Sekolah Pasca Sarjana
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Sekolah Pasca Sarjana by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 176
Results Per Page
Sort Options
Item Pengaruh Kualitas Udara Terhadap Korosi Logam Di Kawasan Waduk Cirata(2009) SRI SURYANINGSIH; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenWaduk Cirata dibangun dengan tujuan sebagai pembangkit tenaga listrik, serta budidaya ikan, penyedia air pertanian dan pariwisata. Dengan adanya berbagai aktivitas tersebut memberi dampak tersendiri bagi kualitas perairan dan udara sekitar waduk. Kualitas udara dan perairan yang buruk dapat mengakibatkan korosi pada peralatan pembangkit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor fisika kimia kualitas udara dengan laju korosi logam baja, hubungan faktor-faktor perairan dan udara dengan hidrogensulfida di udara, dan kerugian akibat korosi instalasi PLTA. Daerah yang diteliti sekitar pemukiman, perkantoran, dan pembangkit PLTA dengan metode survey lapangan. Tipe penelitian ini adalah penelitian deskripsi, dengan metode analisa uji korelasi. Analisis ekonomi dilakukan untuk menentukan kerugian akibat korosi udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor fisika kimia kualitas udara berpengaruh sangat kuat terhadap laju korosi lempeng logam baja karbon. Laju korosi logam baja yang berasal dari PLTA Cirata (R = 0,893) lebih rendah dari logam baja tipe SS-400 (R = 0,934). Parameter yang paling berpengaruh terhadap laju korosi adalah faktor fisika kualitas udara, akan tetapi ada keterkaitan antara konsentrasi hidrogen sulfida dan sulfur dioksida di udara dengan laju korosi. Namun secara umum kondisi kualitas udara waduk masih dalam kondisi baik. Selanjutnya, secara bersama-sama faktor fisika kimia kualitas air (temperatur, pH, H2S air) dan kualitas udara (temperatur udara, kelembaban udara relatif) berpengaruh terhadap konsentrasi hidrogen sulfida di udara (R = 0,991), serta parameter yang benar berpengaruh terhadap konsentrasi hidrogen sulfida di udara adalah derajat keasaman dan kelembaban udara relatif. Hal ini mencerminkan begitu pentingnya menjaga kualitas air, jika tidak dijaga akan berdampak luas pada lingkungan lainnya dan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerugian ekonomi akibat korosi udara di PLTA Cirata sebesar 1,58% dari biaya operasional dan pemeliharaan, dan 2,23% dari biaya pemeliharaan korosi. Kata kunci: laju korosi, baja karbon, hidrogensulfida, biaya korosi.Item IMPLIKASI SEDIMENTASI LAGUNA SEGARA ANAKAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS PADA MUSIM YANG BERBEDA(2012) YUNIARTI MS; Yudi Nurul Ihsan; Yudi Nurul IhsanPerubahan struktur komunitas makrozoobenthos terjadi karena adanya sedimentasi yang memberikan kontribusi terhadap penurunan kualitas lingkungan perairan terutama di Laguna Segara Anakan. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan sejauh mana pengaruh sedimentasi, nutrien dan perbedaan musim di Laguna Segara Anakan terhadap struktur komunitas makrozoobenthos. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan data primer berupa pengambilan sampel nutrien, makrozoobenthos, laju sedimentasi dan data sekunder seperti curah hujan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai tertinggi laju volume terakumulasi adalah pada musim kemarau dan hujan 2,00 di stasiun 1. Nilai deposit sedimen kemarau didapatkan 3,85E-11 kg/m2/s dan hujan 3,14E-06 di stasiun 1. Nutrien air pori pada musim kemarau berkisar antara 0,026-0,274 mg/L untuk PO4, 0,109-0,624 mg/L untuk NH3-N, 0,122-0,437 mg/L untuk NO3-N, 0,008-0,33 mg/L untuk NO2-N, 0,345-3,502 mg/L untuk N-Total, 11,0-22,2 mg/L untuk TOC. Musim hujan nilai nutrient air pori berkisar antara 0,030-0,374 mg/L untuk PO4, 0,0586-0,1130 mg/L untuk NH3-N, 0,306-2,47 mg/L untuk NO3-N, 0,018-0,025 mg/L untuk NO2-N, 0,704-3,116 mg/L untuk N-Total, 7,07-8,14 mg/L untuk TOC. Keanekaragaman makrozoobenthos pada musim kemarau 1,86 untuk musim hujan 1,31. Dominansi makrozoobenthos musim kemarau 0,88 dan musim hujan 1. Jenis makrozoobenthos yang dominan pada musim kemarau adalah Balanus sp, Melanoides sp, Corbicula sp, Polycaeta, Thiara sp. Musim hujan yang dominan adalah Corbicula sp, Melanoides sp, Thiara sp, Tarebra sp, Balanus sp, Polycaeta dan Barbatia.Item Pemodelan Manajemen Sampah terpadu di Kampus UNPAD Jatinangor(2013) ANDRI LESMANA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenKampus UNPAD di Kecamatan Jatinangor dan Dipatikukur pada tahun 2014 mempunyai jumlah mahasiswa sekitar ± 45.000 orang termasuk jumlah dosen sekitar 2000 orang. Setiap bulannya, volume sampah yang dihasilkan dari kampus UNPAD sekitar 40 – 60 ton. Sampah tersebut terdiri atas sampah organik dan non organik seperti kertas, stereofoam, kaca, plastik serta sampah yang belum dilakukan pemilahan. Masalah pengelolaan sampah di kampus UNPAD saat ini adalah pelayanan pengelolaan sampah yang belum maksimal karena volume timbulan sampah yang sangat tinggi. Hanya sekitar 60% volume sampah sudah terlayani oleh unit pengelolaan sampah yang ada dan sebagian besar untuk jenis sampah organik, sedangkan jenis sampah anorganik belum terlayani Pemodelan pengelolaan sampah UNPAD diperlukan keterlibatan semua pihak untuk memecahkan permasalahan sampah. Pihak pihak yang perlu dilibatkan selain unit pengelolaan sampah, antara lain mahasiswa, dosen dan tenaga pendidik lainnya serta masyarakat sekitar. Saat ini masyarakat sudah dilibatkan dalam melakukan pemungutan, namun masyarakat sekitar belum bisa memanfaatkan sampah yang ada di TPA milik UNPAD. Selanjutnya pemodelan pengelolaan sampah ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat baik untuk aspek pembelajaran, aspek sosial masyarakat dan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Penelitian ini perlu dilakukan karena dengan kompleksitas permasalahan sampah di UNPAD serta usaha dari unit unit pengelolaan sampah yang ada belum sepenuhnya dapat mengatasi permasalahan saat ini. Melalui pemodelan pengelolaan sampah terpadu di UNPAD maka akan memberikan masukan bagi pemangku kepentingan dalam pengelolaan sampah di UNPAD serta bertujuan sebagai sarana pembelajaran bagi mahasiswa dan tenaga pendidik lainnya.Item Analisis Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara(2013-01-23) MARKUS SEMBIRING; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSustainability Analysis of Small Scale Capture Fisheries in Langkat District North Sumatera Province ABSTRACT Marine capture fisheries management had been based on the maximum sustainable yield can’t be accurately answered unsustainable problem comprehensively. FAO suggests factors need to be analyzed ecological, economic, social, technological and legal-institutional. This study intends to determine the status of small scale fisheries in the perspective of sustainability according to the five dimensions. The study also intend to provide strategies and policy recommendations in support of sustainability small scale fisheries in Langkat district. The method used in this research is survey method with Rapfish technique that supported by SWOT analysis to formulate strategies and policy recommendations. In this study several attributes have been modified by the author. This modification is based on small-scale fishing conditions at the sites. This study uses primary data and secondary data. Primary data obtained to structured interviews and direct observation. Structured interviews have done 95 small scale fishermen, nine community leaders, three agencies, HNSI and Local NGOs. Secondary data obtained with the literature study. Rapfish analysis results on five dimensions shows that the status of sustainable small scale fisheries in Langkat district is enough with sustainability index of fishing average 55,79. The dimensions of technology and ecological sustainability is the worst status. View from sixteen of fishing gear used, just potable traps and cast nets in the less sustainable status. SWOT analysis results twelve policy recommendations to improve the sustainability of small scale fisheries in Langkat district. The most important policy recommendation is increase the participation of local institutions in society with the preservation of fisheries and marine resources. This thesis confirms the importance of attention to ecological integrity, economic, social, technological and legal-institutional structures for fisheries management. Analisis Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ABSTRAK Pengelolaan perikanan tangkap yang selama ini didasarkan pada hasil maksimum lestari tidak dapat menjawab secara akurat permasalahan ketidakberlanjutan secara komprehensif. FAO mengisyaratkan perlu dianalisis faktor ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum-kelembagaan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status perikanan tangkap skala kecil dalam perspektif keberlanjutan menurut kelima dimensi tersebut. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi strategi dan kebijakan dalam mendukung keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Langkat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik Rapfish yang didukung oleh analisis SWOT untuk merumuskan strategi dan prioritas kebijakan. Dalam penelitian ini beberpa atribut telah dimodifikasi. Hal ini dilakukan berdasarkan kondisi perikanan tangkap skala kecil di lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung. Wawancara terstruktur dilakukan terhadap 95 nelayan skala kecil, 9 tokoh masyarakat, 3 instansi terkait, HNSI dan LSM Lokal. Data sekunder diperoleh dengan studi literatur. Hasil analisis Rapfish pada lima dimensi tersebut menunjukkan status perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Langkat cukup berkelanjutan dengan nilai indek keberlanjutan perikanan (IKP) rata-rata 55,79. Dimensi teknologi dan ekologi merupakan yang terburuk status keberlanjutannya. Dilihat dari enambelas jenis alat tangkap yang digunakan, bubu dan jala saja yang berada dalam status kurang berkelanjutan (IKP rata-rata dalam selang 26-50). Hasil analisis SWOT didapatkan duabelas rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Langkat. Rekomendasi kebijakan terpenting adalah meningkatkan partisipasi mayarakat dengan kelembagaan lokal dalam pelestarian sumber daya perikanan dan kelautan. Tesis ini menegaskan pentingnya memperhatikan keterpaduan aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum-kelembagaan dalam pengelolaan perikanan.Item PEMBINAAN MASYARAKAT PESISIR DALAM PENGELOLAAN BUDIDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN PADA PROGRAM SEA FARMING DI KELURAHAN PULAU PANGGANG(2014) ADLINA KHAIRUNNISA; Budhi Gunawan; IskandarSea Farming merupakan program perikanan berkelanjutan dengan pola pengelolaan berbasis masyarakat dengan tujuan akhir pada peningkatan stok sumberdaya perikanan dan menjadi pendukung bagi peningkatan perekonomian masyarakat. Program Sea Farming diterapkan di Perairan Karang Lebar, Pulau Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Utara, Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini fokus terhadap proses pembinaan masyarakat yang dilihat perkembangannya dari awal kegiatan hingga saat ini. Tujuan dari penelitian ini ialah menggambarkan proses pembinaan masyarakat di Kelurahan Pulau Panggang pada program Sea Farming dalam kegiatan pengelolaan budidaya dengan sistem KJA yang telah dilakukan kelompok pembudidaya beserta jalannya partisipasi masyarakat dalam kegiatan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dan menggunakan teknik triangulasi data. Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tergabung dalam kelompok Sea Farming. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapangan dari hasil observasi dan wawancara mendalam dengan informan. Sedangkan data sekunder didapatkan dari dokumen-dokumen instansi terkait. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan tiga tahapan analisis data yaitu reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembinaan masyarakat sudah melalui tahapan pembinaan sesuai dengan teori pembinaan, yaitu; tahap penyadaran dan pembentukan perilaku, tahap transformasi kemampuan dan tahap peningkatan kemampuan intelektual. Dilihat dari tangga partisipasi Choguill, kelompok Sea Farming telah berada di tahap partnership. Hal yang perlu ditingkatkan dalam proses pembinaan ini ialah meningkatkan modal sosial pada masyarakat.Item PERAN MEDIA VISUAL DALAM PEMBENTUKAN SIKAP TERHADAP LINGKUNGAN PADA PROGRAM ADIWIYATA DI SMA NEGERI 2 KOTA BANDUNG(2015) MUTHI AKBAR RANGKUTI; R. Urip Purwono; R. Urip PurwonoABSTRAK Media visual merupakan alat peraga yang digunakan dalam proses belajar yang bisa dinikmati lewat panca-indera mata dan dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Media visual berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga dikemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan merupakan pesan dari program Adiwiyata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran media visual dalam meyampaikan pesan pada proses pembentukan sikap warga sekolah terhadap lingkungan. Penelitian ini berawal dari kajian media visual yang memiliki karakteristik ekonomis, praktis dan manfaat, sehingga sikap warga sekolah memiliki nilai kognitif, apektif dan konatif yang baik. Secara umum, pakar psikologis sosial meyakini bahwa sikap merupakan hasil dari proses belajar. Hasil penelitian menunjukkan skor hasil rata-rata tanggapan dari responden terhadap salah satu pernyataan yang non-favorable, yaitu “ Sajian media visual yang ada di SMA Negeri 2 kota Bandung tidak ada unsur grafis dalam menyajikan informasi”, diperoleh skor rata-rata siswa IPA sebesar 1.52 termasuk kategori baik(B), siswa IPS sebesar 1.78 termasuk kategori baik(B), dan guru sebesar 0.84 termasuk kategori sangat baik(SB), kemudian skor hasil rata-rata dari penyataan yang favorable yaitu ” Saya mengetahui kebersihan merupakan sebagian dari iman”, dari siswa IPA sebesar 3.41 termasuk kategori sangat baik(SB), siswa IPS sebesar 3.19 termasuk kategori sangat baik(SB), dan guru sebesar 3.52 termasuk kategori sangat baik(SB). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan peran media visual mampu mengembangkan sikap-sikap yang dikehendaki dan mendorong kegiatan warga sekolah, khususnya siswa kepada kegiatan yang berkelanjutan dalam memelihara lingkungan. Kata Kunci: adiwiyata, media visual, sikap, nonfavorable, favorableItem Efektivitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Terhadap Beban Tempat Pemposesan Akhir (TPA)(2015) TRI MULYANI; Dadan Sumiarsa; Dadan SumiarsaPengelolaan sampah yang optimal merupakan suatu tantangan besar yang sekarang dihadapi hampir oleh seluruh kota besar di Indonesia. Pengelolaan sampah yang dilakukan di TPST Babakan Sari tahap pengumpulan, pemilahan, penggunan ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah belum sesuai dengan UU. No 18 Tahun 2008.Tingkat keefektivan sebesar 27 % (kurang efektif), akan tetapi dari segi pengurangan sampah setelah dilakukan pengelolaan sampah yang dilakukan melalui pengomposan (organic) dan anorganik sudah efektif. Untuk mendapatkan hasil pengolahan sampah yang baik, harus memperhatikan bagaimana melindungi kesehatan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, juga mempertimbangkan estetika, sosial-budaya-ekonomi.Item Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Perawat dalam Pemilahan Limbah Medis di RS Al Islam Bandung(2015) SURDIYAH ASRI NINGRUM; Sunardi; SunardiPemilahan limbah medis di RS Al Islam Bandung belum dapat dilaksanakan sepenuhnya, hal ini berdasarkan dari hasil nilai kepatuhan dalam pemilahan limbah dengan nilai 88,37% . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh niat, dukungan sosial, informasi kesehatan atau fasilitas kesehatan, otonomi pribadi serta situasi untuk bertindak secara simultan terhadap perilaku perawat. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan teknik probability sampling dengan teknik simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan hasil koefisien beta variabel niat = -11%, dukungan sosial = 0,31%, informasi kesehatan atau fasilitas kesehatan = 1,1%, otonomi pribadi = -0,01% dan situasi untuk bertindak = 0,003%, variabel tersebut memiliki nilai koefisien yang rendah dalam memengaruhi perubahan perilaku perilaku perawat.Item LAYANAN EKOSISTEM DAN NILAI EKONOMI DARI LEBAH MADU LOKAL Apis cerana Fabr. DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA(2015) SYAYIDAH NURIYAH; Arief Anshory Yusuf; Wawan HermawanLebah madu memiliki peran ekologi dan ekonomi yang penting di ekosistem Tahura Djuanda. Apis cerana Fabr adalah serangga penyerbuk dominan yang berkontribusi dalam penyerbukan tanaman di Tahura dan penghasil madu. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji jenis-jenis layanan ekosistem yang diberikan oleh A. cerana, dan mengkuantifikasi nilai ekonomi A. cerana di Tahura Djuanda. Penelitian diawali dengan kuantifikasi ekologi melalui metode survey untuk menganalisis vegetasi sumber pakan lebah di ekosistem Tahura dan lahan pertanian sekitar Tahura. Kemudian dilakukan kajian keragaman polen dari A. cerana pada 3 lokasi. Polen diambil dari bagian korbikula lebah saat masuk ke sarang, dan polen diamati dengan metode asetolisis. Kajian dilanjutkan dengan eksperimen kesuksesan penyerbukan dan menghitung nilai ketergantungan tanaman pada polinator (Dependency/D). Analisis ekonomi dilakukan dengan metoda survey, kemudian dihitung total nilai ekonomi produksi tanaman (Production Economic Value/∑PEV), total nilai layanan penyerbukan lebah (Insect Pollination Economic Value/∑IPEV), dan nilai kerentanan tanaman apabila lebah hilang (Ratio of Vulnerability/RV). Hasil penelitian menunjukkan 102 spesies tanaman berhasil diidentifikasi sebagai sumber pakan (polen dan nektar) A. cerana. Hasil analisis asetolisis menunjukkan ada pollen loads pada tubuh A. cerana yang berasal dari 110 spesies tanaman. Polen tanaman dari famili Arecaceae (Arenga pinnata) mendominasi keragaman polen, sebesar 23,04%, disusul dengan tanaman famili Asteraceae (Chromolaena odorata) sebesar 9,98%. Sedangkan pada lahan pertanian sekitar Tahura didapatkan 19 spesies tanaman merupakan sumber pakan lebah, dan 11 spesies tanaman terdapat dalam pollen loads lebah A. cerana. Persentase pollen loads dominan pada tanaman pertanian berasal dari famili Rubiaceae (Coffea canephora 1,11%) dan Brassicaceae (Brassica juncea 0,85%). Hasil analisis ekologi menunjukkan nilai kesuksesan penyerbukan lebah sebesar 75%, Hasil analisis ekonomi dari layanan penyerbukan lebah (∑IPEV) sebesar 25,5 miliar rupiah/tahun, pada 28 spesies tanaman habitat vegetasi hutan campuran dengan total nilai ekonomi produksi tanaman (∑PEV) sebesar 51 miliar rupiah/tahun. Apabila peran A. cerana hilang maka akan terjadi kerentanan (RV) dengan potensi kerugian karena tidak ada lebah sebesar 50% dari ∑PEV. Sedangkan ∑IPEV tanaman pertanian oleh lebah madu di sekitar Tahura diperoleh sebesar 2 miliar rupiah/ha/tahun, dari ∑PEV tanaman pertanian sebesar 4,15 miliar rupiah/ha/tahun untuk 11 spesies tanaman, dengan (RV) sebesar 50% dari ∑PEV. Nilai produktivitas lebah dalam menghasilkan madu dari 20 peternak lebah saat musim kemarau dengan 50% lebah meninggalkan sarang (abscond) sebesar 468,9 juta rupiah/tahun, tetapi apabila lebah tidak meninggalkan sarang maka nilai produktivitas madu sebesar 937,9 juta rupiah/tahun. Faktor yang mendukung keberlanjutan populasi lebah madu secara ekologi di Tahura seperti ukuran rata-rata populasi lebah di Tahura berada pada batas normal yaitu 10.780 lebah/koloni, juga kondisi topografi yang sesuai. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa A. cerana memberikan layanan ekologi dan nilai ekonomi A. cerana sangat mendukung kesejahteraan peternak lebah. Dengan demikian lebah memberikan layanan ekosistem secara ekologi dan ekonomi yang bernilai strategis bagi keberlanjutan ekosistem Tahura Ir. H. Djuanda.Item STRATEGI MEMPERTAHANKAN LAYANAN EKOSISTEM HULU SUNGAI CITARUM (Studi Kasus : Desa Majalaya Kecamatan Majalaya dan Desa Babakan Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat(2016) RINA MARTYANA; Sunardi; SunardiSungai memiliki beberapa kegunaan dalam setiap sektor pembangunan seperti pertanian, industri, transportasi, pasokan air untuk publik dan sebagainya. Rusaknya ekosistem sungai berdampak negatif khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Ekosistem sungai yang rusak menyebabkan menurunnya layanan ekosistem sungai. Adanya hubungan antara struktur dan fungsi ekosistem yang baik akan memberikan layanan ekosistem berupa barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui layanan ekosistem yang disediakan wilayah hulu sungai Citarum berdasarkan nilai potensi dan cakupan pemanfaatan layanan tersebut. Identifikasi layanan ekosistem ini untuk memperoleh suatu informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan arahan rencana pengelolaan wilayah hulu sungai Citarum. Metode penelitian menggunakan dominan metode kualitatif untuk mengetahui bentuk layanan ekosistem yang disediakan hulu sungai citarum, siapa saja pihak yang memanfaatkan layanan tersebut, apakah dampa urbanisasi mempengaruhi layanan ekosistem tersebut, dan strategi yang digunakan untuk mempertahankannya. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui pengetahuan masyarakat sekitar kawasan terhadap keberadaan hulu sungai Citarum beserta layanan ekosistem yang disediakan melalui kuisioner. Berdasarkan hasil penelitian bentuk layanan ekosistem yang tersedia di hulu sungai Citarum Desa Babakan meliputi jasa penyedia, jasa pengaturan, jasa kultural, dan jasa pendukung. Sedangkan untuk di Desa Majalaya dialiri oleh 2 saliran sungai Cikaro dan sungai Citarum yang sama-sama terletak di hulu sungai Citarum bentuk layanan ekosistem yang tersedia di wilayah sungai Cikaro meliputi jasa penyedia, pengaturan, jasa kultural, dan jasa pendukung, dan untuk sungai Citarum meliputi jasa kultural dan pendukung pembuangan limbah tersier. Pihak-pihak yang memanfaatkan layanan ekosistem ini adalah para peneliti, para akademisi dan masyarakat sekitar kawasan. Pengetahuan masyarakat terhadap keberadaan sungai Citarum cukup positif. Dampak urbanisasi di Desa Babakan, fungsi layanan ekosistemnya masih berjalan baik, ketimbang yang berada di daerah perkotaan atau Desa Majalaya Kecamatan Majalaya yang tingkat pencemarannya cukup tinggi. Startegi yang perlu dilakukan dalam mempertahankan layanan ekosistem yakni dengan membuat kebijakan /respon yang meliputi aspek perencanaan pengelolaan, rencana penanganan terpadu wilayah sungai Citarum, pembangunan ekonomi pedesaan dan pemberdayaan ekonomi rakyat, penguatan kelembagaan dan percepatan perubahan perilaku Stakeholder, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, konservasi dan rehabilitasi, pengurangan daya rusak air dan pengaturan tata ruang, penguatan kelembagaan dan regulasi, penegakan hukum yang seadil-adilnya. Kata kunci : ekosistem, layanan ekosistem, Sungai Citarum Hulu, dampak urbanisasi, strategi mempertahankan layanan ekosistemItem KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK DAN STRATEGI PELESTARIANNYA PADA SISTEM AGROFORESTRI BERBASIS KOPI PERUNTUKAN KOPI LUWAK LIAR(Studi Kasus:Perkebunan Kopi Kawasan Perhutani RPH Jayagiri,BKPH Lembang)(2016-10-18) NOVA DEWI LESTARI; Parikesit; Oekan Soekotjo AbdoellahSalah satu layanan ekosistem adalah penyerbukan oleh serangga penyerbuk. Serangga penyerbuk mempengaruhi produksi komoditas pertanian misalnya saja kopi. Agroforestri berbasis kopi merupakan salah satu manajemen lahan yang mendukung pelestarian serangga penyerbuk dan keanekaragaman hayati lainnya yaitu luwak yang berpotensi menghasilkan kopi luwak. Penelitian ini dilakukan di Perkebunan Kopi di Kawasan Perhutani RPH Jayagiri, BKPH Lembang dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keanekaragaman serangga penyerbuk dan strategi pelestariannya yang berkaitan dengan manajemen lahan secara agroforestri oleh unit KTH Mukti Tani. Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran eksplanatori sekuensial dimana menggabungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif secara berurutan. Metode kualitatif lebih mengeksplorasi tentang bagaimana strategi pelestarian serangga penyerbuk. Metode kuantitatif digunakan untuk mengumpulkan data ekologis berupa kondisi serangga penyerbuk dan informasi mengenai pengetahuan dan pendapat masyarakat mengenai serangga penyerbuk. Sedangkan strategi pelestarian dirumuskan dan mengacu pada IBSAP (Indonesia Biodiversity and Action Plan) 2015-2020 dan IPBES (Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services). Hasil penelitian menunjukan bahwa Indeks Shanon-Wiener (H’) serangga penyerbuk sebesar 2,46 (keanekaragaman sedang), kelimpahan (evenness) sebesar 0,78, (kelimpahan individu antar spesies tidak ada dominansi), berasal dari ordo himenoptera, diptera dan lepidoptera. Terdapat potensi penyerbukan sebagai sumber nektar selain tanaman kopi. Keberadaan serangga penyerbuk tergantung pada waktu foraging activity. Strategi pelestarian yang diusulkan adalah : a) Perlindungan habitat serangga penyerbuk dan kehati lainnya (khususnya luwak), b) Mendukung praktek-praktek tradisional dalam mengelola habitat, c) Memberikan pendidikan dan pertukaran pengetahuan di kalangan petani, ilmuwan, industri, masyarakat, dan masyarakat umum, d) Menurunkan penggunaan pestisida, e) Meningkatkan hasil peternakan lebah yang komersial, f) Mendorong petani untuk mengembangkan manfaat ekonomi dari kehati (misalnya kopi luwak dan madu) sebagai insentif, dan g) Membuat regulasi yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan bertujuan untuk pelestarian kehati dengan tujuan mensejahterakan masyarakat.Item Arahan Revitaslisasi Derah Resapan Air Sebagai Akibat dari Perkembangan Perkotaan (urban sprawl) di Kecamatan Lembang)(2016-10-18) MUSNAWATI DODE; Erri Noviar Megantara; Budhi GunawanARAHAN REVITALISASI DAERAH RESAPAN AIR SEBAGAI AKIBAT DARI PERKEMBANGAN PERKOTAAN (URBAN SPRAWL) DI KECAMATAN LEMBANG Abstrak Gejala Urban sprawl di Kecamatan Lembang di tunjukan dengan adanya pertambahan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Jumlah penduduk Kecamatan Lembang dalam kurun waktu 10 tahun mengalami pertumbuhan yang lambat dengan laju pertumbuhan penduduk 2005-2015 sebesar 1,31 % akan tetapi di perkirakan pada tahun mendatang akan meningkat sejalan dengan perkembangan perkotaan (Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2015). Diindikasikan terjadinya Urban sprawl di Kecamatan Lembang juga di tunjukan dengan adanya alih fungsi lahan yang terjadi yaitu maraknya pembangunan lahan terbangun yang mengakibatkan laju perubahan daerah resapan menjadi lahan terbangun semakin cepat. Hal ini di buktikan dengan luasan lahan non terbangun pada tahun 2002-2013 sebesar 90,873 ha dan berkurang sebesar 11, 838 ha menjadi lahan terbangun dengan tingkat konversi tertinggi di Desa Cikole dan Jayagiri (Putri dan Purwadio, 2013). Penelitian mengenai arahan revitalisasi dearah resapan air karena adanya urban sprawl ini dilakukan seberapa besar pengaruh urban sprawl terhadap berkurangnya fungsi resapan di Kecamatan Lembang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melakukan analisis spasial menggunakan sistem informasi geografis (GIS) dengan teknik observasi lapangan dalam konteks ground check. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui seberapa luas urban sprawl yang terjadi di Kecamatan Lembang, perkembangan urban sprawl terjadi pada: (1) daerah imbuhan (recharge area), (2) daerah kurang potensial, dan (3) daerah lepasan (discharge area), dengan teknik tumpang susun (overlay) sehingga menghasilkan peta zonasi resapan air dan peta kawasan resapan air yang mengalami urban sprawl di Kecamatan Lembang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sudah terjadi urban sprawl di 8 desa yang mengacu pada kriteria dan indikator perkotaan. Desa yang mengalami urban sprawl adalah Desa Gudangkahuripan, Desa Cibodas, Desa Cibogo, Desa Jayagiri, Desa Pagerwangi, Desa Langensari, Desa Lembang dan Desa Kayuambon, dengan Jenis urban sprawl yang terjadi di Kecamatan Lembang adalah Perembetan Meloncat (Leap Frog Development). Urban sprawl di Kecamatan Lembang berdampak pada berkurangnya fungsi resapan air yaitu terjadi perubahan luasan kawasan resapan air di Kecamatan Lembang dengan luas perubahan terbesar terdapat di Desa Kayuambon dengan luasan awal sebesar 596,18 ha berubah menjadi 416,86 ha dengan selisih perubahan sebesar 240,16 ha atau 18,78 %, perubahan terbesar berikut terjadi pada Desa Lembang dengan luasan awal sebesar 196,56 ha berubah menjadi -9,68 ha dengan selisih perubahan 206,24 ha atau 16,13 serta Desa Cibodas dengan luasan awal sebesar 596,18 ha berubah menjadi 416,86 ha dengan selisih perubahan sebesar 179,32 ha atau 14,02. Berikut disusul dengan Desa Cibogo, Desa Jayagiri dan Desa Langensari. Sehingga diperlukan adanya suatu arahan revitalisasi daerah resapan air agar fungsi resapan tetap terjaga. Kata Kunci: Arahan, Revitalisasi, Urban Sprawl, Resapan AirItem KAJIAN SOSIO-EKOLOGI PERUNTUKAN DAERAH PRIORITAS LINDUNG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH (STUDI KASUS KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT)(2016-10-18) ADELLA ANFIDINA PUTRI; Parikesit; Tidak ada Data DosenABSTRAK Kawasan lindung memegang peranan penting dalam kelestarian dan keberlanjutan linkungan. Namun, kawasan ini terus mengalami penurunan kuantitas dan kualitas dari waktu ke waktu. Dilaporkan di Indonesia selama tahun 2009-2013, 0,48 juta hektar hutan lindung dan 0,23 juta hektar hutan konservasi mengalami deforestasi. Menghadapi hal ini, pemerintah daerah Jawa Barat merumuskan sebuah kebijakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kawasan lindung di daerahnya guna mengganti kehilangan kawasan lindung yang ada dan mencegah kerusakan lingkungan lebih jauh. Penelitian ini menyajikan peta dasar daerah prioritas lindung yang mampu melindungi kelestarian lingkungan serta mendukung penghidupan masyarakat lokal di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kabupaten Garut terpilih karena ditetapkan sebagai salah satu kabupaten dengan luasan kawasan lindung tertinggi di Jawa Barat, di dukung oleh kondisi topografi Garut yang sangat khusus dengan banyaknya kawasan berbukit dan tekstur tanah yang rapuh. Selain itu Garut merupakan kawasan pertanian penting di Jawa Barat dan Indonesia. Identifikasi daerah prioritas lindung dilakukan melalui analisis spasial dengan perangkat Marxan yang merupakan perangkat pembantu pengambilan keputusan dalam upaya konservasi kawasan. Kajian sosial dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan tingkat kebersediaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya perlindungan kawasan, pengambilan data sosial dilakukan melalui kuisioner dan interview. Tiga skenario Marxan dengan tujuan dan target konservasi yang berbeda dilakukan dalam penelitian ini. 229.750,91 Ha (74,9%) area terpilih sebagai daerah prioritas lindung berdasarkan skenario pertama yang mengacu pada peraturan pemerintah Kabupaten Garut, sementara 246.003,43 Ha (80,2%) area terpilih sebagai daerah prioritas lindung pada skenario kedua yang mengarah pada dukungan keberlangsungan hidup masyarakat. Pada skenario ketiga yang dilandaskan pada kekhususan Kabupaten Garut yang berbasis Agrikultur, terpilih 244.147,84 (79%) area sebagai daerah prioritas lindung. Berdasarkan kajian sosial, 64,44% masyarakat bersedia mengalokasikan lahannya Sebagian daerah terpilih bertumpang-tindih dengan penggunaan lahan budidaya aktual sehingga tidak mungkin ditindak langsung menjadi kawasan lindung secara tegas. Daerah-daerah terpilih ini haruslah tetap memiliki fungsi asalnya baik sebagai kawasan budidaya ataupun peruntukan lain, yang membedakan adalah bagaimana pengelolaan daerah terpilih ini agar mampu memberikan perlindungan bagi lingkungan.Item Evaluasi Sustainability Budidaya Tiram Mutiara Akoya Pinctada fucata (martensii) di Teluk Ago, Prefektur Mie, Jepang(2016-10-18) GUNAWAN MUHAMMAD; Sunardi; Tidak ada Data DosenSemenjak terjadinya kematian massal tiram mutiara pada tahun 1994, kualitas mutiara yang dihasilkan oleh pembudidaya tiram mutiara di Teluk Ago semakin menurun dikarenakan sebagian besar dari pembudidaya memilih untuk membudidayakan tiram mutiara Hybrid yang lebih tahan terhadap kematian massal musim panas, namun menghasilkan mutiara yang berkualitas lebih rendah. Jumlah pembudidaya tiram mutiara yang semakin menurun menimbulkan pertanyaan apakah budidaya tiram mutiara Akoya di Teluk Ago akan tetap sustainable. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sustainability budidaya tiram mutiara Akoya di Teluk Ago, Prefektur Mie, Jepang dari dimensi technico-economic, sosial, institusional, dan lingkungan biofisik perairan. Pengaruh kondisi lingkungan biofisik perairan terhadap kualitas mutiara juga dianalisis untuk mengetahui seberapa besar perannya terhadap budidaya tiram mutiara. Hasil analisis kondisi lingkungan biofisik perairan yang terdiri atas jumlah klorofil-a, temperatur air, oksigen terlarut dan salinitas memperlihatkan bahwa Teluk Ago masih tergolong sangat ideal untuk budidaya tiram mutiara. Klorofil-a, temperatur air, dan salinitas memiliki korelasi yang tinggi dengan pertumbuhan nacre mutiara namun semua faktor biofisik perairan tidak memiliki korelasi dengan ketebalan tablet nacre mutiara. Berdasarkan hasil analisis prinsip-prinsip sustainable aquaculture pada dimensi technico-economic, sosial dan institusional, sustainability budidaya tiram mutiara di Teluk Ago dikategorikan rendah pada beberapa indikator. Hanya tiga dari sembilan indikator yang dikategorikan ke dalam sustainability tinggi.Item PERENCANAAN KONSEP ROOF GARDEN PADA BANGUNAN HOTEL SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BANDUNG(2016-10-18) WITHA NURUL ANDRIATY; Teguh Husodo; ParikesitRuang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung telah berkurang dan jauh dari proporsi ideal 30% dari luas wilayah. Roof garden merupakan solusi dari adanya keterbatasan lahan yang dapat digunakan untuk penghijauan di perkotaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana roof garden dapat dikembangkan pada bangunan hotel serta faktor yang mempengaruhi dalam pengembangan roof garden, dan mengetahui seberapa besar roof garden memberikan kontribusi terhadap penambahan luasan RTH. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed methods dengan model sequential. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh hotel berbintang di Kota Bandung. Teknik analisis data yang digunakan yaitu skala likert, statistik deskriptif, korelasi dan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukan dari 34 jumlah hotel yang dijadikan sampel, terdapat 10 hotel yang telah mengembangkan roof garden. Roof garden dapat dikembangkan pada bangunan hotel apabila terdapat kesadaran dan keinginan para pemiliki/pengelola hotel dalam membangun roof garden. Dari kelima faktor yaitu pengetahuan, struktur bangunan, biaya, pemeliharaan serta kebijakan, yang mempengaruhi keinginan dalam membangun roof garden, faktor struktur bangunan memiliki pengaruh yang lebih besar dari faktor lain yaitu sebesar 45,9%. Akan tetapi, roof garden belum maksimal dalam mengembangkan RTH di Kota Bandung.Item PENGELOLAAN WISATA BERKELANJUTAN BERDASAKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG WISATA DAN PERSEPSI WISATAWAN DI KAWASAN REKREASI PANTAI PANGANDARAN(2016-10-18) YUDA GOJALI AHMAD NURHIDAYAT; Parikesit; Teguh HusodoKualitas lingkungan yang terjaga sangat penting bagi industri pariwisata agar berkelanjutan. Kawasan wisata paling menarik secara global bagi wisatawan adalah kawasan wisata pesisir. Oleh karena itu kunjungan wisatawan menuju kawasan pesisir sangat tinggi. Salah satu kawasan pesisir dengan kunjungan tinggi di Jawa Barat adalah Kawasan Rekreasi Pantai Pangandaran (KRPP). Arus kunjungan yang sangat tinggi ini akan memunculkan dampak negatif, terlebih lagi jika sudah melebihi daya dukung wisata kawasan tersebut yang pada akhirnya menjadi wisata yang tidak berkelanjutan. Padahal pengelolaan yang berkelanjutan sangat dibutuhkan, dan mempertimbangkan daya dukung lingkungan dalam pengelolaan merupakan salah satu jalan untuk menciptakan wisata berkelanjutan. Berdasarkan kajian daya dukung wisata pada beberapa area di KRPP yang menjadi pusat kegiatan wisata dengan rumusan perhitungan Cifuentes (1992) didapat hasil bahwa pantai barat memiliki daya dukung wisata sebesar 2.227 orang/hari, pantai timur sebesar 1585 orang/hari, pantai pasir putih sebesar 620 orang/ hari, goa parat sebesar 835 orang/hari dan cirengganis sebesar 50 orang/ hari. Jumlah total daya dukung wisata KRPP adalah sebesar 5.317 orang/hari. Rata-rata jumlah pengunjung yang memasuki kawasan KRPP adalah sebanyak 6500 orang/hai dan pada saat musim libur rata-rata jumlah pengunjung/hari sebanyak 11.900 orang/hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya dukung wisata di KRPP sudah terlampaui. Hal ini dapat menyebabkan dampak negatif dari wisata tidak terhindarkan, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kualitas kepuasan wisatawan. Berdasarkan hasil observasi dampak negatif terhadap lingkungan telah tampak. Namun pada kualitas pengalaman pengunjung tidak terpengaruh karena wisatawan merasa puas berwisata di KRPP meskipun dihadapkan dengan keramaian. Rekomendasi pengelolaan adalah membedakan perlakuan untuk kawasan lindung dan kawasan wisata masal yang ter dapat di KRPP. Pembatasan yang sangat ketat harus diterapkan pada kawasan lindung seperti pantai pasir putih dan cirengganis. Kata kunci: pengelolaan berkelanjutan, daya dukung wisata, persepsi wisatawan, Kawasan Rekreasi Pantai PangandaranItem KAJIAN WILLINGNESS TO PAY PRODUKSI BIOGAS FESES SAPI PERAH DALAM UPAYA MENURUNKAN PENCEMARAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Produksi Biogas di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung)(2016-10-18) WIDYA DANAPARAMITA AYUNINGTYAS; Tb. Benito Achmad Kurnani; Martha Fani CahyanditoPenelitian ini di laksanakan di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari yang terletak di kaki Gunung Wayang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi persepsi peternak tentang produksi biogas feses sapi perah terhadap willingness to pay peternak, besaran nilai willingness to pay peternak untuk produksi biogas, dan asumsi besaran potensi penurunan beban pencemaran BOD dan COD dari feses sapi perah ke DAS Citarum Hulu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Jumlah responden sebanyak 79 responden yaitu peternak yang memiliki instalasi biogas dan masih aktif memproduksi biogas (n1), peternak yang memiliki instalasi biogas dan sudah tidak aktif memproduksi biogas (n2), serta peternak yang tidak memiliki biogas dan tidak menggunakan biogas (n3). Analisis WTP menggunakan metode Contingent Valuation Method. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi persepsi peternak tentang produksi biogas feses sapi perah terhadap willingness to pay peternak di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari yaitu kebutuhan dan keinginan, dengan total nilai willingness to pay peternak mencapai Rp. 34.520.000,00/bulan dengan rata-rata nilai willingness to pay untuk strata n1 sebesar Rp. 145.800,00 , strata n2 sebesar Rp. 78.700,00 dan strata n3 sebesar Rp. 53.200,00. Dengan adanya willingness to pay oleh peternak diasumsikan akan berpotensi menurunkan BOD dan COD masing-masing sebesar 0,729-1,934 ton/bulan dan 4,021-10,671 ton/bulan.Item RESPONS MASYARAKAT DALAM REVEGETASI DI KAWASAN KARS CITATAH KABUPATEN BANDUNG BARAT (Studi Kasus: Desa Gunung Masigit)(2016-10-18) HANA HUMAERIYAH; Teguh Husodo; Benny JoyKegiatan penambangan yang dilakukan di kawasan kars Citatah Desa Gunung Masigit, berupa penambangan aktif maupun pascatambang, mengakibatkan menurunnya kualitas kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah. Menanggulangi permasalahan di kawasan area pascatambang, pemerintah Provinsi Jawa Barat berupaya mengembalikan kondisi kawasan melalui Ekonomi Kreatif berupa agrowisata tanpa menghilangkan kepentingan masyarakat dan perekonomiannya. Pemilihan jenis tanaman didasari dari kondisi lingkungan, kondisi sosial diantara masyarakat, serta penilaian ekonomi.Pemilihan jenis tanaman revegetasi, dianalisis menggunakan metode Analytical Hierarcy Process (AHP) sedangkan untuk mengetahui respon masyarakat terhadap revegetasi dan penilaian kesuburan tanah, dianalisis secara deskriptif. Hasil yang diperoleh dari tingkat respons masyarakat, respons positif dari hasil analisis AHP mengenai program revegetasi agrowisata memiliki bobot relatif sebesar 0,834 setuju terhadap program revegetasi dengan masing-masing respons positif yang diberikan yaitu respons positif paling besar berupa respons konatif sebesar 0,395, dilanjutkan pada respons kognitif 0,277, respons afektif 0,199 sedangkan bobot relatif respons paling rendah ditunjukkan pada respons negatif sebesar 0,13. Pada jenis pemilihan tanaman revegetasi, diperoleh tanaman revegetasi yang baik dikembangkan berdasarkan tingkat bobot relatif paling tinggi hingga terendah diantaranya; 1). Jagung (0.338) tanaman yang paling tinggi menjadi komoditas tanaman revegetasi baik pada kondisi social, ekonomi dan lingkungan, 2). Jambu (0,216), 3). Albasiah (0.109), 4). Singkong (0,084). 5). Kedelai (0,043) 6) Mentimun, ubi, Pisang masing-masing memiliki bobot relatif (0,042). Albasiah maupun kacang-kacangan, dapat dijadikan tanaman pionir untuk memperbaiki kesuburan lahan sebelum dikembangkan pada tanaman buah-buahan maupun sayur mayur.Item Water Footprint Proses Produksi Pupuk Urea (Studi kasus: PT Pupuk Kujang Cikampek)(2016-10-18) RICKY AGUSTIYAN; Chay Asdak; SunardiKebutuhan pupuk yang terus meningkat tiap tahunnya menyebabkan industri pupuk berperan strategis dalam program pemerintah terkait dengan ketahanan pangan nasional. Peningkatan jumlah produksi pupuk urea tiap tahunnya akan berimplikasi pada peningkatan konsumsi sumber daya alam (air) sebagai salah satu bahan baku utama dalam proses produksi pupuk urea dan memberikan tekanan terhadap sumber daya air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung besarnya nilai water footprint proses produksi pupuk urea dan mengetahui keberlanjutan proses produksi pupuk urea dalam konteks water footprint. Penelitian ini dilakukan di PT Pupuk Kujang Cikampek dengan menggunakan metode penelitian quantitative less dominant qualitative. Data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur dengan informan kunci dan observasi pada proses produksi pupuk urea. Berdasarkan hasil penelitian, besarnya nilai water footprint proses produksi pupuk urea di PT Pupuk Kujang adalah sebesar 4,65 m3/ton denga rincian 4,65 m3/ton blue water footprint dan 0 grey water footprint. Untuk kajian keberlanjutan, PT Pupuk Kujang Cikampek menggunakan air dari Waduk Jatiluhur, dimana berdasarkan hasil perhitungan dan wawancara status Waduk Jatiluhur sebagai sumber air rentan tidak berkelanjutan dikarenakan besarnya pemakaian air (outflow) dibandingkan dengan ketersediaan air (inflow) di Waduk Jatiluhur. Oleh karena itu, water footprint proses produksi pupuk urea di PT Pupuk Kujang rentan tidak berkelanjutan karena kegiatan produksi dilakukan di area dengan kondisi sumber daya air yang rentan berkelanjutan.Item Aliran Materi dan Footprint Konsumsi Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L.) Kota Bandung(2016-10-18) INNE YULIANI HUSEN; Parikesit; Oekan Soekotjo AbdoellahAliran materi adalah alur perpindahan materi dari satu objek ke objek yang lain. Setiap siklus atau materi ada mekanisme yang dihasilkan (produk) dengan sistem berupa berat. Sedangkan footprint konsumsi adalah untuk mengukur banyaknya area yang dibutuhkan untuk ketersediaan sumberdaya lahan yang dikonsumsi dan jasa ekologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daerah sentra produksi cabai dan aliran materi serta untuk mengukur besarnya footprint cabai merah besar di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode mixed methods, yaitu kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara bersamaan. Penelitian ini terdiri dari dua variabel terikat, yaitu aliran materi dan footprint konsumsi. Analisis dilakukan melalui dua tahapan, tahap pertama dengan analisis deskriptif dan tahap kedua dengan analisis perhitungan dari Wackernagel and Rees. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 54% dari total cabai merah yang masuk adalah dari Jawa Tengah dan Jawa Timur dan banyaknya cabai merah besar yang disuplai adalah 31,1 ton/hari. Aliran materi cabai merah melibatkan banyak pihak, hal ini menjadikan cabai mengalami penyusutan sampai 2%. Footprint konsumsi Kota Bandung adalah 2.983,52 gha artinya rata-rata setiap rumah tangga Bandung membutuhkan lahan untuk konsumsi cabainya dalam satu tahun seluas 0,0045 gha atau 45 m². Pola konsumsi menjadi indikator tersedianya dan terpenuhinya bahan komoditas tertentu, dan keberlanjutan ditentukan oleh penggunaan sumberdaya yang saat ini kita konsumsi.