Ilmu Kesehatan Gigi Anak (Sp.)
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Ilmu Kesehatan Gigi Anak (Sp.) by Author "Arlette Suzy Puspa Pertiwi"
Now showing 1 - 14 of 14
Results Per Page
Sort Options
Item Aktivitas Antibakteri Senyawa Flavonoid Buah Merah (Pandanus Conoideus Lam.) terhadap Enzim Muramidase A dan Glucosyltransferase P Streptococcus sanguinis secara In Silico(2022-10-15) ANDI SRI PERMATASARI; Arlette Suzy Puspa Pertiwi; Meirina GartikaBuah merah (Pandanus conoideus Lam.) merupakan tanaman asli dari Papua, Indonesia. Senyawa flavonoid buah merah memiliki aktivitas antibakteri. Streptococcus sanguinis merupakan bakteri gram-positif dalam rongga mulut yang menjadi pionir dalam pembentukan biofilm. Dinding sel tersusun oleh peptidoglikan yang tebal. Muramidase A (murA) adalah enzim berperan pada biosintesis peptidoglikan. Streptococcus sanguinis memiliki glucosyltransferase P (gtfP) yang menghasilkan glukan pada pembentukan biofilm. MurA dan gtfP dapat dijadikan target antibakteri. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis aktivitas antibakteri senyawa flavonoid buah merah (Pandanus conoideus Lam.) terhadap muramidase A dan glucosyltransferase P pada Streptococcus sanguinis secara in silico. Penelitian menggunakan metode molecular docking secara in silico untuk melihat aktivitas antibakteri antara senyawa empat senyawa flavonoid buah merah (quercetin, quercetin 3 methyl ether, quercetin 3 glucoside, dan taxifolin) terhadap murA (1AIU) dan gtfP (3AIE) menggunakan software Autodock Tools. Aktivitas antibakteri dilihat dari nilai binding affinity dan Ki (Konstanta inhibisi). Quercetin 3 glucoside menunjukkan nilai binding affinity dan Ki paling kecil terhadap murA dibandingkan ketiga senyawa flavonoid lain dan klorheksidin, yaitu -11.11 kcal/mol dan 0.007 µM. Binding affinity dan Ki Quercetin 3 glucoside juga menunjukkan nilai paling kecil terhadap gtfP dibandingkan ketiga senyawa flavonoid lain, yaitu -5.96 kcal/mol dan 42.50 µM. Klorheksidin sebagai kontrol positif menunjukkan nilai paling kecil. Simpulan dalam penelitian adalah senyawa flavonoid pada buah merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap murA dan gtfP pada Streptococcus sanguinis. Quercetin 3 glucoside merupakan senyawa yang paling baik dalam menghambat murA dan gtfP.Item ANALISIS KETERAMPILAN ARTIKULASI ANTARA ANAK BERNAPAS MELALUI MULUT DAN ANAK BERNAPAS NORMAL MENGGUNAKAN METODE DIADOKOKINESIS PADA SOFTWARE PRAAT(2024-01-08) NANA LILYANI; Kartika Indah Sari; Arlette Suzy Puspa PertiwiKeterampilan artikulasi merupakan aspek penting dalam perkembangan bahasa pada anak-anak yang dapat dihambat oleh adanya kebiasaan bernapas melalui mulut. Bernapas melalui mulut yaitu keadaan menghirup dan menghembuskan napas melalui mulut karena obstruksi pada hidung, kebiasaan buruk, dan gangguan anatomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterampilan artikulasi antara anak yang bernapas melalui mulut dan anak yang bernapas normal berdasarkan parameter waktu pelafalan, pitch, dan intensitas. Metode diadokokinesis diterapkan pada penelitian ini untuk mengukur gerakan tepat dan cepat pada sistem fonetik. Penelitian ini melibatkan sekelompok anak usia sekolah dasar yang terbagi menjadi dua kelompok: kelompok anak yang bernapas melalui mulut dan kelompok anak yang bernapas normal. Data akan dikumpulkan melalui perekaman suara menggunakan software Praat. Analisis hasil mencakup parameter waktu pelafalan, pitch, dan intensitas suara. Hasil penelitian, keterampilan artikulasi anak bernapas melalui mulut lebih lama berdasarkan parameter waktu pelafalan (p=0,001;p<0,005), lebih tinggi berdasarkan parameter pitch (p=0,002;p<0,005), dan lebih kuat berdasarkan parameter intensitas (p=0,003;p <0,005) dibandingkan anak bernapas normal. Simpulan terdapat perbedaan keterampilan artikulasi antara anak bernapas melalui mulut dan anak bernapas normal berdasarkan parameter waktu pelafalan, pitch, dan intensitas.Item EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAN METANOL-HEKSANA DAUN KEMANGI (OCIMUM BASILICUM) SEBAGAI MEDIKAMEN SALURAN AKAR TERHADAP ENTEROCOCCUS FAECALIS ATCC 29212(2019-07-19) YULINATARINA; Eriska Riyanti; Arlette Suzy Puspa PertiwiMedikamen saluran akar adalah suatu prosedur perawatan saluran akar yang bertujuan mengurangi jumlah atau membunuh bakteri, mencegah infeki sekunder saluran akar, mengurangi peradangan jaringan periapikal dan mengurangi rasa sakit antar kunjungan. Enterococcus faecalis merupakan salah satu bakteri Gram positif penyebab infeksi saluran akar gigi sulung. Daun kemangi Ocimum basilicum telah terbukti mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas daya antibakteri fraksi etil asetat dan fraksi metanol-heksana daun kemangi Ocimum basilicum terhadap Enterococcus faecalis ATCC 29212 secara in vitro. Penelitian menggunakan metode eksperimental laboratoris dengan uji penentuan zona hambat, Konsentrasi Hambat Minimal, Konsentrasi Bunuh Minimal dan Total Plate Count bakteri dari fraksi etil asetat serta metanol-heksana. Analisis statistik menggunakan uji t-berpasangan dengan p value <0,05. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai zona hambat fraksi etil asetat pada konsentrasi 5% dan 4% masing-masing 10,25 mm dan 9,55 mm. Zona hambat rata-rata fraksi metanol-heksana pada konsentrasi 20% dan 10% masing-masing 7,3 mm dan 7,25 mm. Nilai Konsetrasi Hambat Minimum fraksi etil asetat pada konsentrsi 1,25% sedangkan Konsentrasi Bunuh Minimum pada konsentrasi 2,5%. Nilai Konsetrasi Hambat Minimum fraksi metanol-heksana pada konsentrasi 2,5% dan Konsentrasi Bunuh Minimum fraksi metanol-heksana pada konsentrasi 5%. Secara statistik terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p<0,01) antara efektifitas daya antibakteri fraksi etil asetat dan fraksi metanol-hesana daun kemangi Ocimum basilicum terhadap bakteri Enterococcus faecalis ATCC 29212 in vitro. Simpulan penelitian adalah terdapat perbedaan efektivitas daya antibakteri fraksi etil astetat dan fraksi metanol-heksana Ocimum basilicum terhadap Enterococcus faecalis ATCC 29212. Fraksi etil asetat memiliki efektivitas daya antibakteri lebih baik dibandingkan fraksi metanol-heksana terhadap bakteri Enterococcus faecalis ATCC 29212 secara in vitro.Item EFEKTIVITAS KOMBINASI TELL-SHOW-DO DAN DENTAL HYPNOSIS DALAM MENGURANGI RASA TAKUT DAN NYERI SAAT ANESTESI LOKAL PADA ANAK(2019-07-18) GUSTI AGUNG INTAN PRATIWI; Arlette Suzy Puspa Pertiwi; Gilang YubilianaRasa takut yang dirasakan anak saat perawatan gigi dapat disebabkan ketakutan akan rasa nyeri, pengalaman yang kurang menyenangkan maupun pengaruh dari orangtua. Rasa takut dapat memberikan pengaruh dalam manajemen perilaku selama perawatan gigi. Salah satu teknik manajemen perilaku yang sering digunakan dalam melakukan perawatan gigi adalah tell-show-do, yang dapat pula dikombinasikan dengan teknik manajemen lainnya, seperti dental hypnosis. Tujuan penelitian untuk melihat efektivitas kombinasi tell-show-do dan dental hypnosis dalam mengurangi rasa takut dan nyeri saat anestesi lokal pada anak. Penelitian menggunakan eksperimental semu yang dilakukan dengan subjek manusia yang terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama menggunakan intervensi tell-show-do dan kelompok kedua menggunakan intervensi kombinasi tell-show-do dan dental hypnosis. Kelompok penelitian dipilih secara random. Subjek penelitian merupakan pasien yang datang ke klinik Bandung Dental Center dengan rentang usia 6 sampai 9 tahun. Rasa takut dinilai dengan facial image scales dan rasa nyeri dinilai dengan face, legs, activity, cry, consolability. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji Wilcoxon dan U Mann Whitney. Penelitian menunjukkan hasil yang signifikan dari kelompok kombinasi tell-show-do dan dental hypnosis dalam mengurangi rasa takut dan nyeri saat proses anestesi lokal pada anak dengan hasil p-value= 0.0028. Penilaian perubahan rasa takut dan nyeri pada kedua kelompok menghasilkan nilai tidak signifikan dengan nilai p-value=0,113 dan p-value=0,3272. Simpulan penelitian tell-show-do dapat mengurangi rasa takut saat anestesi lokal pada anak tetapi kombinasi tell-show-do dan dental hypnosis lebih efektif dalam mengurangi rasa takut saat melakukan anestesi lokal pada anak. Rasa nyeri pada anak, tidak ada perbedaan antara kelompok tell-show-do dan kelompok kombinasi tell-show-do dan dental hypnosis.Item Efektivitas Pendekatan Perilaku Berbasis Applied Behavior Analysis Terhadap Penyikatan Menggunakan Prophylaxis Brush pada Anak dengan Gangguan Spektrum Autistik (Studi di lembaga Pendidikan Autisma Pr(2016-07-18) FELICIA MELATI; Ratna Indriyanti; Arlette Suzy Puspa PertiwiGangguan Spektrum Autistik (GSA) merupakan suatu disabilitas perkembangan kompleks akibat dari gangguan neurologis yang berdampak pada perkembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial. Secara umum anak GSA tidak kooperatif saat menerima perawatan dental. Metode terapi yang biasa digunakan pada anak GSA adalah applied behavior analysis (ABA). Mereka lebih mudah menangkap informasi secara visual sehingga penelitian ini menggunakan kartu bergambar sebagai alat bantu. Tindakan dental yang sederhana seperti penyikatan gigi dengan prophylaxis brush dapat menjadi suatu hal yang kompleks pada anak GSA. Diharapkan pendekatan perilaku berbasis ABA mampu merubah perilaku anak pada perawatan dental karena ABA dapat melatih anak untuk melakukan suatu perilaku baru yang positif. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu subjek tunggal terhadap anak GSA di LPA Prananda. Perubahan perilaku anak diamati selama empat kali perlakuan dengan rentang waktu seminggu tiap pertemuannya. Subjek yang memenuhi syarat inklusi dan eksklusi ialah 11 anak laki-laki dan 4 anak perempuan. Analisis data yang digunakan adalah uji ANAVA non-parametrik Kruskal-Wallis. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan skor dari pertemuan pertama hingga terakhir yang bermakna secara statistik dengan p-value (0,269) < 0,05. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara perubahan perilaku anak GSA level 1 dengan level 2 (p-value < 0.05). Simpulan penelitian adalah pendekatan perilaku berbasis ABA efektif mengubah perilaku anak GSA pada penyikatan menggunakan prophylaxis brush dan terdapat perbedaan perubahan perilaku antara anak dengan GSA level 1 dan 2. Anak GSA level 1 memiliki kemampuan mengikuti instruksi dan penerimaan yang lebih baik pada prosedur penyikatan dengan prophylaxis brush .Item Hubungan Antara Fungsi Oral Sistem Stomatognati (Pengunyahan, Penelanan, Bicara) dengan Oral Health Related Quality Of Life pada Anak Stunting(2020-07-14) EUNIKE SIANTURI; Risti Saptarini Primarti; Arlette Suzy Puspa PertiwiStunting didefinisikan secara spesifik sebagai kondisi anak usia 0–59 bulan, dengan tinggi badan menurut usia berada di bawah minus dua standar deviasi dari standar median berdasarkan WHO. Stunting terjadi akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama pada 1000 hari pertama kehidupan. Stunting pada masa balita yang mengalami kegagalan catch up growth akan bermanifestasi menjadi stunting pada masa anak sekolah dasar. Stunting dapat memengaruhi penurunan kognitif dan koordinasi motorik oral. Kemampuan motorik oral berperan penting dalam fungsi oral sistem stomatognati (pengunyahan, penelanan, dan bicara). Perhatian dini terhadap gangguan fungsi oral sistem stomatognati dapat menghindari komplikasi status gizi dan kualitas hidup anak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui, menganalisis, dan mengevaluasi hubungan antara fungsi oral sistem stomatognati (pengunyahan, penelanan, dan bicara) dengan Oral Health Related Quality of Life (OHRQoL) pada anak stunting. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian korelatif pada 58 orang anak stunting usia 7-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri cakupan Puskesmas Pasir Jambu Kabupaten Bandung. Fungsi oral sistem stomatognati dievaluasi dengan Adapted Orofacial Myofunctional Assessment Protocol dan OHRQoL dengan Child Oral Health Impact Profile Short Form (COHIP-SF 19). Hasil penelitian dianalisis statistik dengan uji korelasi Spearman’s Rank Correlation dan Kendall Coefficient of Concordance. Hasil penelitian menunjukkan subjek penelitian memiliki hubungan yang signifikan pada tiap variabel dan ketiga variabel fungsi oral sistem stomatognati (pengunyahan, penelanan, dan bicara) dengan OHRQoL dengan p-value <0,05. Simpulan penelitian adalah fungsi oral sistem stomatognati (pengunyahan, penelanan, dan bicara) memiliki hubungan yang signifikan dengan OHRQoL pada anak stunting.Item HUBUNGAN ANTARA FUNGSI ORAL SISTEM STOMATOGNATI DENGAN PERILAKU MAKAN (PICKY EATER) PADA ANAK STUNTING(2023-10-11) WITA PUSPITASARI; Arlette Suzy Puspa Pertiwi; Meirina GartikaStunting merupakan dampak dari tidak terpenuhinya gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak dan dapat berlanjut pada usia prasekolah karena asupan gizi yang tidak adekuat untuk kejar tumbuh. Asupan gizi yang tidak adekuat diantaranya disebabkan oleh hambatan pada perkembangan fungsi oral dan perilaku makan picky eating. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran fungsi oral pada anak stunting, mengetahui gambaran perilaku makan pada anak stunting, menganalisis perbedaan fungsi oral sistem stomatognati pada anak stunting dan non-stunting, menganalisis perbedaan perilaku makan pada anak stunting dan non-stunting, dan menganalisis hubungan antara fungsi oral sistem stomatognati dengan perilaku makan (picky eater) pada anak stunting. Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional, dilakukan pada 73 anak stunting dan 74 anak non-stunting sebagai kontrol di Posyandu cakupan Puskesmas Caringin, Kelurahan Margahayu Utara dan Babakan Ciparay, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung. Fungsi oral sistem stomatognati dinilai menggunakan Mouth Rinsing Functional Test (MRF-T) yang ekefektifannya telah diuji oleh Ogawa, dan perilaku makan anak dinilai menggunakan kuesioner Child Eating Behavior Questionnaire (CEBQ) dikembangkan dan divalidasi pertama kali oleh Wardle (Spearman Brown = 0,792). Hasil penelitian dianalisis statistik dengan uji parametrik independence t-test, uji non parametrik Mann Whitney dan korelasi rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan terdapat perbedaan fungsi oral sistem stomatognati pada anak stunting dan non-stunting yaitu p-value = 0,001; terdapat perbedaan perilaku makan pada anak stunting dan non-stunting yaitu pvalue food approach, food avoidant dan food fussiness secara berturut-turut 0,041, 0,001, dan 0,001; dan tidak terdapat hubungan antara fungsi oral sistem stomatognati dengan perilaku makan pada anak stunting yaitu p-value fungsi oralfood approach, fungsi oral-food avoidant dan fungsi oral-food fussiness secara berturut-turut 0,016, 0,228, dan 0,198. Simpulan penelitian adalah gambaran fungsi oral pada anak stunting mayoritas berada pada kategori simetri, gambaran perilaku makan pada anak stunting adalah food avoidant atau menghindari makanan dan berdasarkan food fussiness mayoritas masuk pada kategori pilih-pilih makanan, terdapat perbedaan fungsi oral sistem stomatognati pada anak stunting dan non-stunting, terdapat perbedaan perilaku makan pada anak stunting dan non-stunting, serta tidak terdapat hubungan antara fungsi oral sistem stomatognati dengan perilaku makan (picky eater) pada anak stunting.Item Hubungan Pengetahuan Nutrisi Dengan Perilaku Kebersihan Mulut Pada Remaja Putri (Studi Survey Dalam Upaya Pencegahan Stunting)(2022-10-15) FIRDAUS TAUFIK; Eriska Riyanti; Arlette Suzy Puspa PertiwiPengetahuan nutrisi merupakan pengetahuan tentang makanan dan nutrien, sumber-sumber nutrien pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar nutrien dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya peningkatan nutrisi salah satunya dengan menjaga kebersihan gigi dan mulut yang baik, yang dapat diwujudkan melalui pengetahuan dan perilaku yang baik dan benar terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Remaja dengan pengetahuan nutrisi yang baik akan memiliki perilaku kebersihan mulut yang baik. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan pengetahuan nutrisi dengan perilaku kebersihan mulut pada remaja putri. Jenis penelitian analitik dengan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional (studi silang) dilakukan pada 89 siswi yang memasuki remaja tengah yaitu usia 15-17 tahun di SMAN 15 Bandung. Penilaian tingkat pengetahuan nutrisi dan perilaku kebersihan mulut remaja putri dengan kuesioner yang diturunkan dari teori Health Belief Model dari Hochbaum, Rosenstock dan Kegels yang telah diuji validitas dengan cronbach alpha = 0,842. Hasil penelitian dianalisis statistik dengan uji statistik menggunakan analisis korelasi Pearson atau korelasi rank Spearman jika data tidak berdistribusi normal. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan nutrisi dan perilaku kebersihan mulut pada remaja putri baik serta terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan nutrisi dengan perilaku kebersihan mulut yaitu pengetahuan gizi esensial (r = 0,224; p=0,035) dan pengetahuan gizi seimbang lainnya (r = 0,298; p=0,005). Simpulan penelitian adalah pengetahuan nutrisi berhubungan dengan perilaku kebersihan mulut pada remaja putri.Item Hubungan Penilaian Diet dan Perilaku Kebersihan Mulut Dengan Status Kesehatan Mulut Remaja Putri (Suatu Studi Survey Dalam Upaya Pencegahan Stunting)(2022-10-14) YUNNY MAHRIANI; Arlette Suzy Puspa Pertiwi; Iwan Ahmad MusnamirwanKelompok yang rentan mengalami masalah nutrisi adalah remaja, khususnya remaja putri, yaitu dengan menjaga status nutrisi dan kebersihan mulutnya. Mempersiapkan diri sejak pranikah, yaitu pada calon pengantin terutama calon pengantin putri sampai pada masa sebelum hamil, hamil, dan pasca melahirkan, hal tersebut yang perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh langsung terhadap janin yang dikandungnya. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan penilaian diet dengan status kesehatan mulut remaja putri, hubungan antara perilaku kebersihan mulut dengan status kesehatan mulut remaja putri, dan hubungan antara penilaian diet dan perilaku kebersihan mulut dengan status kesehatan mulut remaja putri. Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional, dilakukan pada 96 remaja putri di SMPN 26 dan SMP Muhammadiyah 6 Bandung. Penilaian diet dilihat dari perilaku makan dan antropometri. Perilaku makan menggunakan Kuesioner Adolescent Food Habits Checklist (Cronbach alpha=0.86) dan pemeriksaan antropometri dilakukan dengan melihat tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan atas menggunakan standar dari PERMENKES tahun 2020. Perilaku kebersihan mulut menggunakan kuesioner Oral Health Behavior (Cronbach alpha=0,842). Status kesehatan mulut menggunakan kuesioner Dental Health Status Assessment (Cronbach alpha=0,842). Hasil penelitian dianalisis statistik dengan uji korelasi Spearman’s Rank Correlation dan Regresi Linier Ganda. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penilaian diet dengan status kesehatan mulut, yaitu perilaku makan dengan rs=0,082 dan p-value=0,429; pemeriksaan antropometri dengan p-value=0,262; terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku kebersihan mulut dengan status kesehatan mulut dengan rs=0,3 dan p-value=0,003; tidak terdapat hubungan antara penilaian diet dan perilaku kebersihan mulut dengan status kesehatan mulut, dengan r 2 multiple=13,2%. Simpulan penelitian adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penilaian diet dengan status kesehatan mulut remaja putri, terdapat hubungan antara perilaku kebersihan mulut dengan status kesehatan mulut remaja putri, dan tidak terdapat hubungan antara penilaian diet dan perilaku kebersihan mulut dengan status kesehatan mulut remaja putri.Item Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Persepsi Orang Tua Tentang Kesehatan Mulut Terkait Kualitas Hidup Pada Anak Stunting(2022-01-02) ANTEN SITI SUNDARI; Arlette Suzy Puspa Pertiwi; Meirina GartikaStunting merupakan kondisi anak usia 0-59 bulan dengan tinggi badan menurut usia dibawah minus dua standar deviasi dari standar median berdasarkan WHO. Stunting merupakan salah satu indikator kesehatan anak yang dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya sosial ekonomi. Stunting dan sosial ekonomi memiliki korelasi yang signifikan dengan berbagai masalah kesehatan gigi. Kerusakan gigi dan penyakit mulut pada anak dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup. Pengukuran kualitas hidup anak dapat dilakukan melalui kuesioner OHRQoL yang diisi berdasarkan persepsi orangtua dari anak tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis dan mengevaluasi hubungan antara status sosial ekonomi dengan persepsi orangtua tentang kesehatan mulut terkait kualitas hidup pada anak stunting usia 2-5 tahun. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian korelasi pada 42 orang tua yang memiliki anak stunting usia 2-5 tahun di wilayah Puskesmas Sukajadi dan Puskesmas Sukawarna Kota Bandung. Tinggi badan anak diambil berdasarkan data puskesmas dan diambil data status sosial ekonomi. OHRQoL dilakukan menggunakan Parental Caregiver Perception Questionnaire 16 (P-CPQ 16). Hasil penelitian dianalisis ststistik dengan uji korelsi Spearman’s Rank Correlation dan Kendall Coefficient of Concordance. Analisis Spearman’s Rank Correlation menunjukkan bahwa masing-masing dimensi OHRQoL, yaitu dimensi gejala oral (p-value = 0,3412), dimensi keterbatasan fungsi (p-value=0,1261), dimensi keadaan emosi (p-value=0,1227), dimensi keadaan sosial (p-value=0,3367), mempunyai nilai keterkaitan, namun nilai keterkaitan tersebut tidak signifikan. Dimensi keterbatasan fungsi (3,27%) dan dimensi keadaan emosi (3,36%) memiliki keterkaitan lebih besar dibandingkan yang lainnya. Analisis Kendall Coefficient of Concordance menunjukkan hubungan yang signifikan (p-value = 0) antara ketiga dimensi bersamaan, dengan nilai keterkaitan sebesar 45,9%. Simpulan penelitian adalah status sosial ekonomi memiliki hubungan dengan persepsi orangtua tentang kesehatan mulut terkait kualitas hidup pada anak stunting usia 2-5 tahun. Kekuatan hubungan yang paling kuat adalah dimensi keterbatasan fungsi dan dimensi keadaan emosi, namun untuk menilai keseluruhan kualitas hidup seluruh dimensi tidak dapat dipisahkan.Item Hubungan Tingkat Keparahan Karies dengan Oral Health Related Quality of Life (OHRQoL) Anak Stunting(2023-10-11) AFIRA ANDJANI; Arlette Suzy Puspa Pertiwi; Ratna IndriyantiStunting merupakan gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Stunting diukur dengan indikator pengukuran tinggi badan terhadap usia TB/U menurut World Health Organization (WHO) child growth standard. Anak stunting lebih rentan untuk terkena karies gigi karena adanya perubahan karakteristik saliva seperti penurunan laju dan pH. WHO mengakui bahwa kesehatan gigi dan mulut yang buruk dapat memiliki dampak mendalam pada kualitas hidup (QoL) di masyarakat. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan tingkat keparahan karies dengan Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) pada anak stunting. Metode penelitian analitik korelasional dilakukan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Caringin pada 74 anak stunting berusia 3-5 tahun. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk menilai tingkat keparahan karies. Penelitian kemudian dilanjutkan dengan pengisian kuesioner Early Childhood Oral Health Impact Scale (ECOHIS) oleh seluruh ibu dari anak stunting. Analisis data menggunakan uji non-parametrik Spearman Correlation dan uji t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keparahan karies pada anak stunting yang dinilai menggunakan indeks International Caries Detection and Assessment System (ICDAS) didapatkan dalam kategori rendah (47,30%). OHRQoL anak stunting yaitu kurang berdampak (54,05%). Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan signifikan tingkat keparahan karies terhadap Oral Health Related-Quality of Life pada anak stunting, dengan nilai p-value 0,0002 (p-value <0,05). Simpulan penelitian adalah tingkat keparahan karies berhubungan dengan Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) anak stunting, meningkatnya keparahan karies maka oral health related quality of Life (OHRQoL) anak stunting semakin menurun.Item Hubungan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan Ibu Mengenai Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Oral Health Related Quality Of Life Anak Stunting(2021-12-29) THREE REJEKI NAINGGOLAN; Eka Chemiawan; Arlette Suzy Puspa PertiwiTingkat pendidikan dan pengetahuan ibu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Ibu berperan menjaga pertumbuhan anak dalam 1000 hari pertama kehidupan. Stunting adalah kondisi anak usia 0-59 bulan dengan tinggi badan menurut usia berada di bawah standar deviasi (nilai z-score yaitu < -2 SD) dari standar median berdasarkan World Health Organization (WHO). Kurangnya nutrisi pada anak juga dapat menyebabkan karies. Ibu berperan dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan kualitas hidup anak. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut dengan Oral Health Related Quality of Life (OHRQoL) anak stunting dan faktor yang paling berhubungan dengan OHRQoL anak stunting. Jenis penelitian analitik dengan metode survei dilakukan pada 46 orang ibu yang memiliki anak stunting usia 2-5 tahun di Puskesmas Sukajadi dan Sukawarna. Penilaian tingkat pendidikan berdasarkan pendidikan terakhir ibu, pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut dengan kuesioner yang diserap dari WHO, dan OHRQoL dengan kuesioner The Early Childhood Oral Health Impact Scale (ECOHIS). Hasil penelitian dianalisis statistik dengan uji korelasi Spearman Coefficient of Rank Correlation dan Kendall Coefficient of Concordance. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan OHRQoL anak stunting, dengan nilai p-value = 1,42E-04, terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut dengan OHRQoL anak stunting, dengan nilai p-value = 0,0261, dan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dengan OHRQoL dengan p-value = 8,02E-12 (p-value <0,05). Simpulan penelitian adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut berhubungan dengan Oral Health Related Quality of Life (OHRQoL) anak stunting dan tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang paling berhubungan dengan OHRQoL anak stunting.Item Pengaruh Penggunaan Flipchart Tooth Brushing Visual Pedagogy Terhadap Status Kebersihan Gigi Anak Gangguan Spekturm Autisme(2023-10-12) HANNA RIA LESTARI TARIGAN; Arlette Suzy Puspa Pertiwi; Inne Suherna SasmitaGangguan Spektrum Autisme (GSA) adalah spektrum gangguan yang memengaruhi keterampilan sosial, komunikasi individu, dan fungsi kognitif dengan awitan khas pada anak usia dini, yang dapat berlanjut hingga usia dewasa. Anak GSA dinilai lebih rentan mengalami penyakit mulut daripada individu normal. Anak GSA mengalami kesulitan dalam mempelajari keterampilan dasar perawatan diri termasuk menyikat gigi terkait gangguan perilaku, minat dan aktivitas terbatas, ketangkasan manual terbatas, dan masalah sensorik. Penggunaan visual pedagogy dapat meningkatkan keterampilan kebersihan mulut dan kerja sama anak GSA. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh penggunaan flipchart Tooth Brushing Visual Pedagogy terhadap status kebersihan gigi anak GSA. Metode penelitian korelasional dilakukan pada 24 anak GSA yang terbagi menjadi dua kelompok di Yayasan Biruku Kota Bandung. Penilaian indeks plak dengan Patient Hygiene Perfomance (PHP) dilakukan dalam tiga kali pemeriksaan. Analisis data menggunakan statistik non-parametrik berupa analisis korelasional rank spearman. Hipotesis diuji dengan statistik t-test. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh penggunaan flipchart Tooth Brushing Visual Pedagogy terhadap status kebersihan gigi anak GSA yang tidak signifikan dengan p-value > 0,05. Analisis uji kesamaan indeks PHP rata-rata berdasarkan waktu menunjukkan hubungan non signifikan dan tidak berbeda pada pemeriksaan pertama dan kedua dengan p-value > 0,05 (0,3026 dan 0,1865), sedangkan pada pemeriksaan ketiga analisis menunjukkan hubungan yang signifikan dan berbeda p-value < 0,05 (0,0139). Simpulan penelitian adalah terdapat pengaruh penggunaan flipchart TBVP terhadap status kebersihan gigi anak GSA. Penggunaan flipchart TBVP dapat menurunkan indeks plak dan meningkatkan status kebersihan gigi anak GSA, namun tingkat kekuatan korelasinya sangat lemah.Item Perbandingan uji aktivitas antibakteri fraksi heksana, etil asetat, dan air ekstrak etanol bawang putih terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC(2016-07-18) ANGGRAINI FERRY; Arlette Suzy Puspa Pertiwi; Eriska RiyantiBawang putih (Allium sativum) merupakan salah satu tanaman obat yang paling banyak diteliti, memiliki bau yang khas, dan aktivitas anti bakteri terdapat pada allicin yang dihasilkan oleh aktivitas enzimatik allinase dari alliin setelah menghancurkan atau memotong bawang putih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi efektif dari masing–masing fraksi ekstrak etanol bawang putih dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan menggunakan fraksi heksana, etil asetat dan air ekstrak etanol bawang putih dengan konsentrasi 20.000 ppm, 10.000 ppm dan 5000 ppm. Ekstraksi bawang putih menggunakan pelarut etanol 96% dengan metode maserasi. Fraksinasi dilakukan dengan metode partisi cair-cair. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode disk difussion. Data dianalisis menggunakan two way ANOVA dengan pengujian Scheffe. Hasil penelitian menunjukan nilai diameter zona inhibisi fraksi etil asetat 12,80 mm, heksana 10,10 mm dan air tidak menunjukan adanya daya antibakteri. Perbedaan diameter hambat dari berbagai dosis baik pada fraksi etil asetat dan heksana menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p <0,05). Konsentrasi ekstrak bawang putih 5.000 ppm memiliki pengaruh paling signifikan terhadap daya hambat pertumbuhan Streptococcus mutans dengan nilai p sebesar 0,001. Simpulan penelitian adalah fraksi etil asetat dan heksana bawang putih tunggal dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175, fraksi air tidak dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC 25175.