Ilmu Bedah (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item HUBUNGAN GAMBARAN KLINIKOHISTOPATOLOGI ANTARA PENDERITA KANKER KOLOREKTAL EARLY ONSET DAN LATE ONSET DENGAN MORTALITY RATE DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2023-12-28) ANDI MULYAWAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang: Kanker kolorektal early onset memiliki karakteristik klinis dan histopatologi yang berbeda dibandingkan dengan kanker kolorektal late onset. Mortality rate sebagai post-operative outcome adalah luaran pasca operasi pasien yang dilihat berdasarkan keadaan hidup atau mati. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan antara gambaran klinikohistopatologi kanker kolorektal early onset dengan late onset dan hubungannya dengan mortality rate di Indonesia khususnya di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sebagai data yang dapat digunakan untuk mendukung data global. Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dengan data berada pada rentang waktu November 2021-Oktober 2022. Subjek penelitian ini adalah penderita kanker kolorektal yang berobat di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung selama November 2021 – Oktober 2022 dan tercatat di rekam medis elektronik CRC Registry Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Data rekam medis yang tidak lengkap dan pasien yang pernah dan atau sedang menjalani pengobatan apapun untuk kanker kolorektalnya selain pengobatan saat ini di RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung menjadi kriteria eksklusi. Pengolahan data dilakukan dengan IBM SPSS 28.0. Hasil: Variabel anemia dan lokasi tumor berbeda secara signifikan pada kelompok early onset dibandingkan dengan late onset (P<0,001). Berdasarkan analisis multivariat korelasi antar-variabel didapatkan bahwa anemia (P<0,001), gambaran histopatologi (P<0,001), dan lokasi tumor (P=0.013) secara signifikan memiliki korelasi yang rendah (masing-masing r=0,325; r=0,397; r=0,342 secara berurutan). Simpulan: Terdapat perbandingan perbedaan antara gambaran klinikohistopatologi yang bermakna secara statistik terhadap onset kanker kolorektal dan mortality rate. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara gambaran klinikohistopatologi kanker kolorektal early onset dan late onset dengan mortality rate dalam studi ini.Item HUBUNGAN USIA DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER KOLOREKTAL DENGAN RESPONS KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG(2023-07-10) GUN GUN GUNAWAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Pendahuluan: Respons kemoterapi pada penderita kanker kolorektal usia muda masih menjadi kontroversi. Proporsi kanker kolorektal usia muda di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung cukup tinggi dan sampai saat ini belum diketahui hasil respons kemoterapinya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana hubungan usia penderita kanker kolorektal dan gambaran histopatologi dengan respons kemoterapi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode: Desain penelitian ini adalah studi observasional kohort prospektif yang mempelajari hubungan usia dan gambaran histopatologi dengan respons kemoterapi pada penderita kanker kolorektal di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang dilakukan sejak September 2021 – September 2022. Hasil: Terdapat 86 penderita yang menjalani kemoterapi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Terdiri dari 39 penderita (45.3%) usia muda dan 47 penderita (54.7%) usia tua. Jenis kelamin laki laki 42 penderita dan perempuan 44 penderita. Tipe histopatologi pada usia muda adalah adenocarcinoma sebanyak 25 sampel (64.3%), mucinous adenocarcinoma 6 sampel (15.3%), signet ring cell carcinoma 7 sampel (17.9%) dan tipe lainnya 1 sampel (2.5%). Tipe histopatologi pada usia tua adalah hampir seluruhnya adenocarcinoma yaitu sebanyak 46 sampel (97.8%), dan tipe lainnya 1 sampel (2.2%). Stadium III kanker kolorektal sebanyak 38 penderita sedangkan stadium IV sebanyak 48 penderita. Pada usia muda, respons kemoterapi complete response sebanyak 4 sampel stadium III (2 adenocarcinoma, 1 signet ring cell carcinoma dan mucinous adenocarcinoma) dan 1 sampel stadium IV (adenocarcinoma), partial response sebanyak 3 sampel stadium III dan 6 sampel stadium IV, stable disease sebanyak 7 sampel stadium III dan 9 sampel stadium IV, progressive disease sebanyak 4 sampel stadium III dan 3 sampel stadium IV. Pada usia tua, respons kemoterapi complete response sebanyak 5 sampel stadium III dan 4 sampel stadium IV, partial response sebanyak 7 sampel stadium III dan 5 sampel stadium IV, stable disease sebanyak 6 sampel stadium III, dan 14 sampel stadium IV, progressive disease sebanyak 2 sampel stadium III dan 5 sampel stadium IV. Pengujian Chi square menunjukan tidak terdapat hubungan antara onset usia penderita dan gambaran histopatologi dengan respons kemoterapi dengan nilai p berturut-turut 0,975 dan 1,000. Hasil uji regresi logistik ordinal tidak terdapat hubungan sistematik antara respons kemoterapi dengan usia, gambaran histopatologi, jenis kelamin, dan stadium kanker dengan nilai p 0,592. Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelompok onset usia penderita dan gambaran histopatologi dengan respons kemoterapi. Hasil ini menimbulkan dugaan bahwa respons kemoterapi baik usia muda maupun usia tua tidak terdapat perbedaan. Kata kunci : respons kemoterapi, usia muda kanker kolorektal, usia tua kanker kolorektal.Item Perbedaan Tekanan Darah Sistolik Dan Diastolik Sebelum Dengan Setelah Pemberian Diazepam Pada Pasien Yang Menjalani Operasi AV Fistula Dengan Anestesi Lokal(2024-01-11) ASTRIN FABIYOLA; Teguh Marfen Djajakusumah; Putie HapsariLatar Belakang: Gangguan ginjal kronik adalah kerusakan struktural atau fungsional organ ginjal yang terjadi selama tiga bulan atau lebih. Gangguan ginjal kronik membutuhkan terapi hemodialisis. Oleh karena itu, dibutuhkan akses vaskular untuk hemodialisis berupa operasi pembuatan AV fistula. Tindakan operasi AV fistula dilakukan dengan anestesi lokal. Pasien gangguan ginjal kronik dapat disertai dengan kondisi hipertensi yang menyebabkan berbagai komplikasi perioperatif. Kondisi hipertensi juga dapat disebabkan karena kecemasan, salah satunya kecemasan karena prosedur pembedahan. Tekanan darah pada pasien gangguan ginjal kronik tetap dalam keadaan hipertensi, walaupun pasien sudah rutin konsumsi obat antihipertensi sebelum operasi. Tujuan penelitan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dengan setelah pemberian diazepam pada pasien yang menjalani operasi AV fistula dengan anestesi lokal. Metode: Penelitian dilakukan secara analitik komparatif dengan rancangan studi potong lintang menggunakan metode non-probability consecutive sampling pada 53 pasien gangguan ginjal kronik yang menjalani operasi AV fistula di RSHS Bandung. Data dianalisis secara deskriptif dan analitik menggunakan uji beda t berpasangan dengan kriteria uji yaitu bila nilai p <0,05 dianggap signifikan. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum pemberian diazepam 158,58  10,129 mmHg dan 98,74  2,661 mmHg, sedangkan nilai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik setelah pemberian diazepam 145,77  9,246 mmHg dan 94,40  3,278 mmHg. Hasil uji beda t berpasangan tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dengan setelah pemberian diazepam menunjukkan terdapat perbedaan signifikan dengan nilai p <0,01. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna dari tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dengan setelah pemberian diazepam pada pasien yang menjalani operasi AV fistula dengan anestesi lokal.Item PERBANDINGAN EFEKTIVITAS KATETERISASI HEMODIALISIS TEMPORER VENA JUGULARIS INTERNA DAN PENUSUKAN LANGSUNG VENA FEMORALIS SEBAGAI AKSES VASKULAR YANG MENJALANI HEMODIALISIS AKUT DI RSUP DR HASAN SADIKI(2023-12-28) BRIANTO ADHY WICHAKSANA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar belakang: Pada pelaksanaan hemodialisis akut di RSHS, diduga ada perbedaan efektivitas pada kedua akses CDL dan penusukan langsung vena femoralis. Berdasarkan pernyataan diatas, penulis tertarik untuk meneliti perbedaan efektivitas kedua akses vaskular pada hemodialisis akut yang banyak digunakan di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Metode: Penelitian prospektif dengan sampel sebanyak 77 pasien yang melaksanakan hemodialisis akut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Sampel dibagi ke dalam kelompok akses temporer vena jugularis dan penusukan langsung vena femoralis. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji beda chi aquare dan uji t tidak berpasangan dimana nilai p<0,05 dianggap signifikan. Hasil: URR pada kelompok CDL vena jugularis 70,3 +- 9 sedangkan pada kelompok penusukan langsung vena femoralis 61,9+-15,3. Dilakukan uji beda dan diperoleh keduanya berbeda secara signifikan dengan nilai p= 0,003. Kesimpulan: Akses CDL pada hemodialisis akut memiliki kecukupan (URR) yang lebih baik daripada akses penusukan langsung vena femoralis.Item AKURASI SISTEM SKOR LRINEC (LABORATORY RISK INDICATOR FOR NECROTIZING FASCIITIS) SEBAGAI PREDIKTOR DIAGNOSTIK AWAL PADA FASCIITIS NEKROTIKAN DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2023-07-10) ARIEF DWINANDA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang : Fasciitis Nekrotikan (FN) merupakan infeksi yang dapat menyebar secara luas, menjadi nekrosis pada jaringan subkutan dan fascia dengan trombosis pada mikrosirkulasi kutaneus, serta sering menyebabkan kematian yang cepat dengan kegagalan multi-organ. Pengenalan dini dan debridemen bedah yang agresif adalah landasan dari pengobatan yang berhasil. Skor Laboratory Risk Indicator for Necrotizing Fasciitis (LRINEC) dikembangkan oleh Wong dkk., menggunakan enam variabel biokimia rutin untuk membantu diagnosis dini. Kami bertujuan untuk menilai akurasi skor LRINEC sebakai prediktor diagnosis awal diagnostik Fasciitis Nekrotikan pada populasi kami. Metode : Panelitian ini adalah penelitian kohort prospektif observasional pada penderita FN dan infeksi jaringan lunak non fasciitis yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Departemen Bedah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dan pasien yang dikonsulkan ke Departemen Bedah periode Januari 2022 – Desember 2022. Skor LRINEC dihitung untuk setiap pasien yang terdaftar. Sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value dari skor dievaluasi. Akurasi dari skor LRINEC dinyatakan pada area under curve dari kurva receiver operating characteristic. Hasil : Total didapatkan 70 pasien terdiri dari pasien dengan fasciitis nekrotikan 33 pasien dan 37 pasien dengan other soft tissue infection. Skor LRINEC dengan cut off ≥6, didapatkan sensitifitas 90,9% (95% CI 75,67-98,08%), spesifisitas 75,6% (95% CI 58,80-88,23%), Positive Predictive Value 76,9% (95% CI 60,67-88,87%), Negative Predictive Value 90,3% (95% CI 74,25-97,96%). Pada area under curve dari kurva receiver operating characteristic untuk akurasi skor LRINEC didapatkan 0,895 (95% CI 0,821-0,969). Kesimpulan : Skor LRINEC akurat dan dapat digunakan untuk membantu diagnosis sebagai prediktor diagnostik awal pada FN. Ketajaman kecurigaan klinis tetap menjadi faktor terpenting dalam diagnosis dini FN.Item PERBANDINGAN NILAI AKURASI ANTARA SISTEM SKORING CLOC DAN RSCLO DALAM MEMPREDIKSI RISIKO KONVERSI KOLESISTEKTOMI LAPAROSKOPI PREOPERATIF DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2016 DESEM(2023-03-27) REZA SYAHRIAL ADIGUNA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar belakang: Kolesistektomi laparoskopi merupakan standar baku tatalaksana pembedahan pada kolelitiasis. Pada beberapa kasus, dibutuhkan konversi ke kolesistektomi terbuka. Konversi kolesistektomi laparoskopi diketahui meningkatkan waktu perioperatif, tingkat komplikasi, lama rawat inap, dan biaya rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai akurasi prediksi konversi preoperatif kolesistektomi laparoskopi ke kolesistektomi terbuka menggunakan dua sistem skoring yaitu Conversion from laparoscopic to open cholecystectomy (CLOC) dan Risk score for conversion from laparoscopic to open cholecystectomy (RSCLO). Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi analitik observasional cross sectional menggunakan rekam medik periode Januari 2016 - Desember 2021 di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Dilakukan analisis Receiver Operating Characteristic (ROC) dan Area Under Curve (AUC) untuk menguji sensitivitas dan spesifisitas kedua sistem skoring. Hasil: Dari seluruh 183 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, konversi kolesistektomi terbuka dilakukan pada 12 pasien (6%). Nilai ROC kedua skoring > 50%. Nilai AUC CLOC dan RSCLO didapatkan sebesar 82,9% (p <0,01) dan 81,1 % (p <0,01) berturut-turut. Pada skoring CLOC, didapatkan cut off point 5,5 sebagai prediksi positif konversi dengan nilai sensitivitas 75,0 % dan spesifisitas 74,9 %. Sedangkan nilai cut off point pada RSCLO sebesar -2 dengan nilai sensitivitas 75,0 % dan spesifisitas 77,8 %. Simpulan: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada perbedaan nilai akurasi dari sistem skoring CLOC dan RSCLO. Kedua sistem skoring tersebut sama baiknya dalam memprediksi risiko konversi preoperatif dari kolesistektomi laparoskopi ke kolesistektomi terbuka. Kata kunci: kolesistektomi laparoskopi, konversi, CLOC, RSCLOItem Perbandingan Luaran Pasien Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA) yang Dilakukan Open Surgical Repair (OSR) vs Endovascular Aneurysm Repair (EVAR) di RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode 2019-2021(2023-04-11) VASHTI RESTI PUTRI FIRDAUS; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang: Aneurisma aorta abdominalis (AAA) adalah pelebaran aorta abdominalis yang sering asimptomatis. Risiko utama adalah ruptur AAA, yang memiliki angka kematian pra-rumah sakit sebesar 59-83%. Penatalaksanaan AAA bertujuan untuk mencegah pecahnya dinding aorta. Jika terjadi ruptur aneurisma maka akan meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian yang cukup parah. Sebelum tahun 1990-an, pengelolaan AAA dilakukan secara konvensional melalui prosedur bedah terbuka melalui proses laparotomi. Metode konvensional ini memiliki beberapa kelemahan seperti harus dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman, perdarahan yang cukup banyak, tingkat infeksi yang tinggi, gagal jantung, morbiditas perioperatif yang tinggi, perawatan pascaoperasi yang tinggi, serta masa pemulihan yang lama setelah operasi. Penatalaksanaan alternatif AAA yang saat ini sedang berkembang adalah prosedur bedah tertutup yang disebut endovascular aneurysm repair (EVAR). Endovascular aneurysm repair (EVAR) sekarang lebih dipilih dalam penanganan AAA dengan morbiditas pascabedah yang lebih rendah, terutama pada pasien–pasien dengan risiko pembedahan yang berat. Studi acak dan berbasis populasi yang menyelidiki EVAR dibanding open surgical repair (OSR) menunjukkan kelangsungan hidup perioperatif yang unggul serta peningkatan yang signifikan dalam waktu operasi, kehilangan darah, kebutuhan transfusi, komplikasi kardiopulmoner, dan pengurangan lama rawat inap di unit perawatan intensif dan rumah sakit yang mendukung EVAR. Saat ini belum ada analisis benefit dan survival operasi AAA di Indonesia, sementara laporan penelitian dari negara maju sangat banyak. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana penatalaksanaan AAA di Indonesia khususnya di RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung dan luarannya. Tema sentral penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan luaran pasien AAA yang dilakukan Open Surgical Repair (OSR) dibanding Endovascular Aneurysm Repair (EVAR) di RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2019- 2021. Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cohort retrospective. Menggunakan data rekam medik seluruh pasien yang terdiagnosis AAA yang dirawat inap dan dilakukan tindakan OSR atau EVAR di RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2019-2021 untuk membandingkan luaran pasien AAA yang telah dilakukan tindakan OSR atau EVAR di Divisi Bedah Vaskular & Endovaskular RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung. Data yang diperoleh dicatat dalam formulir khusus kemudian diolah melalui program SPSS versi 24.0 for Windows. Analisis data yang digunakan adalah analisis bivariat bertujuan untuk menilai pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk menilai perbedaan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang bersifat nominal akan dilakukan uji Chi - Square. Bila syarat uji Chi - Square tidak terpenuhi, maka akan dilakukan uji Fisher sebagai alternatif. Nilai p < 0,05 dinyatakan bermakna secara statistik. Untuk menilai perbedaan nilai variabel terikat yang bersifat numerik berdasarkan kategori variabel bebas, akan dilakukan t-test independen bila data terdistribusi normal. Bila data tidak terdistribusi normal, maka akan dilakukan uji MannWhitney. Hasil uji statistik dengan nilai p < 0,05 dinyatakan bermakna secara statistik. Hasil: Data dari rekam medis pasien terdiagnosis AAA di RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2019 hingga 2021 yang telah dilakukan tindakan OSR atau EVAR di Divisi Bedah Vaskular & Endovaskular RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung sebanyak 47 pasien. Pasien terdiri dari 20 pasien yang dilakukan OSR dan 27 pasien yang dilakukan EVAR. Berdasarkan hasil analisis komparatif, didapatkan perbedaan hasil yang secara statistik signifikan yaitu jumlah perdarahan, perdarahan dengan menggunakan metode OSR lebih banyak dibandingkan dengan metode EVAR (P value 0,000), lama rawat dengan menggunakan metode OSR lebih lama dibandingkan dengan metode EVAR (P value 0,002), biaya perawatan pada pasien yang dilakukan dengan metode EVAR lebih mahal dibandingkan dengan biaya perawatan yang dilakukan OSR (P value 0,000), pasien yang dilakukan metode EVAR lebih banyak yang mengalami perbaikan dibandingkan dengan pasien yang dilakukan metode OSR, dan pasien yang dilakukan metode OSR lebih banyak yang meninggal dibandingkan dengan pasien yang dilakukan metode EVAR (P value 0,057), dan kesintasan hidup lebih dari 1 tahun pada pasien yang dilakukan EVAR lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang dilakukan OSR (P value 0,007). Simpulan: Dari hasil penelitian mengenai perbandingan luaran pasien Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA) yang dilakukan Endovascular Aneurysm Repair (EVAR) dibanding Open Surgical Repair (OSR) di RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2019-2021 didapatkan hasil bahwa metode EVAR memiliki lebih sedikit risiko kehilangan darah, perbaikan kondisi pascaoperatif yang lebih banyak, lama rawat di RS yang lebih cepat, serta kesintasan hidup yang lebih tinggi dibanding OSR. Namun total biaya perawatan pada EVAR lebih tinggi dibanding OSR. Kata Kunci: Aneurisma aorta abdominalis (AAA), Open Surgical Repair (OSR), Endovascular Aneurysm Repair (EVAR).Item Perbandingan Karakteristik dan Waktu Interval Operasi Pasien Trauma Kepala di IGD RSHS Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19(2023-04-02) NICHOLAS CHRISTIAN TINAMBUNAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenPendahuluan: Trauma kepala merupakan cedera kepala yang disebabkan oleh kekuatan eksternal pada kepala atau tubuh yang mengakibatkan terganggunya fungsi normal otak. Menurut CDC, kematian akibat cedera kepala sekitar 60.000 pada tahun 2016, dan kematian meningkat menjadi lebih dari 61.000 pada tahun 2017. Menurut Riskesdas 2018, prevalensi kejadian cedera kepala di Indonesia berada pada angka 11,9%. Pada awal tahun 2020, diketahui SARS-CoV-2 diketahui sebagai penyebab dari outbreak sebuah pneumonia berat, yang sekarang telah diketahui sebagai penyakit COVID-19. Pandemi COVID-19 ini menyebabkan perawatan pasien non-COVID buruk terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah dengan akses ke fasilitas kesehatan yang terbatas, yang tentunya mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas salah satunya penanganan cedera kepala. Metode: Penelitian ini dilaksanakan melalui analisis rekam medis pada pasien trauma kepala di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada periode sebelum masa pandemi Februari 2018 - Februari 2020 dan saat masa pandemi Maret 2020 - September 2021 untuk menilai Perbandingan karakteristik dan waktu interval operasi pasien trauma kepala di IGD RSHS sebelum dan saat pandemi COVID-19 dengan menggunakan metode analitik dengan desain studi potong lintang. Hasil: Mayoritas trauma kepala baik sebelum dan selama pandemi adalah terjadi pada laki-laki (87,04% dan 81,48%), dewasa (53,70% dan 51,9%), diakibatkan kecelakaan lalu lintas (64,81% dan 66,67%), dan disertai fraktur basis kranii anterior (22,22% dan 3,70%). Mayoritas trauma kepala dengan fraktur terbuka sebelum pandemi (46,15%) dan fraktur linear selama pandemi (48,15%), lesi kontusi serebri sebelum pandemi (33,3%) dan lesi hematoma epidural selama pandemi (38,89%), derajat trauma ringan sebelum pandemi (44,44%) dan derajat trauma sedang selama pandemi (51,9%). Jumlah sampel dengan hasil pemeriksaan PCR + dan sudah dilakukan operasi sebanyak 14 sampel (25.9%). Lama rawat inap sebelum pandemi yaitu 3-7 hari (37%) dan selama pandemi > 14 hari (5,5% PCR -, 25.9% PCR +). Interval operasi > 24 jam terjadi sebelum dan saat pandemi (38,89% dan 64,8%). Analisis data menunjukkan terdapat perbedaan signifikan lama rawat inap dan interval operasi sebelum dan selama pandemi (p = 0,04 dan p = 0,03). Kesimpulan: Terdapat perbedaan antara lama rawat inap dan interval operasi pada pasien TBI sebelum dan selama pandemi COVID-19.Item PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA POVIDONE IODINE DENGAN BLEOMYCIN SEBAGAI AGEN PLEURODESIS PADA PASIEN EFUSI PLEURA MALIGNA DI RSUP Dr. HASAN SADIKIN(2023-07-10) TRY SUTRISNO RAHANTAN; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Pendahuluan: Pleurodesis merupakan tatalaksana paliatif pada pasien efusi pleura maligna. Bleomycin sebagai agen pleurodesis saat ini semakin sulit didapatkan, penggunaan terbatas, dan harga mahal. Diperlukan alternatif agen pengganti bleomycin yang memiliki efektivitas serupa atau lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas antara povidone iodine dengan bleomycin sebagai agen pleurodesis pada pasien efusi pleura maligna di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Metode: Penelitian ini adalah studi obeservasional kohort prospektif pada 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok yang dilakukan pleurodesis menggunakan povidone iodine 10% dan bleomycin. Analisis data menggunakan uji Fischer’s exact. Hasil: Terdapat 46 subjek penelitian. Rerata usia subjek penelitian adalah 47,03 tahun, mayoritas wanita (78,26%), jenis tumor terbanyak adalah ca mammae, dan rerata albumin adalah 2,82 g/dL. Kedua kelompok homogen sehingga layak untuk dibandingkan. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara efektivitas povidone iodine 10% dengan bleomycin (p= 0,109). Uji tambahan dilakukan untuk mengevaluasi nyeri pasca pleurodesis menggunakan uji Mann Whitney, hasilnya tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,06) dari nyeri pasca pleurodesis antara kedua kelompok. Simpulan: Povidone iodine 10% mempunyai efektivitas yang tidak berbeda dengan bleomycin sebagai agen pleurodesis pada pasien efusi pleura maligna di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Kata Kunci: Efusi pleura maligna, Pleurodesis, Povidone iodine, BleomycinItem Prognostic Value of Using a Chest Tube With Water-Sealed Drainage Compared To Heimlich Valve In Malignant Plura Effusion at RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung(2023-04-06) FAKHRIEL MUHAMMAD HAMDANI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenChest tube removes excess fluid or air in the chest cavity and plays a role in pleural drainage. Pleural drainage is divided into two types, namely water-sealed drainage and Heimlich valve. Both methods have their own benefits and disadvantages. This study aims to compare the characteristics of changes in the grading of pleural effusion, duration of chest tube insertion, and length of hospitalization for using both methods of chest tube in malignant pleural effusion. This research is a prospective observational study in patients treated in Hasan Sadikin Hospital, Bandung during November 2021 – April 2022. The total sample obtained was 52 patients. In this study, it was found that there was no difference in the duration of chest tube insertion and length of stay between both methods. The grading of effusion was also insignificant between the two groups. This study concluded that there was no significant difference between both pleural drainage methods in patients with malignant pleural effusion who underwent chest tube procedures.Item HUBUNGAN SOSIAL DEMOGRAFI DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN PENGIDAP KANKER PAYUDARA DI POLI BEDAH ONKOLOGI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG(2023-12-28) ADI SETIAWAN SURYADI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang: Karsinoma payudara merupakan karsinoma yang terdiagnosis paling banyak di dunia. Kanker payudara dapat didiagnosis pada stadium yang berbeda-beda. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angkat kematian kanker tersebut. Diagnosis dini pada penyakit ini dapat memberikan prognosis yang baik dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Rendahanya angka deteksi dini diakibatkan kurangnya kesadaran wanita terhadap penyakit kanker payudara. Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap kanker payudara berperan penting terhadap kesadaran pasien. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan faktor sosial demografi dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku pengidap kanker payudara lanjut di Poli Bedah Onkologi RSHS Bandung. Metode: Penelitian dilakukan di poli Bedah Onkologi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada 1 Agustus hingga 30 Desember 2022. Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif dengan menggunakan Mix Metode. Populasi terjangkau adalah pasien penderita kanker payudara yang berkunjung di Poliklinik Bagian Bedah Onkologi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung Hasil: Pada penelitian ini telah dilakukan pengambilan data ada 329 pasien yang sudah terdiagnosis kanker payudara. Mayoritas pasien yang datang berobat untuk dijadikan sampel adalah pasien yang berusia 35-59 tahun (85,4%), berpendidikan kurang dari sama dengan SMA (90,6%), berstatus sudah menikah (91,5%), dan mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (74,5%). Secara keseluruhan pasien mayoritas mempunyai pengetahuan kurang (50,5%) dan perilaku yang buruk (51,4%), sedangkan sikap yang positif (56,2%). Pada penelitian ini kami melakukan analisis pengaruh status demografi yaitu usia, pendidikan, status pernikahan, dan pekerjaan dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku pasien kanker payudara di poli bedah onkologi RSUP Hasan Sadikin Bandung. Pasien pekerjaan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan (p-value 0.000 OR 3.664), sikap (p-value 0.005 OR 0,433), dan perilaku (p-value 0.000 OR 3.015) pasien kanker payudara. Kesimpulan: Terdapat hubungan sosial demografi dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku pada pasien pengidap kanker payudara di Poli Bedah Onkologi RSHS Bandung. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengetahuan yang buruk, sedangkan sikap dipengaruhi oleh pekerjaan dan pendidikan yang rendah. Kata kunci: Sosial Demografi, Pengetahuan, Sikap, Perilaku, Kanker PayudaraItem KOMPOSISI TUBUH PENDERITA KANKER PAYUDARA LANJUT LOKAL SEBELUM DAN SESUDAH KEMOTERAPI BERBASIS ANTRASIKLIN DI RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG(2023-03-29) ISMA RACHMAWATI; Yenni Zuhairini; Bambang Am am SulthanaLatar belakang: Kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru tertinggi dan persentase kematian yang diakibatkannya cukup tinggi sebesar 6,9%. Pasien kanker yang menggunakan kemoterapi berbasis antrasiklin mengalami kehilangan berat badan, otot, massa sel tubuh, distribusi cairan ekspansi ekstraseluler dan berkurangnya air intraseluler. Penelitian ini untuk mengetahui perubahan IMT dan komposisi tubuh penderita kanker payudara lanjut lokal (stadium IIIA, IIIB dan IIIC) yang telah menjalani kemoterapi berbasis antrasiklin. Metode: Penelitian analitik observasional pre dan post kemoterapi berbasis antrasiklin ini dilakukan dengan pendekatan potong lintang. Subjek diukur berat badan, tinggi badan, serta komposisi tubuh, daily calorie intake (DCI), dan basal metabolic rate (BMR) yang diukur dengan bioelectrical impendance analysis (BIA). Hasil: Didapatkan 47 pasien kanker payudara lanjut lokal menjalani kemoterapi berbasis antrasiklin. Berdasarkan uji statistik Wilcoxon dilakukan 6 variabel dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05) didapatkan penurunan nilai pada 5 variabel yaitu indeks massa tubuh (IMT), total body water (TBW), lemak viseral, massa otot skeletal dan massa tulang skeletal. Sementara lemak tubuh menunjukan nilai p=0,224. Pada variabel perancu, DCI turun (p=0,004), meskipun BMR naik secara tidak signifikan (p=0,795). Kesimpulan: Terdapat pengaruh kemoterapi terhadap status gizi IMT, TBW, lemak viseral, massa otot skeletal dan massa tulang skeletal pada penderita kanker payudara lanjut lokal yang menjalani kemoterapi berbasis antrasiklin yang mungkin disebabkan turunnya asupan kalori, tetapi lemak tubuh tidak turun signifikan. Kata kunci: bioelectrical impedance analysis, daily calorie intake, IMT, kemoterapi antrasiklin, komposisi tubuh.Item HUBUNGAN KADAR ANTI MULLERIAN HORMONE SERUM PRA KEMOTERAPI TERHADAP STATUS MENSTRUASI DAN SEBAGAI PREDIKTOR PEMULIHAN FUNGSI OVARIUM PADA KARSINOMA PAYUDARA PRA MENOPAUSE YANG MENDAPAT KEMOTERAPI FAC(2023-03-27) ADI ZUFRON PRINGADI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar Belakang: Karsinoma payudara merupakan keganasan yang paling banyak didiagnosis di dunia dan di Indonesia. Sebanyak 52,6% wanita usia <50 tahun di Indonesia didiagnosis karsinoma payudara. Pengobatan karsinoma payudara mempunyai pengaruh terhadap fungsi reproduksi, salah satunya kemoterapi. Regimen kemoterapi yang memiliki efek toksisitas terhadap folikel ovarium salah satunya adalah 5-fluorouracil-doxorubicin-cyclophosphamide (FAC). Anti Mullerian Hormone (AMH) merupakan biomarker untuk menilai fungsi ovarium. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang memfokuskan pada wanita pra menopause usia <45 tahun terkait masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar serum AMH pra kemoterapi terhadap status menstruasi dan sebagai prediktor pemulihan fungsi ovarium pada karsinoma payudara pra menopause yang mendapat kemoterapi FAC. Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan kohort prospektif, kemudian dilakukan analisis korelasi. Kriteria inklusi yaitu penderita karsinoma payudara, usia ≤45 tahun, belum menopause, belum pernah kemoterapi sebelumnya, dan dilakukan kemoterapi FAC. Kriteria eksklusi yaitu riwayat operasi ovarium bilateral, riwayat radiasi ovarium bilateral, riwayat terapi hormonal untuk karsinoma payudara, pasien tidak menyelesaikan siklus kemoterapi FAC 6 siklus. Subjek dilakukan pemeriksaan AMH serum (1-3 minggu sebelum kemoterapi siklus ke-1). Uji statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon dan uji Chi-square, kriteria kemaknaan yang digunakan adalah nilai p, apabila p≤0,05 artinya bermakna secara statistika. Hasil: Karakteristik subjek penelitian dari 32 pasien yang masuk kriteria inklusi yaitu usia, status pernikahan, paritas, stadium penyakit, subtipe karsinoma payudara, dan status menstruasi pasca kemoterapi. Hasil uji Wilcoxon terkait perbandingan AMH pra kemoterapi dan AMH pasca kemoterapi FAC 6 siklus menunjukkan hasil nilai p 0.0001. Hasil uji Chi-square terkait hubungan AMH pra kemoterapi terhadap kejadian menstruasi 6 bulan pasca kemoterapi FAC 6 siklus menunjukkan nilai p 0,0034, sedangkan terkait hubungan AMH pasca kemoterapi terhadap kejadian menstruasi 6 bulan pasca kemoterapi FAC 6 siklus memiliki nilai p 0,149. Kesimpulan: Terdapat hubungan kadar Anti Mullerian Hormone pra kemoterapi pada penderita karsinoma payudara pra menopause dengan kejadian menstruasi setelah kemoterapi terapi FAC dan dapat menjadi prediktor pemulihan fungsi ovarium.Item HUBUNGAN ALBUMIN, STATUS NUTRISI PREOPERATIF DAN EARLY FEEDING DENGAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI PASCALAPAROTOMI PADA PASIEN PERFORASI ULKUS PEPTIKUM DI RSUP DR. HASAN SADIKIN(2023-04-03) IBRAHIM RISYAD PRADANA; Putie Hapsari; Bambang Am am SulthanaLatar belakang : Perforasi ulkus peptikum merupakan suatu keadaan gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera (source control) secara laparotomi berupa debridement. Kondisi sistemik praoperasi laparatomi darurat perlu diperhatikan, salah satunya adalah status nutrisi. Jika tidak optimal dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas termasuk infeksi luka operasi (ILO). Kondisi pasien yang tidak optimal saat praoperasi harus diperbaiki pada pascaoperasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan memberikan terapi suportif pascaoperasi, seperti early feeding. Tujuan : Meneliti hubungan albumin, status nutrisi dan early feeding dengan kejadian ILO pascalaparotomi pada pasien perforasi ulkus peptikum di RSHS. Metode : Penelitian ini merupakan suatu penelitian dengan desain observasional kohort prospektif dengan metode analisis statistik kategorik analitik. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling. Subjek penelitian adalah pasien perforasi ulkus peptikum yang dilakukan laparotomi darurat di RSHS periode Oktober 2021-Oktober 2022 yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil : Pada 32 subjek penelitian, penilaian status nutrisi dengan menggunakan SGA didapatkan hasil 9 subjek penelitian dalam SGA A, 17 subjek penelitian dalam SGA B dan 6 penelitian dalam SGA C. Terdapat 7 subjek memiliki kadar albumin normal, 14 subjek menderita hipoalbuminemia yang sedang dan 11 subjek mengalami hipoalbuminemia yang berat. Kami melakukan early feeding pada 25 subjek penelitian dan 7 tidak dilakukan early feeding dikarenakan adanya kondisi hemodinamik yang belum stabil. Infeksi luka operasi tertinggi yaitu pada hari ke-7 di mana didapatkan angka kejadian infeksi luka operasi pada 6 subjek penelitian atau sebanyak 18,8%. Pada 6 subjek tersebut semuanya mengalami hipoalbuminemia yang berat (p = 0.01 ; R = 0,55 ) dan malnutrisi berat (SGA C) (p < 0.01 ; R = 0,707). Terdapat 4 dari 6 (33,33%) pasien yang mengalami ILO diberikan early feeding (p = 0,451 ; R = 0,132). Hari ke-14 dimana terjadi infeksi luka operasi pada 4 subjek penelitian atau 12,5%. Terdapat 3 (75%) yang memiliki malnutrisi berat dan 1 (25%) yang mengalami malnutrisi sedang (p = 0.00 ; R = 0,48). Masing-masing pasien mengalami hipoalbuminemia yang sedang (25%) dan hipoalbuminemia yang berat (75%) (p = 0.16 ; R = 0,31 ). Terdapat 3 dari 4 (33,33%) pasien yang mengalami ILO tidak diberikan early feeding (p = 0,00 ; R = 0,43). Hari ke 21 dari hari ke 30 memiliki angka infeksi luka operasi yang sama yaitu terjadi pada satu subjek penelitian. Pasien mengalami malnutrisi berat (p = 0,10 ; R = 0,35), hypoalbuminemia yang berat (p = 0,37 ; R = 0,24), dan tidak dilakukan early feeding (p = 0,05 ; R = 0,32). Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan antara albumin, SGA dan pemberian early feeding terhadap kejadian ILO pascalaparotomi pada pasien perforasi ulkus peptikum di RSHS.Item HUBUNGAN KADAR CA 15-3 DENGAN RESPONS HISTOPATOLOGI MILLER PAYNE PADA KANKER PAYUDARA STADIUM LANJUT LOKAL YANG MENJALANI KEMOTERAPI NEOADJUVAN REGIMEN FAC(2023-04-04) AULIA NOVARIZA FAHMAN; Kiki Akhmad Rizki; Raden YohanaRespons terhadap kemoterapi untuk kanker payudara dapat dinilai menggunakan penanda tumor CA 15-3 atau melalui cara histopatologis seperti penilaian Miller Payne. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan korelasi antara kadar CA 15-3 dan respon histopatologis pada kanker payudara lokal stadium lanjut. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang mengukur nilai CA 15-3 sebelum dan sesudah kemoterapi neoadjuvan menggunakan regimen FAC. Penelitian ini dilakukan di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Januari sampai Agustus 2022. Data tentang respons histopatologis sebelum kemoterapi dan setelah operasi juga dikumpulkan. Tiga puluh sembilan pasien diterima sebagai subjek penelitian. Sebagian besar pasien mempunyai jenis invasive carcinoma no special type sebesar 79,5% dan subtipe molekular luminal B HER 2 sebesar 38,5%. Terjadi penurunan yang signifikan dalam tingkat CA 15-3 setelah kemoterapi (dari 23,54 ± 18,38 ng/ml menjadi 16,30 ± 6,51 ng/ml). Uji statistik menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara tingkat CA 15-3 dan respon histopatologis Miller Payne pada subjek.Item Korelasi Serum laktat dan Kadar Defisit Basa dengan Morbiditas dan Mortalitas Trauma Multipel di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin(2023-03-27) RAKA ADITYA; Putie Hapsari; Reno RudimanPendahuluan Trauma multipel atau politrauma merupakan trauma dengan 2 atau lebih cedera secara fisik pada regio atau organ tertentu yang dapat menyebabkan perdarahan minimal maupun masif. Kondisi syok dan hipoperfusi jaringan dapat berakhir dengan kegagalan organ sehingga terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas. Parameter yang digunakan saat ini (tekanan darah, nadi, respirasi, dan produksi urin) tidak cukup untuk menilai hipoperfusi jaringan karena tidak mampu untuk mendeteksi hipoksia ringan. Serum laktat dan kadar defisit basa merupakan parameter yang baik untuk menganalisis hipoperfusi pada pasien trauma dan memberikan informasi mengenai angka morbiditas, mortalitas, dan prognosis pada pasien trauma multipel. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan subjek penelitian adalah pasien trauma multipel yang datang ke IGD RSHS dari Januari 2015 sampai Desember 2020. Data yang didapat akan diolah dengan tahapan editing, scoring, coding, entry dan cleaning dengan menggunakan SPSS for Windows dengan nilai value < 0,05 menunjukkan hasil yang signifikan Hasil Responden berjumlah 60 orang yang merupakan pasien trauma multipel yang telah memenuhi kriteria inklusi. Pada penelitian ini diperoleh pada pasien dengan sepsis defisit basa menurun pada 11 orang (18,3%) dan kadar serum laktat meningkat pada 11 orang (18,3%). Pada pasien dengan ARDS didapatkan kadar defisit basa yang menurun pada 21 orang (35%), dan meningkat sebanyak 2 orang (3,3%) sementara kadar serum laktat yang meningkat sebanyak 23 orang (38,3%). Pada pasien yang mengalami mortalitas didapatkan kadar defisit basa menurun pada 32 orang (53,3%) dan meningkat pada 1 orang (1,7%) sementara kadar asam laktat normal pada 1 orang (1,7%) dan meningkat pada 32 orang (53,3%). Kesimpulan Didapatkan korelasi yang signifikan secara statistik antara Defisit basa dan Serum laktat terhadap Morbiditas baik berupa Sepsis (nilai P 0,008 dan <0,001), dan ARDS (nilai P 0,008 dan <0,001) maupun terhadap Mortalitas (nilai P 0,024 dan 0,001) pada pasien multipel trauma Kata Kunci: multipel trauma, laktat serum, defisit basa, sepsis, ARDSItem Akurasi Kampala trauma score dalam menilai prognostik penderita trauma multipel di RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung(2022-12-28) ANDHIKA RAHMAWAN; Nurhayat Usman; Tommy RuchimatABSTRAK Pendahuluan Trauma multipel adalah cedera pada dua atau lebih sistem organ dengan derajat cedera yang cukup tinggi yang dapat menggangu fungsi fisiologis hingga disfungsi organ yang mengancam jiwa. Angka kejadian trauma semakin meningkat seiring dengan bertambahnya pengguna kendaraan bermotor yang tidak taat terhadap aturan lalu lintas dan ketidakpatuhan penggunaan alat pelindung diri yang lengkap. Menentukan sistem skoring trauma yang sesuai dengan kondisi tertentu akan membantu dalam memprediksi mortalitas dan morbiditas serta dapat menentukan kebutuhan penanganan pada pasien. Kampala Trauma Score (KTS) merupakan sistem penilaian trauma berfokus pada penilaian fisiologis tubuh pasien dibandingkan dengan anatomis pasien. Sistem ini digunakan karena memiliki variabel penilaian yang lebih sederhana dan dapat digunakan disemua kelompok umur. Metode Penelitian ini merupakan penelitian uji prognostik retrospektif yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Rekam Medis RSHS pada bulan Desember 2021 sampai dengan Juli 2022. Data yang didapat akan diolah dengan menggunakan spreadsheet Microsoft Excel dan SPSS for Windows dengan nilai value 12 (akurasi 81,82%; sensitifitas 70,59%; spesifisitas 85,71%; PPV 63,16%; NPV 89,63%; LR+ 4,94; LR- 0,34). Nilai akurasi dari skor KTS selaras dengan ROC dimana optimal pada skor KTS >12 (85,77%) menandakan memiliki prediksi dengan akurasi tinggi. Kesimpulan Kampala trauma score dapat digunakan sebagai prediktor dalam menilai prognostik pasien trauma multipel dengan nilai titik potong yang sudah didapatkan karena memiliki nilai akurasi, sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, dan LR yang tinggi. Kata Kunci: multipel trauma, skoring trauma, akurasi, KTSItem Aspek Histopatologi Sebagai Prediktor Kejadian Kekambuhan Pada Kanker Payudara Stadium Lanjut Lokal Di RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung(2023-04-06) PERI HIDAYAT; Kiki Akhmad Rizki; Teguh Marfen DjajakusumahAspek histopatologis pada kanker payudara dianggap sebagai salah satu faktor prognostik penting dalam kejadian rekurensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemeriksaan histopatologi dapat digunakan sebagai prediktor kejadian rekurensi pada pasien kanker payudara stadium lanjut lokal. Penelitian ini merupakan penelitian observasional retrospektif kohort dengan pendekatan analisis korelatif. Subjek penelitian ini adalah pasien kanker payudara yang telah menjalani mastektomi dan/atau mendapatkan terapi tambahan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Januari 2017 hingga September 2019. Data dikumpulkan dengan menggunakan rekam medis dan data histopatologi anatomi. Subjek penelitian akan dibagi berdasarkan status rekurensi mereka. Sebanyak 62 pasien kanker payudara dimasukkan dalam penelitian ini dengan 31 pasien rekuren dan 31 pasien tidak rekuren. Sebanyak 29 pasien dalam kelompok rekuren (93,5%) mengalami invasi limfovaskular. Penilaian histopatologi menunjukkan perbedaan pada kedua kelompok di mana pasien kelompok rekuren sebagian besar (74,2%) termasuk ke dalam derajat histopatologi high, sementara itu 51,6% sampel pada kelompok non-rekuren dikategorikan sebagai derajat histopatologi moderate. Margin histopatologis lengkap ditemukan pada kelompok rekuren dan tidak rekuren masing-masing sebesar 54,8% dan 87,1%. Ada korelasi antara penilaian histopatologi, invasi limfovaskular, dan margin sayatan dengan kekambuhan pada kanker payudara stadium lanjut lokal. Dapat disimpulkan bahwa beberapa aspek histopatologis dapat digunakan sebagai prediktor mata uang ulang pada kanker payudara stadium lanjut lokal.Item KORELASI KADAR ALBUMIN DAN COLON LEAKAGE SCORE (CLS) DENGAN KEJADIAN KEBOCORAN USUS PASCAOPERASI RESEKSI ANASTOMOSIS PADA PASIEN KANKER KOLOREKTAL DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2022-12-27) NOVI CHRISTINA INDRAJAYA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenLatar belakang : Kebocoran anastomosis masih merupakan komplikasi bedah kolorektal yang paling tidak diinginkan. Dilaporkan insiden kebocoran anastomosis setelah operasi kolorektal bervariasi sekitar 1,8% sampai 15,9% karena perbedaan kriteria inklusi pasien pada beberapa studi. Dampak dari kebocoran anastomosis ini berpengaruh pada peningkatan morbiditas, mortalitas (12%-30%), lama rawat, dan biaya rawat, sehingga sedapat mungkin perlu dicegah. Status nutrisi merupakan faktor penting dalam kontribusi kebocoran anastomosis. Kadar albumin yang rendah telah lama diobservasi sebagai indikator malnutrisi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi antara kadar albumin yang rendah dengan peningkatan kebocoran anastomosis. Sistem skoring Colon Leakage Score (CLS) yang sudah baku tidak terdapat item kadar albumin sebagai parameter kebocoran anastomosis, sedangkan kadar albumin merupakan faktor penting yang berkontribusi dalam kebocoran anastomosis. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti korelasi antara kadar albumin dan CLS dengan kejadian kebocoran usus pascaoperasi reseksi anastomosis pada pasien Kanker Kolorektal (KKR) di RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS). Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik retrospektif dengan desain penelitian cross-sectional. Data diambil dari rekam medis pasien KKR yang berusia diatas 18 tahun yang menjalani operasi reseksi anastomosis usus tahun 2016 – 2020. Penelitian ini akan menganalisis korelasi kadar albumin dan CLS dengan kejadian kebocoran usus pascaoperasi reseksi anastomosis pada pasien KKR. Hasil : Didapatkan 32 pasien kanker kolorektal yang dilakukan reseksi anastomosis, terdiri dari 30 pasien yang tidak mengalami kebocoran dan 2 pasien mengalami kebocoran pascaoperasi. Pada penelitian ini pasien dengan kebocoran anastomosis dengan albumin < 3,5 sebanyak 2 pasien (10,5%). Didapatkan p value 0,227 yang berarti secara statistik tidak bermakna antara kadar albumin dengan kebocoran anastomosis. Untuk skor CLS pada penelitian ini pasien dengan kebocoran anastomosis dengan CLS risiko rendah sebanyak 2 pasien (7,4%). Didapatkan P value 0,530 yang berarti tidak bermakna secara statistik antara nilai CLS dengan kebocoran anastomosis. Korelasi antara kadar albumin dengan kebocoran anastomosis mempunyai nilai koefisien korelasi 0,209 dengan arah positif. Besar korelasi hubungan ini lemah dan secara statistik tidak bermakna yang berarti tidak ada korelasi antara kadar albumin dengan kebocoran anastomosis. Korelasi antara CLS dengan kebocoran anastomosis mempunyai nilai koefisien 0,110 dengan arah positif. Korelasi ini sangat lemah dan tidak bemakna secara statistik, yang berarti tidak ada korelasi antara CLS dengan kebocoran anastomosis. Simpulan : Tidak terdapat korelasi antara kadar albumin dan CLS dengan kejadian kebocoran usus pascaoperasi reseksi anastomosis pada pasien KKR di RSHS. Kata kunci : KKR, reseksi anastomosis, albumin, CLS.Item KORELASI KADAR VITAMIN D DENGAN DIAGNOSIS KANKER KOLOREKTAL DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG(2022-12-29) PRAPANCA NUGRAHA; Andriana Purnama; Tommy RuchimatABSTRAK Latar Belakang: Kanker kolorektal (KKR) merupakan jenis kanker ketiga terbanyak di dunia. Data di Indonesia berdasarkan GLOBOCAN pada tahun 2020, menunjukkan KKR pada posisi keempat dengan kasus baru berkisar 35.000 kasus setiap tahunnya. Studi kasus telah menunjukkan korelasi terbalik antara kadar serum vitamin D dan kejadian kanker kolorektal manusia, Vitamin D juga diketahui terlibat dalam berbagai jalur fisiologis termasuk pengaturan siklus sel, proliferasi sel, angiogenesis, apoptosis, dan pensinyalan sel molekuler. Penelitian ini bertujuan menilai hubungan antara kadar vitamin D dengan diagnosis kanker kolorektal di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian studi potong silang / cross sectional, subjek penelitian pada penelitian ini adalah pasien yang datang ke poli Bedah Digestif di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin. Pemeriksaan vitamin D dilakukan sebelum pasien menjalani pemeriksaan kolonoskopi dengan nilai 30 ng/mL sebagai nilai normal/cukup. Pemeriksaan kolonoskopi dilakukan untuk mendapatkan diagnosis KKR berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Hasil: Pemeriksaan kadar vitamin D dari 120 subjek menunjukkan rata-rata kadar vitamin adalah 16,36 ng/mL, nilai ini menunjukkan kadar vitamin D defisiensi. Sebanyak 85 subjek (70,8%) menunjukkan vitamin D defisiensi, sebanyak 24 (20%) menunjukkan kadar vitamin D insufisiensi, dan hanya 11 subjek penelitian (9,2%) yang menunjukkan kadar vitamin D cukup. Hubungan antara kadar vitamin D dan diagnosis KKR menunjukkan nilai p = 0,608 (p > 0,05), hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan maupun hubungan yang signifikan antara kadar vitamin D dengan diagnosis KKR. Nilai korelasi antara kadar vitamin D dengan diagnosis KKR adalah r = 0,032 (p = 0,726). Simpulan: Tidak terdapat korelasi terdapat korelasi antara kadar Vitamin D rendah dengan diagnosis pasien kanker kolorektal di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.