Sekolah Pasca Sarjana
Permanent URI for this community
Browse
Browsing Sekolah Pasca Sarjana by Title
Now showing 1 - 20 of 176
Results Per Page
Sort Options
Item Adaptasi Dan Resiliensi Nelayan Pantai Terhadap Perubahan Lingkungan Pesisir (Studi Kasus: Desa Sungai Samak Kecamatan Badau Kabupaten Belitung)(2018-01-08) SATYA WARDHANA; Budhi Gunawan; IskandarADAPTASI DAN RESILIENSI NELAYAN PANTAI TERHADAP PERUBAHAN LINGKUNGAN PESISIR (Studi Kasus: Desa Sungai Samak, Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung) ABSTRAK Terjadinya perubahan lingkungan di pesisir akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan nelayan pantai sebagai satu kesatuan Sistem Ekologi Sosial (SES). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi nelayan pantai di Desa Sungai Samak terhadap perubahan lingkungan pesisir; dampak perubahan lingkungan pesisir terhadap kehidupan sosial ekonomi nelayan pantai; adaptasi yang dilakukan nelayan pantai dalam menghadapi perubahan lingkungan pesisir dan bagaimana resiliensi nelayan pantai melalui adaptasi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode campuran sekuensial eksploratoris untuk mengkaji beberapa indikator yaitu kondisi sistem ekologi sosial, adaptasi nelayan pantai, access mechanism, flexibility, capacity to organize dan capacity to learn. Pada tahap kualitatif, data diperoleh dengan melakukan pengamatan, wawancara dan penelusuran dokumen/internet untuk kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis model interaktif. Hasil analisis tahap kualitatif kemudian digunakan sebagai acuan untuk melakukan survei menggunakan kuesioner yang kemudian dianalisis menggunakan teknik statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi para nelayan pantai di Desa Sungai Samak, perubahan sumber daya perikanan (penurunan hasil tangkapan) merupakan perubahan lingkungan pesisir yang paling disadari mereka sebagai akibat terjadinya over eksploitasi sumber daya perikanan. Terjadinya perubahan lingkungan pesisir memberikan dampak terhadap sosial (pola pemanfaatan sumber daya perikanan dari subsisten menjadi tujuan ekonomis) dan ekonomi (penghasilan) nelayan pantai di Desa Sungai Samak. Adaptasi yang dilakukan oleh nelayan pantai di Desa Sungai Samak terbagi kedalam 3 (tiga) aspek yaitu aspek teknik penangkapan ikan (penggunaan teknologi (motorisasi perahu) dan berpindah/memperjauh lokasi penangkapan ikan), aspek sosial (pembentukan jaringan sosial, mobilisasi peran anggota keluarga dan perubahan status nelayan), dan aspek ekonomi (patron-klien, diversifikasi pekerjaan, diversifikasi alat tangkap, ekstensifikasi alat tangkap dan pengelolaan modal melaut). Melalui adaptasi yang dilakukan, nelayan pantai di Desa Sungai Samak pada dasarnya masih dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari (subsisten) akan tetapi cenderung lemah dan tidak bisa berkembang/meningkat diakibatkan oleh penurunan kondisi sumber daya perikanan dan tingkat pemanfaatan/penggunaan terhadap akses modal yang cenderung tidak maksimal. Kata kunci: Adaptasi, Nelayan Pantai, Perubahan Lingkungan Pesisir, ResiliensiItem Aliran Materi dan Footprint Konsumsi Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L.) Kota Bandung(2016-10-18) INNE YULIANI HUSEN; Parikesit; Oekan Soekotjo AbdoellahAliran materi adalah alur perpindahan materi dari satu objek ke objek yang lain. Setiap siklus atau materi ada mekanisme yang dihasilkan (produk) dengan sistem berupa berat. Sedangkan footprint konsumsi adalah untuk mengukur banyaknya area yang dibutuhkan untuk ketersediaan sumberdaya lahan yang dikonsumsi dan jasa ekologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daerah sentra produksi cabai dan aliran materi serta untuk mengukur besarnya footprint cabai merah besar di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode mixed methods, yaitu kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara bersamaan. Penelitian ini terdiri dari dua variabel terikat, yaitu aliran materi dan footprint konsumsi. Analisis dilakukan melalui dua tahapan, tahap pertama dengan analisis deskriptif dan tahap kedua dengan analisis perhitungan dari Wackernagel and Rees. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 54% dari total cabai merah yang masuk adalah dari Jawa Tengah dan Jawa Timur dan banyaknya cabai merah besar yang disuplai adalah 31,1 ton/hari. Aliran materi cabai merah melibatkan banyak pihak, hal ini menjadikan cabai mengalami penyusutan sampai 2%. Footprint konsumsi Kota Bandung adalah 2.983,52 gha artinya rata-rata setiap rumah tangga Bandung membutuhkan lahan untuk konsumsi cabainya dalam satu tahun seluas 0,0045 gha atau 45 m². Pola konsumsi menjadi indikator tersedianya dan terpenuhinya bahan komoditas tertentu, dan keberlanjutan ditentukan oleh penggunaan sumberdaya yang saat ini kita konsumsi.Item Analisis Daya Dukung Lingkungan pada Area Wisata Alam di Zona Pemanfaatan Air Hitam Dalam Taman Nasional Berbak(2019-03-08) WIDIANTO; Teguh Husodo; ParikesitKegiatan wisata alam di zona pemanfaatan Air Hitam Dalam merupakan salah satu bentuk pemanfaatan terhadap potensi sumberdaya alam Taman Nasional Berbak. Posisi Taman Nasional Berbak yang strategis sebagai kawasan pengembangan pariwisata dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan kegiatan pariwisata alam yang akan berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisata ke taman nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya dukung lingkungan dan strategi pengelolaan untuk pengembangan pariwisata alam di zona pemanfaatan Air Hitam Dalam Taman Nasional Berbak. Metode yang digunakan untuk mengetahui daya dukung wisata alam yaitu metode Cifuentes yang termodifikasi dengan menghitung daya dukung fisik, daya dukung riil dan daya dukung efektif, sedangkan perumusan strategi pengelolaan pariwisata dilakukan melalui analisis deskriptif kualitatif. Perhitungan daya dukung dilakukan terhadap 2 objek wisata pada area wisata alam di zona pemanfaatan Air Hitam Dalam. Dengan memperhatikan diversitas pohon, diversitas burung, visual lanskap dan curah hujan sebagai faktor koreksi terhadap daya dukung fisik serta jumlah petugas yang ada sebagai kapasitas manajemen terhadap daya dukung riil, hasil penelitian menunjukan bahwa daya dukung efektif pada objek wisata penyusuran sungai adalah 143 orang/hari dan pada objek wisata boardwalking adalah 10 orang/hari. Nilai yang dihasilkan dari perhitungan daya dukung tersebut merupakan jumlah optimum pengunjung yang diperkenankan berdasarkan karakteristik masing-masing objek wisata. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa daya dukung lingkungan pada objek wisata Air Hitam Dalam masih sangat tinggi dibandingkan dengan rata-rata jumlah pengunjung sehingga masih sangat memungkinkan untuk dilakukan pengembangan wisata di lokasi tersebut dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan pariwisata berkalanjutan melalui paket wisata perorangan terhadap wisatawan minat khusus maupun paket wisata pendidikan lingkungan untuk pengunjung berkelompok.Item ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN WADUK JATIGEDE UNTUK KEGIATAN PERIKANAN BUDIDAYA DALAM KERAMBA JARING APUNG (KJA)(2023-03-25) KRISTINA MARSELA; Denny Kurniadie; Dadan SumiarsaKegiatan budidaya ikan dengan KJA merupakan usaha peningkatan produksi perikanan dengan memanfaatkan sumber daya waduk. Namun KJA dilarang di perairan Waduk Jatigede menurut Peda Kab. Sumedang No. 4 Tahun 2018. Walaupun dilarang, KJA masih ditemukan di perairan Waduk Jatigede. Berdasarkan perbedaan pandangan tersebut, maka perlu dilakukan kajian untuk mengetahui apakah masih memungkinkan jika dikembangkan KJA di Waduk Jatigede. Tujuan utama penelitian adalah untuk menganalisis daya dukung perairan, status trofik serta strategi pengendalian pencemaran di Waduk Jatigede. Penentuan daya dukung budidaya ikan di Waduk Jatigede dilakukan menggunakan metode Beveridge dengan menghitung sisa fosfor yang masih tersedia dalam Waduk Jatigede. Status trofik di Waduk dievalusi menggunakan trophic state index (TSI) berdasarkan biomassa algae berdasarkan tiga parameter yaitu transparansi, total fosfor dan klorofil-a. Penentulan strategi pengendalian pencemaran dengan analisis SWOT. Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive sampling. Terdapat 6 stasiun penelitian yang dibagi berdasarkan zonasi waduk yaitu riverine, transisi serta lacustrine. Nilai Trophic State Index (TSI) hasil perhitungan yaitu 66-71, menunjukkan perairan dengan status kesuburan eutrofik hingga hipertrofik. Penentuan strategi pengendalian pencemaran dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Strategi alternatif yang direkomendasikan untuk mengendalikan pencemaran di Waduk Jatigede, yaitu (a)Strategi S-O: Meningkatkan koordinasi antar pihak yang berkepentingan dalam pemantauan dan pengendalian pencemaran dan membuat papan informasi di sekitar waduk tujuan utama pembangunanya (b) Strategi S-T: Penanganan sampah serta reduksi beban pencemaran yang masuk ke Waduk Jatigede dan Pengendalian pencemaran dengan partisipasi masyarakat (c) Strategi W-O: Pihak yang berkepentingan bekerjasama dalam melakukan pengendalian pencemar dan pemantauan lingkungan, penetapan kebijakan pengelolaan dan pengendalian pencemaran di lingkungan waduk, serta penetapan daya tampung, daya dukung serta baku mutu air oleh pengelola bendungan (d) Strategi W-T: Penegakan hukum dan pemberian sanksi kepada yang melanggar, memberikan atau membangun fasilitas penanganan sampah seperti tempat sampah dan IPAL di lingkungan Waduk Jatigede, dan memberikan penyuluhan dan pelatihan untuk mengelola limbah dan sampah.Item ANALISIS EKOLOGI DAN STRATEGI PENGELOLAAN PENCEMARAN AIR PADA PERAIRAN WADUK SAGULING(2016-10-19) ADE SRI SUSANTI; Sunardi; ParikesitAnalisis ekologi pada perairan Waduk Saguling merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi peraian waduk saat ini, mengingat fungsi waduk tersebut sebagai pembangkit energi listrik, irigasi, budidaya ikan jaring terapung, dan pengembangan pariwisata, bahkan untuk kebutuhan domestik seperti MCK. Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu: 1) mengetahui komponen apa yang paling berkontribusi dalam menentukan kondisi kualitas air waduk dilakukan dengan menganalisis kualitas air faktor kimia-fisik air menggunakan analisis multivariate PCA (Principle Component Analysis); 2) menganalis faktor lingkungan apa yang paling berpengaruh distribusi spesies fitoplankton dan zooplankton menggunakan analisis multivariate CCA (Canonical Correspondence Analysis); 3) merumuskan strategi pengelolaan pencemaran air yang dilakukan dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Tujuan penelitian pertama dan kedua merupakan analisis ekologi dilakukan untuk membangun hipotesis terkait dengan sumber pencemaran air di Waduk Saguling, sehingga dapat dirumuskan strategi pengelolaan pencemaran airnya dalam tujuan penelitian ketiga. Hasil penelitian menunjukan 6 (enam) komponen utama yang paling berkontribusi terhadap kualitas air Waduk Saguling adalah buangan limbah industri, erosi tanah dan air larian, polutan antropogenik, faktor klimatik, buangan limbah perkotaan, dan buangan limbah domestik. Akan tetapi, setelah dibandingkan dengan nilai baku mutu dan storet hanya empat komponen saja yang menjadi sumber pencemar yaitu: buangan limbah industri, buangan limbah domestik; buangan limbah perkotaan serta erosi tanah & air larian. Persebaran spesies fitoplankton dan zooplankton baik pada tahun 2010 dan 2015 masing-masing memiliki distribusi spesies yang tidak merata ditandai dengan nilai eigen value yang < 0,5. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap persebaran spesies fitoplankton pada tahun 2010 adalah Ni, Cd dan Pb, sedangkan pada tahun 2015 adalah NO2 dan transparansi. Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap persebaran spesies zooplankton pada tahun 2010 adalah transparansi, DHL dan residu terlarut sedangkan pada tahun 2015 adalah HCO3, CO2 dan DO. Strategi pengelolaan dan pengendalian pencemaran air Waduk Saguling dapat dilakukan dengan melakuan tujuh alternatif prioritas yaitu: 1) BINWASDAL (Pembinaan, Pengawasan & Pengendalian) dan penegakan hukum; 2) Pengaturan, penguatan dan penegakan sistem perizinan kegiatan; 3) Rehabilitasi hutan dan penghijauan Green Belt; 4) Pembuatan sistem sanitasi masyarakat; 5) Penguatan kelembagaan pada sektor-sektor terkait; 6) Pembangunan IPAL komunal dan; 7) Pemberian insentif dan disinsentif.Item ANALISIS ENERGI SISTEM HUMA PADA LANGSKAP EKOSISTEM (Studi khasus di Desa Sukaresmi dan Bojongsalam Kecamatan Rongga Kab. Bandung Barat)(2018-04-12) RUSTAM SAHADAN; Erri Noviar Megantara; Erri Noviar MegantaraANALISIS ENERGI SISTEM HUMA PADA LANSKAP EKOSISTEM ABSTRAK Analisis energi sistem huma pada lanskap ekosistem merupakan suatu analisa komsumsi energi pada sistem pertanian huma di Desa Sukaresmi dan Desa Bojongsalam mulai dari tahapan persiapan lahan sampai pascapanen. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji sumber daya apa saja yang terlibat pada proses sistem produksi huma serta seberapa besar input-output energi dan efesiensi energi dalam sistem tersebut. Metode penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan pengabungan dominant kuantitatif less dominant kualitatif. Penelitian kualitatif untuk mengetahui sumber daya apa saja yang di gunakan pada proses pengelolaan sistem pertanian huma, sedangkan penelitian kuantitatif untuk menganalisis komsumsi energi pada setiap proses pertanian huma dan menghitung efesiensi energi. Hasil penelitian menunjukan bahwa rasio input-output energi pada sistem pertanian huma dari 30 responden terdapat 17 (57%) responden nilai rasionya lebih kecil dari satu atau sama dengan nol, 7 (23%) responden lebih besar dari satu, 6 (20%) responden sama dengan satu, ini artinya bahwa pengunaan energi pada pertanian huma belum efesien. Sehingga produktifitas energi dan energi bersih yang dihasilkan dari hasil pertanian huma lebih kecil dari input energi yang digunakan. Rendahnya efesiensi energi karena rendahnya output energi yang dihasilkan dan tingginya tingkat pemakaian energi kimia setiap lahan. Untuk meningkatkan produksi pertanian seharusnya pemakaian sarana produksi yang berasal dari bahan kimia (pupuk anorganik, pestisida) lebih efsien. Kata Kunci : Analisis energi, sistem pertanian huma, input-output, efesiensi energi.Item ANALISIS JEJAK KARBON DAN STRATEGI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DI KABUPATEN LIMAPULUH KOTA(2017-01-11) ZUMRODI; Tb. Benito Achmad Kurnani; ParikesitPerkembangan peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Lima Puluh Kota telah berpengaruh terhadap meningkatnya tekanan terhadap lingkungan ditandai dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca dan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jejak karbon dan alternatif strategi penurunan emisi gas rumah kaca peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Limapuluh Kota. Metode analisis jejak karbon dilakukan melalui perhitungan data aktivitas emisi gas rumah kaca peternakan ayam ras petelur dengan memperhatikan faktor emisi dari masing masing aktivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jejak karbon peternakan ayam ras petelur adalah sebesar 3,16 kg CO2-e/kg telur, setara dengan emisi per ekor ayam ras sebesar 24,34 kg CO2-e/tahun. Sebanyak 11,23% jejak karbon merupakan emisi dalam bentuk gas karbon dioksida; 1,28% metana; dan 87,49% nitrogen oksida. Emisi terbesar peternakan ayam ras petelur berasal dari proses penguraian kotoran ternak. Strategi penurunan emisi gas rumah kaca peternakan ayam ras petelur dilakukan melalui langkah peningkatan efisiensi sistem produksi dan penerapan teknologi yang lebih baik pada pengelolaan kotoran ternak sebagai aktivitas dengan emisi terbesar.Item Analisis Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara(2013-01-23) MARKUS SEMBIRING; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSustainability Analysis of Small Scale Capture Fisheries in Langkat District North Sumatera Province ABSTRACT Marine capture fisheries management had been based on the maximum sustainable yield can’t be accurately answered unsustainable problem comprehensively. FAO suggests factors need to be analyzed ecological, economic, social, technological and legal-institutional. This study intends to determine the status of small scale fisheries in the perspective of sustainability according to the five dimensions. The study also intend to provide strategies and policy recommendations in support of sustainability small scale fisheries in Langkat district. The method used in this research is survey method with Rapfish technique that supported by SWOT analysis to formulate strategies and policy recommendations. In this study several attributes have been modified by the author. This modification is based on small-scale fishing conditions at the sites. This study uses primary data and secondary data. Primary data obtained to structured interviews and direct observation. Structured interviews have done 95 small scale fishermen, nine community leaders, three agencies, HNSI and Local NGOs. Secondary data obtained with the literature study. Rapfish analysis results on five dimensions shows that the status of sustainable small scale fisheries in Langkat district is enough with sustainability index of fishing average 55,79. The dimensions of technology and ecological sustainability is the worst status. View from sixteen of fishing gear used, just potable traps and cast nets in the less sustainable status. SWOT analysis results twelve policy recommendations to improve the sustainability of small scale fisheries in Langkat district. The most important policy recommendation is increase the participation of local institutions in society with the preservation of fisheries and marine resources. This thesis confirms the importance of attention to ecological integrity, economic, social, technological and legal-institutional structures for fisheries management. Analisis Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ABSTRAK Pengelolaan perikanan tangkap yang selama ini didasarkan pada hasil maksimum lestari tidak dapat menjawab secara akurat permasalahan ketidakberlanjutan secara komprehensif. FAO mengisyaratkan perlu dianalisis faktor ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum-kelembagaan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status perikanan tangkap skala kecil dalam perspektif keberlanjutan menurut kelima dimensi tersebut. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi strategi dan kebijakan dalam mendukung keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Langkat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik Rapfish yang didukung oleh analisis SWOT untuk merumuskan strategi dan prioritas kebijakan. Dalam penelitian ini beberpa atribut telah dimodifikasi. Hal ini dilakukan berdasarkan kondisi perikanan tangkap skala kecil di lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung. Wawancara terstruktur dilakukan terhadap 95 nelayan skala kecil, 9 tokoh masyarakat, 3 instansi terkait, HNSI dan LSM Lokal. Data sekunder diperoleh dengan studi literatur. Hasil analisis Rapfish pada lima dimensi tersebut menunjukkan status perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Langkat cukup berkelanjutan dengan nilai indek keberlanjutan perikanan (IKP) rata-rata 55,79. Dimensi teknologi dan ekologi merupakan yang terburuk status keberlanjutannya. Dilihat dari enambelas jenis alat tangkap yang digunakan, bubu dan jala saja yang berada dalam status kurang berkelanjutan (IKP rata-rata dalam selang 26-50). Hasil analisis SWOT didapatkan duabelas rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Langkat. Rekomendasi kebijakan terpenting adalah meningkatkan partisipasi mayarakat dengan kelembagaan lokal dalam pelestarian sumber daya perikanan dan kelautan. Tesis ini menegaskan pentingnya memperhatikan keterpaduan aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum-kelembagaan dalam pengelolaan perikanan.Item ANALISIS KONSEP INTEGRASI KETAHANAN PANGAN DAN KEDAULATAN PANGAN DI INDONESIA: STUDI KASUS PROGRAM PENGEMBANGAN BERAS UNGGUL DI JAWA TENGAH(2017-04-04) CISMA TAMI VOLETTA; Oekan Soekotjo Abdoellah; Tidak ada Data DosenPenelitian ini menyuguhkan pemahaman lebih lanjut mengenai perdebatan dalam sistem pangan, terutama mengenai perdebatan antara konsep ketahanan pangan dan kedaulatan pangan sebagai solusi atas permasalahan pangan. Hal yang memotivasi penelitian ini adalah kurangnya klarifikasi mengenai hubungan antara kedua konsep utama dalam permasalahan pangan. Seringkali diskusi salah satu konsep membuat konsep lainnya terlihat salah, gagal atau tidak masuk akal. Dari pada memisahkan kedua konsep lebih dalam, penelitian ini bertujuan untuk melihat jalan tengah dengan mempertanyakan apakah kedua konsep dapat diintegrasikan secara teoritis dan praktis. Untuk mendukung penelitian ini, tahapan pertama yang dilakukan adalah dengan membangun kerangka analitis yang kokoh mencakup teori food paradigm dan kaitannya dengan kedua konsep, kemudian menerapkannya pada penelitian studi kasus menggunakan metode triangulasi yaitu observasi, wawancara dan analisis dokumen di negara Indonesia yang baru mengakui konsep kedaulatan pangan untuk mencapai konsep ketahanan pangan secara umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, disamping penggunaan bahasa kedaulatan pangan dalam kebijakan pangan Indonesia, namun terdapat makna yang kosong didalamnya karena 1) secara keseluruhan kebijakan pangan masih menunjuk pada paradigma produksionis; 2) penggunaan bahasa tersebut tidak sesuai dengan ide utama kedaulatan pangan yang secara global diumumkan dalam deklarasi Nyeleni. Sebagai tambahan, sebagaimana terbukti dalam tataran praktik, konsep kedaulatan pangan tidak dapat diakomodir setara dengan konsep ketahanan pangan. Sebaliknya, yang muncul adalah praktik yang 1) membuat peran petani semakin pasif; 2) pertimbangan masalah lingkungan sangat minimum; dan 3) akhirnya, peningkatan produksi pangan adalah tujuan utamanya. Penelitian ini menyimpulkan dengan penyampaian ide tentang paradigma produksionis tidak kompatibel dengan konsep kedaulatan pangan. Sebaliknya, konsep kedaulatan pangan lebih kompatibel dengan paradigma integrasi ekologi yang mengarahkan praktik pertanian untuk mengikuti cara kerja alam dan menghindari dampak buruk bagu manusia secara bersamaan. Berkaitan dengan hal ini, peran negara untuk mendukung praktik kedaulatan pangan melalui, pertama, menunjukkan dukungan institusional dengan mengikutsertakan petana tidak hanya sebagai penerima pasif tapi juga aktif sebagai perencana program. Kedua, menempatkan pentingnya pertimbangan lingkungan dengan memberikan dorongan seperti pemberian insetif bagi mereka yang melaksanakan perlindungan lingkungan dalam kegiatan pertaniannya.Item ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK(2017-10-06) ANI MARIANAH; Teguh Husodo; Erri Noviar MegantaraTaman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu taman nasional yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan bagi wilayah sekitarnya. Namun pada tahun 2003, adanya perluasan kawasan TNGHS berimplikasi pada dinamika sosial, ekonomi, hukum maupun politik yang berpengaruh, terhadap nilai ekologi kawasan, hingga berdampak pada terjadinya perubahan penggunaan/ penutupan lahan di TNGHS. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perubahan penggunaan lahan periode tahun 1996, 2006 dan 2016; mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan; dan merumuskan strategi prioritas pengendalian alih fungsi lahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan interpretasi data penginderaan jauh, pengecekan lapangan, wawancara dan kuisioner terhadap responden serta studi kepustakaan. Berdasarkan hasil analisis spasial, dalam periode 1996 hingga 2016, TNGHS terus mengalami perubahan penggunaan lahan yaitu semakin berkurangnya luas lahan hutan sebesar 1,47%, semak sebesar 3,89% dan sawah sebesar 7,09% yang diikuti dengan peningkatan luas ladang sebesar 8,65%, dan kebun campuran sebesar 2,62%. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan di TNGHS, hasil wawancara terhadap 25 responden secara purposive sampling diperoleh sebanyak 75,42% menyatakan berasal dari aspek sosial (diantaranya pertambahan jumlah penduduk, perambahan lahan garapan, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi kawasan TNGHS dan koordinasi para pihak yang lemah), sebanyak 19,49% dari aspek ekonomi (yaitu perkembangan aksesibilitas) dan sebanyak 5,08% dari aspek kebijakan (yaitu tumpang tindih regulasi). Untuk mengendalikan perubahan penggunaan lahan yang ada tersebut diperlukan strategi prioritas dalam pengendalian alih fungsi lahan yang bisa ditentukan menggunakan metode Analysis Hierarchy Process (AHP), yaitu menghasilkan 5 prioritas utama berupa penegakan hukum yang konsisten, komunikasi/koordinasi dan sinkronisasi peraturan, penetapan aturan ijin bersyarat, pembentukan kader konservasi dan pelatihan/penyuluhan keterampilan diluar bidang pertanian.Item ANALISIS PERUBAHAN SISTEM PENGELOLAAN SAWAH DUSUN SINDANG, DESA RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG(2020-03-15) RAHMI AULIA HIDAYAT; Johan Iskandar; Budhi GunawanPetani memiliki pengetahuan ekologi tradisional terkait pengelolaan sawahnya meliputi pengetahuan tentang iklim, jenis-jenis tanah, kesuburan tanah, beragam tumbuhan dan binatang, hama tanaman, dan irigasi. Pengetahuan ini dilandasi oleh adat istiadat, kepercayaan serta kosmos. Seiring berjalannya waktu, kebijakan pemerintah di bidang pertanian seperti Revolusi Hijau diterapkan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini menginisiasi perubahan sistem pertanian masyarakat dari pertanian subsisten menjadi pertanian komersil. Belum lagi adanya perubahan iklim yang menuntut masyarakat beradaptasi. Perubahan ini memberi dampak pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial yang menarik untuk dikaji. Studi ini dilakukan di Dusun Sindang, Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat yang diketahui masih membudidayakan kultivar padi lokal dan masih menerapkan ritual terkait pengelolaan sawah. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengkaji perubahan sistem pengelolaan sawah di Dusun Sindang, dampak introduksi Revolusi Hijau dan perubahan iklim secara ekologi, ekonomi dan sosial, kemudian merumuskan pengelolaan pertanian berkelanjutan di Dusun Sindang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran, kombinasi kualitatif dan kuantitatif, dengan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara semi-struktur, dan wawancara terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan sistem pengelolaan sawah terutama dalam hal pengelolaan lahan, tapi petani masih melakukan ritual terkait pengelolaan sawah. Perubahan pengelolaan sawah memberikan dampak negative dari aspek ekonomi, ekologi serta lingkungan. Strategi pengembangan sitem pengelolaan sawah yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan “Intergated Farming System” dan pertanian organik.Item ANALISIS POTENSI, LITERASI LINGKUNGAN DAN STRATEGI KEUNGGULAN BERSAING BERKELANJUTAN PADA SEKTOR PARIWISATA PESISIR (Studi Pada Kawasan Wisata Pesisir Di Kecamatan Cipatujah Dan Kecamatan Cikalong(2023-12-21) YUNUS WINOTO; Ute Lies Siti Khadijah; Teguh HusodoABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji mengenai potensi, literasi lingkungan serta strategi keunggulan bersaing dan berkelanjutan pada sektor pariwisata pesisir di wilayah selatan Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode campuran (mix method) dengan design trianggulasi secara bersamaan. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui angket, wawancara, observasi non partisipan, serta melalui kajian dokumen. Untuk analisis data dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga (3) yaitu untuk mengkaji potensi destinasi pariwisata dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara serta analisis kuantitatif hasil analisis ADO-ODTW (Analisis Daerah Operasi-Objek Daerah Tujuan Wisata); Analisis Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) serta Analisis Hirarki Proses (AHP) yang dilakukan secara bersamaan; untuk literasi lingkungan menggunakan analisis kuantitatif serta untuk analisis strategi unggul bersaing dan berkelanjutan menggunakan analisis SWOT, VRIOL dan Seven Forces. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa wilayah selatan Kabupaten Tasikmalaya memiliki beberapa sumberdaya pariwisata potensial baik wisata budaya mapun wisata alam khususnya wisata pantai seperti pantai Sindangkerta, pantai Karangtowulan serta pantai Cipatujah. Namun jika dilihat dari aspek keunggulan baik keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif serta dari aspek daya saing masih tertinggal dengan destinasi wisata pesisir lain yang ada di wilayah pesisir selatan Jawa Barat yang menjadi pesaingnya seperti kawasan wisata pantai Sayangheulang di Garut selatan serta beberapa destinasi pariwisata pantai di Kabupaten Pangandaran; Mengenai literasi lingkungan masyarakat yang ada di sekitar kawasan pesisir pantai Kabupaten Tasikmalaya, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat sekitar pantai memiliki tingkat literasi lingkungan yang baik; sedangkan berdasarkan hasil analisis kombinasi SWOT, VRIOL dan Seven Forces yang dikaitan dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan pada sektor pariwisata pesisir telah melahirkan enam (6) strategi kegiatan yang harus dilakukan yakni melalui diferensiasi, kualitas pelayanan, promosi dan sistem pemasaran, kemitraan, inovasi, serta melakukan pemberdayaan masyarakat. ABSTRACT The research aims to examine the potential, environmental literacy, and strategies for competitive and sustainable excellence in the coastal tourism sector in the southern region of Tasikmalaya District, West Java Province. The research method used in this study is a mixed method with a concurrent triangulation design. Data collection techniques were carried out through questionnaires, interviews, non-participant observation, and document studies. The data analysis in this study is divided into three parts: to examine the potential of tourism destinations using qualitative analysis obtained from observation and interview results, and quantitative analysis from the ADO-ODTW (Operational Area Analysis-Object of Tourism Destination Area) analysis; Tourism Suitability Index (IKW) analysis, and Analytic Hierarchy Process (AHP) analysis conducted simultaneously; for environmental literacy using quantitative analysis; and for analyzing competitive and sustainable excellence strategies using SWOT, VRIOL, and Seven Forces analysis. Based on the research findings, it is known that the southern region of Tasikmalaya District has several potential tourism resources, both cultural and natural tourism, especially beach tourism such as Sindangkerta beach, Karangtowulan beach, and Cipatujah beach. However, when viewed from the aspect of excellence, both competitive and comparative advantages, and from the aspect of competitiveness, it is still behind other coastal tourist destinations in the southern coastal region of West Java, which are its competitors, such as the Sayangheulang beach tourism area in South Garut and several beach tourism destinations in Pangandaran District; Regarding the environmental literacy of the community around the coastal area of Tasikmalaya District, based on the research findings, it is known that the coastal community has a good level of environmental literacy; while based on the results of the combined analysis of SWOT, VRIOL, and Seven Forces in relation to the development of sustainable tourism in the coastal tourism sector, six (6) strategic activities must be carried out, namely through differentiation, service quality, promotion and marketing systems, partnerships, innovation, and community empowerment.Item Analisis SWOT: Teknik Dalam Penyusunan Strategi Pariwisata Desa Mukapayung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat(2023-04-13) JANUARANI RAZAK; R. Ira Irawati; HendarmawanPenyelenggaraan pariwisata dalam jangka panjang akan menjadi tantangan kepada semua aktor dalam sektor pariwisata untuk mengatasi dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan, dan sosial budaya setempat. Untuk menyusun pengembangan pariwisata yang berkelanjutan, dibutuhkan pemahaman terhadap faktor-faktor penting yang ada di destinasi. Penelitian ini akan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi sektor pariwisata di Desa Mukapayung untuk membantu penyusunan strategi pengembangannya. Penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed method) untuk menganalisis Desa Mukapayung dari aspek atraksi, amenitas, aksesibilitas, sumber daya manusia, masyarakat, dan industri. Informasi diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi langsung ke lapangan, dan Focused Group Discussion dengan informan yang mewakili unsur pentahelix dalam pariwisata Desa Mukapayung. Temuan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil analisis berupa faktor internal dan faktor eksternal dianalisis dengan teknik SWOT agar dapat dijadikan strategi. Hasil penelitian menunjukkan pariwisata Desa Mukapayung secara internal punya kekuatan dari segi keinginan kuat dari pengelola dan tokoh masyarakat serta keragaman potensi alam, budaya, dan industri. Namun belum ada praktikuntuk melaksanakan pariwisata yang berkelanjutan. Dari sisi eksternal, Desa Mukapayung punya dukungan relasi dengan pihak luar dalam kegiatannya. Namun ada kemungkinan dampak buruk yang dibawa dari luar terhadap Desa Mukapayung. Analisis SWOT menunjukkan strategi utama untuk mengembangkan pariwisata Desa Mukapayung adalah Aggressive strategy dimana pengembangan harus menggunakan semua kekuatan yang dimiliki destinasi untuk memanfaatkan peluang sebanyak-banyaknya. Pada masa yang akan datang, sebaiknya semua aktor pariwisata Desa Mukapayung dan sekitarnya mengupayakan keberlanjutan dengan menggiatkan sosialisasi, menerapkan standar keberlanjutan, serta menyusun aturan pendukung dan ditegakkan.Item ANALISIS USABILITY PLATFORM PEMASARAN PRODUK PERTANIAN BERBASIS DIGITAL DI TINGKAT PETANI WILAYAH V KABUPATEN BOGOR(2023-08-31) EVRINA BUDIASTUTI; Yosini Deliana; Hamzah RitchiDi Provinsi Jawa Barat, Indonesia, Kabupaten Bogor merupakan tempat yang cocok untuk pengembangan pertanian dengan beragam komoditas. Di satu sisi, Pemerintah Kabupaten Bogor masih berusaha untuk memecahkan masalah keterbatasan akses petani terhadap peluang pemasaran. Sebagai sebuah inisiatif uji coba yang dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, Kiosagri.com menawarkan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Untuk mencapai manfaat terbesar dalam meningkatkan penetrasi pasar produk pertanian, platform ini harus menjalankan uji coba usability. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai usability Kiosagri.com. Metodologi campuran dengan desain sekuensial eksplanatori digunakan dalam penelitian ini. Petani yang telah menggunakan platform Kiosagri.com adalah target audiens untuk sensus responden. Pada tahap kuantitatif, analisis data menggunakan statistik deskriptif dan uji regresi parsial dilakukan terhadap 32 responden. Pada tahap kualitatif, analisis tematik dan deskriptif kualitatif dilakukan terhadap 10 responden secara purposive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa platform Kiosagri memiliki kegunaan yang baik. Hal ini dicapai sebagai hasil dari sejumlah faktor yang menguntungkan yang berkaitan dengan manfaat yang dirasakan oleh pengguna, seperti kenyamanan penggunaan, kesesuaian desain, dan fitur yang disediakan oleh Kiosagri. Dimensi usability yang paling dominan pengaruhnya terhadap usability hanya efficiency yang memiliki pengaruh signifikan terhadap usability.Item Analisis Waste Absorption Footprint dan Perumusan Arahan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Metro(2018-01-08) FIZUL SURYA PRIBADI; Parikesit; ParikesitSalah satu tujuan pembangunan nasional adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya adalah akses terhadap lingkungan yang baik dan sehat. Pengelolaan sampah merupakan salah satu upaya untuk menjamin kesehatan masyarakat dan melestarikan lingkungan. Akan tetapi hampir seluruh pelaksanaan pengelolaan sampah yang ada di Indonesia saat ini masih belum dapat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pengelolaan sampah dari perspektif Waste Absorption Footprint, khususnya terkait dengan emisi gas yang dibangkitkan dari pengelolaan sampah. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui arahan kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sampah saat ini. Pengelolaan sampah di Kota Metro digunakan sebagai contoh kasus. Penelitian ini menggunakan metode campuran dengan strategi sekuensial eksplanatori. Data mengenai timbulan dan komposisi sampah di Kota Metro diperoleh melalui estimasi dengan mengacu kepada SNI-3964-1994. Data ini kemudian digunakan untuk menghitung emisi dari pengelolaan sampah yang mengacu kepada metode perhitungan tier 1 dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Besaran emisi pengelolaan sampah kemudian dibandingkan dengan kapasitas penyerapan Kota. Analisis SWOT digunakan untuk menemukan alternatif strategi yang sesuai dengan kondisi pengelolaan saat ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata jumlah timbulan sampah di Kota Metro adalah 0,47 kg/hari.jiwa atau setara dengan 2.7 l/hari.jiwa. Sementara WAC Kota Metro sebesar 3675,25 Ha, lebih besar daripada WAFCO2 pengelolaan sampah sebesar 755,19 l.Ha. Hal ini menunjukkan bahwa jika kapasitas penyerapan yang dimiliki oleh Kota Metro sanggup menampung seluruh emisi dari pengelolaan sampah dengan asumsi bahwa tidak ada kegiatan lain di Kota Metro yang menghasilkan emisi karbon. Intensitas WAFCO2 dari pengelolaan sampah adalah sebesar 14,22 l.Ha/ton sampah terkelola. Jika seluruh sampah terkelola maka WAFCO2 menjadi 1.492,62 l.Ha atau mengakuisisi 40,61% dari WACCO2 Kota Metro. Terdapat 2 macam arahan kebijakan untuk mengelola sampah di Kota Metro yaitu dengan meningkatkan kualitas pengelolaan sampah dan kapasitas serapan Kota. Alternatif strategi untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sampah adalah dengan mengintegrasikan konsep Circular Economy ke dalam sistem pengelolaan sampah, meningkatkan kapasitas pengelola sampah, membuat laporan berkala mengenai status pengelolaan sampah, membuat panduan untuk pencegahan timbulan sampah dan melakukan penegakan hukum. Sementara alternatif strategi untuk peningkatan kapasitas serapan karbon adalah mengatur pola penanaman tanaman di RTH, memilih jenis tanaman yang dapat memberikan jasa penyerapan karbon yang tinggi, dan melakukan peremajaan tanaman RTH secara berkala.Item Arahan Revitaslisasi Derah Resapan Air Sebagai Akibat dari Perkembangan Perkotaan (urban sprawl) di Kecamatan Lembang)(2016-10-18) MUSNAWATI DODE; Erri Noviar Megantara; Budhi GunawanARAHAN REVITALISASI DAERAH RESAPAN AIR SEBAGAI AKIBAT DARI PERKEMBANGAN PERKOTAAN (URBAN SPRAWL) DI KECAMATAN LEMBANG Abstrak Gejala Urban sprawl di Kecamatan Lembang di tunjukan dengan adanya pertambahan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Jumlah penduduk Kecamatan Lembang dalam kurun waktu 10 tahun mengalami pertumbuhan yang lambat dengan laju pertumbuhan penduduk 2005-2015 sebesar 1,31 % akan tetapi di perkirakan pada tahun mendatang akan meningkat sejalan dengan perkembangan perkotaan (Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2015). Diindikasikan terjadinya Urban sprawl di Kecamatan Lembang juga di tunjukan dengan adanya alih fungsi lahan yang terjadi yaitu maraknya pembangunan lahan terbangun yang mengakibatkan laju perubahan daerah resapan menjadi lahan terbangun semakin cepat. Hal ini di buktikan dengan luasan lahan non terbangun pada tahun 2002-2013 sebesar 90,873 ha dan berkurang sebesar 11, 838 ha menjadi lahan terbangun dengan tingkat konversi tertinggi di Desa Cikole dan Jayagiri (Putri dan Purwadio, 2013). Penelitian mengenai arahan revitalisasi dearah resapan air karena adanya urban sprawl ini dilakukan seberapa besar pengaruh urban sprawl terhadap berkurangnya fungsi resapan di Kecamatan Lembang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melakukan analisis spasial menggunakan sistem informasi geografis (GIS) dengan teknik observasi lapangan dalam konteks ground check. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui seberapa luas urban sprawl yang terjadi di Kecamatan Lembang, perkembangan urban sprawl terjadi pada: (1) daerah imbuhan (recharge area), (2) daerah kurang potensial, dan (3) daerah lepasan (discharge area), dengan teknik tumpang susun (overlay) sehingga menghasilkan peta zonasi resapan air dan peta kawasan resapan air yang mengalami urban sprawl di Kecamatan Lembang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sudah terjadi urban sprawl di 8 desa yang mengacu pada kriteria dan indikator perkotaan. Desa yang mengalami urban sprawl adalah Desa Gudangkahuripan, Desa Cibodas, Desa Cibogo, Desa Jayagiri, Desa Pagerwangi, Desa Langensari, Desa Lembang dan Desa Kayuambon, dengan Jenis urban sprawl yang terjadi di Kecamatan Lembang adalah Perembetan Meloncat (Leap Frog Development). Urban sprawl di Kecamatan Lembang berdampak pada berkurangnya fungsi resapan air yaitu terjadi perubahan luasan kawasan resapan air di Kecamatan Lembang dengan luas perubahan terbesar terdapat di Desa Kayuambon dengan luasan awal sebesar 596,18 ha berubah menjadi 416,86 ha dengan selisih perubahan sebesar 240,16 ha atau 18,78 %, perubahan terbesar berikut terjadi pada Desa Lembang dengan luasan awal sebesar 196,56 ha berubah menjadi -9,68 ha dengan selisih perubahan 206,24 ha atau 16,13 serta Desa Cibodas dengan luasan awal sebesar 596,18 ha berubah menjadi 416,86 ha dengan selisih perubahan sebesar 179,32 ha atau 14,02. Berikut disusul dengan Desa Cibogo, Desa Jayagiri dan Desa Langensari. Sehingga diperlukan adanya suatu arahan revitalisasi daerah resapan air agar fungsi resapan tetap terjaga. Kata Kunci: Arahan, Revitalisasi, Urban Sprawl, Resapan AirItem BIODEGRADASI HERBISIDA GLIFOSAT OLEH KONSORSIUM BAKTERI DARI TANAH PERTANIAN DESA HATIVE BESAR, KOTA AMBON(2018-03-12) PROBO CONDROSARI; Reginawanti; ReginawantiBahan kimia herbisida glifosat paling banyak digunakan dalam pemberantasan gulma. Herbisida ini menginhibisi aktivitas enzim 3-enolpyruvylshikimate-5-phosphate syntase yang menghalangi pembentukan asam amino esensial. Aplikasi glifosat dalam jumlah berlebih menimbulkan pencemaran pada tanah, air, dan hasil panen. Bioremediasi glifosat menggunakan mikroorganisme dapat menjadi alternatif apabila penggunaan glifosat tidak dapat dihindari. Dalam tahap awal penelitian ini dilakukan pengujian IC50 konsorsium bakteri dari tanah yang sering terpapar glifosat dan tanah yang tidak terpapar glifosat untuk menentukan tingkat konsentrasi glifosat dalam media uji yang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan konsorsium indigenous sebesar 50% dibandingkan dengan media yang tidak mengandung glifosat. Nilai IC50 dihitung berdasarkan jumlah bakteri hidup. IC50 konsorsium bakteri dari tanah terpapar glifosat sebesar 2,04 mg/L dan dari tanah tidak terpapar glifosat sebesar 263,38 mg/L. Konsentrasi glifosat rendah meningkatkan pertumbuhan populasi konsorsium bakteri dari tanah terpapar glifosat (0,01 - 1 mg/L) dan dari tanah yang tidak terpapar glifosat (0,01 - 100 mg/L). Pada tahap selanjutnya dilakukan uji degradasi glifosat oleh konsorsium bakteri. Konsorsium bakteri dari tanah terpapar glifosat ditumbuhkan pada medium dengan variasi komposisi sumber karbon, nitrogen, dan fosfor dengan penambahan glifosat sebesar 500 ppm dan diinkubasi selama 30 hari. Parameter yang diukur adalah turbiditas sel, konsentrasi glifosat, glisin dan ortofosfat menggunakan spektrofotometer. Perlakuan medium dengan sumber C dan N kurang serta P cukup, menghasilkan penurunan glifosat terbesar (94,91%) dan konsentrasi ortofosfat tertinggi (34,94 µM), namun konsentrasi glisin rendah (1201,67 ppm). Perlakuan medium dengan sumber C dan N berlebih serta sumber P cukup, menghasilkan ortofosfat dan glisin dalam konsentrasi besar masing-masing sebesar 30,44 µM dan 1970,00 ppm, namun penurunan glifosat paling rendah (71,71%). Berdasarkan hasil identifikasi secara molekuler menggunakan metode 16S-rRNA, spesies yang berhasil diisolasi dari konsorsium bakteri dari tanah terpapar glifosat adalah Stenotrophomonas maltophilia strain MHFENV 20, Bacillus subtilis strain FX4, Bacillus subtilis strain IP18, Lysinibacillus sp. BNPK-15, Staphylococcus sp. strain InS-021-1, Stenotrophomonas sp. Strain DIB76BC2, dan Methylobacterium sp. XBGSY9.Item Branding Pariwisata Halal Kota Bandung(2022-08-16) APING FIRMAN JULIANSYAH; Cipta Endyana; Tidak ada Data DosenBranding tempat pariwisata, baik branding bangsa (nation branding), branding kota (city branding), maupun branding tujuan wisata (destination branding) merupakan hal yang sudah umum diterapkan dalam dunia pariwisata sebagai bagian dari program pemasarannya. Namun untuk branding destinasi pariwisata halal, baru beberapa negara, provinsi, atau kota tertentu yang menerapkannya. Kota Bandung sebagai kota pariwisata unggulan di Indonesia telah menetapkan segmen wisatawan Muslim sebagai bagian dari sasaran kegiatan pemasarannya. Penelitian ini dilakukan di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana penerapan branding pariwisata halal di Kota Bandung, baik fakta di lapangan, nilai penting (importance), serta konsep idealnya. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data diperoleh dari wawancara mendalam terhadap Kepala Dinas Budaya Dan Pariwisata Kota Bandung, Kepala Bidang Pariwisata Kota Bandung, ahli/konsultan pemasaran destinasi pariwisata, dan pelaku industri pariwisata halal. Pengumpulan data juga dilakukan dengan teknik observasi lapangan, studi pustaka, dokumentasi dan pengisian angket. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis data interaktif yang terdiri dari kondensasi data, display data, dan penarikan simpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa branding pariwisata halal Kota Bandung belum diterapkan secara ideal. Meskipun program pemasaran pariwisata halal Kota Bandung sudah ditetapkan dalam jargon pemasaran Bandung Traveller Friendly City, sebagian besar wisatawan Muslim masih memerlukan branding pariwisata halal sebagai salahsatu faktor pengambilan keputusan untuk berkunjung. Penelitian juga menghasilkan beberapa saran mengenai branding pariwisata halal Kota Bandung yang ideal.Item CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI SIANTAN TENGAH KKPN TWP KEPULAUAN ANAMBAS DAN LAUT SEKITARNYA(2020-03-29) MUHAMMAD AL RIZKY RATNO B; Tri Dewi Kusumaningrum Pribadi; Johan IskandarPada tahun 2019 level gas rumah kaca di atmosfer setara dengan 415 ppm CO2, meningkat dibandingkan dengan sebelum Revolusi Industri yang hanya 280 ppm. Kondisi ini menyebabkan dunia menjadi lebih hangat lebih dari 0,5 °C dan beberapa dekade ke depan diprediksi akan meningkat lagi paling sedikit 0,5 °C. Pada bulan Mei 2019 observatorium Mauna Loa di Hawaii mencatat konsentrasi CO2 sudah mencapai 415 ppm, hal ini untuk pertama kalinya terjadi dalam sejarah manusia. Oleh sebab itu perlu adanya tindakan mitigasi perubahan iklim, salah satunya dengan penurunan gas rumah kaca. Penurunan gas rumah kaca di atmosfer terutama CO2 tidak hanya dengan menurunkan emisi tetapi juga perlu diiringi dengan meningkatkan penyerapan gas rumah kaca tersebut. Tumbuhan memegang peranan yang sangat penting dalam proses reduksi CO2 melalui proses fotosintesis, dimana CO2 diserap dan diubah oleh tumbuhan menjadi karbon organik dalam bentuk biomassa. Tumbuhan di perairan laut dangkal seperti lamun dan mangrove memiliki potensi yang tinggi sebagai penyerap gas CO2. Berdasarkan penelitian, 150.693,16 Ha padang lamun di Indonesia mampu menyerap karbon sebesar 992,67 kilo ton atau setara dengan 3,64 mega ton CO2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 sampai dengan Januari 2020 di Siantan Tengah Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau. Penelitian ini bertujuan untuk:1) Menganalisa status kondisi padang lamun; 2) Menghitung total kandungan karbon pada padang lamun; 3) Menganalisa pengetahuan lokal masyarakat terhadap keberadaan lamun. Penelitian ini menggunakan metode Walkley and Black untuk mendapatkan kandungan karbon dan metode gravimetrik untuk mendapatkan nilai biomassa. Sedangkan analisa pengetahuan masyarakat menggunakan metode campuran. Status kondisi padang lamun di Siantan Tengah berada pada kategori jarang hingga sedang serta rusak dan miskin. Total cadangan karbon pada ekosistem padang lamun Siantan Tengah adalah sebesar 2.385,10 ton C. Sebagian besar masyarakat Siantan Tengah tidak mengetahui manfaat padang lamun sehingga berpendapat padang lamun bukan merupakan ekosistem penting yang perlu dilindungi.Item CULTURE BASED FISHERIES DI WADUK JATILUHUR UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN(2020-01-31) MUHAMAD MAFTUH IHSAN; Sunardi; Martha Fani CahyanditoSejak tahun 2015 Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta membuat suatu program Operasi Danau Jatiluhur Jernih yang di dukung oleh SK Bupati Purwakarta No.523.31.05/Kep.286-DLH/2017 untuk menertibkan sejumlah petak KJA di Waduk Jatiluhur. Namun program penertiban KJA memiliki dampak negatif terhadap kondisi sosial dan ekonomi petani KJA. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Purwakarta melakukan pengembangan Culture Based Fisheries (CBF) dengan SK Bupati Purwakarta No.523.05/Kep.66-Diskanak/2017 yang diberi nama pembentukan satuan tugas pendampingan pengelolaan perikanan tangkap berbasis budidaya. Program ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas perairan, meningkatkan populasi ikan dan diharapkan mampu meningkatkan kembali kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Dalam penelitian ini dilakukan analisis mengenai persepsi masyarakat terhadap program CBF dari tanggal 17 September-31 Oktober 2019 serta memberikan masukan berupa strategi implementasi CBF untuk keberlanjutan program. Metode yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan masyarakat sangat mendukung program Culture Based Fisheries di Waduk Jatiluhur. Hampir seluruh masyarakat (91,29%) setuju bahwa program CBF memberikan dampak baik terhadap kondisi ekologi, begitupun dengan respon masyarakat terhadap kondisi sosial (94,30%) hampir seluruhnya setuju bahwa program ini berdampak baik terutama terhadap pengelolaan sumberdaya air menjadi teratur/terintegrasi, dan hampir seluruhnya masyarakat (93,25%) setuju bahwa program CBF mampu memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat yang sebelumnya sempat terhambat karena aktivitas penarikan KJA. Strategi program CBF dilakukan berdasarkan konsep SWOT. Adapun beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam mendukung implementasi program CBF diantaranya yaitu peningkatan nilai tambah ikan dan diversifikasi produk olahan , pelibatan koperasi atau kelompok dalam kegiatan pemasaran ikan, sosialiasai yang rutin, pemanfaatan bantuan sosial pemerintah, menertibkan cara-cara pemasaran, optimalisasi pengembangan BBI dan UPR dan penebaran (restocking) ikan yang sesuai untuk kondisi setempat dan pembentukan lembaga pengelolaan perikanan, penyuluhan dan pembinaan kelompok dan optimalisasi lembaga pengawasan.