Keperawatan (S1)
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item Gambaran Kualitas Hidup Berdasarkan Karakteristik Siswa SMAN 8 Garut(2023-07-04) SULASTRI; Sandra Pebrianti; Irman SomantriKualitas hidup merupakan ukuran untuk melihat status kesehatan individu secara komprehensif. Dampak buruk kualitas hidup pada remaja yaitu hilangnya antusiasme di masa mendatang, sedangkan remaja merupakan penentu kualitas hidup seorang manusia yang akan berpengaruh pada proses perkembangan negara, sehingga gambaran kualitas hidupnya perlu diketahui lebih awal sebagai dasar pembentukan karakter remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas hidup berdasarkan karakteristik siswa SMAN 8 Garut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi SMAN 8 Garut kelas X dan XI dengan jumlah 575 orang. Teknik Sampling yang digunakan yaitu stratified random sampling dengan jumlah sampel 236 siswa-siswi. Variabel penelitian ini adalah kualitas hidup remaja yang diukur menggunakan kuesioner The World Health Organization Quality of Life-BREF dengan nilai validitas ≥ 0,62 dan reliabilitas Cronbach`s Alpha 0,914. Pengolahan data menggunakan teknik analisa univariat untuk melihat distribusi kualitas hidup berdasarkan karakteristik siswa. Hasil penelitian menunjukan mayoritas siswa memiliki kualitas hidup yang baik pada domain fisik (63.72), psikologis (51.21), sosial (57.57), dan lingkungan (54.55). Dilihat berdasarkan karakteristiknya, terdapat perbedaan tingkat kualitas hidupnya. Ditemukan kualitas hidup rendah pada siswa dengan kategori IMT gemuk, dengan penyakit kronis, dengan orang tua bercerai, dan tidak memiliki kelompok teman sebaya. Maka dari itu dibutuhkan strategi untuk meningkatkan kualitas hidup siswa dengan karakteristik tertentu seperti adanya program dukungan dari teman sebaya. Perawat memiliki peran untuk memberikan edukasi dan konseling yang bertujuan untuk meningkatkan dukungan emosional sesama teman yang dapat berpengaruh pada kualitas hidup terutama pada domain psikologis yang termasuk domain dengan skor rata-rata terendah.Item GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR SEDENTARY LIFESTYLE PADA SISWA SMAN 26 GARUT(2023-07-03) PEBRI YANI; Kurniawan Yudianto; Bambang Aditya NugrahaTingkat aktivitas fisik remaja di Indonesia proporsi kelompok umur 15-19 tahun berada pada kategori kurang yaitu 49,6%. Sedentary Lifestyle adalah gaya hidup yang kurang bergerak atau beraktivitas. Sedentary Lifestyle umum dilakukan sehingga berpotensi mempengaruhi kesehatan remaja, jika perilaku ini terakumulasi sepanjang hari. Gaya hidup sedentary pada remaja secara signifikan dapat berdampak negatif yaitu meningkatkan risiko penyakit tidak menular. Timbulnya masalah kesehatan akibat gaya hidup sedentary menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor kejadian sedentary guna mengendalikan faktor tersebut, sehingga dapat meminimalisir penyakit yang akan ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor- faktor sedentary lifestyle pada siswa di SMAN 26 Garut. Metode penelitian menggunakan studi deskriptif kuantitatif menggunakan teknik stratified random sampling. Populasi sebanyak 434 siswa SMAN 26 Garut dengan sampel yang digunakan 81 siswa. Tingkat sedentary di ukur dengan kuesioner Adolescent Sedentary Activity Questionnaire (ASAQ) yang telah dilakukan uji validitas dan realibilitas. Analisis data yang digunakan yaitu univariat. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa gaya hidup sedentary pada siswa di SMAN 26 Garut sebagian besar responden memiliki tingkat sedentary yang tinggi (58,0%) yang didominasi oleh penggunaan small screen recreation dengan rata-rata waktu yang dihabiskan 5 jam per hari. , dan paling banyak terjadi pada faktor jenis kelamin perempuan (38,3%), berusia 17 tahun (21,0%), responden yang tidak mengalami kesulitan menggunakan transportasi umum (45,7%), pendapatan orang tua <500.000/bulan (34,6%), dan responden yang tinggal di pedesaan (48,1 %). Hal ini terjadi oleh kecenderungan remaja yang kurang aktif dalam mengikuti ekstrakulikuler berbasis olahraga, lebih senang menghabiskan waktu istirahat hanya dengan mengobrol atau bermain gadget, lebih memilih menggunakan sepeda motor untuk berkendara di banding dengan berjalan kaki maupun bersepeda, kurang nya lingkungan sekolah yang mendukung aktifitas fisik serta mudah terpengaruhi oleh teman sebaya. Dengan adanya penelitian ini diharapkan institusi terkait dapat melakukan kampanye, pembinaan dan program penyebaran informasi di sekolah kepada siswa agar tidak terjadi gaya hidup sedentary yang tinggi.Item Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Pada Keluarga dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Menjalankan Self-Management(2023-07-03) NUR PUSPITA SARI; Titis Kurniawan; Hasniatisari HarunKeluarga memiliki peran penting dalam perawatan kesehatan pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2) termasuk dalam melakukan self-management diabetes melitus (SMDM). Untuk menjalankan perannya dengan baik, keluarga harus memiliki knowledge, attitude, and practices (KAP) yang adekuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi KAP pada keluarga dalam membantu pasien DMT2 melakukan SMDM. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional ini melibatkan 188 keluarga pasien DMT2 yang diambil melalui teknik purposive sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner karakteristik responden, dan kuesioner KAP keluarga terkait SMDM yang telah dialihbahasakan melalui back-forward translation method ke Bahasa Indonesia dan dimodifikasi dengan inter intem correlation antara 0,205-0,633, dan cronbach alpha 0,660; 0,591; dan 0,593. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Setengah responden memiliki pengetahuan baik dan buruk (50%) dengan mean terendah pada domain terapi farmakologi (1,07±0,60), perawatan kaki (1,40±0,73), dan latihan fisik (1,69±0,54). Sebanyak (51,6%) memiliki sikap buruk dengan mean terendah pada domain latihan fisik (3,50±1,00), dan (68,1%) memiliki praktik yang baik dengan mean terendah pada domain perawatan kaki (0,62±0,49). Rendahnya sikap responden dan domain terapi farmakologi, latihan fisik, serta perawatan kaki perlu mendapatkan perhatian khusus. Penting bagi petugas kesehatan untuk mengupayakan peningkatan KAP keluarga dalam membantu pasien menjalankan SMDM terutama aspek terapi farmakologi, latihan fisik, dan perawatan kaki.Item Level Of Satisfaction and Self-Confidence After Using Virtual Reality Simulation Of Wound Care Skill in Nursing Student(2023-04-12) YASMINA DWI REGITA SURYADI; Theresia Eriyani; Maria KomariahVirtual laboratory practice using virtual reality provides many conveniences and increases student learning outcomes. Because the use of physical laboratories that require expensive costs, ineffective and efficient time, and limited space causes a decrease in learning levels and has implications for student satisfaction and confidence, especially nursing students who will practice directly in clinical areas. This study aims to identify the satisfaction and confidence of nursing students in learning using Virtual Reality in Wound Care Skills. The research design used is descriptive quantitative. The sampling technique used was quota sampling with a sample of 56 nursing students. The instrument used in this study was the Student Satisfaction and Self-Confidence in Learning Scale (SCSL). Data analysis was performed using univariate analysis in the form of frequency distribution, percentage results, mean and standard deviation. This study shows that students are very satisfied (M = 4.400; SD = 0.670) and very confident (M = 4.357; SD = 0.622) in learning using Virtual Reality in wound care skills. The results obtained from the use of virtual reality learning simulations on student satisfaction and confidence obtained high scores. Therefore, this learning method can be used as an alternative to learning and support student skills and knowledge in another nursing skills.Item Gambaran Kesiapsiagaan Bencana Banjir Pada Guru dan Tenaga Kependidikan di SLB Negeri B Garut(2023-09-11) DINYATUL ARBA RAMDHONA; Ristina Mirwanti; Nina SumarniKesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian yang tepat guna dan berdaya guna. Sebagian guru dan tenaga kependidikan di SLB Negeri B Garut telah mengikuti pelatihan mengenai kesiapsiagaan bencana, namun belum diketahui tingkat kesiapsiagaan bencana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesiapsiagaan bencana banjir pada guru dan tenaga kependidikan di SLB Negeri B Garut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah guru dan tenaga kependidikan di SLB Negeri B Garut. Teknik sampling yang digunakan yaitu total sampling. Jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 72 orang. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner kesiapsiagaan yang dimodifikasi dari LIPI dengan skala Guttman. Analisa data dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif univariat. Hasil uji validitas menunjukkan r hitung senilai 0,451 – 0,7 dan hasil reliabilitas menunjukkan nilai 0,75. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 63,9% merupakan guru dan 35,1% merupakan tenaga kependidikan, 81,9% pernah mengikuti pelatihan/simulasi tentang bencana banjir, dan 81,9% pernah mengalami bencana banjir. Sebanyak 55,6% responden memiliki kesiapsiagaan bencana banjir dalam kategori sangat siap. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah kesiapsiagaan bencana banjir pada sebagian besar guru di SLB Negeri B Garut termasuk dalam kategori sangat siap. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kesiapsiagaan perlu dilakukan upaya pelatihan dan simulasi berkala serta menyediakan sistem peringatan bencana yang belum ada.Item Gambaran Pengetahuan dan Self Efficacy Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Menjalankan Manajemen Diri(2023-06-27) TRIA NURHAYYU FADILAH; Sandra Pebrianti; Titis KurniawanDiabetes melitus (DM) dikenal sebagai penyakit kronik yang menimbulkan banyak komplikasi, angka komplikasi terus meningkat diakibatkan karena perilaku manajemen diri pasien yang buruk. Efektifitas melakukan manajemen diri dipengaruhi oleh banyaknya faktor, pengetahuan dan self efficacy merupakan dua faktor penting dalam menentukan kemampuan pasien mengelola penyakitnya. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengetahuan dan self efficacy pada pasien DM tipe 2 dalam menjalankan manajemen diri. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional ini melibatkan 188 pasien DM tipe 2 yang ditentukan menggunakan teknik consecutive sampling. Kuesioner karakteristik responden, Diabetes Self-Care Knowledge Questionnaire (DSCKQ-30) dan Diabetes Management Self-Efficacy Scale(DMSES) versi Indonesia digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Data dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini lebih dari setengah responden pengetahuan dengan kategori rendah (55,3%) dan domain terendah berada pada domain kepatuhan manajemen diri. Sedangkan self efficacy berada pada kategori sedang (60,6%) dengan domain terendah berada pada domain pengaturan diet. Hal ini menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 memiliki pengetahuan dan self efficacy yang masih kurang dikarenakan adanya hambatan dalam melakukan kemampuan manajemen diri yang efektif. Direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya untuk menemukan strategi yang paling efektif untuk meningkatkan pengetahuan pasien DM tipe 2 terutama kepatuhan manajemen diri dan peningkatan self efficacy mengenai diet.Item Gambaran Kesiapan Pulang Pasien Diabetes Melitus Setelah Diberikan Discharge Planning Di Ruang Rawat Inap RSUD Sumedang(2023-07-05) ELDA NURFADILA MUFAJ; Tuti Pahria; Sandra PebriantiDiabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan kerusakan pada sekresi dan kerja insulin. Ketidaksiapan pasien pulang dari rumah sakit akan berdampak terhadap pengelolaan kebutuhan perawatan diri dan meningkatnya rawat inap ulang yang tidak direncanakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesiapan pulang pasien DM setelah diberikan discharge planning di ruang rawat inap RSUD Sumedang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling didapatkan 60 responden. Sampel diambil berdasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner Readiness for Hospital Discharge Scale - Adult Form yang dikembangkan oleh Weiss, (2006) telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Fitri et al., (2020). Data dianalisis menggunakan analisis data univariat, nilai tengah (mean) dan ukuran penyimpangan (standar deviasi, nilai min-max). Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kesiapan pulang pasien DM setelah diberikan discharge planning sebesar 166,90, skor yang diperoleh berada diatas standar rata-rata sebesar 105 yang berarti sudah berada dalam kondisi siap. Berdasarkan nilai mean didapatkan domain terendah pada kemampuan koping. Diharapkan RSUD Sumedang agar mempertahankan pasien DM dalam kondisi siap saat menghadapi pemulangannya, serta meningkatkan aspek yang belum sepenuhnya optimal berfokus pada komponen kemampuan koping pasien terkait perawatan diri di rumah. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menganalisis terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesiapan pulang pasien DM dan kualitas pengajaran pemulangan yang diberikan tenaga kesehatan.Item Gambaran Ketergantungan Perilaku Merokok dan Status Gizi Remaja pada Siswa-Siswi Perokok Aktif di SMAN 9 Garut(2023-03-15) DEYSA AYUDIAPALA; Theresia Eriyani; Yanti HermayantiBaby smoker country merupakan julukan bagi Indonesia, karena 1,5% perokok memulai merokok pada usia muda. Kandungan nikotin pada rokok dapat menyebabkan individu mengalami ketergantungan, menekan nafsu makan, meningkatkan laju metabolisme, serta memberikan efek antiestrogenic yang dapat mengurangi lemak tubuh sehingga dapat mempengaruhi status gizi individu. Pada masa remaja, kebutuhan nutrisi atau gizi harus terpenuhi karena pada masa ini terjadi berbagai perkembangan dan pertumbuhan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran ketergantungan terhadap perilaku merokok dan status gizi pada remaja perokok aktif di SMAN 9 Garut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa perokok aktif di SMAN 9 Garut, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah 158 orang. Variabel penelitian ini adalah tingkat ketergantungan perilaku merokok dan status gizi remaja yang diukur menggunakan instrument Modified Fagestrom Tolerance Questionnaire (Adolescent) dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pengolahan data menggunakan teknik analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi status gizi dan tingkat ketergantungan perilaku merokok siswa. Hasil penelitian menggambarkan remaja perokok aktif di SMAN 9 Garut sebanyak 36,7% tidak mengalami ketergantungan, sebanyak 28,5% ketergantungan rendah, sebanyak 33,5% ketergantungan sedang, dan sebanyak 1,3% ketergantungan tinggi. Sedangkan untuk status gizi kurus sebanyak 52,5%, status gizi normal sebanyak 38,6%, dan status gizi gemuk sebanyak 8,9%. Dilihat dari tingkat ketergantungan perilaku merokok berdasarkan status gizi, paling tinggi berada pada tidak ketergantungan dengan status gizi kurus sebanyak 12%. Maka dari itu, baik orang tua maupun pihak sekolah perlu melakukan pengendalian terhadap perilaku merokok siswa karena apabila tidak ditanggapi dengan segera akan bergeser ke ketergantungan tinggi. Diperlukan juga penelitian lebih lanjut untuk melihat factor lain yang mempengaruhi status gizi siswa perokok aktif. Perawat memiliki peran untuk memberikan edukasi, dan konseling yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa mengenai bahaya perilaku merokok dan cara memiliki status gizi yang baikItem Pengetahuan dan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Orang Tua terhadap Tuberkulosis Anak selama Pandemi COVID-19(2023-03-20) PUTRI RHAMELANI; Nenden Nur Asriyani Maryam; Windy RakhmawatiPendahuluan: Selama pandemi COVID-19 di Jawa Barat, terdapat penurunan angka kunjungan dan perpanjangan perawatan TB anak terutama di RSUD Al-Ihsan akibat kurangnya perilaku pencarian pelayanan kesehatan dari orang tua. Salah satu faktor predisposisi utama dari perilaku tersebut adalah pengetahuan. Peningkatan pengetahuan menjadi dasar pembentukan perilaku. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan orang tua terhadap TB anak selama pandemi COVID-19 di RSUD Al-Ihsan. Metode: Rancangan penelitian korelasional dengan pendekatan retrospective. Populasi penelitian adalah 156 orang tua dengan anak penderita TB usia 0-14 tahun di rawat jalan Poli Anak RSUD Al-Ihsan. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel 51 orang. Kuesioner yang digunakan diadaptasi dari survei yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) serta dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Uji statistik penelitian ini digunakan uji Rank Spearman. Hasil: Hasil analisis dari total skor pengetahuan orang tua terkait TB anak didapatkan 37 dari 51 responden (72,5 persen) memiliki pengetahuan baik dan 14 dari 51 responden (27,5 persen) memiliki pengetahuan buruk serta 47 dari 51 responden (92,2 persen) termasuk kategori modern health seeking behavior dan 4 dari 51 responden (7,8 persen) termasuk kategori self medication or self treatment yang menunjukkan relasi antara pengetahuan dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan orang tua terhadap TB anak (p = 0,026 < α = 0,05; Koef. Korelasi = 0,311). Simpulan: Terdapat hubungan positif dengan kekuatan korelasi rendah antara pengetahuan dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan orang tua terhadap TB anak di RSUD Al-Ihsan.Item Kecemasan Terhadap kematian Pada ODHIV Di Poliklinik SOKA RSUD Kota Banjar(2023-10-05) LILIS SITI NURJANAH; Aat Sriati; Eka Afrima SariPermasalahan terkait HIV tidak hanya terbatas pada masalah kesehatan semata, melainkan juga melibatkan aspek-aspek lain termasuk dampak dan implikasi terutama dalam hal psikologi. Salah satu aspek yang signifikan adalah rasa kecemasan terhadap kematian, yang bisa mengakibatkan hilangnya rasa pemenuhan diri, merosotnya pandangan tentang diri sendiri, kehilangan identitas sosial, serta konsekuensi yang merugikan bagi keluarga dan hubungan dengan kerabat, serta menyebabkan penderitaan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menentukan tingkat kecemasan terhadap kematian pada individu yang hidup dengan HIV di Poliklinik SOKA RSUD Kota Banjar. Penelitian ini memanfaatkan pendekatan deskriptif kuantitatif. Kelompok yang diteliti adalah individu yang hidup dengan HIV (ODHIV) di Poliklinik SOKA RSUD Kota Banjar sebanyak 63 responden. Teknik pengambilan sampel yang peneliti pilih dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Alat pengukuran yang digunakan adalah kuesioner Skala Kecemasan Kematian (Death Anxiety Scale/DAS). Untuk analisis data yaitu menggunakan rumus distribusi frekuensi dan cross tabulation. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa 53.1% dari Orang dengan HIV (ODHIV) mengalami kecemasan terkait kematian dalam tingkat rendah, sementara 46.9% mengalami kecemasan dalam tingkat tinggi terkait kematian. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan terhadap kematian rendah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Banjar meliputi mayoritas responden beragama Islam, tidak memiliki riwayat penyakit mental, melakukan kontrol secara rutin, dan telah menerima diagnosis HIV selama lebih dari 1 tahun. Bagi responden yang mengalami kecemasan terhadap kematian tinggi dapat dilakukan upaya promotif dan preventif untuk menurunkan tingkat kecemasan terhadap kematian pada pasien HIV Di Klinik SOKA RSUD Kota Banjar dengan meningkatkan dukungan sosial dan spiritual.Item Hubungan Keaktiifan Mengkuti Kegiatan Panti dengan Tingkat Loneliness pada Lansia di Satuan Pelayanan Griya Lanjut Usia Garut(2024-01-14) SABRINA JUNIETA PRAWESTI; Hartiah Haroen; Nina SumarniLoneliness merupakan salah satu masalah psikologis yang sering dialami oleh lansia di lingkungan panti. Lansia yang aktif di lingkungan panti diharapkan dapat meningkat interaksi sosialnya sehingga terhindar dari perasaan loneliness. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan keaktifan mengikuti kegiatan panti dengan tingkat loneliness pada lansia di Satuan Pelayanan Griya Lanjut Usia Garut. Penelitian ini menggunakan desain analitik korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel 31 orang dengan teknik purposive sampling. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar hadir/absensi untuk mengukur tingkat keaktifan serta kuesioner UCLA Loneliness Scale version 3 untuk mengukur tingkat loneliness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah lansia (45,2%) sangat aktif dan sebagian besar lansia (61,3%) tidak mengalami kesepian. Hasil uji Rank Spearman di dapatkan nilai 0,004 < α (0,05), maka terdapat hubungan antara keaktifan mengikuti kegiatan panti dengan tingkat loneliness pada lansia di Satuan Pelayanan Griya Lanjut Usia Garut dengan tingkat korelasi cukup atau cukup kuat dan arah korelasi bernilai negatif. Semakin tinggi keaktifan mengikuti kegiatan panti, maka semakin rendah tingkat loneliness.Item GAMBARAN KEPUASAN MAHASISWA KEPERAWATAN DALAM PENGGUNAAN E-MODULE KONSEP PERAWATAN LUKA DIABETES MELITUS(2023-07-11) NOVIANTI MAHARANI; Iqbal Pramukti; Ristina MirwantiDunia pendidikan tidak luput dari perkembangan teknologi. E-Module merupakan salah satu contoh pemanfaatan teknologi dalam bidang pendidikan yang sudah digunakan selama satu dekade terakhir dalam dunia pendidikan keperawatan. Belum banyak penelitian yang membahas gambaran kepuasan mahasiswa keperawatan dalam penggunaan e-module, khususnya e-module konsep perawatan luka diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepuasan mahasiswa keperawatan dalam penggunaan e-module konsep perawatan luka diabetes melitus. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode cross sectional one group posttest. Populasi penelitian merupakan mahasiswa keperawatan angkatan 2021, 2020 dan 2019 kelas Jatinangor dan Pangandaran yang sudah mendapatkan materi perawatan luka. Penelitian ini menggunakan instrumen Satisfaction of E-Module. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified random sampling dengan jumlah sampel total sebanyak 162 responden. Data yang terkumpul dianalisa secara univariat dan ditabulasi silang berdasarkan beberapa karakterisitik. Data disajikan dalam bentuk persentase. Setelah dilakukan analisa didapatkan hasil lebih dari setengah responden merasa sangat puas menggunakan e-module konsep perawatan luka diabetes melitus (56,19%). Tidap terdapat perbedaan tingkat kepuasan pada responden berdasarkan karakteristik angkatan, usia, riwayat penggunaan e-module, jenis kelamin, dan wilayah kampus. Terdapat tiga aspek e-module dengan tingkat kepuasan tinggi, yaitu aspek kemudahan akses e-module, kemudahan membaca tulisan/font yang digunakan serta kemudahan memahami gambar/tabel/ilustrasi yang disajikan. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui e-module dapat direkomendasikan sebagai media pembelajaran pilihan selama proses pembelajaran keperawatan. E-module dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan peserta didik serta disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.Item Gambaran Distres Psikologis pada Orang Tua yang Memiliki Anak Kanker di Yayasan Rumah Pejuang Kanker Ambu(2023-06-27) NITHARIA SYIFA; Gusgus Ghraha Ramdhanie; Adelse Prima MulyaDiagnosis kanker pada anak merupakan salah satu stressor yang dapat menyebabkan orang tua mengalami distres psikologis. Proses pengobatan pada anak kanker menjadi sumber stressor bagi orang tua yang berpengaruh terhadap kondisi psikologis orang tua itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran distres psikologis pada orang tua yang memiliki anak kanker di Yayasan Rumah Pejuang Kanker Ambu. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif dengan teknik non probability sampling jenis accidental sampling yang melibatkan 50 orang tua. Instrumen merupakan kuesioner baku berupa Beck Depression Inventory II (BDI-II) dan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS-A) yang sudah digunakan oleh Ginting et al (2013) dan Ramdan (2019). Analisis data yang digunakan adalah univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua tidak depresi (42%), depresi ringan (18%), depresi sedang (28%), dan depresi berat (12%). Sedangkan pada kecemasan, orang tua yang tidak cemas (60%), kecemasan ringan (18%), kecemasan sedang (6%), kecemasan berat (10%), dan kecemasan sangat berat (6%). Data menunjukkan bahwa pada gejala depresi yang paling banyak dialami orang tua adalah kesedihan (56%), merasa tidak berharga (56%), kelelahan (54%), dan kehilangan gairah seksual (52%). Sedangkan pada gejala kecemasan, orang tua paling sering mengalami perasaan cemas (38%), ketegangan (30%), gangguan tidur (42%), gangguan kecerdasan (36%), dan gejala autonomi (40%). Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain dalam mengembangkan penelitian dengan topik yang serupa.Item Gambaran Tingkat Ketergantungan Perawatan Berdasarkan Demografi dan Riwayat Medis Pasien di Ruang Rawat Inap Darussalam Rumah Sakit Al Islam Bandung(2023-08-28) ZAIDA RAHMA SABILA; Nursiswati; Udin RosidinKetergantungan perawatan terjadi ketika seorang pasien memerlukan perawatan dari orang lain dan profesional kesehatan untuk mengembalikan kemampuannya dalam merawat diri. Pasien bedah dan penyakit dalam merupakan populasi yang berisiko sehubungan dengan demografi dan riwayat medis pada saat admisi yang dapat mempengaruhi tidak stabilnya kemampuan pasien dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial, sehingga mengakibatkan ketergantungan pada perawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat ketergantungan perawatan berdasarkan karakteristik demografi dan riwayat medis pasien bedah dan penyakit dalam di ruang rawat inap Darussalam Rumah Sakit Al Islam Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 139 pasien yang terdiri dari 122 pasien penyakit dalam dan 17 pasien bedah yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner Care Dependency Scale (CDS). Penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis univariat dan tabulasi silang. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat ketergantungan sangat tergantung saat admisi dan sebagian tergantung saat discharge pada pasien penyakit dalam dengan karakteristik pendidikan terakhir, diagnosa medis, dan LOS (Length of Stay). Sedangkan, tingkat keterantungan sepenuhnya tergantung saat pre-operative ditemukan pada karakteristik usia dan diagnosa medis, tingkat ketergantungan sepenuhnya tergantung saat pos-operative ditemukan pada karakteristik diagnosa medis, dan tingkat ketergantungan sebagian tergantung ditemukan pada karakteristik usia, pendidikan terakhir, status pernikahan, dan diagnosa medis saat admisi pada pasien bedah. Diharapkan instrumen CDS dapat digunakan untuk mengkaji tingkat ketergantungan perawatan dan mengelola sumber daya perawat pegelola yang sesuai dengan kebutuhan ketergantungan perawatan, sehingga dapat memberikan asuhan perawatan yang lebih komprehensif.Item GAMBARAN TINGKAT EFIKASI DIRI MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN DALAM MENGIKUTI PEMBELAJARAN HYBRID(2023-07-04) MUHAMMAD MARZUKI BAKHRI; Ryan Hara Permana; Tuti PahriaMerespon adanya kebutuhan perubahan metode pembelajaran pasca pandemic COVID-19 dari pembelajaran daring menjadi pembelajaran hybrid dapat menjadi tantangan dan hambatan bagi mahasiswa keperawatan. Kemampuan mahasiswa keperawatan dalam mengatasi berbagai masalah belajar sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan mahasiswa selama proses pembelajaran. Hal penting yang perlu dibangun dapat dimulai dari dalam diri mahasiswa yaitu dengan meningkatkan efikasi diri mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran tingkat efikasi diri mahasiswa sarjana keperawatan Universitas Padjadjaran (UNPAD) dalam mengikuti pembelajaran hybrid. Desin penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Terdiri atas 264 orang mahasiswa sebagai sampel dengan menggunakan teknik sampling proportionate stratified random sampling. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner The College Academic Self Efficacy Scale (CASES) dengan 33 item pernyataan, kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil didapatkan 95 orang (36%) memiliki tingkat efikasi diri yang tinggi, 166 orang (62,9%) tingkat sedang dan 3 orang (1,1%) tingkat rendah. Pada analisis sub variabel diketahui sub variabel tertinggi pada sub variabel technical skill dengan nilai mean 0,76 dan sub variabel yang memiliki nilai terendah adalah cognitive operations dengan nilai mean 0,65. Dibutuhkan peningkatan pada kelompok efikasi diri rendah dan sedang dengan meningkatkan pengaturan kognitif mahasiswa melalui dukungan akademik yaitu melalui metode pembelajaran, tenaga pengajar, dan lingkungan belajar yang mendukung.Item Gambaran Self-Efficacy dan Self-Management Pasien Hipertensi di Puskesmas Jatinangor(2023-04-12) SITI DAHLIA; Citra Windani Mambang Sari; Tuti PahriaHipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah utama di Indonesia. Kejadian hipertensi di Puskesmas Jatinangor setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan dan menjadi komorbiditas meskipun sudah diberikan penyuluhan oleh perawat. Untuk mencegah komplikasi hipertensi maka penderita harus menerapkan self-efficacy dan self-management yang dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi self-efficacy dan self-management pada pasien hipertensi di Puskesmas Jatinangor Kabupaten Sumedang. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan jumlah sampel yang diambil 166 responden melalui teknik non probability sampling jenis total sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner Self-efficacy to Manage Hypertension untuk mengukur self-efficacy dan kuesioner self-management yang bersumber dari Hypertension Self-management Behaviour Questionnaire (HSMBQ). Data dianalisis menggunakan univariat dengan distribusi frekuensi dan nilai rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan secara umum self-efficacy pasien hipertensi di Puskesmas Jatinangor tergolong rendah (88%), hal ini didominasi oleh self-efficacy dimensi magnitudo (72%) dan generality (70.4%) yang rendah. Sedangkan mengenai self-management hipertensi secara umum tergolong buruk (89%) mencakup pengelolaan diet (51.8%), pengendalian berat badan (54.8%), pengelolaan aktivitas fisik (60.8%), manajemen stres yang buruk (62%), monitoring tekanan darah (76%), dan pengobatan hipertensi yang tidak teratur (77.8%). Berdasarkan hasil tersebut penting bagi pihak puskesmas dan tenaga kesehatan untuk memberikan edukasi, mengevaluasi dan memantau pengelolaan yang dilakukan oleh pasien hipertensi untuk meningkatkan self-efficacy dan self-management hipertensi.Item Gambaran Self Acceptance pada Pasien Systemic Lupus Erythematosus di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung(2023-07-06) KHANSA AISAH PUTRI; Hesti Platini; HendrawatiSystemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun yang setiap tahun mengalami peningkatan pada prevalensi dunia. Perubahan aktivitas dan fisik pada penderita SLE menyebabkan terjadinya tekanan psikologis, sehingga kesulitan untuk menerima keadaan yang terjadi pada dirinya. Self acceptance sangat berdampak pada pasien dalam memiliki sebuah harapan untuk hidup yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan self acceptance pada pasien SLE di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan variabel dikotomis, melibatkan 163 pasien SLE dan diambil dengan teknik purposive sampling. Kuesioner karakteristik responden dan Unconditional Self Acceptance Questionnaire (USAQ) versi bahasa Indonesia dengan uji validitas (r 0,51-0,59) dan reliabilitas Cronbach’s Alpha sebesar 0,86 yang sudah valid dan reliabel digunakan dalam pengumpulan data kemudian di analisis dengan analisis deskriptif univariat. Hasil penelitian ini sebagian besar responden memiliki self acceptance yang tinggi (65%). Tingkat self acceptance yang tinggi terdapat pada indikator menerima dan menghargai diri dalam memiliki harapan yang realistis sesuai keadaan dan kemampuan diri (81%), indikator mengatahui dan memahami keterbatasan tetapi tidak dijadikan hambatan untuk mengembangkan kelebihan diri (91,4%), dan indikator sadar akan nilai yang dimiliki sehingga bebas melakukan apapun sesuai keinginan (56,4%). Sedangkan tingkat self acceptance yang rendah terdapat pada indikator yakin akan standar dan pengetahuan yang dimiliki tanpa membandingkan dengan orang lain (64,4%) dan indikator sadar akan kekurangan tanpa menghakiminya (63,8%). Hal ini menunjukkan bahwa pasien SLE sudah dapat memiliki penerimaan diri yang baik secara umum. Direkomendasikan pada penelitian selanjutnya untuk melakukan pengambilan data secara berkala untuk mendapatkan data terbaru seiring kondisi pada saat tertentu.Item Gambaran Tingkat Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan(2023-07-05) NATHANIA PUTRI ANDINI; Sri Hartati Pratiwi; Titis KurniawanBanyak penderita diabetes melitus di Indonesia yang tidak terdiagnosis akibat keterlambatan skrining. Usia dewasa muda menjadi berisiko diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dikarenakan termasuk dalam kelompok usia yang konsumtif tanpa diimbangi dengan pola hidup sehat. Dengan demikian, sangat diperlukan penilaian tingkat risiko DMT2 pada kalangan mahasiswa keperawatan sebagai salah satu calon tenaga kesehatan yang diharapkan mampu menjadi role model. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat risiko DMT2 pada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif dengan melibatkan 240 mahasiswa yang diperoleh menggunakan teknik sampling proporsional stratified random sampling dari total populasi sebanyak 602 mahasiswa aktif Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran. Penelitian ini menggunakan instrumen Finnish Diabetes Risk Score-Bahasa Indonesia (FINDRISC-BI) yang terdiri dari 8 item pertanyaan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan pengukuran secara langsung. Analisis data dilakukan menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian terkait tingkat risiko DMT2 menunjukkan bahwa 71,3% mahasiswa termasuk pada kategori risiko rendah, sebanyak 20% pada tingkat risiko sedikit meningkat, 5,8% berisiko sedang, dan 2,9% berisiko tinggi mengalami DMT2 pada 10 tahun mendatang. Adapun parameter yang menunjukkan hasil paling kurang baik terdapat pada parameter konsumsi sayur dan buah. Berdasarkan hasil penelitian ini sebagian besar mahasiswa memiliki risiko rendah mengalami DMT2 dalam 10 tahun mendatang, namun terdapat juga mahasiswa yang berisiko sedang bahkan tinggi. Dengan begitu, diperlukan upaya untuk mencegah semakin tingginya kasus DMT2 pada usia muda yaitu dengan merancang kampus health promotion program dan mengadakan program deteksi dini yang dapat mendorong generasi muda untuk berperilaku sehat dan meningkatkan kepeduliannya terhadap kesehatan.Item Gambaran Kejadian Excessive Daytime Sleepiness (EDS) Pada Mahasiswa Tahap Akademik Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran(2023-07-08) JIHAN TARISA; Kurniawan Yudianto; Hasniatisari HarunExcessive Daytime Sleepiness (EDS) merupakan salah satu indikator dari gangguan tidur yang dapat mengakibatkan berbagai dampak serius. EDS akan berdampak pada menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi, mempengaruhi proses belajar, gangguan memori hingga menyebabkan penurunan prestasi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian EDSpada Mahasiswa Tahap Akademik Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran. Jenis penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif. Sampel yang digunakan berjumlah 265 mahasiswa Fakultas Keperawatan Unpad dengan teknik proportionate stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner berbentuk G-form. Instrumen yang digunakan yaitu Epworth Sleepiness Scale (ESS). Analisis data dilakukan secara univariate dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari setengah responden mengalami EDS (54,3%). Kejadian EDS lebih banyak dialami oleh responden berusia 18-21 tahun (47,9%), perempuan (50,9%), tahun akademik kedua (17,7%), durasi tidur 7-9 jam/hari (27,5%), tidak mengonsumsi obat yang mengakibatkan kantuk (46%), tidak merokok (51,3%), tidak mengonsumsi alcohol (53,2%), tidak mengonsumsi kopi pada malam hari (34.3%), menggunakan gadget sebelum tidur (53,3%), dan tipe choronotype intermediate (39,6%). Mahasiswa sebaiknya dapat lebih memperhatikan sleep hygiene serta memanajemen waktu dan tanggung jawabnya agar kualitas serta kuantitas tidur menjadi lebih baik sehingga kejadian EDS menurun mengingat dampak EDS yang dapat menggangu performa mahasiswa dan penurunan kapasitas kerja sehingga hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan pasien.Item Gambaran Kesiapsiagaan Remaja Terhadap Bencana Banjir di Desa Haurpanggung Kabupaten Garut(2023-07-02) AULIYAURRAHMAH NURAZIZAH; Yanny Trisyani Wahyuningsih; Ristina MirwantiKesiapsiagaan menjadi salah satu bagian dari tahap siklus manajemen bencana. Desa Haurpanggung Kabupaten Garut merupakan desa yang sering terkena banjir. Salah satu kelompok usia yang dapat ikut berpartisipasi dalam kesiapsiagaan adalah remaja. Remaja merupakan tahap saat individu sudah mulai mampu berpikir kritis dan kreatif, serta pertumbuhan fisik yang cepat. Hasil wawancara didapatkan bahwa sebagian besar remaja di Desa Haurpanggung pernah mengalami kejadian banjir bandang dan baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan komunitas belum terdapat sistem peringatan dini yang memadai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesiapsiagaan remaja terhadap bencana banjir di Desa Haurpanggung Kabupaten Garut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di SMP dan SMA PGRI Kabupaten Garut yang terletak di Desa Haurpanggung. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 80 orang. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner kesiapsiagaan yang dimodifikasi dari LIPI (2011) dengan skala Guttman berupa pernyataan ya-tidak-tidak tahu. Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan persentase kesiapsigaan remaja menunjukkan 93,8% dalam kategori siap. Pada parameter pengetahuan menunjukkan 96,3% siap dan 3,7% tidak siap. Kemudian pada parameter rencana kegiatan menunjukkan 85% dalam kategori siap dan 15% tidak siap. Sementara pada parameter sistem peringatan bencana 46,3% siap dan 53,8% tidak siap. Lalu pada parameter kemampuan mempersiapkan sumber daya menunjukkan 63,7% siap dan 36,3% tidak siap. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesiapsiagaan remaja di Desa Haurpanggung sebagian besar termasuk dalam kategori siap. Akan tetapi pada parameter sistem peringatan bencana menunjukkan sebagian besar tidak siap. Untuk mempertahankan ataupun meningkatkan kesiapsiagaan remaja, pihak sekolah dan pembuat kebijakan diharapkan dapat meningkatkan sistem peringatan dini dan simulasi bencana baik di lingkungan sekolah maupun komunitas.