan membantu dalam memprediksi mortalitas dan morbiditas serta dapat menentukan kebutuhan penanganan pada pasien. Kampala Trauma Score (KTS) merupakan sistem penilaian trauma berfokus pada penilaian fisiologis tubuh pasien dibandingkan dengan anatomis pasien. Sistem ini digunakan karena memiliki variabel penilaian yang lebih sederhana dan dapat digunakan disemua kelompok umur. Metode Penelitian ini merupakan penelitian uji prognostik retrospektif yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Rekam Medis RSHS pada bulan Desember 2021 sampai dengan Juli 2022. Data yang didapat akan diolah dengan menggunakan spreadsheet Microsoft Excel dan SPSS for Windows dengan nilai value 12 (akurasi 81,82%; sensitifitas 70,59%; spesifisitas 85,71%; PPV 63,16%; NPV 89,63%; LR+ 4,94; LR- 0,34). Nilai akurasi dari skor KTS selaras dengan ROC dimana optimal pada skor KTS >12 (85,77%) menandakan memiliki prediksi dengan akurasi tinggi. Kesimpulan Kampala trauma score dapat digunakan sebagai prediktor dalam menilai prognostik pasien trauma multipel dengan nilai titik potong yang sudah didapatkan karena memiliki nilai akurasi, sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, dan LR yang tinggi. Kata Kunci: multipel trauma, skoring trauma, akurasi, KTSItem AKURASI SISTEM SKOR LRINEC (LABORATORY RISK INDICATOR FOR NECROTIZING FASCIITIS) SEBAGAI PREDIKTOR DIAGNOSTIK AWAL PADA FASCIITIS NEKROTIKAN DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2023-07-10) ARIEF DWINANDA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang : Fasciitis Nekrotikan (FN) merupakan infeksi yang dapat menyebar secara luas, menjadi nekrosis pada jaringan subkutan dan fascia dengan trombosis pada mikrosirkulasi kutaneus, serta sering menyebabkan kematian yang cepat dengan kegagalan multi-organ. Pengenalan dini dan debridemen bedah yang agresif adalah landasan dari pengobatan yang berhasil. Skor Laboratory Risk Indicator for Necrotizing Fasciitis (LRINEC) dikembangkan oleh Wong dkk., menggunakan enam variabel biokimia rutin untuk membantu diagnosis dini. Kami bertujuan untuk menilai akurasi skor LRINEC sebakai prediktor diagnosis awal diagnostik Fasciitis Nekrotikan pada populasi kami. Metode : Panelitian ini adalah penelitian kohort prospektif observasional pada penderita FN dan infeksi jaringan lunak non fasciitis yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Departemen Bedah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dan pasien yang dikonsulkan ke Departemen Bedah periode Januari 2022 – Desember 2022. Skor LRINEC dihitung untuk setiap pasien yang terdaftar. Sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value dari skor dievaluasi. Akurasi dari skor LRINEC dinyatakan pada area under curve dari kurva receiver operating characteristic. Hasil : Total didapatkan 70 pasien terdiri dari pasien dengan fasciitis nekrotikan 33 pasien dan 37 pasien dengan other soft tissue infection. Skor LRINEC dengan cut off ≥6, didapatkan sensitifitas 90,9% (95% CI 75,67-98,08%), spesifisitas 75,6% (95% CI 58,80-88,23%), Positive Predictive Value 76,9% (95% CI 60,67-88,87%), Negative Predictive Value 90,3% (95% CI 74,25-97,96%). Pada area under curve dari kurva receiver operating characteristic untuk akurasi skor LRINEC didapatkan 0,895 (95% CI 0,821-0,969). Kesimpulan : Skor LRINEC akurat dan dapat digunakan untuk membantu diagnosis sebagai prediktor diagnostik awal pada FN. Ketajaman kecurigaan klinis tetap menjadi faktor terpenting dalam diagnosis dini FN.Item Aspek Histopatologi Sebagai Prediktor Kejadian Kekambuhan Pada Kanker Payudara Stadium Lanjut Lokal Di RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung(2023-04-06) PERI HIDAYAT; Kiki Akhmad Rizki; Teguh Marfen DjajakusumahAspek histopatologis pada kanker payudara dianggap sebagai salah satu faktor prognostik penting dalam kejadian rekurensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemeriksaan histopatologi dapat digunakan sebagai prediktor kejadian rekurensi pada pasien kanker payudara stadium lanjut lokal. Penelitian ini merupakan penelitian observasional retrospektif kohort dengan pendekatan analisis korelatif. Subjek penelitian ini adalah pasien kanker payudara yang telah menjalani mastektomi dan/atau mendapatkan terapi tambahan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Januari 2017 hingga September 2019. Data dikumpulkan dengan menggunakan rekam medis dan data histopatologi anatomi. Subjek penelitian akan dibagi berdasarkan status rekurensi mereka. Sebanyak 62 pasien kanker payudara dimasukkan dalam penelitian ini dengan 31 pasien rekuren dan 31 pasien tidak rekuren. Sebanyak 29 pasien dalam kelompok rekuren (93,5%) mengalami invasi limfovaskular. Penilaian histopatologi menunjukkan perbedaan pada kedua kelompok di mana pasien kelompok rekuren sebagian besar (74,2%) termasuk ke dalam derajat histopatologi high, sementara itu 51,6% sampel pada kelompok non-rekuren dikategorikan sebagai derajat histopatologi moderate. Margin histopatologis lengkap ditemukan pada kelompok rekuren dan tidak rekuren masing-masing sebesar 54,8% dan 87,1%. Ada korelasi antara penilaian histopatologi, invasi limfovaskular, dan margin sayatan dengan kekambuhan pada kanker payudara stadium lanjut lokal. Dapat disimpulkan bahwa beberapa aspek histopatologis dapat digunakan sebagai prediktor mata uang ulang pada kanker payudara stadium lanjut lokal.Item Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca Trauma Kepala Sedang dan Berat Dengan Lesi Intrakranial Menggunakan Parameter EUROQOL EQ-5D-5L Di Departemen Bedah Saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung(2020-01-20) ELDY MUHAMMAD NOOR; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang : Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna kendaraan bermotor di negara berkembang, Angka kematian pasien pasca trauma kepala saat perawatan di rumah sakit cukup tinggi. Literatur tentang kualitas hidup pasien pasca cedera otak traumatis (TBI) atau pasien neurologis di negara berkembang sangat terbatas. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional deksriptif prospektif dengan rancangan studi potong lintang (cross sectional), dengan subjek penelitian pasien bedah saraf yang masuk ke ruang gawat darurat RS. Hasan Sadikin dan memenuhi kriteria inklusi akan dilakukan pemeriksaan awal oleh dokter bedah saraf, kemudian dilanjutkan dengan mengisi kuisioner F1, selama perawatan akan mengisi F2, dan sebelum pulang mengisi F3, selanjutnya follow up selama bulan 1, 2, dan 3 akan mengisi format F4.1, F4.2 dan F4.3. Sampel diambil dengan cara Consecutive Sampling. Hasil Penelitian : Dari 721 pasien trauma kepala yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) bagian bedah saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) pada periode 1 Agustus 2018 sampai dengan 31 Januari 2019, didapatkan 22 (3,05 %) orang meninggal di IGD, 23 orang (3,2 %) pulang paksa sebelum dilakukan interview, dan diperoleh 36 pasien (4,5 %) yang masuk kriteria inklusi dan ikut dalam penelitian ini. Berdasarkan skala dimensi EQ-5D mobilisasi saat pulang tidak ada masalah sebanyak 35%, sedikit masalah 62 %, dan masalah sedang 3 %. Skala perawatan diri didapatkan pasien yang saat pulang tidak ada masalah sebanyak 10%, sedikit masalah 87 %, dan masalah sedang 3 %. Skala aktifitas biasa didapatkan pada saat pulang tidak ada masalah sebanyak 3%, sedikit masalah 87 %, dan masalah sedang 10 %. Skala nyeri didapatkan pada saat pulang tidak ada masalah sebanyak 10%, masalah sedikit 83%, dan masalah sedang 7%. Skala kecemasan / depresi didapatkan pada saat pulang tidak ada masalah sebanyak 52%, sedikit masalah 45%, dan masalah sedang 3%. Skala intelektual didapatkan pada saat pulang tidak ada masalah sebanyak 74%, sedikit masalah 23%, dan masalah sedang 3%. Kesimpulan dan Saran : Penilaian kualitas hidup menunjukan bahwa masalah terkait dimensi EQ-5D Mobilitas, pada saat pasien pulang sebanyak 65%, aktifitas biasa pada saat pasien pulang sebanyak 97%, nyeri, pada pasien saat pulang sebanyak 90%, kecemasan, pada pasien saat pulang sebanyak 48% Penggunaan telepon sebagai sarana untuk follow up pasien-pasien yang sudah pulang dari perawatan rumah sakit, sangatlah bermanfaat, efektif, biaya terjangkau dan mempu memberikan feedback yang baik untuk pasien paska trauma kepala sedang dan berat. Kata Kunci : euroqol EQ-5D, trauma kepala, bedah saraf bandung, rumah sakit hasan sadikinItem HIPOTERMI SEBAGAI INDIKATOR AWAL MORTALITAS PASIEN CEDERA KEPALA BERAT DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2020-01-22) M.E.SHANTI FERNANDEZ; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Latar Belakang: Cedera kepala merupakan masalah kesehatan dan sosial ekonomi yang penting dan mempengaruhi seluruh komunitas di dunia. Banyak pasien cedera kepala datang ke IGD dalam kondisi telah mengalami triad of death (hipotermi, asidosis maupun koagulopati) baik dalam kondisi ketiganya maupun salah satu atau duanya yang mana keadaan- keadaan ini saling mempengaruhi satu terhadap yang lain dan akan sangat menentukan out come pasien tersebut. Telah banyak peneliatian tentang kondisi-kondisi tersebut pada pasien cedera kepala, namun sampai saat ini belum ada penelitian yang menghubungkan ketiga komponen trias kematian ini secara bersama – sama pada satu pasien cedera kepala. Melihat eratnya hubungan antara komponen triad of death terhadap angka morbiditas maupun mortalitas dari penelitian sebelumnya, maka dilakukan penelitian untuk menilai status hipotermi, asidosis dan koagulopati sebagai indikator awal prognosis pasien cedera kepala berat di IGD RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, mengingat pendeteksian awal dan penatalaksanaan yang tepat akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien cedera kepala berat yang mengalami triad of death. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara hipotermi, asidosis dan koagulopati terhadap mortalitas pada pasien cedera kepala berat di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian obervasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Semua pasien dengan cedera kepala berat yang masuk IGD Bedah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 1 Juni – 28 Februari 2019 yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan sebagai subyek penelitian. Pasien lalu diukur suhu membran timpani dengan thermometer khusus membran timpani, diperiksa kadar trombosit, PT, aPTT, INR juga pH darah dan laktat kemudian dilakukan pencatatan. Untuk perbandingan data numerik dengan uji T tidak berpasangan alternative mann whitney dan perbandingan data kategorik tabel 2x2 dengan uji chi square alternative eksak fisher, perhitungan dilakukan pada penelitian ini dan data dianalisis menggunakan SPSS Versi 24.0 dengan taraf kepercayaan 95% dan nilai p bermakna bila p<0,05. Hasil: Sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 30 pasien cedera kepala berat yang memenuhi kriteria inklusi. Pasien cedera kepala berat yang mati sebanyak 15 atau sebesar 50.0% dan hidup sebanyak 15 atau sebesar 50.0%. Pada kelompok pasien mati, untuk pasien yang mengalami hipotermi sebanyak 11 atau sebesar 73.3% dan tidak hipotermi sebanyak 4 atau sebesar 26.7%. Untuk pasien yang mengalami asidosis sebanyak 12 atau sebesar 80.0% dan tidak asidosis sebanyak 3 atau sebesar 20.0%. Untuk pasien yang mengalami koagulopati sebanyak 12 atau sebesar 80.0%. dan tidak koagulopati sebanyak 3 atau sebesar 20.0% Pada kelompok pasien hidup, untuk pasien yang mengalami hipotermi sebanyak 5 atau sebesar 33.3% dan tidak hipotermi sebanyak 10 atau sebesar 66.7%. Untuk pasien yang mengalami asidosis sebanyak 12 atau sebesar 80.0% dan tidak asidosis sebanyak 3 atau sebesar 20.0%. Untuk pasien yang mengalami koagulopati sebanyak 12 atau sebesar 80.0% dan tidak koagulopati sebanyak 3 atau sebesar 20.0%. Berdasarkan nilai P pada variabel hipotermi lebih kecil dari 0.05 (nilai P < 0.05) yang berarti signifikan atau bermakna secara statistik. Kesimpulan: terdapat hubungan yang bermakna antara hipotermi dan mortalitas pada pasien cedera kepala berat. Kata Kunci: hipotermi, asidosis, koagulopati, dan cedera kepala berat.Item HUBUNGAN ALBUMIN, STATUS NUTRISI PREOPERATIF DAN EARLY FEEDING DENGAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI PASCALAPAROTOMI PADA PASIEN PERFORASI ULKUS PEPTIKUM DI RSUP DR. HASAN SADIKIN(2023-04-03) IBRAHIM RISYAD PRADANA; Putie Hapsari; Bambang Am am SulthanaLatar belakang : Perforasi ulkus peptikum merupakan suatu keadaan gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera (source control) secara laparotomi berupa debridement. Kondisi sistemik praoperasi laparatomi darurat perlu diperhatikan, salah satunya adalah status nutrisi. Jika tidak optimal dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas termasuk infeksi luka operasi (ILO). Kondisi pasien yang tidak optimal saat praoperasi harus diperbaiki pada pascaoperasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan memberikan terapi suportif pascaoperasi, seperti early feeding. Tujuan : Meneliti hubungan albumin, status nutrisi dan early feeding dengan kejadian ILO pascalaparotomi pada pasien perforasi ulkus peptikum di RSHS. Metode : Penelitian ini merupakan suatu penelitian dengan desain observasional kohort prospektif dengan metode analisis statistik kategorik analitik. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling. Subjek penelitian adalah pasien perforasi ulkus peptikum yang dilakukan laparotomi darurat di RSHS periode Oktober 2021-Oktober 2022 yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil : Pada 32 subjek penelitian, penilaian status nutrisi dengan menggunakan SGA didapatkan hasil 9 subjek penelitian dalam SGA A, 17 subjek penelitian dalam SGA B dan 6 penelitian dalam SGA C. Terdapat 7 subjek memiliki kadar albumin normal, 14 subjek menderita hipoalbuminemia yang sedang dan 11 subjek mengalami hipoalbuminemia yang berat. Kami melakukan early feeding pada 25 subjek penelitian dan 7 tidak dilakukan early feeding dikarenakan adanya kondisi hemodinamik yang belum stabil. Infeksi luka operasi tertinggi yaitu pada hari ke-7 di mana didapatkan angka kejadian infeksi luka operasi pada 6 subjek penelitian atau sebanyak 18,8%. Pada 6 subjek tersebut semuanya mengalami hipoalbuminemia yang berat (p = 0.01 ; R = 0,55 ) dan malnutrisi berat (SGA C) (p < 0.01 ; R = 0,707). Terdapat 4 dari 6 (33,33%) pasien yang mengalami ILO diberikan early feeding (p = 0,451 ; R = 0,132). Hari ke-14 dimana terjadi infeksi luka operasi pada 4 subjek penelitian atau 12,5%. Terdapat 3 (75%) yang memiliki malnutrisi berat dan 1 (25%) yang mengalami malnutrisi sedang (p = 0.00 ; R = 0,48). Masing-masing pasien mengalami hipoalbuminemia yang sedang (25%) dan hipoalbuminemia yang berat (75%) (p = 0.16 ; R = 0,31 ). Terdapat 3 dari 4 (33,33%) pasien yang mengalami ILO tidak diberikan early feeding (p = 0,00 ; R = 0,43). Hari ke 21 dari hari ke 30 memiliki angka infeksi luka operasi yang sama yaitu terjadi pada satu subjek penelitian. Pasien mengalami malnutrisi berat (p = 0,10 ; R = 0,35), hypoalbuminemia yang berat (p = 0,37 ; R = 0,24), dan tidak dilakukan early feeding (p = 0,05 ; R = 0,32). Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan antara albumin, SGA dan pemberian early feeding terhadap kejadian ILO pascalaparotomi pada pasien perforasi ulkus peptikum di RSHS.Item HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN RESPON KEMOTERAPI NEOADJUVAN KOMBINASI DOKSORUBISIN PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA LANJUT LOKAL DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2020-01-20) KIKI BUDIANI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang : Kanker payudara merupakan kanker dengan insidensi tertinggi pada wanita di Indonesia. Kemoterapi saat ini merupakan salah satu modalitas terapi yang digunakan dalam penatalaksanaan kanker payudara. Salah satu regimen yang paling banyak digunakan adalah Doksorubisin. Perubahan berat badan selama kemoterapi dapat berhubungan dengan prognosis yang buruk pada pasien kanker baik itu kenaikan berat badan ataupun penurunan berat badan. Tujuan : Mengetahui hubungan antara perubahan indeks massa tubuh (IMT) dengan respon kemoterapi pada penderita kanker payudara lanjut lokal yang telah menjalani kemoterapi neoadjuvan kombinasi Doksorubisin 6 siklus. Metode : Rancangan penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik cross-sectional prospektif yaitu untuk mengetahui pengaruh perubahan indeks massa tubuh (IMT) terhadap respon kemoterapi neoadjuvan kombinasi Doksorubisin pada penderita kanker payudara lanjut lokal. Penelitian dilakukan di Poliklinik Bedah Onkologi dan ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung periode April 2019 sampai dengan Agustus 2019. Pasien kanker payudara yang akan menjalani kemoterapi dengan regimen Doksorubisin dilakukan pemeriksaan berat badan, tinggi badan, dan ukuran tumor di awal siklus, setelah follow up 6 siklus kemoterapi diukur kembali berat badan, tinggi badan, dan ukuran tumor kemudian dinilai respon kemoterapi. Hasil : Didapatkan hasil untuk kelompok dengan respon kemoterapi sebanyak 49 atau sebesar 81,7% dan kelompok tidak respon sebanyak 11 atau sebesar 18,3%. Rata-rata usia pasien adalah 47,9 ± 8,79 dengan stadium IIIA sebanyak 27 atau sebesar 45,0% dan IIIB sebanyak 33 atau sebesar 55,0%. Untuk IMT awal memiliki rata-rata sebesar 25,9±4,00, dengan kategori berat badan kurang sebanyak 3 atau sebesar 5,0%, kisaran normal sebanyak 13 atau sebesar 21,7%, berisiko sebanyak 14 atau sebesar 23,3%, obesitas tingkat I sebanyak 27 atau sebesar 45,0% dan obesitas tingkat II sebanyak 3 atau sebesar 5,0%. Untuk perubahan IMT memiliki rata-rata sebesar -1,04±1,719 kg/m2. Terdapat perubahan berat badan pada kedua kelompok yaitu pada kelompok respon, BB berkurang sebanyak 35 atau sebesar 71,.4%, BB tetap sebanyak 5 atau sebesar 10,2% dan BB bertambah sebanyak 9 atau sebesar 18,4%.Pada kelompok tidak respon, kategori BB berkurang sebanyak 5 atau sebesar 45,5%, BB tetap sebanyak 3 atau sebesar 27,3% dan BB bertambah sebanyak 3 atau sebesar 27,3%. Kesimpulan : Perubahan Indeks Massa Tubuh (IMT) tidak menunjukkan kemaknaan terhadap respon kemoterapi maka dapat disimpulkan perubahan IMT tidak berpengaruh terhadap respon kemoterapi pada penderita kanker payudara lanjut lokal yang menjalani kemoterapi neoadjuvan kombinasi Doksorubisin.Item HUBUNGAN GAMBARAN KLINIKOHISTOPATOLOGI ANTARA PENDERITA KANKER KOLOREKTAL EARLY ONSET DAN LATE ONSET DENGAN MORTALITY RATE DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2023-12-28) ANDI MULYAWAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang: Kanker kolorektal early onset memiliki karakteristik klinis dan histopatologi yang berbeda dibandingkan dengan kanker kolorektal late onset. Mortality rate sebagai post-operative outcome adalah luaran pasca operasi pasien yang dilihat berdasarkan keadaan hidup atau mati. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan antara gambaran klinikohistopatologi kanker kolorektal early onset dengan late onset dan hubungannya dengan mortality rate di Indonesia khususnya di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sebagai data yang dapat digunakan untuk mendukung data global. Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dengan data berada pada rentang waktu November 2021-Oktober 2022. Subjek penelitian ini adalah penderita kanker kolorektal yang berobat di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung selama November 2021 – Oktober 2022 dan tercatat di rekam medis elektronik CRC Registry Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Data rekam medis yang tidak lengkap dan pasien yang pernah dan atau sedang menjalani pengobatan apapun untuk kanker kolorektalnya selain pengobatan saat ini di RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung menjadi kriteria eksklusi. Pengolahan data dilakukan dengan IBM SPSS 28.0. Hasil: Variabel anemia dan lokasi tumor berbeda secara signifikan pada kelompok early onset dibandingkan dengan late onset (P<0,001). Berdasarkan analisis multivariat korelasi antar-variabel didapatkan bahwa anemia (P<0,001), gambaran histopatologi (P<0,001), dan lokasi tumor (P=0.013) secara signifikan memiliki korelasi yang rendah (masing-masing r=0,325; r=0,397; r=0,342 secara berurutan). Simpulan: Terdapat perbandingan perbedaan antara gambaran klinikohistopatologi yang bermakna secara statistik terhadap onset kanker kolorektal dan mortality rate. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara gambaran klinikohistopatologi kanker kolorektal early onset dan late onset dengan mortality rate dalam studi ini.Item HUBUNGAN KADAR ANTI MULLERIAN HORMONE SERUM PRA KEMOTERAPI TERHADAP STATUS MENSTRUASI DAN SEBAGAI PREDIKTOR PEMULIHAN FUNGSI OVARIUM PADA KARSINOMA PAYUDARA PRA MENOPAUSE YANG MENDAPAT KEMOTERAPI FAC(2023-03-27) ADI ZUFRON PRINGADI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang: Karsinoma payudara merupakan keganasan yang paling banyak didiagnosis di dunia dan di Indonesia. Sebanyak 52,6% wanita usia <50 tahun di Indonesia didiagnosis karsinoma payudara. Pengobatan karsinoma payudara mempunyai pengaruh terhadap fungsi reproduksi, salah satunya kemoterapi. Regimen kemoterapi yang memiliki efek toksisitas terhadap folikel ovarium salah satunya adalah 5-fluorouracil-doxorubicin-cyclophosphamide (FAC). Anti Mullerian Hormone (AMH) merupakan biomarker untuk menilai fungsi ovarium. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang memfokuskan pada wanita pra menopause usia <45 tahun terkait masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar serum AMH pra kemoterapi terhadap status menstruasi dan sebagai prediktor pemulihan fungsi ovarium pada karsinoma payudara pra menopause yang mendapat kemoterapi FAC. Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan kohort prospektif, kemudian dilakukan analisis korelasi. Kriteria inklusi yaitu penderita karsinoma payudara, usia ≤45 tahun, belum menopause, belum pernah kemoterapi sebelumnya, dan dilakukan kemoterapi FAC. Kriteria eksklusi yaitu riwayat operasi ovarium bilateral, riwayat radiasi ovarium bilateral, riwayat terapi hormonal untuk karsinoma payudara, pasien tidak menyelesaikan siklus kemoterapi FAC 6 siklus. Subjek dilakukan pemeriksaan AMH serum (1-3 minggu sebelum kemoterapi siklus ke-1). Uji statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon dan uji Chi-square, kriteria kemaknaan yang digunakan adalah nilai p, apabila p≤0,05 artinya bermakna secara statistika. Hasil: Karakteristik subjek penelitian dari 32 pasien yang masuk kriteria inklusi yaitu usia, status pernikahan, paritas, stadium penyakit, subtipe karsinoma payudara, dan status menstruasi pasca kemoterapi. Hasil uji Wilcoxon terkait perbandingan AMH pra kemoterapi dan AMH pasca kemoterapi FAC 6 siklus menunjukkan hasil nilai p 0.0001. Hasil uji Chi-square terkait hubungan AMH pra kemoterapi terhadap kejadian menstruasi 6 bulan pasca kemoterapi FAC 6 siklus menunjukkan nilai p 0,0034, sedangkan terkait hubungan AMH pasca kemoterapi terhadap kejadian menstruasi 6 bulan pasca kemoterapi FAC 6 siklus memiliki nilai p 0,149. Kesimpulan: Terdapat hubungan kadar Anti Mullerian Hormone pra kemoterapi pada penderita karsinoma payudara pra menopause dengan kejadian menstruasi setelah kemoterapi terapi FAC dan dapat menjadi prediktor pemulihan fungsi ovarium.Item HUBUNGAN KADAR CA 15-3 DENGAN RESPONS HISTOPATOLOGI MILLER PAYNE PADA KANKER PAYUDARA STADIUM LANJUT LOKAL YANG MENJALANI KEMOTERAPI NEOADJUVAN REGIMEN FAC(2023-04-04) AULIA NOVARIZA FAHMAN; Kiki Akhmad Rizki; Raden YohanaRespons terhadap kemoterapi untuk kanker payudara dapat dinilai menggunakan penanda tumor CA 15-3 atau melalui cara histopatologis seperti penilaian Miller Payne. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan korelasi antara kadar CA 15-3 dan respon histopatologis pada kanker payudara lokal stadium lanjut. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang mengukur nilai CA 15-3 sebelum dan sesudah kemoterapi neoadjuvan menggunakan regimen FAC. Penelitian ini dilakukan di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Januari sampai Agustus 2022. Data tentang respons histopatologis sebelum kemoterapi dan setelah operasi juga dikumpulkan. Tiga puluh sembilan pasien diterima sebagai subjek penelitian. Sebagian besar pasien mempunyai jenis invasive carcinoma no special type sebesar 79,5% dan subtipe molekular luminal B HER 2 sebesar 38,5%. Terjadi penurunan yang signifikan dalam tingkat CA 15-3 setelah kemoterapi (dari 23,54 ± 18,38 ng/ml menjadi 16,30 ± 6,51 ng/ml). Uji statistik menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara tingkat CA 15-3 dan respon histopatologis Miller Payne pada subjek.Item HUBUNGAN SOSIAL DEMOGRAFI DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN PENGIDAP KANKER PAYUDARA DI POLI BEDAH ONKOLOGI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG(2023-12-28) ADI SETIAWAN SURYADI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang: Karsinoma payudara merupakan karsinoma yang terdiagnosis paling banyak di dunia. Kanker payudara dapat didiagnosis pada stadium yang berbeda-beda. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angkat kematian kanker tersebut. Diagnosis dini pada penyakit ini dapat memberikan prognosis yang baik dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Rendahanya angka deteksi dini diakibatkan kurangnya kesadaran wanita terhadap penyakit kanker payudara. Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap kanker payudara berperan penting terhadap kesadaran pasien. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan faktor sosial demografi dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku pengidap kanker payudara lanjut di Poli Bedah Onkologi RSHS Bandung. Metode: Penelitian dilakukan di poli Bedah Onkologi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada 1 Agustus hingga 30 Desember 2022. Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif dengan menggunakan Mix Metode. Populasi terjangkau adalah pasien penderita kanker payudara yang berkunjung di Poliklinik Bagian Bedah Onkologi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung Hasil: Pada penelitian ini telah dilakukan pengambilan data ada 329 pasien yang sudah terdiagnosis kanker payudara. Mayoritas pasien yang datang berobat untuk dijadikan sampel adalah pasien yang berusia 35-59 tahun (85,4%), berpendidikan kurang dari sama dengan SMA (90,6%), berstatus sudah menikah (91,5%), dan mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (74,5%). Secara keseluruhan pasien mayoritas mempunyai pengetahuan kurang (50,5%) dan perilaku yang buruk (51,4%), sedangkan sikap yang positif (56,2%). Pada penelitian ini kami melakukan analisis pengaruh status demografi yaitu usia, pendidikan, status pernikahan, dan pekerjaan dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku pasien kanker payudara di poli bedah onkologi RSUP Hasan Sadikin Bandung. Pasien pekerjaan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan (p-value 0.000 OR 3.664), sikap (p-value 0.005 OR 0,433), dan perilaku (p-value 0.000 OR 3.015) pasien kanker payudara. Kesimpulan: Terdapat hubungan sosial demografi dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku pada pasien pengidap kanker payudara di Poli Bedah Onkologi RSHS Bandung. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengetahuan yang buruk, sedangkan sikap dipengaruhi oleh pekerjaan dan pendidikan yang rendah. Kata kunci: Sosial Demografi, Pengetahuan, Sikap, Perilaku, Kanker PayudaraItem Hubungan status imunitas terhadap kejadian kanker payudara lokal laniut di RSHS Bandung(2022-12-27) ZULDI ERDIANSYAH; Raden Yohana; Reno RudimanLatar belakang : Riset epidemiologi terbaru tahun 2018 oleh GLOBOCAN menyatakan bahwa secara global, terdapat 1,4 juta kasus kanker payudara pada wanita postmenopause dan 645.000 kasus pada wanita premenopause.Kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan angka kejadian tertinggi di Indonesia. Proses inisiasi penyakit kanker berkaitan erat dengan respon sistem imun. Sistem imun memiliki tiga peran utama dalam mencegah proliferasi sel kanker. Pertama, dengan cara melindungi tubuh dari tumor yang diinduksi virus karena sistem imun berperan menghilangkan atau menurunkan laju infeksi virus. Kedua, sistem imun mampu mengeliminasi patogen dan menyebabkan resolusi lingkungan inflamatorik yang mendukung perumbuhan sel kanker. Ketiga, sistem imun mampu mengidentifikasi secara spesifik dan mengeliminasi sel tumor pada jaringan tertentu berdasarkan ekspresi antigen spesifik tumor (AST). Status imun yang rendah akan memberikan respon tubuh yang tidak protektif terhadap pertumbuhan kanker. Karsinoma Payudara Lanjut Lokal (KPLL) merupakan kanker payudara lanjut yang belum bermetastasis pada organ lain. Penderita KPLL memiliki risiko tinggi untuk mengalami kekambuhan. Residivistis kanker payudara adalah 7-11% dari total kejadian kanker payudara dalam 10 tahun terakhir.Prevalensi tinggi ini mencerminkan belum adanya proses penapisan (screening) yang sederhana dan efektif terhadap status imun yang berperan dalam perkembangan penyakit kanker payudara. Status imun dapat diprediksi secara sederhana dengan menggunakan Immune Status Questionnaire (ISQ). Metode : Penelitian ini merupakan suatu penelitian kategorik analitik dengan pendekatan case control study. Data diambil dari subjek penelitian yang sesuai kriteria inklusi dan ekskulsi kemudian dilakukan pengambilan data status imun sesuai kuisioner ISQ. Penelitian ini akan menganalisis hubungan status imunitas terhadap residivistis pada penderita kanker payudara lokal lanjut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Hasil : Didapatkan 66 pasien kanker payudara lokal lanjut yang telah mendapatkan tetapi secara tuntas. 66 pasien tersebut kelompokkan menjadi 2 kelompok, kelompok dengan kanker payudara lokal lanjut yang residif dan kelompok kanker payudara lokal lanjut yang tidak residif. Pada kelompok residif didapatkan status imunitas jumlah terbanyak yaitu sangat buruk dengan jumlah 17 pasien atau 51,5% subjek penelitian. Pada kelompok non residif didapatkan status imunitas jumlah terbanyak adalah baik dengan jumlah sebanyak 13 pasien atau 39,3% subjek penelitian. Uji statistik dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara status imunitas dan kejadian residif kanker payudara. didapatkan nilai P sebesar 0,002. Kesimpulan : Terdapat hubungan antara status imunitas terhadap residivistis kanker payudara lokal lanjut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Kata kunci : Status Imunitas, Residivistis kanker payudaraItem HUBUNGAN USIA DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER KOLOREKTAL DENGAN RESPONS KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG(2023-07-10) GUN GUN GUNAWAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Pendahuluan: Respons kemoterapi pada penderita kanker kolorektal usia muda masih menjadi kontroversi. Proporsi kanker kolorektal usia muda di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung cukup tinggi dan sampai saat ini belum diketahui hasil respons kemoterapinya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana hubungan usia penderita kanker kolorektal dan gambaran histopatologi dengan respons kemoterapi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode: Desain penelitian ini adalah studi observasional kohort prospektif yang mempelajari hubungan usia dan gambaran histopatologi dengan respons kemoterapi pada penderita kanker kolorektal di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang dilakukan sejak September 2021 – September 2022. Hasil: Terdapat 86 penderita yang menjalani kemoterapi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Terdiri dari 39 penderita (45.3%) usia muda dan 47 penderita (54.7%) usia tua. Jenis kelamin laki laki 42 penderita dan perempuan 44 penderita. Tipe histopatologi pada usia muda adalah adenocarcinoma sebanyak 25 sampel (64.3%), mucinous adenocarcinoma 6 sampel (15.3%), signet ring cell carcinoma 7 sampel (17.9%) dan tipe lainnya 1 sampel (2.5%). Tipe histopatologi pada usia tua adalah hampir seluruhnya adenocarcinoma yaitu sebanyak 46 sampel (97.8%), dan tipe lainnya 1 sampel (2.2%). Stadium III kanker kolorektal sebanyak 38 penderita sedangkan stadium IV sebanyak 48 penderita. Pada usia muda, respons kemoterapi complete response sebanyak 4 sampel stadium III (2 adenocarcinoma, 1 signet ring cell carcinoma dan mucinous adenocarcinoma) dan 1 sampel stadium IV (adenocarcinoma), partial response sebanyak 3 sampel stadium III dan 6 sampel stadium IV, stable disease sebanyak 7 sampel stadium III dan 9 sampel stadium IV, progressive disease sebanyak 4 sampel stadium III dan 3 sampel stadium IV. Pada usia tua, respons kemoterapi complete response sebanyak 5 sampel stadium III dan 4 sampel stadium IV, partial response sebanyak 7 sampel stadium III dan 5 sampel stadium IV, stable disease sebanyak 6 sampel stadium III, dan 14 sampel stadium IV, progressive disease sebanyak 2 sampel stadium III dan 5 sampel stadium IV. Pengujian Chi square menunjukan tidak terdapat hubungan antara onset usia penderita dan gambaran histopatologi dengan respons kemoterapi dengan nilai p berturut-turut 0,975 dan 1,000. Hasil uji regresi logistik ordinal tidak terdapat hubungan sistematik antara respons kemoterapi dengan usia, gambaran histopatologi, jenis kelamin, dan stadium kanker dengan nilai p 0,592. Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelompok onset usia penderita dan gambaran histopatologi dengan respons kemoterapi. Hasil ini menimbulkan dugaan bahwa respons kemoterapi baik usia muda maupun usia tua tidak terdapat perbedaan. Kata kunci : respons kemoterapi, usia muda kanker kolorektal, usia tua kanker kolorektal.Item KOMPOSISI TUBUH PENDERITA KANKER PAYUDARA LANJUT LOKAL SEBELUM DAN SESUDAH KEMOTERAPI BERBASIS ANTRASIKLIN DI RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG(2023-03-29) ISMA RACHMAWATI; Yenni Zuhairini; Bambang Am am SulthanaLatar belakang: Kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru tertinggi dan persentase kematian yang diakibatkannya cukup tinggi sebesar 6,9%. Pasien kanker yang menggunakan kemoterapi berbasis antrasiklin mengalami kehilangan berat badan, otot, massa sel tubuh, distribusi cairan ekspansi ekstraseluler dan berkurangnya air intraseluler. Penelitian ini untuk mengetahui perubahan IMT dan komposisi tubuh penderita kanker payudara lanjut lokal (stadium IIIA, IIIB dan IIIC) yang telah menjalani kemoterapi berbasis antrasiklin. Metode: Penelitian analitik observasional pre dan post kemoterapi berbasis antrasiklin ini dilakukan dengan pendekatan potong lintang. Subjek diukur berat badan, tinggi badan, serta komposisi tubuh, daily calorie intake (DCI), dan basal metabolic rate (BMR) yang diukur dengan bioelectrical impendance analysis (BIA). Hasil: Didapatkan 47 pasien kanker payudara lanjut lokal menjalani kemoterapi berbasis antrasiklin. Berdasarkan uji statistik Wilcoxon dilakukan 6 variabel dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05) didapatkan penurunan nilai pada 5 variabel yaitu indeks massa tubuh (IMT), total body water (TBW), lemak viseral, massa otot skeletal dan massa tulang skeletal. Sementara lemak tubuh menunjukan nilai p=0,224. Pada variabel perancu, DCI turun (p=0,004), meskipun BMR naik secara tidak signifikan (p=0,795). Kesimpulan: Terdapat pengaruh kemoterapi terhadap status gizi IMT, TBW, lemak viseral, massa otot skeletal dan massa tulang skeletal pada penderita kanker payudara lanjut lokal yang menjalani kemoterapi berbasis antrasiklin yang mungkin disebabkan turunnya asupan kalori, tetapi lemak tubuh tidak turun signifikan. Kata kunci: bioelectrical impedance analysis, daily calorie intake, IMT, kemoterapi antrasiklin, komposisi tubuh.Item KORELASI D-DIMER DAN LAKTAT SERUM DENGAN KEJADIAN ISKEMIA USUS PADA ADHESIF OBSTRUKSI USUS HALUS PASCA OPERASI(2020-04-21) PUTU SUDARMI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar belakang : Obstruksi usus halus (OUH) merupakan salah satu kegawatan dalam kasus bedah yang sering dijumpai. Sekitar 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut merupakan OUH. Manejemen adhesi obstruksi usus halus (AOUH) masih dianggap kontroversial karena pembedahan dapat menginduksi adhesi baru, sedangkan terapi konservatif tidak menghilangkan penyebab obstruksi. Beberapa peneliti memunculkan ide menggunakan Biomarker kimia (D-dimer, Laktat, CRP, Fosfat )sebagai indikator menentukan kondisi suatu iskemia usus. Ketika iskemi usus terjadi menyebabkan gangguan homeostasis sistemik dan lokal di mana pada tingkat jaringan terjadi gangguan vaskularisasi yang pada akhirnya menyebabkan gangguan koagulasi intravascular sehingga kadar D-dimer dan laktat dalam darah meningkat. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian studi kohort observasional. Sampelnya adalah pasien yang berobat ke RSUP Dr. Hasan Sadikin atau yang dikonsulkan ke Divisi Bedah Digestif periode 1 Desember 2018 – 31 Oktober 2019. Semua penderita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan pemeriksaan D-dimer dan laktat serum lima kali pada jam ke-0, ke-2, ke-4,ke-6, dan ke-8. Pasien gagal konservatif dilakukan operasi kemudian dicatat hasil temuan operasi. Uji analisa data menggunakan metode Analisa anouva untuk melihat tren perubahan D-Dimer dan Laktat dengan pemeriksaan berkala , dan melakukan perbandingan kurva linier antara reversible dan irreversible , perhitungan dilakukan menggunakan SPSS for Windows versi 22 dengan nilai p bermakna jika P < 0,05. Hasil: Sampel penelitian berjumlah 25 pasien. Pasien yang gagal dalam observasi 24 pasien, sementara 1 (4%) pasien berhasil dilakukan tindakan konservatif. Dari 24 pasien tersebut didapat temuan intraoperasi: 12 (48%) pasien dengan iskemia Reversible, 4 (16%) irreversible, 8 (32%) nekrosis. Didapatkan bahwa P<0,05 untuk D-dimer signifikan jam ke-4,ke-6,ke-8 sensitivitas 100 % , spesifisitas 66,7%, 100%, 85,7%. Laktat sensitivitas dan sfesifisitas 100 %. Kesimpulan : Terdapat Korelasi D-dimer dan laktat dengan kejadian iskemia irreversibel pada strangulasi adhesi obstruksi usus halus pasca operasi.Item KORELASI KADAR ALBUMIN DAN COLON LEAKAGE SCORE (CLS) DENGAN KEJADIAN KEBOCORAN USUS PASCAOPERASI RESEKSI ANASTOMOSIS PADA PASIEN KANKER KOLOREKTAL DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2022-12-27) NOVI CHRISTINA INDRAJAYA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar belakang : Kebocoran anastomosis masih merupakan komplikasi bedah kolorektal yang paling tidak diinginkan. Dilaporkan insiden kebocoran anastomosis setelah operasi kolorektal bervariasi sekitar 1,8% sampai 15,9% karena perbedaan kriteria inklusi pasien pada beberapa studi. Dampak dari kebocoran anastomosis ini berpengaruh pada peningkatan morbiditas, mortalitas (12%-30%), lama rawat, dan biaya rawat, sehingga sedapat mungkin perlu dicegah. Status nutrisi merupakan faktor penting dalam kontribusi kebocoran anastomosis. Kadar albumin yang rendah telah lama diobservasi sebagai indikator malnutrisi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi antara kadar albumin yang rendah dengan peningkatan kebocoran anastomosis. Sistem skoring Colon Leakage Score (CLS) yang sudah baku tidak terdapat item kadar albumin sebagai parameter kebocoran anastomosis, sedangkan kadar albumin merupakan faktor penting yang berkontribusi dalam kebocoran anastomosis. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti korelasi antara kadar albumin dan CLS dengan kejadian kebocoran usus pascaoperasi reseksi anastomosis pada pasien Kanker Kolorektal (KKR) di RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS). Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik retrospektif dengan desain penelitian cross-sectional. Data diambil dari rekam medis pasien KKR yang berusia diatas 18 tahun yang menjalani operasi reseksi anastomosis usus tahun 2016 – 2020. Penelitian ini akan menganalisis korelasi kadar albumin dan CLS dengan kejadian kebocoran usus pascaoperasi reseksi anastomosis pada pasien KKR. Hasil : Didapatkan 32 pasien kanker kolorektal yang dilakukan reseksi anastomosis, terdiri dari 30 pasien yang tidak mengalami kebocoran dan 2 pasien mengalami kebocoran pascaoperasi. Pada penelitian ini pasien dengan kebocoran anastomosis dengan albumin < 3,5 sebanyak 2 pasien (10,5%). Didapatkan p value 0,227 yang berarti secara statistik tidak bermakna antara kadar albumin dengan kebocoran anastomosis. Untuk skor CLS pada penelitian ini pasien dengan kebocoran anastomosis dengan CLS risiko rendah sebanyak 2 pasien (7,4%). Didapatkan P value 0,530 yang berarti tidak bermakna secara statistik antara nilai CLS dengan kebocoran anastomosis. Korelasi antara kadar albumin dengan kebocoran anastomosis mempunyai nilai koefisien korelasi 0,209 dengan arah positif. Besar korelasi hubungan ini lemah dan secara statistik tidak bermakna yang berarti tidak ada korelasi antara kadar albumin dengan kebocoran anastomosis. Korelasi antara CLS dengan kebocoran anastomosis mempunyai nilai koefisien 0,110 dengan arah positif. Korelasi ini sangat lemah dan tidak bemakna secara statistik, yang berarti tidak ada korelasi antara CLS dengan kebocoran anastomosis. Simpulan : Tidak terdapat korelasi antara kadar albumin dan CLS dengan kejadian kebocoran usus pascaoperasi reseksi anastomosis pada pasien KKR di RSHS. Kata kunci : KKR, reseksi anastomosis, albumin, CLS.Item KORELASI KADAR VITAMIN D DENGAN DIAGNOSIS KANKER KOLOREKTAL DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2022-12-29) PRAPANCA NUGRAHA; Andriana Purnama; Tommy RuchimatABSTRAK Latar Belakang: Kanker kolorektal (KKR) merupakan jenis kanker ketiga terbanyak di dunia. Data di Indonesia berdasarkan GLOBOCAN pada tahun 2020, menunjukkan KKR pada posisi keempat dengan kasus baru berkisar 35.000 kasus setiap tahunnya. Studi kasus telah menunjukkan korelasi terbalik antara kadar serum vitamin D dan kejadian kanker kolorektal manusia, Vitamin D juga diketahui terlibat dalam berbagai jalur fisiologis termasuk pengaturan siklus sel, proliferasi sel, angiogenesis, apoptosis, dan pensinyalan sel molekuler. Penelitian ini bertujuan menilai hubungan antara kadar vitamin D dengan diagnosis kanker kolorektal di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian studi potong silang / cross sectional, subjek penelitian pada penelitian ini adalah pasien yang datang ke poli Bedah Digestif di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin. Pemeriksaan vitamin D dilakukan sebelum pasien menjalani pemeriksaan kolonoskopi dengan nilai 30 ng/mL sebagai nilai normal/cukup. Pemeriksaan kolonoskopi dilakukan untuk mendapatkan diagnosis KKR berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Hasil: Pemeriksaan kadar vitamin D dari 120 subjek menunjukkan rata-rata kadar vitamin adalah 16,36 ng/mL, nilai ini menunjukkan kadar vitamin D defisiensi. Sebanyak 85 subjek (70,8%) menunjukkan vitamin D defisiensi, sebanyak 24 (20%) menunjukkan kadar vitamin D insufisiensi, dan hanya 11 subjek penelitian (9,2%) yang menunjukkan kadar vitamin D cukup. Hubungan antara kadar vitamin D dan diagnosis KKR menunjukkan nilai p = 0,608 (p > 0,05), hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan maupun hubungan yang signifikan antara kadar vitamin D dengan diagnosis KKR. Nilai korelasi antara kadar vitamin D dengan diagnosis KKR adalah r = 0,032 (p = 0,726). Simpulan: Tidak terdapat korelasi terdapat korelasi antara kadar Vitamin D rendah dengan diagnosis pasien kanker kolorektal di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.Item Korelasi Serum laktat dan Kadar Defisit Basa dengan Morbiditas dan Mortalitas Trauma Multipel di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin(2023-03-27) RAKA ADITYA; Putie Hapsari; Reno RudimanPendahuluan Trauma multipel atau politrauma merupakan trauma dengan 2 atau lebih cedera secara fisik pada regio atau organ tertentu yang dapat menyebabkan perdarahan minimal maupun masif. Kondisi syok dan hipoperfusi jaringan dapat berakhir dengan kegagalan organ sehingga terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas. Parameter yang digunakan saat ini (tekanan darah, nadi, respirasi, dan produksi urin) tidak cukup untuk menilai hipoperfusi jaringan karena tidak mampu untuk mendeteksi hipoksia ringan. Serum laktat dan kadar defisit basa merupakan parameter yang baik untuk menganalisis hipoperfusi pada pasien trauma dan memberikan informasi mengenai angka morbiditas, mortalitas, dan prognosis pada pasien trauma multipel. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan subjek penelitian adalah pasien trauma multipel yang datang ke IGD RSHS dari Januari 2015 sampai Desember 2020. Data yang didapat akan diolah dengan tahapan editing, scoring, coding, entry dan cleaning dengan menggunakan SPSS for Windows dengan nilai value < 0,05 menunjukkan hasil yang signifikan Hasil Responden berjumlah 60 orang yang merupakan pasien trauma multipel yang telah memenuhi kriteria inklusi. Pada penelitian ini diperoleh pada pasien dengan sepsis defisit basa menurun pada 11 orang (18,3%) dan kadar serum laktat meningkat pada 11 orang (18,3%). Pada pasien dengan ARDS didapatkan kadar defisit basa yang menurun pada 21 orang (35%), dan meningkat sebanyak 2 orang (3,3%) sementara kadar serum laktat yang meningkat sebanyak 23 orang (38,3%). Pada pasien yang mengalami mortalitas didapatkan kadar defisit basa menurun pada 32 orang (53,3%) dan meningkat pada 1 orang (1,7%) sementara kadar asam laktat normal pada 1 orang (1,7%) dan meningkat pada 32 orang (53,3%). Kesimpulan Didapatkan korelasi yang signifikan secara statistik antara Defisit basa dan Serum laktat terhadap Morbiditas baik berupa Sepsis (nilai P 0,008 dan <0,001), dan ARDS (nilai P 0,008 dan <0,001) maupun terhadap Mortalitas (nilai P 0,024 dan 0,001) pada pasien multipel trauma Kata Kunci: multipel trauma, laktat serum, defisit basa, sepsis, ARDSItem PERAN PROTEIN B-RAF MUTAN SEBAGAI PREDIKTOR AVIDITAS IODIUM RADIOAKTIF PADA KARSINOMA TIROID PAPILARE(2020-01-20) RYAN ANDHIKA DIMYATI PUTRA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang : Pada Karsinoma Tiroid Papilare (KTP) sekitar 30-40% kasus tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi iodium radioaktif. Keberhasilan terapi iodium radioaktif sangat dipengaruhi oleh ekspresi NIS. Adanya ekspresi B-RAF mutan pada KTP dihubungkan dengan fenotipe yang progresif. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ekspresi B-RAF mutan mempengaruhi penurunan ekspresi NIS pada KTP yang dikaitkan dengan aviditas iodium radioaktif. Metode : Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan studi potong lintang, sampel penelitian terdiri dari 27 kasus KTP varian klasik dengan protein B-RAF mutan positif dan 23 kasus B-RAF mutan negatif. Pemeriksaan protein B-RAF mutan dan protein NIS dilakukan dengan pemeriksaan imunohistokimia dengan nilai positivitas berdasarkan histoskor dari Mc Carty dengan titik potong pada angka 8. Dilakukan uji komparasi menggunakan chi square dan uji korelasi menggunakan uji koefisien kontingensi. Hasil : Pada uji komparasi didapatkan perbedaan yang bermakna dengan nilai p = 0.004, dan rasio prevalens sebesar 5.56 (1,66-19,33). Pada kelompok B-RAF mutan positif terdapat ekspresi NIS positif sebanyak 66.67% sedangkan pada kelompok B-RAF negatif ekspresi NIS positif hanya 26,08%.Pada hasil uji korelasi didapatkan hasil kemaknaan yang signifikan , nilai p = 0.004 dengan kekuatan korelasi 0.375 dan arah korelasi yang positif. Simpulan : Protein B-RAF mutan tidak dapat dipakai sebagai prediktor aviditas iodium radioaktif pada KTP