Sejarah (S2)
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item Pemikiran Sejarah Sunda Saleh Danasasmita 1973-1986(2023-10-05) MUHAMAD SATRIA NUGRAHA; Reiza D. Dienaputra; Awaludin NugrahaPenelitian ini berfokus pada bagaimana pemikiran sejarah Sunda dari Saleh Danasasmita. Permasalahan tersebut diuraikan dalam analisis riwayat hidup Saleh Danasasmita, pemikiran Saleh Danasasmita tentang sejarah Sunda, dan dampak pemikiran Saleh Danasasmita terhadap sejarah Sunda. Saleh Danasasmita merupakan seorang sejarawan yang berasal dari Tanah Sunda dan memiliki ketertarikan untuk mengungkap sejarah lokal yaitu sejarah Sunda. Ketertarikan tersebut diekspresikan dalam bentuk karya tulis yang diterbitkan dari tahun 1973 hingga 1986. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari heuristik (pencarian sumber), kritik (verifikasi sumber), interpretasi (penafsiran fakta), dan historiografi (penulisan sejarah). Pemikiran Saleh Danasasmita dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya dan lingkungan pendidikannya. Terdapat beberapa tujuan dari pemikiran yang dihasilkan oleh Saleh Danasasmita yaitu pemikiran yang menganalisis suatu polemik di sejarah Sunda, menambah pemikiran mengenai suatu topik di sejarah Sunda, dan mengklarifikasi pemikiran-pemikiran sebelumnya. Pemikiranpemikiran tersebut diekspresikan dalam karya tulisnya yang membahas Kerajaan Sunda, sejarah Bogor, dan sejarah Jawa Barat. Selain historiografi, Saleh Danasasmita juga menghasilkan analisis mengenai naskah Sunda kuno bersama Atja. Hasil pemikirannya menjadi referensi dalam beberapa historiografi Sunda. Mayoritas peneliti yang menganalisis sejarah Sunda memanfaatkan hasil analisis naskah Sunda kuno dari Saleh Danasasmita dan Atja. Klarifikasi yang dihasilkan dari pemikiran Saleh Danasasmita juga berdampak pada historiografi Sunda. Mayoritas peneliti meyakini bahwa Sri Baduga Maharaja memerintah pada tahun 1482. Klarifikasi terkait tafsir kata ‘nyusuk’ berdampak pada peneliti lain sehingga tidak ditafsirkan sebagai pendirian keraton atau kerajaan baru.Item Hoesein Djajadiningrat: Orientalisme Seorang Oriental (1911-1960)(2023-04-03) MOHAMMAD REFI OMAR AR RAZY; Gani Ahmad Jaelani; Kunto Sofianto1. Hoesein Djajadiningrat menempuh pendidikan di Belanda. Kajiannya meliputi sastra oriental. Ia banyak mengkaji soal ketimuran dalam perspektif barat. Oleh karena itu Hoesein dapat dikatakan sebagai orientalis sehingga pendekatan dalam tulisan ini menggunakan kerangka orientalisme. Biasanya para orientalis identik dengan seorang barat mengkaji timur, namun Hoesein seorang timur yang mendapat pendidikan barat kemudian mengkaji timur dalam perspektif barat. Hoesein banyak mengkaji soal sejarah (ilmu pengetahuan) dan identitas kebudayaan. Hoesein menempatkan barat dalam sisi sumber sejarah atau gagasan kebudayaan sebagai penjelas dari sumber atau gagasan lokal. Argumentasi dalam tulisan ini yakni pemikiran Hoesein Djajadiningrat merupakan sebuah prototipe pemikiran yang banyak ditemukan di Indonesia awal abad XX. Metode dalam penulisan ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Dalam penulisan ini berusaha untuk menganalisis, pertama, pionir historiografi kritis di Indonesia. Kedua, pemajuan berpengetahuan soal identitas kebudayaan. Ketiga, perubahan pemikiran pascakolonial. Temuan dalam penulisan ini yakni, Hoesein sangat berkontribusi dalam ilmu pengetahuan dan pemajuan identitas kebudayaan masa kolonial dan pascakolonial 2. Diskursus mengenai Islamisasi di Indonesia cukup beragam, diantaranya melahirkanpendapat bahwa Islam berasal dari Gujarat, Mekkah, Persia dan Cina. Permasalahannya, diskursus soal pendapat datangnya Islam ke Indonesia tersebut yang kemudian menjadi satu kesatuan cerita sejarah jarang ditemukan. Adapun diskursus mengenai Islamisasi menjadi wacana panjang pada masa kolonial dan pascakolonial. Tulisan ini bertujuan untuk mengelaborasi visi Islamisasi menurut Hoesein Djajadiningrat. Hoesein berpendapat bahwa Islam di Indonesia berasal dari Persia. Argumentasi dalam tulisan ini yakni Hoesein sebagai seorang intelektual dapat disejajarkan dengan para sarjana yang memberikan pendapat soal Islamisasi seperti Snouck Hurgronje, Pijnappel, JP Moquette, Hamka, dan Abu Bakar Aceh. Tulisan ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diskursus Islamisasi yang berasal dari Persia merupakan penguatan Islamisasi Gujarat dan wacana tandingan Islamisasi Arab. Oleh karena itu, tulisan ini akan menganalisis, pertama, Perdebatan Islamisasi dalam wacana Barat. Kedua, Perdebatan Islamisasi pascakolonial, dan Ketiga, Perdebatan Islamisasi Arab vs Persia.Item Rekonstruksi Kota Galuh Pakwan (1371 - 1475 M) dan Kota Pakwan Pajajaran (1482 - 1521 M)(2019-03-13) BUDIMANSYAH; Miftahul Falah; Nina Herlina SukmanaSejarah mengenai Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda sampai pada saat ini masih sering terjadi kesalahan interpretasi dalam penulisannya. Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda lahir pada waktu yang bersamaan sebagai penerus dari Kerajaan Tarumanagara. Walaupun memiliki wilayah kekuasaan yang berbeda, adakalanya antara Kerajaan Galuh dengan Kerajaan Sunda dipersatukan melalui jalan pernikahan, dan kemudian secara kelembagaan selalu Sunda yang dipakai sebagai nama dari kerajaannya. Berdasarkan sumber tradisional, Kerajaan Galuh didirikan oleh Prabu Wretikendayun dengan menamakan ibu kota kerajaannya Galuh Pakwan. Kota Galuh Pakwan mengalami perpindahan tempat sebanyak lima kali, dan Kawali merupakan tempat terakhir sampai eksistensi kerajaan ini berakhir, dengan nama kompleks keratonnya adalah Surawisesa. Pada saat yang bersamaan, Prabu Trarusbawa mendirikan Kerajaan Sunda dengan memilih ibu kota kerajaan di Kota Pakwan Pajajaran. Nama dari kompleks keraton Kerajaan Sunda tersebut adalah Panca Prasadha. Penataan ruang, baik di Kota Galuh Pakwan maupun di Kota Pakwan Pajajaran terungkap sarat dengan makna filosofis sebagaimana tersirat dalam naskah-naskah Sunda Kuna. Walaupun demikian, antara Kota Galuh Pakwan dengan Kota Pakwan Pajajaran terdapat beberapa perbedaan yang sangat kuat, selain banyaknya persamaan pada tata ruang kotanya. Simpulannya, Galuh Pakwan merupakan kota dataran rendah yang menghasilkan pola sirkulasi kota linier. Secara morfologinya, Kota Galuh Pakwan termasuk kedalam kelompok kota organis. Sedangkan Pakwan Pajajaran merupakan kota pegunungan, dengan topografi wilayah yang berbukit sehingga sirkulasi kota yang dihasilkan berpola radial. Kota ini termasuk kedalam kelompok kota kosmis dengan keberadaan Gunung Salak dan Gunung Pangrango sebagai pusat orientasinya.Item ACHMAD NOEMANMAESTRO ARSITEKTUR MASJID DI INDONESIA(1926-2016)(2023-09-04) MUHAMMAD RIZKI UTAMA; Raden Muhammad Mulyadi; Mumuh Muhsin ZFokus kajian ini adalah biografi Maestro Arsitek Achmad Noe’man selama periode 1926 hingga wafatnya pada tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang keluarga dan pendidikan Achmad Noe’man sehingga ia bisa menjadi seorang arsitek; peranan Achmad Noe’man dalam melakukan transformasi Arsitektur Masjid di Indonesia dengan karya masterpiece-nya Masjid Salman ITB; serta dinamika pemikiran Achmad Noe’man terkait Islam dan Arsitektur yang ia terapkan dalam karya-karyanya sehingga dianugerahi gelar Maestro Arsitek. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah Metode Penelitian Sejarah, yang meliputi empat tahapan: yaitu Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi. Teori yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah teori multiple intelligences Howard Gardner, teori strukturasi Anthony Giddens, serta konsep-konsep hubungan arsitektur dengan perilaku, lingkungan, dan ajaran Islam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Achmad Noe’man dibesarkan dan dididik dalam lingkungan keluarga besar pejuang dan saudagar berlatar belakang Muhammadiyah yang menanamkan nilai-nilai Islam bercorak modern dan juga kreativitas pada masa kecil hingga remajanya. Pengaruh agama yang kuat ia bawa bahkan hingga saat berkuliah pada Jurusan Sipil pada tahun 1948 di Universiteti Van Indonesie (UVI) Bandung (sekarang ITB), saat pindah ke Jurusan Arsitektur pada tahun 1952, hingga lulus menjadi arsitek pada tahun 1958. Setelah lulus, ia mendirikan biro konsultan arsitektur PT Birano, merancang masterpiece Masjid Salman ITB yang dirancang tanpa kubah dan tiang di tengahnya, dan merancang puluhan karya arsitektur masjid di Indonesia hingga mancanegara. Achmad Noe’man wafat pada tahun 2016 setelah lebih dari 60 tahun berprofesi sebagai arsitek dengan julukan “Arsitek Seribu Masjid” dan “Maestro Arsitektur Masjid di Indonesia”.Item Priangan: Dari Binnenlanden Hingga Menjadi Surga Turisme di Hindia Belanda, 1821-1942.(2021-03-24) ANDI ARIS MUNANDAR; Reiza D. Dienaputra; Raden Muhammad MulyadiTesis ini bertujuan mendeskripsikan dinamika di Priangan dari wilayah yang dianggap pedalaman bertransformasi menjadi daerah tujuan wisata. Setelah adanya pembatasan kunjungan menuju Priangan, melalui Staatsblad no. 6 tahun 1821. Pada awal abad ke-19 Priangan masih dikategorikan sebagai binnenlanden atau daerah pedalaman. Akan tetapi, akibat dari pembatasan tersebut justru membuat Priangan menjadi daerah yang menarik untuk dikunjungi karena ke misteriusannya (Terra Incognita), hingga kemudian mampu bertransformasi menjadi Terra Fantastica sebagai surga pariwisata pada masa awal hadirnya turisme modern di Hindia Belanda yang ditandai dengan lahir nya Veereniging Toeristenveerker. Tesis ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Metode ini memungkinkan peneliti untuk menulis secara deskriptif analitik kronologis mengenai bagaimana proses Priangan bertransformasi dari daerah pedalaman menjadi “surga” bagi para turis yang datang ke Hindia Belanda. Tesis ini memakai konsep kajian sejarah sehari-hari (daily life history) dari Fernand Braudel, yang mana peneliti mencoba menggali dari berbagai sumber guna dapat menemukan hal-hal penting dari suatu rutinitas dan aktivitas manusia yang meskipun sederhana namun mampu memberikan pengaruh yang besar bagi jalannya suatu peristiwa sejarah. Selain itu melalui kajian sejarah sehari-hari dapat ditemui mengenai sisi yang unik dan menarik dari suatu rutinitas manusia dan masyarakat yang dalam hal ini adalah mengenai kegiatan pariwisata.Item Dinamika Surat Kabar Pikiran Rakyat 1950-1983(2019-09-17) TRISNA AWALUDIN HARISMAN; Raden Muhammad Mulyadi; WidyonugrahantoTesis ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan Surat Kabar Pikiran Rakyat selaras dengan perkembangan politik yang ada di Indonesia. Surat Kabar Pikiran Rakyat mulai berkembang menjadi surat kabar yang mengusung semangat nasionalisme di Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari campur tangan Djama Ali dan Asmara Hadi selaku pendiri surat kabar terebut. Kota Bandung merupakan kota yang kehidupan politiknya cukup penting dan berpengaruh kepada surat kabar salah satunya yaitu Pikiran Rakyat. Kemunculan Harian Pikiran Rakyat juga menjadikan sebagai media politik yaitu menyiarkan isi berita politik dan melakukan kritik dan kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Fungsi tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan Surat Kabar Pikiran Rakyat yang dipimpin oleh Djamal Ali sampai kepada kepemimpinan Sakti Alamsyah Siregar. Tujuan tulisan ini untuk mengetahui perjalanan Pikiran Rakyat dan perkembangan pada tahun 1950-1983. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah kritis. Pertama, heuristik yang merupakan tahap pengumpulan data atau sumber-sumber sejarah yang relevan. Kedua, kritik sumber merupakan tahap pengkajian terhadap otentisitas dan kredibilitas sumber-sumber yang diperoleh yaitu dari segi fisik dan isi sumber. Ketiga, interpretasi yaitu dengan mencari keterkaitan makna hubungan antara fakta-fakta yang telah diperoleh sehingga lebih bermakna. Keempat, historiografi atau penulisan yaitu penyampaian sintesis dalam bentuk karya sejarah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan Surat Kabar Pikiran Rakyat yang terjadi pada tahun 1950-1983 dipengaruhi oleh keadaan politik. Perkembangan Surat Kabar Pikiran Rakyat terlihat dengan muatan berita kritikan terhadap pemerintah pada tahun 1950-an. Pada awal tahun 1965, kegiatan Surat Kabar Pikiran Rakyat harus terhenti disebabkan terlambatnya berafiliasi terhadap partai politik atau organisasi masa yang ditunjuk oleh pemerintah. Perkembangan selanjutnya pada tanggal 24 Maret 1966 atas dorongan Pangdam Siliwangi mantan wartawan Pikiran Rakyat yang di wakili Sakti Alamsyah Siregar sepakat untuk melakukan kerjasama untuk menerbitkan Surat Kabar Angkatan Bersenjata edisi Jawa Barat. Namun, belum genap satu tahun surat kabar ini terbit Kementeriaan Penerangan mencabut kembali peraturan tentang berafialiasi dengan partai politik atau organisasi Masa yang ditunjuk oleh pemerintah. Hai ini menyebabkan Surat Kabar Angkatan Bersenjata edisi Jawa Barat tidak lagi berafiliasi dengan Kodam Siliwangi. Selanjutnya, pada tanggal 24 Maret 1967 Surat kabar ini berganti nama menjadi Harian Umum Pikiran Rakyat di bawa Pimpinan Umum Redaksi Sakti Alamsyah Siregar dari tahun 1967 sampai 1983.Item PEMIKIRAN POLITIK TIGA TOKOH SUNDA NASIONALIS, 1920-1942(2018-11-28) ANGGA PUSAKA HIDAYAT; Widyonugrahanto; Dade MahzuniTesis ini bertujuan untuk menguraikan pemikiran politik tokoh-tokoh Sunda yang nasionalis dalam hubungan dengan pembentukan identitas Indonesia dan respons terhadap masa-masa akhir pemerintah kolonial Hindia Belanda. Subjek penelitian ini adalah tiga tokoh Sunda , yakni Oto Iskandar dinata, Iwa Koesoema Soemantri, dan Émma Poeradiredja sebagi representasi wanita Sunda. Dalam merekonstruksi pemikiran politik tiga tokoh Sunda tersebut, digunakan metode sejarah. Metode sejarah terdiri atas proses mencari dan mengumpulkan sumber (heuristik), kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Tesis ini menerapkan pendekatan sejarah pemikiran politik. Oleh karena itu, untuk penjelasan dan penafsiran dalam tesis ini, digunakan konsep-konsep ilmu politik. Tesis ini menunjukkan bahwa ketiga tokoh Sunda ini berpendapat bahwa kesetaraan dan keadilan bagi masyarakat bumiputera dapat diupayakan melalui gerakan politik. Dalam pergerakan politiknya, mereka menempuh jalan kooperatif dan non kooperatif. Kelompok kooperatif bersedia menggunakan infrastruktur dan suprastruktur politik yang disediakan oleh pemerintah kolonial. Oto Iskandar di Nata dan Emma Poeradiredja memilih jalan non kooperasi dengan melibatkan diri dalam dewan-dewan bentukan pemerintah kolonial. Sedangkan kelompok non ko, merupakan oposisi dalam berbagai kepentingan sosial-politik kolonial. Mereka menolak menjadi pegawai dan terlibat dalam dewan-dewan kolonial. Iwa Koesoema Soemantri merespons sistem politik kolonial dengan jalan non kooperasi. Dia menolak masuk dalam sistem politik kolonial. Sejak awal, Iwa menuntut kemerdekaan bagi Indonesia. Oto-Iwa-Emma juga menaruh perhatian cukup besar pada pemberdayaan dan partisipasi politik bagi kaum perempuan. Ketiganya berpendapat bahwa pendidikan, persatuan, dan kesadaran bumiputera merupakan syarat bagi tercapainya kesetaraan, kesejahteraan, dan kemerdekaan Indonesia. Tesis ini berkesimpulan bahwa sikap dan pemikiran politik tokoh Sunda ini, setidaknya ditentukan oleh tiga faktor yang saling mempengaruhi, yakni budaya politik, lingkungan sosial dan politik tempat mereka berada, dan karakteristik pribadi masing-masing tokoh. Mereka berdua memperjuangkan kesetaraan dan otonomi bagi masyarakat melalui sistem politik yang dibangun pemerintah kolonial. Ketiga tokoh ini menemukan dan membentuk citra diri dalam identitasnya sebagai urang Sunda dan bangsa Indonesia. Ketiganya tampil dengan gagasan persatuan, tetapi mereka tampil dalam ekpresi identitas yang berbeda. Iwa membentuk citra bahwa dia hampir secara keseluruhan telah meleburkan diri pada identitas baru sebagai bangsa Indonesia sedangkan Oto dan Émma tetap menampilkan diri sebagai urang Sunda. Meskipun secara gagasan, ketiga tokoh ini mendukung nasionalisme Indonesia, tetapi tidak serta merta menghilangkan identitas sebagai urang Sunda.Item DINAMIKA RUBRIK POLITIK MAJALAH PEMBELA ISLAM PADA MASA PERGERAKAN (1929-1935)(2019-05-17) FAUJIAN ESA GUMELAR; Mumuh Muhsin Z; Raden Muhammad MulyadiTesis ini bertujuan untuk menjelaskan pemikiran tokoh-tokoh Persis dalam Majalah Pembela Islam terutama menyangkut pemikiran politik, baik berkenaan mengenai paham kebangsaan maupun mengenai pemikiran Islam dalam kontek kenegaraan. Dalam tesis ini dijelaskan juga alasan mengenai pembredelan yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda dan respon yang dilakukan oleh Persis atas pembredelanya tersebut. Metode penelitian dalam tesis ini adalah metode sejarah. Metode sejarah terdiri dari tahap heuristik atau proses mencari dan mengumpulkan data, kritik eksternal dan kritik internal, interpretasi, dan historiografi. Selain itu penjelasan yang terdapat dalam tesis ini menggunakan konsep-konsep komuikasi politik. Tesis ini menunjukan bahwa Persis dengan penerbitannya terutama dalam Majalah Pembela Islam cukup sering menimbulkan polemik dengan tokoh-tokoh kebangsaan semisal Soetomo, Soekarno maupun Muchtar Luthfi. Polemik yang terjadi dikarenakan ketidaksetujuan tokoh-tokoh Persis terhadap paham kebangsaan yang disebarkan oleh tokoh-tokoh nasionalis. Bagi tokoh-tokoh persis seperti A.Hassan atau M.Natsir, berjuang berlandaskan paham kebangsaan tanpa didasari dengan semangat keislaman itu adalah Ashabiyah. Menurut A Hassan orang yang menyerukan ashbaiyah, berperang karena ashabiyah, atau berjuang atas asas ashabiyah tidak termasuk umat Nabi Muhammad. Bagi mereka mendirikan perkumpulan kebangsaan dan menolong kebangsaan merupakan perbuatan yang dilarang oleh agama Islam. Perjuangan Islam menurut tokoh-tokoh Persis harus memiliki tujuan untuk menjadikan negara Indonesia berdasarkan Islam. Hal tersebut, akan memudahkan pemakaian hukum-hukum dan undang-undang Islam dalam konteks yang lebih luas. Berbeda halnya jika perjuangan yang dilakukan adalah dengan paham kebangsaan, umat Islam akan menjadikan Indonesia menjadi negara sekuler yang menjauhkan agama dalam kehidupan politik. Sikap keras tokoh-tokoh persis dalam Majalah (Pembela Islam) ini bukan hanya terjadi pada tokoh-tokoh nasionalis seperti Soekarno mamupun Muhtar Luthfi, akan tetapi juga Persis menggunakan Majalah Pembela Islam untuk melancarkan krtitik pada pemerintahan kolonial terutama berkaitan dengan izin penyebaran Agama Kristen di Indonesia. Dampaknya pemerintahan kolonial melarang penerbitan dari Majalah Pembela Islam ini.Item Konflik dan Harmoni: Sipatahoenan di Bawah Tiga Pemimpin Redaksi, 1924-1942(2018-03-13) RAHIM ASYIK FAJAR AWANTO; Mumuh Muhsin Z; Nina Herlina SukmanaTesis ini bertujuan mendeskripsikan dinamika koran Sipatahoenan di bawah tiga pemimpin redaksinya dan bagaimana sebuah koran partisan berbahasa Sunda yang juga corong organisasi kesundaan Paguyuban Pasundan dapat bersaing dengan koran berbahasa Belanda dan Melayu pada masa Pemerintah Kolonial Belanda. Bahkan dua pemimpin redaksinya dianugerahi penghargaan perintis pers nasional. Tesis ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Metode ini memungkinkan peneliti menulis deskriptif kronologis mengenai perjalanan sejarah Sipatahoenan dan para pemimpin redaksinya. Tesis ini juga menggunakan teori fungsi konflik dari Lewis A. Coser yang tepat untuk mengungkapkan dan menganalisis bagaimana para editor ini mengelola konflik bagi kemajuan Sipatahoenan. Hasil kajian menemukan, kiprah dua pemimpin redaksi Sipatahoenan, Bakrie Soeraatmadja dan Mohamad Koerdie, dengan caranya masing-masing, memang layak dianugerahi gelar perintis pers nasional. Dipandang dengan kacamata Coser, Sipatahoenan terampil mengelola konflik internal dan eksternal. Tekanan dari Pemerintah Hindia Belanda dan koran pesaingnya (out-grups), memperkuat in-group ikatan Sipatahoenan. Berbagai konflik ini secara positif menjadi pemicu Sipatahoenan untuk berkembang dan menciptakan harmoni. Namun pada zaman pendudukan Jepang tekanan out-group terlalu kuat dan ikatan in-group tak mampu menahannya. Tak lama setelah Jepang berkuasa pada tahun 1942, Sipatahoenan pun berhenti terbit.Item Refleksi Tentang Peranan Dan Status Sosial Perempuan Sunda Pada Rubrik Pamidangan Istri Dalam Surat Kabar Galih Pakoean 1931-1935(2019-10-28) ANNISA ARUM MAYANG; Raden Muhammad Mulyadi; Nina Herlina SukmanaTesis ini berjudul “Refleksi tentang Peranan Sosial dan Status Perempuan Sunda pada Rubrik “Pamidangan Istri” dalam Surat Kabar “Galih Pakoean” 1931-1935”. Tesis ini membahas mengenai bagaimana penulis-penulis dalam rubrik “Pamidangan Istri” yang berupaya untuk membawa kaum perempuan pada saat itu (tahun 1931-1935) masih tertindas. Rubrik “Pamidangan Istri” mengajak perempuan agar sadar akan hak-haknya tanpa melupakan kewajibannya sebagai perempuan. Rubrik “Pamidangan Istri” berisi mengenai informasi-informasi yang dibutuhkan oleh perempuan dalam menjalankan perannya sebagai anak perempuan, seorang ibu dan seorang istri. Dalam penerbitannya dari tahun 1931-1934 surat kabar “Galih Pakoean” menggunakan Bahasa Sunda, akan tetapi sejak 1 Januari 1935,surat kabar Galih Pakoean terbit dengan Bahasa Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahap yaitu heuristic, kritik, interpretasi dan historiografi. Penelitian ini menggunakan analisis pendekatan framing, yaitu dengan merekonstruksi dan menganalisis bagaimana para penulis menggambarkan keadaan perempuan pada saat itu serta membawa pembacanya kepada arah yang lebih baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan sosial dan status Perempuan Sunda antara tahun 1931-1935 cukup signifikan dalam bidang pendidikan, kehidupan rumah tangga dan pergerakan perempuan.Item Kota Subang dari 1850 sampai 1968(2018-02-27) ANGGI AGUSTIAN JUNAEDI; Kunto Sofianto; Nina Herlina SukmanaTesis ini berjudul Kota Subang dari 1850 sampai 1968. Sampai hari ini, berkenaan dengan sejarahnya, Kota Subang masih menyimpan banyak persoalan. Misalnya saja, ada yang menyebutnya sebagai evolusi dari desa Tengeragung. Padahal, beberapa fakta menunjukan adanya kekeliruan berkenaan dengan pemikiran tersebut. Untuk itu, sejarah Kota Subang nampaknya perlu ditinjau ulang dengan mengedepankan beberapa masalah seperti; Pertama, bagaimana perkembangan awal Kota Subang. Kedua, bagaimana perkembangannya pada masa Hindia Belanda. Ketiga, bagaimana perkembangannya pada masa Jepang hingga kemerdekaan. Untuk menjawab persoalan-persoalan terebut, digunakan metode sejarah yang diawali dengan proses heuristik, kemudian kritik, berlanjut pada proses interpretasi, dan diakhiri dengan historiografi. Selain itu, agar persoalan-persoalan yang telah dikemukakan dapat dijawab secara tuntas dan mendalam, digunakan teori-teori tentang kota dan perubahan sosial. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara historis Kota Subang tidak berawal dari Desa Tengeragung melainkan dari Desa Subang. Yang terjadi adalah bukan perubahan nama tetapi perpindahan pusat administrasi dari Desa Tengeragung di Segalaherang ke Desa Subang di Distrik Subang pada 1850. Perpindahan itu mengakibatkan Kota Subang mengalami perkembangan yang cukup pesat dan perkebunan sebagai salah satu penggerak ekonomi paling menguntungkan menjadi salah satu penyebabnya. Ditambah lagi, keberadaan orang Eropa sebagai penguasa membuat kota ini semakin dikembangkan dalam rangka memenuhi keinginan, kebutuhan, dan kepentingan mereka. Sampai dengan berakhirnya masa Hindia Belanda, Kota Subang telah memiliki berbagai fasilitas kota seperti listrik, jaringan transportasi yang cukup baik, jaringan komunikasi, bangunan besar yang cukup mencolok, dan sebagainya. Pada masa Jepang dan kemerdekaan, perkembangannya cenderung menurun. Beberapa fasilitas kota hancur akibat perang. Selain itu, perusahaan perkebunan cenderung bergerak ke arah kebangkrutan meskipun sempat membaik beberapa tahun setelah Indonesia merdeka. Kata Kunci: Kota Subang, Sejarah.Item GERAKAN SOSIAL-POLITIK DI BLAMBANGAN TAHUN 1771-1772(2018-03-13) NURMARIA; Raden Muhammad Mulyadi; Mumuh Muhsin ZTesis ini berjudul Gerakan Sosial-Politik di Blambangan Pada 1771-1772. Sekarang, Blambangan dikenal dengan Kabupaten Banyuwangi. Letaknya strategis, perbatasan antara pulau Jawa dan pulau Bali, sehingga sering terjadi konflik. Salah satu konflik tersebut berupa gerakan sosial politik yang dilakukan oleh Rempek Jagapati terhadap VOC pada tahun 1771-1772. Lebih lanjut lagi informasi mengenai gerakan sosial-politik tersebut akan dijelaskan dengan mengangkat beberapa pokok permasalahan sebagai berikut; Pertama, Mengapa muncul gerakan sosial-politik di Blambangan?; Kedua, Bagaimana karakteristik / ideology gerakan sosial-politik tersebut?; Ketiga, Apa saja akibat dari gerakan sosial-politik bagi perubahan sosial-ekonomi Blambangan? Melalui penggunaan metode sejarah, yang diawali dengan proses heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji munculnya, intensitas beserta karakteristik dan akibat gerakan sosial politik tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah collective behavior. Berbagai perspektif mengenai gerakan ini dibangun dengan memanfaatkan sumber-sumber VOC, babad dan kajian historis mengenai Blambangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, gerakan sosial politik di Blambangan terjadi karena adanya beberapa alasan, dari segi politik, sosial, etnis, agama maupun ekonomi. Gerakan tersebut sebenarnya tidak pernah berakhir, bahkan ketika pemimpin gerakan tersebut dibunuh oleh VOC, para pengikutnya masih melanjutkannya. Akhirnya, VOC melakukan berbagai strategi baik kompromi dengan pemimpin gerakan, mendatangkan pasukan perang dari Jawa dan Madura maupun melakukan gencatan senjata untuk menghentikannya