Ilmu Lingkungan (S2)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Lingkungan (S2) by Title
Now showing 1 - 20 of 108
Results Per Page
Sort Options
Item Adaptasi Dan Resiliensi Nelayan Pantai Terhadap Perubahan Lingkungan Pesisir (Studi Kasus: Desa Sungai Samak Kecamatan Badau Kabupaten Belitung)(2018-01-08) SATYA WARDHANA; Budhi Gunawan; IskandarADAPTASI DAN RESILIENSI NELAYAN PANTAI TERHADAP PERUBAHAN LINGKUNGAN PESISIR (Studi Kasus: Desa Sungai Samak, Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung) ABSTRAK Terjadinya perubahan lingkungan di pesisir akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan nelayan pantai sebagai satu kesatuan Sistem Ekologi Sosial (SES). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi nelayan pantai di Desa Sungai Samak terhadap perubahan lingkungan pesisir; dampak perubahan lingkungan pesisir terhadap kehidupan sosial ekonomi nelayan pantai; adaptasi yang dilakukan nelayan pantai dalam menghadapi perubahan lingkungan pesisir dan bagaimana resiliensi nelayan pantai melalui adaptasi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode campuran sekuensial eksploratoris untuk mengkaji beberapa indikator yaitu kondisi sistem ekologi sosial, adaptasi nelayan pantai, access mechanism, flexibility, capacity to organize dan capacity to learn. Pada tahap kualitatif, data diperoleh dengan melakukan pengamatan, wawancara dan penelusuran dokumen/internet untuk kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis model interaktif. Hasil analisis tahap kualitatif kemudian digunakan sebagai acuan untuk melakukan survei menggunakan kuesioner yang kemudian dianalisis menggunakan teknik statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi para nelayan pantai di Desa Sungai Samak, perubahan sumber daya perikanan (penurunan hasil tangkapan) merupakan perubahan lingkungan pesisir yang paling disadari mereka sebagai akibat terjadinya over eksploitasi sumber daya perikanan. Terjadinya perubahan lingkungan pesisir memberikan dampak terhadap sosial (pola pemanfaatan sumber daya perikanan dari subsisten menjadi tujuan ekonomis) dan ekonomi (penghasilan) nelayan pantai di Desa Sungai Samak. Adaptasi yang dilakukan oleh nelayan pantai di Desa Sungai Samak terbagi kedalam 3 (tiga) aspek yaitu aspek teknik penangkapan ikan (penggunaan teknologi (motorisasi perahu) dan berpindah/memperjauh lokasi penangkapan ikan), aspek sosial (pembentukan jaringan sosial, mobilisasi peran anggota keluarga dan perubahan status nelayan), dan aspek ekonomi (patron-klien, diversifikasi pekerjaan, diversifikasi alat tangkap, ekstensifikasi alat tangkap dan pengelolaan modal melaut). Melalui adaptasi yang dilakukan, nelayan pantai di Desa Sungai Samak pada dasarnya masih dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari (subsisten) akan tetapi cenderung lemah dan tidak bisa berkembang/meningkat diakibatkan oleh penurunan kondisi sumber daya perikanan dan tingkat pemanfaatan/penggunaan terhadap akses modal yang cenderung tidak maksimal. Kata kunci: Adaptasi, Nelayan Pantai, Perubahan Lingkungan Pesisir, ResiliensiItem Aliran Materi dan Footprint Konsumsi Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L.) Kota Bandung(2016-10-18) INNE YULIANI HUSEN; Parikesit; Oekan Soekotjo AbdoellahAliran materi adalah alur perpindahan materi dari satu objek ke objek yang lain. Setiap siklus atau materi ada mekanisme yang dihasilkan (produk) dengan sistem berupa berat. Sedangkan footprint konsumsi adalah untuk mengukur banyaknya area yang dibutuhkan untuk ketersediaan sumberdaya lahan yang dikonsumsi dan jasa ekologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daerah sentra produksi cabai dan aliran materi serta untuk mengukur besarnya footprint cabai merah besar di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode mixed methods, yaitu kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara bersamaan. Penelitian ini terdiri dari dua variabel terikat, yaitu aliran materi dan footprint konsumsi. Analisis dilakukan melalui dua tahapan, tahap pertama dengan analisis deskriptif dan tahap kedua dengan analisis perhitungan dari Wackernagel and Rees. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 54% dari total cabai merah yang masuk adalah dari Jawa Tengah dan Jawa Timur dan banyaknya cabai merah besar yang disuplai adalah 31,1 ton/hari. Aliran materi cabai merah melibatkan banyak pihak, hal ini menjadikan cabai mengalami penyusutan sampai 2%. Footprint konsumsi Kota Bandung adalah 2.983,52 gha artinya rata-rata setiap rumah tangga Bandung membutuhkan lahan untuk konsumsi cabainya dalam satu tahun seluas 0,0045 gha atau 45 m². Pola konsumsi menjadi indikator tersedianya dan terpenuhinya bahan komoditas tertentu, dan keberlanjutan ditentukan oleh penggunaan sumberdaya yang saat ini kita konsumsi.Item Analisis Daya Dukung Lingkungan pada Area Wisata Alam di Zona Pemanfaatan Air Hitam Dalam Taman Nasional Berbak(2019-03-08) WIDIANTO; Teguh Husodo; ParikesitKegiatan wisata alam di zona pemanfaatan Air Hitam Dalam merupakan salah satu bentuk pemanfaatan terhadap potensi sumberdaya alam Taman Nasional Berbak. Posisi Taman Nasional Berbak yang strategis sebagai kawasan pengembangan pariwisata dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan kegiatan pariwisata alam yang akan berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisata ke taman nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya dukung lingkungan dan strategi pengelolaan untuk pengembangan pariwisata alam di zona pemanfaatan Air Hitam Dalam Taman Nasional Berbak. Metode yang digunakan untuk mengetahui daya dukung wisata alam yaitu metode Cifuentes yang termodifikasi dengan menghitung daya dukung fisik, daya dukung riil dan daya dukung efektif, sedangkan perumusan strategi pengelolaan pariwisata dilakukan melalui analisis deskriptif kualitatif. Perhitungan daya dukung dilakukan terhadap 2 objek wisata pada area wisata alam di zona pemanfaatan Air Hitam Dalam. Dengan memperhatikan diversitas pohon, diversitas burung, visual lanskap dan curah hujan sebagai faktor koreksi terhadap daya dukung fisik serta jumlah petugas yang ada sebagai kapasitas manajemen terhadap daya dukung riil, hasil penelitian menunjukan bahwa daya dukung efektif pada objek wisata penyusuran sungai adalah 143 orang/hari dan pada objek wisata boardwalking adalah 10 orang/hari. Nilai yang dihasilkan dari perhitungan daya dukung tersebut merupakan jumlah optimum pengunjung yang diperkenankan berdasarkan karakteristik masing-masing objek wisata. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa daya dukung lingkungan pada objek wisata Air Hitam Dalam masih sangat tinggi dibandingkan dengan rata-rata jumlah pengunjung sehingga masih sangat memungkinkan untuk dilakukan pengembangan wisata di lokasi tersebut dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan pariwisata berkalanjutan melalui paket wisata perorangan terhadap wisatawan minat khusus maupun paket wisata pendidikan lingkungan untuk pengunjung berkelompok.Item ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN WADUK JATIGEDE UNTUK KEGIATAN PERIKANAN BUDIDAYA DALAM KERAMBA JARING APUNG (KJA)(2023-03-25) KRISTINA MARSELA; Denny Kurniadie; Dadan SumiarsaKegiatan budidaya ikan dengan KJA merupakan usaha peningkatan produksi perikanan dengan memanfaatkan sumber daya waduk. Namun KJA dilarang di perairan Waduk Jatigede menurut Peda Kab. Sumedang No. 4 Tahun 2018. Walaupun dilarang, KJA masih ditemukan di perairan Waduk Jatigede. Berdasarkan perbedaan pandangan tersebut, maka perlu dilakukan kajian untuk mengetahui apakah masih memungkinkan jika dikembangkan KJA di Waduk Jatigede. Tujuan utama penelitian adalah untuk menganalisis daya dukung perairan, status trofik serta strategi pengendalian pencemaran di Waduk Jatigede. Penentuan daya dukung budidaya ikan di Waduk Jatigede dilakukan menggunakan metode Beveridge dengan menghitung sisa fosfor yang masih tersedia dalam Waduk Jatigede. Status trofik di Waduk dievalusi menggunakan trophic state index (TSI) berdasarkan biomassa algae berdasarkan tiga parameter yaitu transparansi, total fosfor dan klorofil-a. Penentulan strategi pengendalian pencemaran dengan analisis SWOT. Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive sampling. Terdapat 6 stasiun penelitian yang dibagi berdasarkan zonasi waduk yaitu riverine, transisi serta lacustrine. Nilai Trophic State Index (TSI) hasil perhitungan yaitu 66-71, menunjukkan perairan dengan status kesuburan eutrofik hingga hipertrofik. Penentuan strategi pengendalian pencemaran dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Strategi alternatif yang direkomendasikan untuk mengendalikan pencemaran di Waduk Jatigede, yaitu (a)Strategi S-O: Meningkatkan koordinasi antar pihak yang berkepentingan dalam pemantauan dan pengendalian pencemaran dan membuat papan informasi di sekitar waduk tujuan utama pembangunanya (b) Strategi S-T: Penanganan sampah serta reduksi beban pencemaran yang masuk ke Waduk Jatigede dan Pengendalian pencemaran dengan partisipasi masyarakat (c) Strategi W-O: Pihak yang berkepentingan bekerjasama dalam melakukan pengendalian pencemar dan pemantauan lingkungan, penetapan kebijakan pengelolaan dan pengendalian pencemaran di lingkungan waduk, serta penetapan daya tampung, daya dukung serta baku mutu air oleh pengelola bendungan (d) Strategi W-T: Penegakan hukum dan pemberian sanksi kepada yang melanggar, memberikan atau membangun fasilitas penanganan sampah seperti tempat sampah dan IPAL di lingkungan Waduk Jatigede, dan memberikan penyuluhan dan pelatihan untuk mengelola limbah dan sampah.Item ANALISIS EKOLOGI DAN STRATEGI PENGELOLAAN PENCEMARAN AIR PADA PERAIRAN WADUK SAGULING(2016-10-19) ADE SRI SUSANTI; Sunardi; ParikesitAnalisis ekologi pada perairan Waduk Saguling merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi peraian waduk saat ini, mengingat fungsi waduk tersebut sebagai pembangkit energi listrik, irigasi, budidaya ikan jaring terapung, dan pengembangan pariwisata, bahkan untuk kebutuhan domestik seperti MCK. Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu: 1) mengetahui komponen apa yang paling berkontribusi dalam menentukan kondisi kualitas air waduk dilakukan dengan menganalisis kualitas air faktor kimia-fisik air menggunakan analisis multivariate PCA (Principle Component Analysis); 2) menganalis faktor lingkungan apa yang paling berpengaruh distribusi spesies fitoplankton dan zooplankton menggunakan analisis multivariate CCA (Canonical Correspondence Analysis); 3) merumuskan strategi pengelolaan pencemaran air yang dilakukan dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Tujuan penelitian pertama dan kedua merupakan analisis ekologi dilakukan untuk membangun hipotesis terkait dengan sumber pencemaran air di Waduk Saguling, sehingga dapat dirumuskan strategi pengelolaan pencemaran airnya dalam tujuan penelitian ketiga. Hasil penelitian menunjukan 6 (enam) komponen utama yang paling berkontribusi terhadap kualitas air Waduk Saguling adalah buangan limbah industri, erosi tanah dan air larian, polutan antropogenik, faktor klimatik, buangan limbah perkotaan, dan buangan limbah domestik. Akan tetapi, setelah dibandingkan dengan nilai baku mutu dan storet hanya empat komponen saja yang menjadi sumber pencemar yaitu: buangan limbah industri, buangan limbah domestik; buangan limbah perkotaan serta erosi tanah & air larian. Persebaran spesies fitoplankton dan zooplankton baik pada tahun 2010 dan 2015 masing-masing memiliki distribusi spesies yang tidak merata ditandai dengan nilai eigen value yang < 0,5. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap persebaran spesies fitoplankton pada tahun 2010 adalah Ni, Cd dan Pb, sedangkan pada tahun 2015 adalah NO2 dan transparansi. Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap persebaran spesies zooplankton pada tahun 2010 adalah transparansi, DHL dan residu terlarut sedangkan pada tahun 2015 adalah HCO3, CO2 dan DO. Strategi pengelolaan dan pengendalian pencemaran air Waduk Saguling dapat dilakukan dengan melakuan tujuh alternatif prioritas yaitu: 1) BINWASDAL (Pembinaan, Pengawasan & Pengendalian) dan penegakan hukum; 2) Pengaturan, penguatan dan penegakan sistem perizinan kegiatan; 3) Rehabilitasi hutan dan penghijauan Green Belt; 4) Pembuatan sistem sanitasi masyarakat; 5) Penguatan kelembagaan pada sektor-sektor terkait; 6) Pembangunan IPAL komunal dan; 7) Pemberian insentif dan disinsentif.Item ANALISIS ENERGI SISTEM HUMA PADA LANGSKAP EKOSISTEM (Studi khasus di Desa Sukaresmi dan Bojongsalam Kecamatan Rongga Kab. Bandung Barat)(2018-04-12) RUSTAM SAHADAN; Erri Noviar Megantara; Erri Noviar MegantaraANALISIS ENERGI SISTEM HUMA PADA LANSKAP EKOSISTEM ABSTRAK Analisis energi sistem huma pada lanskap ekosistem merupakan suatu analisa komsumsi energi pada sistem pertanian huma di Desa Sukaresmi dan Desa Bojongsalam mulai dari tahapan persiapan lahan sampai pascapanen. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji sumber daya apa saja yang terlibat pada proses sistem produksi huma serta seberapa besar input-output energi dan efesiensi energi dalam sistem tersebut. Metode penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan pengabungan dominant kuantitatif less dominant kualitatif. Penelitian kualitatif untuk mengetahui sumber daya apa saja yang di gunakan pada proses pengelolaan sistem pertanian huma, sedangkan penelitian kuantitatif untuk menganalisis komsumsi energi pada setiap proses pertanian huma dan menghitung efesiensi energi. Hasil penelitian menunjukan bahwa rasio input-output energi pada sistem pertanian huma dari 30 responden terdapat 17 (57%) responden nilai rasionya lebih kecil dari satu atau sama dengan nol, 7 (23%) responden lebih besar dari satu, 6 (20%) responden sama dengan satu, ini artinya bahwa pengunaan energi pada pertanian huma belum efesien. Sehingga produktifitas energi dan energi bersih yang dihasilkan dari hasil pertanian huma lebih kecil dari input energi yang digunakan. Rendahnya efesiensi energi karena rendahnya output energi yang dihasilkan dan tingginya tingkat pemakaian energi kimia setiap lahan. Untuk meningkatkan produksi pertanian seharusnya pemakaian sarana produksi yang berasal dari bahan kimia (pupuk anorganik, pestisida) lebih efsien. Kata Kunci : Analisis energi, sistem pertanian huma, input-output, efesiensi energi.Item ANALISIS JEJAK KARBON DAN STRATEGI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DI KABUPATEN LIMAPULUH KOTA(2017-01-11) ZUMRODI; Tb. Benito Achmad Kurnani; ParikesitPerkembangan peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Lima Puluh Kota telah berpengaruh terhadap meningkatnya tekanan terhadap lingkungan ditandai dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca dan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jejak karbon dan alternatif strategi penurunan emisi gas rumah kaca peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Limapuluh Kota. Metode analisis jejak karbon dilakukan melalui perhitungan data aktivitas emisi gas rumah kaca peternakan ayam ras petelur dengan memperhatikan faktor emisi dari masing masing aktivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jejak karbon peternakan ayam ras petelur adalah sebesar 3,16 kg CO2-e/kg telur, setara dengan emisi per ekor ayam ras sebesar 24,34 kg CO2-e/tahun. Sebanyak 11,23% jejak karbon merupakan emisi dalam bentuk gas karbon dioksida; 1,28% metana; dan 87,49% nitrogen oksida. Emisi terbesar peternakan ayam ras petelur berasal dari proses penguraian kotoran ternak. Strategi penurunan emisi gas rumah kaca peternakan ayam ras petelur dilakukan melalui langkah peningkatan efisiensi sistem produksi dan penerapan teknologi yang lebih baik pada pengelolaan kotoran ternak sebagai aktivitas dengan emisi terbesar.Item Analisis Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara(2013-01-23) MARKUS SEMBIRING; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenSustainability Analysis of Small Scale Capture Fisheries in Langkat District North Sumatera Province ABSTRACT Marine capture fisheries management had been based on the maximum sustainable yield can’t be accurately answered unsustainable problem comprehensively. FAO suggests factors need to be analyzed ecological, economic, social, technological and legal-institutional. This study intends to determine the status of small scale fisheries in the perspective of sustainability according to the five dimensions. The study also intend to provide strategies and policy recommendations in support of sustainability small scale fisheries in Langkat district. The method used in this research is survey method with Rapfish technique that supported by SWOT analysis to formulate strategies and policy recommendations. In this study several attributes have been modified by the author. This modification is based on small-scale fishing conditions at the sites. This study uses primary data and secondary data. Primary data obtained to structured interviews and direct observation. Structured interviews have done 95 small scale fishermen, nine community leaders, three agencies, HNSI and Local NGOs. Secondary data obtained with the literature study. Rapfish analysis results on five dimensions shows that the status of sustainable small scale fisheries in Langkat district is enough with sustainability index of fishing average 55,79. The dimensions of technology and ecological sustainability is the worst status. View from sixteen of fishing gear used, just potable traps and cast nets in the less sustainable status. SWOT analysis results twelve policy recommendations to improve the sustainability of small scale fisheries in Langkat district. The most important policy recommendation is increase the participation of local institutions in society with the preservation of fisheries and marine resources. This thesis confirms the importance of attention to ecological integrity, economic, social, technological and legal-institutional structures for fisheries management. Analisis Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ABSTRAK Pengelolaan perikanan tangkap yang selama ini didasarkan pada hasil maksimum lestari tidak dapat menjawab secara akurat permasalahan ketidakberlanjutan secara komprehensif. FAO mengisyaratkan perlu dianalisis faktor ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum-kelembagaan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status perikanan tangkap skala kecil dalam perspektif keberlanjutan menurut kelima dimensi tersebut. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi strategi dan kebijakan dalam mendukung keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Langkat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik Rapfish yang didukung oleh analisis SWOT untuk merumuskan strategi dan prioritas kebijakan. Dalam penelitian ini beberpa atribut telah dimodifikasi. Hal ini dilakukan berdasarkan kondisi perikanan tangkap skala kecil di lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung. Wawancara terstruktur dilakukan terhadap 95 nelayan skala kecil, 9 tokoh masyarakat, 3 instansi terkait, HNSI dan LSM Lokal. Data sekunder diperoleh dengan studi literatur. Hasil analisis Rapfish pada lima dimensi tersebut menunjukkan status perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Langkat cukup berkelanjutan dengan nilai indek keberlanjutan perikanan (IKP) rata-rata 55,79. Dimensi teknologi dan ekologi merupakan yang terburuk status keberlanjutannya. Dilihat dari enambelas jenis alat tangkap yang digunakan, bubu dan jala saja yang berada dalam status kurang berkelanjutan (IKP rata-rata dalam selang 26-50). Hasil analisis SWOT didapatkan duabelas rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Langkat. Rekomendasi kebijakan terpenting adalah meningkatkan partisipasi mayarakat dengan kelembagaan lokal dalam pelestarian sumber daya perikanan dan kelautan. Tesis ini menegaskan pentingnya memperhatikan keterpaduan aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum-kelembagaan dalam pengelolaan perikanan.Item ANALISIS KONSEP INTEGRASI KETAHANAN PANGAN DAN KEDAULATAN PANGAN DI INDONESIA: STUDI KASUS PROGRAM PENGEMBANGAN BERAS UNGGUL DI JAWA TENGAH(2017-04-04) CISMA TAMI VOLETTA; Oekan Soekotjo Abdoellah; Tidak ada Data DosenPenelitian ini menyuguhkan pemahaman lebih lanjut mengenai perdebatan dalam sistem pangan, terutama mengenai perdebatan antara konsep ketahanan pangan dan kedaulatan pangan sebagai solusi atas permasalahan pangan. Hal yang memotivasi penelitian ini adalah kurangnya klarifikasi mengenai hubungan antara kedua konsep utama dalam permasalahan pangan. Seringkali diskusi salah satu konsep membuat konsep lainnya terlihat salah, gagal atau tidak masuk akal. Dari pada memisahkan kedua konsep lebih dalam, penelitian ini bertujuan untuk melihat jalan tengah dengan mempertanyakan apakah kedua konsep dapat diintegrasikan secara teoritis dan praktis. Untuk mendukung penelitian ini, tahapan pertama yang dilakukan adalah dengan membangun kerangka analitis yang kokoh mencakup teori food paradigm dan kaitannya dengan kedua konsep, kemudian menerapkannya pada penelitian studi kasus menggunakan metode triangulasi yaitu observasi, wawancara dan analisis dokumen di negara Indonesia yang baru mengakui konsep kedaulatan pangan untuk mencapai konsep ketahanan pangan secara umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, disamping penggunaan bahasa kedaulatan pangan dalam kebijakan pangan Indonesia, namun terdapat makna yang kosong didalamnya karena 1) secara keseluruhan kebijakan pangan masih menunjuk pada paradigma produksionis; 2) penggunaan bahasa tersebut tidak sesuai dengan ide utama kedaulatan pangan yang secara global diumumkan dalam deklarasi Nyeleni. Sebagai tambahan, sebagaimana terbukti dalam tataran praktik, konsep kedaulatan pangan tidak dapat diakomodir setara dengan konsep ketahanan pangan. Sebaliknya, yang muncul adalah praktik yang 1) membuat peran petani semakin pasif; 2) pertimbangan masalah lingkungan sangat minimum; dan 3) akhirnya, peningkatan produksi pangan adalah tujuan utamanya. Penelitian ini menyimpulkan dengan penyampaian ide tentang paradigma produksionis tidak kompatibel dengan konsep kedaulatan pangan. Sebaliknya, konsep kedaulatan pangan lebih kompatibel dengan paradigma integrasi ekologi yang mengarahkan praktik pertanian untuk mengikuti cara kerja alam dan menghindari dampak buruk bagu manusia secara bersamaan. Berkaitan dengan hal ini, peran negara untuk mendukung praktik kedaulatan pangan melalui, pertama, menunjukkan dukungan institusional dengan mengikutsertakan petana tidak hanya sebagai penerima pasif tapi juga aktif sebagai perencana program. Kedua, menempatkan pentingnya pertimbangan lingkungan dengan memberikan dorongan seperti pemberian insetif bagi mereka yang melaksanakan perlindungan lingkungan dalam kegiatan pertaniannya.Item ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK(2017-10-06) ANI MARIANAH; Teguh Husodo; Erri Noviar MegantaraTaman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu taman nasional yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan bagi wilayah sekitarnya. Namun pada tahun 2003, adanya perluasan kawasan TNGHS berimplikasi pada dinamika sosial, ekonomi, hukum maupun politik yang berpengaruh, terhadap nilai ekologi kawasan, hingga berdampak pada terjadinya perubahan penggunaan/ penutupan lahan di TNGHS. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perubahan penggunaan lahan periode tahun 1996, 2006 dan 2016; mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan; dan merumuskan strategi prioritas pengendalian alih fungsi lahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan interpretasi data penginderaan jauh, pengecekan lapangan, wawancara dan kuisioner terhadap responden serta studi kepustakaan. Berdasarkan hasil analisis spasial, dalam periode 1996 hingga 2016, TNGHS terus mengalami perubahan penggunaan lahan yaitu semakin berkurangnya luas lahan hutan sebesar 1,47%, semak sebesar 3,89% dan sawah sebesar 7,09% yang diikuti dengan peningkatan luas ladang sebesar 8,65%, dan kebun campuran sebesar 2,62%. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan di TNGHS, hasil wawancara terhadap 25 responden secara purposive sampling diperoleh sebanyak 75,42% menyatakan berasal dari aspek sosial (diantaranya pertambahan jumlah penduduk, perambahan lahan garapan, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi kawasan TNGHS dan koordinasi para pihak yang lemah), sebanyak 19,49% dari aspek ekonomi (yaitu perkembangan aksesibilitas) dan sebanyak 5,08% dari aspek kebijakan (yaitu tumpang tindih regulasi). Untuk mengendalikan perubahan penggunaan lahan yang ada tersebut diperlukan strategi prioritas dalam pengendalian alih fungsi lahan yang bisa ditentukan menggunakan metode Analysis Hierarchy Process (AHP), yaitu menghasilkan 5 prioritas utama berupa penegakan hukum yang konsisten, komunikasi/koordinasi dan sinkronisasi peraturan, penetapan aturan ijin bersyarat, pembentukan kader konservasi dan pelatihan/penyuluhan keterampilan diluar bidang pertanian.Item ANALISIS PERUBAHAN SISTEM PENGELOLAAN SAWAH DUSUN SINDANG, DESA RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG(2020-03-15) RAHMI AULIA HIDAYAT; Johan Iskandar; Budhi GunawanPetani memiliki pengetahuan ekologi tradisional terkait pengelolaan sawahnya meliputi pengetahuan tentang iklim, jenis-jenis tanah, kesuburan tanah, beragam tumbuhan dan binatang, hama tanaman, dan irigasi. Pengetahuan ini dilandasi oleh adat istiadat, kepercayaan serta kosmos. Seiring berjalannya waktu, kebijakan pemerintah di bidang pertanian seperti Revolusi Hijau diterapkan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini menginisiasi perubahan sistem pertanian masyarakat dari pertanian subsisten menjadi pertanian komersil. Belum lagi adanya perubahan iklim yang menuntut masyarakat beradaptasi. Perubahan ini memberi dampak pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial yang menarik untuk dikaji. Studi ini dilakukan di Dusun Sindang, Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat yang diketahui masih membudidayakan kultivar padi lokal dan masih menerapkan ritual terkait pengelolaan sawah. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengkaji perubahan sistem pengelolaan sawah di Dusun Sindang, dampak introduksi Revolusi Hijau dan perubahan iklim secara ekologi, ekonomi dan sosial, kemudian merumuskan pengelolaan pertanian berkelanjutan di Dusun Sindang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran, kombinasi kualitatif dan kuantitatif, dengan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara semi-struktur, dan wawancara terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan sistem pengelolaan sawah terutama dalam hal pengelolaan lahan, tapi petani masih melakukan ritual terkait pengelolaan sawah. Perubahan pengelolaan sawah memberikan dampak negative dari aspek ekonomi, ekologi serta lingkungan. Strategi pengembangan sitem pengelolaan sawah yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan “Intergated Farming System” dan pertanian organik.Item Analisis Waste Absorption Footprint dan Perumusan Arahan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Metro(2018-01-08) FIZUL SURYA PRIBADI; Parikesit; ParikesitSalah satu tujuan pembangunan nasional adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya adalah akses terhadap lingkungan yang baik dan sehat. Pengelolaan sampah merupakan salah satu upaya untuk menjamin kesehatan masyarakat dan melestarikan lingkungan. Akan tetapi hampir seluruh pelaksanaan pengelolaan sampah yang ada di Indonesia saat ini masih belum dapat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pengelolaan sampah dari perspektif Waste Absorption Footprint, khususnya terkait dengan emisi gas yang dibangkitkan dari pengelolaan sampah. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui arahan kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sampah saat ini. Pengelolaan sampah di Kota Metro digunakan sebagai contoh kasus. Penelitian ini menggunakan metode campuran dengan strategi sekuensial eksplanatori. Data mengenai timbulan dan komposisi sampah di Kota Metro diperoleh melalui estimasi dengan mengacu kepada SNI-3964-1994. Data ini kemudian digunakan untuk menghitung emisi dari pengelolaan sampah yang mengacu kepada metode perhitungan tier 1 dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Besaran emisi pengelolaan sampah kemudian dibandingkan dengan kapasitas penyerapan Kota. Analisis SWOT digunakan untuk menemukan alternatif strategi yang sesuai dengan kondisi pengelolaan saat ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata jumlah timbulan sampah di Kota Metro adalah 0,47 kg/hari.jiwa atau setara dengan 2.7 l/hari.jiwa. Sementara WAC Kota Metro sebesar 3675,25 Ha, lebih besar daripada WAFCO2 pengelolaan sampah sebesar 755,19 l.Ha. Hal ini menunjukkan bahwa jika kapasitas penyerapan yang dimiliki oleh Kota Metro sanggup menampung seluruh emisi dari pengelolaan sampah dengan asumsi bahwa tidak ada kegiatan lain di Kota Metro yang menghasilkan emisi karbon. Intensitas WAFCO2 dari pengelolaan sampah adalah sebesar 14,22 l.Ha/ton sampah terkelola. Jika seluruh sampah terkelola maka WAFCO2 menjadi 1.492,62 l.Ha atau mengakuisisi 40,61% dari WACCO2 Kota Metro. Terdapat 2 macam arahan kebijakan untuk mengelola sampah di Kota Metro yaitu dengan meningkatkan kualitas pengelolaan sampah dan kapasitas serapan Kota. Alternatif strategi untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sampah adalah dengan mengintegrasikan konsep Circular Economy ke dalam sistem pengelolaan sampah, meningkatkan kapasitas pengelola sampah, membuat laporan berkala mengenai status pengelolaan sampah, membuat panduan untuk pencegahan timbulan sampah dan melakukan penegakan hukum. Sementara alternatif strategi untuk peningkatan kapasitas serapan karbon adalah mengatur pola penanaman tanaman di RTH, memilih jenis tanaman yang dapat memberikan jasa penyerapan karbon yang tinggi, dan melakukan peremajaan tanaman RTH secara berkala.Item Arahan Revitaslisasi Derah Resapan Air Sebagai Akibat dari Perkembangan Perkotaan (urban sprawl) di Kecamatan Lembang)(2016-10-18) MUSNAWATI DODE; Erri Noviar Megantara; Budhi GunawanARAHAN REVITALISASI DAERAH RESAPAN AIR SEBAGAI AKIBAT DARI PERKEMBANGAN PERKOTAAN (URBAN SPRAWL) DI KECAMATAN LEMBANG Abstrak Gejala Urban sprawl di Kecamatan Lembang di tunjukan dengan adanya pertambahan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Jumlah penduduk Kecamatan Lembang dalam kurun waktu 10 tahun mengalami pertumbuhan yang lambat dengan laju pertumbuhan penduduk 2005-2015 sebesar 1,31 % akan tetapi di perkirakan pada tahun mendatang akan meningkat sejalan dengan perkembangan perkotaan (Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2015). Diindikasikan terjadinya Urban sprawl di Kecamatan Lembang juga di tunjukan dengan adanya alih fungsi lahan yang terjadi yaitu maraknya pembangunan lahan terbangun yang mengakibatkan laju perubahan daerah resapan menjadi lahan terbangun semakin cepat. Hal ini di buktikan dengan luasan lahan non terbangun pada tahun 2002-2013 sebesar 90,873 ha dan berkurang sebesar 11, 838 ha menjadi lahan terbangun dengan tingkat konversi tertinggi di Desa Cikole dan Jayagiri (Putri dan Purwadio, 2013). Penelitian mengenai arahan revitalisasi dearah resapan air karena adanya urban sprawl ini dilakukan seberapa besar pengaruh urban sprawl terhadap berkurangnya fungsi resapan di Kecamatan Lembang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melakukan analisis spasial menggunakan sistem informasi geografis (GIS) dengan teknik observasi lapangan dalam konteks ground check. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui seberapa luas urban sprawl yang terjadi di Kecamatan Lembang, perkembangan urban sprawl terjadi pada: (1) daerah imbuhan (recharge area), (2) daerah kurang potensial, dan (3) daerah lepasan (discharge area), dengan teknik tumpang susun (overlay) sehingga menghasilkan peta zonasi resapan air dan peta kawasan resapan air yang mengalami urban sprawl di Kecamatan Lembang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sudah terjadi urban sprawl di 8 desa yang mengacu pada kriteria dan indikator perkotaan. Desa yang mengalami urban sprawl adalah Desa Gudangkahuripan, Desa Cibodas, Desa Cibogo, Desa Jayagiri, Desa Pagerwangi, Desa Langensari, Desa Lembang dan Desa Kayuambon, dengan Jenis urban sprawl yang terjadi di Kecamatan Lembang adalah Perembetan Meloncat (Leap Frog Development). Urban sprawl di Kecamatan Lembang berdampak pada berkurangnya fungsi resapan air yaitu terjadi perubahan luasan kawasan resapan air di Kecamatan Lembang dengan luas perubahan terbesar terdapat di Desa Kayuambon dengan luasan awal sebesar 596,18 ha berubah menjadi 416,86 ha dengan selisih perubahan sebesar 240,16 ha atau 18,78 %, perubahan terbesar berikut terjadi pada Desa Lembang dengan luasan awal sebesar 196,56 ha berubah menjadi -9,68 ha dengan selisih perubahan 206,24 ha atau 16,13 serta Desa Cibodas dengan luasan awal sebesar 596,18 ha berubah menjadi 416,86 ha dengan selisih perubahan sebesar 179,32 ha atau 14,02. Berikut disusul dengan Desa Cibogo, Desa Jayagiri dan Desa Langensari. Sehingga diperlukan adanya suatu arahan revitalisasi daerah resapan air agar fungsi resapan tetap terjaga. Kata Kunci: Arahan, Revitalisasi, Urban Sprawl, Resapan AirItem CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI SIANTAN TENGAH KKPN TWP KEPULAUAN ANAMBAS DAN LAUT SEKITARNYA(2020-03-29) MUHAMMAD AL RIZKY RATNO B; Tri Dewi Kusumaningrum Pribadi; Johan IskandarPada tahun 2019 level gas rumah kaca di atmosfer setara dengan 415 ppm CO2, meningkat dibandingkan dengan sebelum Revolusi Industri yang hanya 280 ppm. Kondisi ini menyebabkan dunia menjadi lebih hangat lebih dari 0,5 °C dan beberapa dekade ke depan diprediksi akan meningkat lagi paling sedikit 0,5 °C. Pada bulan Mei 2019 observatorium Mauna Loa di Hawaii mencatat konsentrasi CO2 sudah mencapai 415 ppm, hal ini untuk pertama kalinya terjadi dalam sejarah manusia. Oleh sebab itu perlu adanya tindakan mitigasi perubahan iklim, salah satunya dengan penurunan gas rumah kaca. Penurunan gas rumah kaca di atmosfer terutama CO2 tidak hanya dengan menurunkan emisi tetapi juga perlu diiringi dengan meningkatkan penyerapan gas rumah kaca tersebut. Tumbuhan memegang peranan yang sangat penting dalam proses reduksi CO2 melalui proses fotosintesis, dimana CO2 diserap dan diubah oleh tumbuhan menjadi karbon organik dalam bentuk biomassa. Tumbuhan di perairan laut dangkal seperti lamun dan mangrove memiliki potensi yang tinggi sebagai penyerap gas CO2. Berdasarkan penelitian, 150.693,16 Ha padang lamun di Indonesia mampu menyerap karbon sebesar 992,67 kilo ton atau setara dengan 3,64 mega ton CO2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 sampai dengan Januari 2020 di Siantan Tengah Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau. Penelitian ini bertujuan untuk:1) Menganalisa status kondisi padang lamun; 2) Menghitung total kandungan karbon pada padang lamun; 3) Menganalisa pengetahuan lokal masyarakat terhadap keberadaan lamun. Penelitian ini menggunakan metode Walkley and Black untuk mendapatkan kandungan karbon dan metode gravimetrik untuk mendapatkan nilai biomassa. Sedangkan analisa pengetahuan masyarakat menggunakan metode campuran. Status kondisi padang lamun di Siantan Tengah berada pada kategori jarang hingga sedang serta rusak dan miskin. Total cadangan karbon pada ekosistem padang lamun Siantan Tengah adalah sebesar 2.385,10 ton C. Sebagian besar masyarakat Siantan Tengah tidak mengetahui manfaat padang lamun sehingga berpendapat padang lamun bukan merupakan ekosistem penting yang perlu dilindungi.Item CULTURE BASED FISHERIES DI WADUK JATILUHUR UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN(2020-01-31) MUHAMAD MAFTUH IHSAN; Sunardi; Martha Fani CahyanditoSejak tahun 2015 Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta membuat suatu program Operasi Danau Jatiluhur Jernih yang di dukung oleh SK Bupati Purwakarta No.523.31.05/Kep.286-DLH/2017 untuk menertibkan sejumlah petak KJA di Waduk Jatiluhur. Namun program penertiban KJA memiliki dampak negatif terhadap kondisi sosial dan ekonomi petani KJA. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Purwakarta melakukan pengembangan Culture Based Fisheries (CBF) dengan SK Bupati Purwakarta No.523.05/Kep.66-Diskanak/2017 yang diberi nama pembentukan satuan tugas pendampingan pengelolaan perikanan tangkap berbasis budidaya. Program ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas perairan, meningkatkan populasi ikan dan diharapkan mampu meningkatkan kembali kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Dalam penelitian ini dilakukan analisis mengenai persepsi masyarakat terhadap program CBF dari tanggal 17 September-31 Oktober 2019 serta memberikan masukan berupa strategi implementasi CBF untuk keberlanjutan program. Metode yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan masyarakat sangat mendukung program Culture Based Fisheries di Waduk Jatiluhur. Hampir seluruh masyarakat (91,29%) setuju bahwa program CBF memberikan dampak baik terhadap kondisi ekologi, begitupun dengan respon masyarakat terhadap kondisi sosial (94,30%) hampir seluruhnya setuju bahwa program ini berdampak baik terutama terhadap pengelolaan sumberdaya air menjadi teratur/terintegrasi, dan hampir seluruhnya masyarakat (93,25%) setuju bahwa program CBF mampu memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat yang sebelumnya sempat terhambat karena aktivitas penarikan KJA. Strategi program CBF dilakukan berdasarkan konsep SWOT. Adapun beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam mendukung implementasi program CBF diantaranya yaitu peningkatan nilai tambah ikan dan diversifikasi produk olahan , pelibatan koperasi atau kelompok dalam kegiatan pemasaran ikan, sosialiasai yang rutin, pemanfaatan bantuan sosial pemerintah, menertibkan cara-cara pemasaran, optimalisasi pengembangan BBI dan UPR dan penebaran (restocking) ikan yang sesuai untuk kondisi setempat dan pembentukan lembaga pengelolaan perikanan, penyuluhan dan pembinaan kelompok dan optimalisasi lembaga pengawasan.Item Efektivitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Terhadap Beban Tempat Pemposesan Akhir (TPA)(2015) TRI MULYANI; Dadan Sumiarsa; Dadan SumiarsaPengelolaan sampah yang optimal merupakan suatu tantangan besar yang sekarang dihadapi hampir oleh seluruh kota besar di Indonesia. Pengelolaan sampah yang dilakukan di TPST Babakan Sari tahap pengumpulan, pemilahan, penggunan ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah belum sesuai dengan UU. No 18 Tahun 2008.Tingkat keefektivan sebesar 27 % (kurang efektif), akan tetapi dari segi pengurangan sampah setelah dilakukan pengelolaan sampah yang dilakukan melalui pengomposan (organic) dan anorganik sudah efektif. Untuk mendapatkan hasil pengolahan sampah yang baik, harus memperhatikan bagaimana melindungi kesehatan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, juga mempertimbangkan estetika, sosial-budaya-ekonomi.Item Etika Lingkungan Industri Kecil Menengah (IKM) di Klaster Trusmi Kabupaten Cirebon dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya(2020-05-25) NURUL QISTHI PUTRI; Parikesit; SunardiPeningkatan kegiatan pembatikan tidak hanya memberikan dampak positif bagi perekonomian namun juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Salah satu daerah penghasil batik di Jawa Barat adalah Kabupten Cirebon yang terkenal dengan Batik Trusmi. IKM batik didirikan dan dikembangkan tidak hanya untuk mencari keuntungan dan pelestarian kebudayaan saja, akan tetapi juga harus menunjukan peranannya dalam pelestarian lingkungan. Sehingga setiap tahapan produksi harus memperhatikan nilai-nilai atau prinsip etika lingkungan. Pada umumnya proses produksi batik di klaster Trusmi masih dilakukan secara tradisional dan kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana etika lingkungan pengrajin batik IKM klaster Trusmi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekuensial eksplanatori (exploratory sequential mixed methods) yang merupakan prosedur-prosedur dimana peneliti terlebih dahulu memulai fase penelitian kuantitatif, menganalisis dan menyusun hasil untuk kemudian diterangkan lebih lanjut dengan data kualitatif. Pengujian faktor yang mempengaruhi etika lingkungan dilakukan dengan menggunakan Partial Least Square Path Modeling (PLS-PM). Hasil menunjukan bahwa pemahaman etika lingkungan pada IKM Batik Trusmi berada pada kategori sedang dengan nilai pemahaman ekocentrisme memiliki nilai paling tinggi diantara pemahamann etika lingkungan lainnya (antroprosentrisme, biosentrisme dan ecofeminisme) yaitu sebesar 57,8%. Namun, pemahaman ini tidak diikuti dengan pola perilaku produksi yang beretika lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi etika lingkungan pengrajin batik IKM di Klaster Trusmi adalah aspek regulasi dan persepsi kendali perilaku. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan etika lingkungan pada IKM adalah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan lingkungan, menciptakan kerangka regulasi yang kuat dan efektif serta reformasi kelembagaan.Item EVALUASI FAKTOR FAKTOR LINGKUNGAN PENENTU KOROSIVITAS AIR DI WADUK CIRATA BERDASARKAN LANGELIER SATURATION INDEX DAN STRATEGI PENANGANANNYA(2019-06-26) RINA RIVIANI; Sunardi; SunardiEvaluasi faktor – faktor lingkungan penentu korosivitas air di Waduk Cirata sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi korosivitas peraian waduk saat ini, mengingat fungsi waduk tersebut sebagai pembangkit energi listrik, irigasi, budidaya ikan jaring terapung, dan pengembangan pariwisata, untuk kebutuhan domestik seperti MCK. Korosivitas air di Waduk Cirata berpengaruh terhadap keberlanjutan bendungan Cirata dan instalasi pembangkit listrik. Tujuan penelitian ini yaitu: 1) Evaluasi faktor penentu korosivitas air di Waduk Cirata berdasarkan Langelier Saturation Index dari tahun 2000 - 2015 ; 2) Merumuskan Strategi Penanganan korosivitas air di Waduk Cirata dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Hasil evaluasi terdapat 3 (tiga) faktor utama yang paling berkontribusi terhadap korosivitas air di Waduk Cirata adalah keberadaan KJA, adanya buangan limbah domestik, dan limpasan air larian di Waduk Cirata. Parameter utama penyebab korosivitas air di Waduk Cirata berdasarkan Langelier Saturation Index dari kelima parameter yang diteliti adalah pH dan kalsium. Strategi penanganan korosivitas air di Waduk Cirata berdasarkan hasil evaluasi dapat dilakukan dengan tujuh alternatif prioritas yaitu : 1) BINWASDAL Pembinaan, Pengawasan & Pengendalian) dan penegakan hukum; 2) Penguatan kelembagaan pada sektor-sektor terkait; 3) Rehabilitasi hutan dan penghijauan Green Belt; 4) Pengurangan jumlah KJA; 5) Pembangunan IPAL Komunal; 6) Perubahan system pembungan sampah metode open dumping ke metode sanitary landfill; 7) Mengarahkan Implementasi 3R dalam lingkungan dimasyarakat.Item Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengelolaan Air Asam Tambang pada Perusahaan Swasta Pertambangan Batubara di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan(2023-02-17) FRANKY ARMANDO HUTAGALUNG; Tb. Benito Achmad Kurnani; Tidak ada Data DosenDalam suatu kebijakan, meskipun kebijakan tersebut telah dirumuskan dan ditetapkan dengan jelas oleh para perumusnya, tidak menjamin bahwa kebijakan tersebut akan serta merta dapat diimplementasikan secara efektif. Pemerintah Indonesia sebagai pembuat kebijakan telah menetapkan kerangka aksi dan menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan untuk melaksanakan kebijakan pengelolaan Air Asam Tambang (AAT). Untuk membuat implementasi kebijakan pengelolaan AAT lebih efektif, semua aktor yang terlibat diharapkan memiliki visi yang sama dan bekerja sama dalam mengurangi dampak lingkungan yang berbahaya dari generasi AAT. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan implementasi kebijakan pengelolaan AAT di perusahaan pertambangan batubara swasta di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Indonesia. Penelitian ini menggunakan Contextual Interaction Theory, Governance Assessment Tool, dan Teori Efektivitas Implementasi Kebijakan sebagai landasan teori. Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran (mixed-method) dengan penekanan pada analisis kuantitatif dari data dan seluruh informasi yang dikumpulkan. Data primer untuk penelitian ini diperoleh melalui survei dan wawancara semi terstruktur secara mendalam dengan manajemen dan staf perusahaan swasta pertambangan batubara, instansi lingkungan hidup pusat, provinsi, dan lokal, perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan akademisi. Data sekunder diperoleh dari reviu terhadap literatur tentang pengelolaan AAT dan implementasi kebijakan, dokumen perusahaan, laporan perusahaan tentang pengelolaan AAT, laporan pemantauan dari dinas/badan lingkungan setempat, dan sumber lain yang relevan. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa jenis interaksi para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan pengelolaan AAT adalah “kerjasama”. Namun, kondisi tata kelola sebagian besar bernilai restriktif, dan tingkat efektivitas implementasi kebijakan pengelolaan AAT hanya pada level cukup efektif. Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa untuk meningkatkan implementasi kebijakan pengelolaan AAT adalah dengan melakukan praktik pertambangan berkelanjutan, tata kelola yang kolaboratif, penegakan kebijakan yang kuat, serta rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut pada bidang kebijakan lainnya di sektor pertambangan.Item Evaluasi Keberlanjutan Perusahaan Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan)(2017-01-14) GEMBIRA GINTING; Tb. Benito Achmad Kurnani; Opan Suhendi SuwartapradjaPeternakan sapi perah skala besar dalam bentuk perusahaan semakin berkembang beberapa tahun belakangan. Perkembangan ini memiliki peranan dalam pemenuhan kebutuhan pangan, namun di sisi lain perkembangan ini berpotensi menimbulkan permasalahan lingkungan dan sosial. Regulasi pemerintah, preferensi konsumen, dan respon masyarakat sekitar telah mengarahkan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan sosial dalam menjalankan usahanya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status keberlanjutan perusahaan peternakan sapi perah yang dievaluasi melalui tiga dimensi yaitu dimensi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Penelitian ini juga bertujuan untuk merekomendasikan strategi yang mendukung perusahaan peternakan sapi perah yang berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan metode campuran kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dan kuantitatif berdasarkan indikator yang diturunkan dari tema, dimensi, dan konsep peternakan sapi perah berkelanjutan. Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi. Penelitian dilakukan di PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan, Kabupaten Bandung. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer dihimpun dengan wawancara, kuesioner, dan pengamatan. Data sekunder diperoleh dari dokumen perusahaan. Analisis data dilakukan secara kuantitatif, setiap indikator diberi skor 0 (buruk), 1 sedang), dan 2 (baik). Selanjutnya dilakukan agregasi berdasarkan tema, dimensi, dan indeks keberlanjutan dengan rentang nilai 0 (tidak berkelanjutan) – 100 (berkelanjutan). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai keberlanjutan PT. UPBS adalah 65,52 artinya cukup berkelanjutan. Nilai keberlanjutan masing-masing dimensi lingkungan, ekonomi, dan sosial adalah 57,29 (cukup berkelanjutan), 64,29 (cukup berkelanjutan), 75,00 (berkelanjutan). Nilai dimensi lingkungan yang rendah dikarenakan beberapa indikatornya memiliki skor buruk, seperti: persediaan air, kualitas limbah cair, penggunaan energi, efisiensi pakan, energi terbarukan, lahan untuk habitat liar, upaya menjaga hewan liar, dan akses ternak terhadap ruang terbuka. Skor indikator yang buruk pada dimensi ekonomi yaitu: performa pemasok, kualitas barang dari pemasok, kualitas susu, dan perencanan bisnis. Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh tiga strategi prioritas untuk meningkatkan status keberlanjutan PT. UPBS, yaitu: 1) Mengadopsi teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg); 2) Formulasi ransum sapi laktasi untuk meningkatkan protein susu; 3) Menambah instalasi pemananenan air hujan berikut treatment air hujan.