S2 - Magister
Permanent URI for this community
Browse
Browsing S2 - Magister by Title
Now showing 1 - 20 of 853
Results Per Page
Sort Options
Item ADAPTASI SOSIAL RUMAH TANGGA PENYINTAS BENCANA ALAM DALAM MEMBANGUN KETAHANAN SOSIAL DI MASA PANDEMI COVID 19 (Studi Kasus Di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah)(2023-09-07) MUHAMMAD FAKHRUR RAZY; Yogi Suprayogi Sugandi; Muhammad FedryansyahPenelitian ini membahas tentang adaptasi sosial rumah tangga penyintas bencana alam di masa pandemi covid 19 studi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Korban bencana alam 28 September 2018 yang menempati hunian tetap Budha Tzu Chi Kelurahan Tondo adalah mereka yang kehilangan rumah, pekerjaan bahkan anggota keluarga. Tahap rehab-rekon yang belum selesai para penyintas kembali dihadapkan dengan era disrupsi covid 19. Penelitian ini menggunakan konsep adaptasi dsn ketahanan sosial rumah tangga Walsh, untuk melihat bagaimana ketahan sosial rumah tangga penyintas bencana alam dalam membangun ketahanan sosial. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode pendekatan studi kasus. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah pada awal-awal covid 19 masuk ke kota Palu Pada tahun 2020-2022. Sehingga rentang waktu ini bisa melihat bagaimana upaya-upaya adaptasi rumah tangga yang dilakukan oleh penyintas. Sebagai hasilnya penelitian ini menemukan bahwa penyintas bencana alam melakukan dua strategi adaptasi yaitu social network dan adaptasi aktif selain itu ada empat faktor utama dalam mendorong ketahanan sosial rumah tangga yaitu Faktor internal, social support, spiritual dan media sosial.Item Adopsi Kebijakan Pengembangan Kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu di Kabupaten Sukabumi(2019-07-12) GEMA ADES SUBEKTI; Budiman Rusli; Sinta NingrumGeopark adalah sebuah konsep manajemen pengembangan kawasan berkelanjutan yang memadu-serasikan tiga keragaman, yaitu: keragaman geologi (geodiversity), keragaman hayati (biodiversity), dan variasi atau keragaman budaya (cultural diversity) melalui prinsip konservasi dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sudah ada. Geopark Cileutuh-Palabuhanratu di Kabupaten Sukabumi saat ini telah diakuai oleh UNESCO menjadi bagian dari Unesco Global Geopark (UGG), yang berarti geopark ini telah diakui sebagai warisan dunia. UNESCO memberikan 13 rekomendasi dalam upaya pengembangan kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu. Adopsi kebijakan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengkaji alternatif kebijakan yang dipilih dengan berbagai kriteria rekomendasi kebijakan dalam rangka penyusunan kebijakan pengembangan kawasan geopark di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan berkelanjutan yang diharapkan dapat terwujud. Salah satu faktor untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan metode analisis deskriptif serta untuk mengumpulkan data dan informasi dengan melakukan kunjungan ke instansi terkait dan wawancara (in depth interview) serta konsultasi dengan petugas di instasi terkait. Peneliti mengembangkan gagasan dasar tentang adopsi kebijakan yang direkomendasi dengan menggambarkan model praktis. Rekomendasi dalam memilih kebijakan pengembangan Kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu menggunakan enam kriteria utama untuk, yaitu Efektivitas (effectivity), Efisiensi (efficiency), Kecukupan (adequacy), Perataan (equity), Responsivitas (responsiveness), Kelayakan (appropriateness).Item Advocacy Coalition Framework Dalam Penyelesaian Konflik Tanah di Badega Kabupaten Garut(2018-01-10) ANRY FIRMANSYAH; Santoso Tri Raharjo; Sinta NingrumReforma agraria tidak hanya dipahami sebagai kebijakan redistribusi lahan, tapi juga sebagai proses yang lebih luas seperti akses terhadap sumber daya alam, keuangan/ modal, teknologi, barang dan pasar tenaga kerja, serta distribusi kekuatan politik. Konflik tanah Badega yang terjadi pada tahun 1984 hingga 2016 melibatkan masyarakat, kelompok kepentingan yakni Konsorsium Pembaruan Agraria yang merupakan koalisi advokasi dari berbagai organisasi petani yang terlibat dalam konflik tanah Badega, pengusaha yakni PT. SAM dan pemerintah yaitu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Secara teoritis model Advocacy Coalition Framework merupakan suatu kerangka untuk menganalisis permasalahan kebijakan serta menjelaskan terjadinya perubahan kebijakan publik. Dalam konflik tanah Badega adanya koalisi yang bertarung untuk memenangkan kepentingannya atas tanah Badega, penerapan ACF akan berpengaruh untuk melihat perubahan kebijakan yang terjadi pada konflik tanah Badega. Penelitian terhadap konflik tanah Badega yang diteliti secara kualitatif dengan menggunakan triangulasi sumber menjelaskan hasil dari penelitian dan pembahasan mengenai pemerataan pemilikan tanah yang adil di daerah pedesaan akibat reforma agraria akan menghasilkan peningkatan kesejahteraan masyarakat, konflik tanah yang sebenarnya telah terjadi tidak hanya sebagai akibat perbedaan persepsi hak dalam pengendalian dan kepemilikan sumber agraria dalam satu daerah antara pemerintah dan rakyat. Seringkali dalam penanganan sengketa agraria, aspek hukum bukti hukum formal, selalu menjadi rujukan kedua belah pihak. Akibatnya, orang-orang yang secara yuridis lemah dalam bukti kepemilikan selalu dikalahkan atau dikalahkan dengan sengaja dalam setiap tuntutan hukum baik di pengadilan maupun di luar pengadilan, dalam konteks ini pengaruh sumber ekonomi dan hubungannya dengan kekuasaan menjadi aspek penting dari kebijakan agraria. Adanya aktor broker kebijakan pada konflik tanah Badega menjadi peranan penting dalam melakukan negoisasi dalam menengahi kepentingan masyarakat dan PT. SAM.Item ADVOKASI KEBIJAKAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA (KPU RI)(2017-09-27) SYARIF BUDIMAN; Nina Karlina; Yogi Suprayogi SugandiABSTRAK Dalam merespon diberlakukannya UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) di tahun 2010, KPU RI mengeluarkan Peraturan KPU No.23 Tahun 2010 (PKPU 23/2010) dan mencantumkan agenda KIP didalam Rencana Strategis KPU 2010-2014. Meski KPU RI sudah mengeluarkan kebijakan tersebut namun dalam pengimplementasiannya belum optimal. Terkait hal itu, Indonesian Parliamentary Center (IPC) mengadvokasi kebijakan KIP di KPU RI agar pengimplementasian kebijakan KIP di KPU RI optimal. Melalui serangkaian strategi advokasi kebijakan akhirnya IPC berhasil mempengaruhi KPU RI untuk merevisi PKPU 23/2010 menjadi PKPU 1/2015, mengeluarkan kebijakan pembentukan PPID dan SOP LIP serta KPU RI berhasil menempati posisi kedua dalam pemeringkatan KIP kategori Lembaga Non Struktural di tahun 2015 yang sebelumnya belum pernah masuk dalam posisi sepuluh besar dalam kurun waktu tahun 2011-2014. Penelitian ini menarik karena meneliti tentang suatu keberhasilan advokasi kebijakan yang dilakukan oleh IPC ditengah keterbatasan Sumber Daya Manusia yang dimilikinya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penyebab pengimplementasian kebijakan KIP diadvokasi oleh IPC dan mengetahui best practice dari keberhasilan strategi advokasi kebijakan KIP di KPU RI yang dilakukan oleh IPC. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tiga cara yakni wawancara mendalam,observasi dan dokumentasi. Informan ditentukan secara purposive sampling yang dikelompokkam menjadi tiga kelompok yakni KPU RI, IPC dan Mitra Advokasi IPC. Hasil penelitian menunjukkan penyebab IPC mengadvokasi pengimplementasian kebijakan KIP di KPU RI karena (1) Isi PKPU No.23 Tahun 2010 kurang jelas, (2) KPU RI kurang menginformasikan UU KIP, PerKI No.1 Tahun 2010, PerKI No.1 Tahun 2014 dan PKPU No. 23 Tahun 2010, (3) Kurangnya dukungan dari KPU RI RI terhadap pengimplementasian kebijakan KIP di lingkungan KPU, (4) Belum adanya organisasi pelaksana kebijakan KIP yakni PPID di KPU RI, (5) Kurang tepatnya interpretasi KPU RI terhadap UU KIP dan PerKI No.1 Tahun 2010, (6) Pengimplementasian kebijakan KIP di KPU RI yang belum optimal. Sedangkan keberhasilan strategi advokasi kebijakan yang digunakan oleh IPC adalah (1) Menetapkan tujuan advokasi, (2) Penggalangan dana advokasi, (3) Membanguan aliansi advokasi, (4) Penelitian dan penggunaan data, (5) Identifikasi audien berpengaruh, (6) Menyampaikan pesan advokasi, (7) Membuat presentasi yang efektif, (8) Pendampingan pembentukan sistem secara intensif dan komprehensif dan (9) Evaluasi advokasi. Kata Kunci : keterbukaan informasi publik, strategi advokasi kebijakan, sebab-sebab kebijakan diadvokasi, komisi pemilhan umum.Item ADVOKASI KEBIJAKAN PENANGANAN PEMUKIMAN KUMUH MELALUI PEMBANGUNAN RUMAH DERET DI TAMANSARI KOTA BANDUNG(2020-01-27) RAMA AKBAR RAMADHAN; Yogi Suprayogi Sugandi; Josy AdiwisastraKondisi kekumuhan yang terjadi pada persoalan kawasan di Rw 11 Tamansari Kota Bandung, telah menarik minat Pemerintah Kota Bandung untuk menyelesaikannya melalui pembangunan Rumah Deret. Pemerintah Kota Bandung yang tertarik menyelesaikan persoalan kekumuhan di Rw 11 Tamansari kemudian menerima berbagai tanggapan dan respon oleh berbagai kelompok yang menolak pembangunan tersebut. Forum Juang Tamansari (FJT), Aliansi Rakyat Anti Penggusuran (ARAP), Lembaga Bantuan Hukum (LBH Bandung), dan Aliansi Mahasiswa Bandung melakukan upaya penolakan didasarkan pada alasan pembangunan Rumah Deret tersebut yang akan berdampak pada masa depan tempat tinggal warga, yang pada umum nya akan merenggut hak hidup warga yang mendiami lokasi Rw 11 Tamansari sejak tahun 1950. Atas hal tersebut, tesis ini akan fokus menjawab bagaimana koalisi advokasi dapat mendorong situasi konflik, serta bagaimana koalisi advokasi pada sub-sub sistem kebijakan dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan Rumah Deret di kawasan Tamansari dapat mengelola kepercayaan/nilai, sumber daya dan strategi mereka masing-masing. Dalam menjawab hal berikut kerangka advokasi koalisi (ACF) akan digunakan sebagai lensa teoritis dan metode yang digunakan berupa kualitatif deskriptif. Hasil yang didapat dari penelitian ini, menemukan bahwa dominasi koalisi dari Pemkot Bandung dan PT.Sartonia Agung mampu meredam situasi konflik yang dibangun oleh koalisi advokasi Tamansari. Sedangkan pola pengelolaan belief system, sumberdaya dan strategi didalam subsistem kebijakan yang dilakukan oleh masing-masing koalisi,menghasilkan pihak-pihak yang diuntungkan dan dirugikan dalam persaingan advokasi serta proses pengelolaan tersebut mampu membelah dua asumsi di kalangan masyarakat luas untuk menolak maupun mendukung Rumah Deret. Kemudian, posisi dan peran broker kebijakan (walikota) yang terlalu merepresentasikan Pemerintah Kota Bandung pada akhirnya menimbulkan koalisi dominan yang dapat mendahului perubahan kebijakan yang ada, meskipun legalitas dan regulasi belum terlegitimasi secara kompatibel dan proporsional untuk memutuskan kebijakan atas perubahan kawasan di Rw 11 Tamansari.Item AFILIASI PARTAI ACEH KE PARTAI NASIONAL, STUDI KASUS : KEIKUTSERTAAN KADER PARTAI ACEH DALAM PARTAI NASIONAL PADA PEMILU LEGISLATIF DPR RI 2019(2023-01-03) RAHMAD SAPUTRA; Leo Agustino; MuradiABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah melihat bagaimana hubungan yang terjadi antara partai lokal dan partai nasional yang selama ini belum terungkap di hadapan publik, menganalisis tujuan dari afiliasi Partai Aceh dengan partai nasional pada pemilu legislatif 2019 dan Menganalisis strategi apa yang dimainkan partai Aceh dalam berafiliasi dengan partai nasional pada pemilu legislatif 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari wawancara, observasi, dan studi dokumentasi untuk mengetahui tujuan dari afiliasi politik kader partai Aceh ke partai nasiona pada pemilu 2019 dan menganalisis strategi apa yang dimainkan Partai Aceh dalam berafiliasi dengan partai nasional pada pemilu legislatif 2019. Pada penelitian ini mengunakan Teori Afiliasi Politik dan partai Switching. Melalui penelitian ini ditemukan fakta bahwa Partai Aceh terus berupaya secara konsisten memperjuangkan kepentingan Aceh terutama dalam persoalan otonomi khusus yang belum terealisasi. Partai Aceh sebagai partai lokal partai pemenang Pemilu di Aceh sejak tahun 2009 terus berupaya mempertahankan perolehan kursi dan memperluas kepentingan partai khususnya di level nasional yakni dengan menempatkan kader-kadernya di partai nasional. Kemudian ditemukan juga fakta bahwa afiliasi para kader-kader partai Aceh dalam partai nasional selain Partai Gerindra merupakan motif politik secara pribadi yang didasarkan pada kalkulasi politik. Kata Kunci : Afiliasi Politik, Partai Switching, Partai Aceh, Partai Politik Lokal. ABSTRACT The purpose of this study is to see how the relationship between local parties and national parties which have not been revealed publicly, to analyze the purpose of affiliation Partai Aceh by national party in legislative elections in 2019 and to analyze what strategies are played parties in Aceh in affiliation with the national party in legislative elections in 2019. this study used a qualitative approach with descriptive methods. Data collection techniques in this study consisted of interviews, observation, and documentation for the purpose of political affiliation Aceh to party cadres of national parties in 2019 elections and analyze the strategies of what was played in the Aceh Party affiliated with the national party in legislative elections 2019. On research Political affiliation is using theory and Switching parties. Through this study it was found that the Aceh Party continues to consistently promote the interests of Aceh special autonomy, especially in matters that have not teralisasi. Then the local Aceh Party as the party of the party winning the elections in the Aceh since 2009, continues to maintain the number of seats and expand the interests of the party, especially at the national level by placing -kadernya in national party cadres. Later it was found also the fact that the affiliation of the party cadres in the Aceh national parties other than Gerindra is personal political motives based on political calculations Keywords: Political Affiliation, Party Switching, Partai Aceh, Local Political Parties.Item ANALISIS BAURAN PEMASARAN LAYANAN SMART BUILDING PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK(2016-02-02) DINI ANGGRADIANI SUKARNA; Suryanto; SuryantoDua dekade ini industri telekomunikasi di Indonesia mengalami perkembangan yang ditandai dengan layanan komunikasi data dan internet yang tidak hanya dapat digunakan sebagai media komunikasi antara manusia, namun dapat digunakan untuk membuat gedung menjadi otomatis sehingga dapat meningkatkan nilai tambah gedung. Gedung yang dilengkapi teknologi yang memungkinkan fungsi pengatur suhu ruangan, listrik dan keamanan bekerja secara otomatis tersebut dinamakan Smart Building. Data dari BCI Asia menunjukkan bahwa pada tahun 2014 sampai dengan 2015 terdapat 2.158 gedung perkantoran, hotel dan apartemen baru yang akan dibangun di Indonesia dengan jumlah terbanyak tedapat di Jakarta yaitu 622 gedung. Dengan estimasi biaya pembangunan layanan Smart Building untuk satu gedung adalah dua puluh milyar, Jakarta merupakan pasar yang potensial bagi bisnis Smart Building. Namun pasar yang potensial ini, masih belum dapat dimaksimalkan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Saat ini pengembang masih memiliki minat yang sedikit dalam menggunakan jasa layanan Smart Building. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai bauran pemasaran layanan Smart Building. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Bauran pemasaran layanan Smart Building di kaji dengan menggunakan teori bauran pemasaran jasadariBooms dan Bitner dan Al-Dmour. Dalam memasarkan produk di Industri Telekomunikasi, alat bauranpemasaranjasa yangdigunakan adalah produk, harga, tempat, promosi, orang, proses, danbukti fisik. Ketujuh elemen tersebut merupakan unsur yang dibutuhkan untuk menciptakan bauran pemasaran dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan yaitu laba. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap informan penelitian yang telah dipilih sesuai dengan kriteria yang ditentukan yaitu terdiri dari manajemen PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, pelanggan yang diwakili oleh PT. Jakarta Land, dan kompetitor yang diwakili oleh PT. Azbil. Untuk validitas data digunakan metodde triangulasi sumber data. Hasil penelitian menunjukkan bauran pemasaran layanan Smart Buildingbelum diterapkan secara maksimal khususnya revenue sharing, optimalisasi kantor cabang, publisitas, tingkat respon tenaga pemasar dan petugas pengiriman layanan dan standar opersional layanan Smart Building. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan sebaiknya perusahaan memperbaiki proses bisnis internal terkait revenue sharing, optimalisasi kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia sehingga dapat menjadi representative office untuk layanan Smart Building, melakukan publisitas dalam bentuk advertorial di media cetak, meningkatkan respon tenaga pemasar dan petugas pengiriman layanan dan segera membuat standar opersional layanan Smart Building.Item ANALISIS BEBAN KERJA DI BADAN KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA(2016-12-16) RINKA HERTIKA; Asep Kartiwa; R. Ira IrawatiMasalah terkait dengan analisis beban kerja di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Latihan Daerah Kabupaten Tasikmalaya adalah belum dilakukan perhitungan beban kerja secara terukur, dimana pembagian beban kerja hanya sebatas tupoksi yang eksisting ada tanpa disertai perhitungan yang akurat sehingga beban kerja antara bidang yang satu dengan yang lain masih belum seimbang. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan agar tiap pegawai dapat menyelesaikan pekerjaan/tugas yang dibebankan kepadanya secara optimal. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode analisis deskriptif yang merupakan pendekatan dengan cara pencatatan dan penganalisaan data hasil penelitian secara eksak dengan menggunakan perhitungan statistik. Aspek-aspek analisis beban kerja meliputi aspek beban kerja, standar kemampuan rata-rata pegawai dan waktu kerja efektif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari tiga aspek analisis beban kerja yaitu : beban kerja, standar kemampuan rata-rata, waktu kerja efektif. Standar kemampuan ratarata paling penting dalam mencerminkan beban kerja di lingkungan Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Latihan Kabupaten Tasikmalaya.Item ANALISIS BEBAN KERJA PEGAWAI PADA KANTOR UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH (UPBJJ) UNIVERSITAS TERBUKA BANDUNG(2014-01-09) BAMBANG AGUSDIANA; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Beban kerja pada pegawai UPBJJ-Universitas terbuka Bandung baik pegawai staf (administratif) maupun para tenaga edukatif secara keseharian bekerja secara bersama-sama dalam menjalankan tugas pekerjaan administratif, para tenaga edukatif tersebut diperbantukan untuk mengerjakan tugas pekerjaan administratif tanpa mengesampingkan tugas pokoknya sebagai tenaga edukatif. Analisis beban kerja adalah penentuan jumlah pekerja yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. (Hasibuan 2005:116 ) Kinerja yang Optimal (optimal performance). Pada saat tuntutan tugas dalam keadaan sedang maka pegawai akan mampu melaksanakan tugas secara mudah dengan beban kerja dan kinerja tetap pada tingkat optimal. Peningkatan permintaan beban Kerja (increased workload demand). Jika tuntutan tugas meningkat waktu luang kerja akan terbatas. Penurunan permintaan beban kerja (decreased task demand). jika penurunan tuntutan tugas pegawai terjadi dan pegawai tidak mampu menyediakan sumber daya mental yang yang cukup maka kinerja akan mengalami penurunan. Adapun tujuan dari penelitian adalah mengetahui bagaimana permasalahan Beban Kerja Pegawai Pada Kantor UPBJJ-UT Bandung serta untuk mengetahui bagaimana kesesuaian antara Beban Kerja dengan jumlah pegawai pada UPBJJ-UT Bandung. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dimana penelitian ini lebih menonjolkan data yang bersifat deskriftif analitis yang didapat dalam bentuk narasi, gambar, serta bersifat induktif dimana peneliti ,membangun abstraksi, konsep hipotesa dan teori dari rincian. Analisa kualitatif yang dipakai selanjutnya adalah pembahasan dari hasil analisa beban kerja pegawai. Teori yang digunakan, Beban waktu (time load), Beban usaha mental (mental effort load), Beban tekanan Psikologis (psychological stress load), Tarwaka (2011:131) Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan waktu kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan menunjukan bahwa meskipun semua pekerjaan selalu terselesaikan dengan baik tetapi waktu kerja pegawai pada waktu-waktu tertentu menjadi bertambah sampai diluar jam kerja maupun hari libur kerja, sehingga diperlukan penambahan pegawai yang sesuai dengan hasil perhitungan jumlah pegawai efektif yaitu penambahan sebanyak 14 orang dengan rincian 3 orang untuk bagian koordinator registrasi dan Ujian, 1 orang koordintor BLBA dan 10 orang untuk bagian tata usaha.Item ANALISIS BUSINESS PROCESS REENGINEERING DALAM MENDUKUNG EMPLOYEE PERFORMANCE PADA PT. GLOBAL KRIYA NUSANTARA BANDUNG(2023-04-10) ERIANA AFNAN; Iwan Sukoco; Herwan Abdul MuhyiDi era globalisasi saat ini, PT.GKN meyakini bahwa teknologi merupakan kunci utama dalam memberikan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan sehingga berdampak pada peningkatan daya saing. Penggunaan internet dan teknologi berbasis komputer telah menjadi bagian integral dari operasi dan proses organisasi, terutama di industri kreatif. Konsep BPR adalah teknik yang dirancang untuk memperkenalkan perubahan radikal dalam rangka meningkatkan operasi bisnis kompetitif perusahaan, menghasilkan peningkatan dramatis dalam indikator kinerja seperti kecepatan, akurasi, dan biaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan metode analisis deskriptif dan Untuk memastikan keabsahan data peneliti menggunakan teknik Triangalusi. Hasil dari penelitian ini adalah analisis dan review poin-poin penting yang dapat menjadi acuan dalam mengimplementasikan strategi BPR. Hasil analisis penelitian terdapat 2 metode yang dapat di implementasikan oleh PT.GKN dalam mengatasi masalah yaitu Metode Scrumban dan metode six sigma. Metode Scrumban yang fokus membantu perusahaan memantau proses-proses yang terjadi di perusahaan terutama dalam pencatatan dan penjadwalan sedangkan untuk metode six sigma yang berfokus untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di tahap produksi yaitu menjaga kualitas produk.Item Analisis Entrepreneurial Orientation (Studi Pada PT Solusi Allindo Mandiri (SAM) di Jakarta)(2019-07-31) ILHAM RIZKI PURBA; Suryanto; Nenden KostiniSaat ini banyak sekali perusahaan konsultan pajak yang berdiri dengan membawa sikap orientasi kewiraushaan dalam meningkatkan keberlanjutan perusahaan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui lebih mendalam tentang apakah entrepreneurial orientation dapat membentuk perusahaan, serta apa sajakah yang lebih dominan dari entrepreneurial orientation pada perusahaan. Metode penelitian adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: Pertama. sikap proaktif ditunjukan dengan mengidentifikasi peluang pasar dan membina hubungan baik dengan klient. Lalu inovasi yang dilakukan tidak terlalu banyak dengan tujuan efektif dan efiseinsi pelayanan. Selanjutnya sikap keberanian mengambil resiko dengan jumlah SDM yang terbatas dan kurangnya diversifikasi produk. Selain itu agresifitas kompetisi ditunjukan dengan strategi pemotongan harga tetapi memberikan pelayanan yang optimal. Terakhir adalah otonomi dengan legalitas perusahaan dan belum adanya tertib administrasi. Kedua, aspek dominan entrepreneurial orientation sehingga membentuk kinerja usaha dan keunggulan bersaing didominasi oleh dimensi pertama yaitu proaktif, selanjutnya pada aspek kedua yang mendominasi yaitu dimensi agresifitas dalam berkompetisi. Pada aspek ketiga terdapat dimensi keberanian dalam mengambil resiko dan pada aspek keempat dan kelima yaitu dimensi otonomi dan inovatif.Item Analisis Formulasi Kebijakan Hutan Hak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ditinjau dari Perspektif Stages of The Policy Formation Process berbasis Nilai(2018-09-24) NISA NI`MAH UTAMI; Budhi Wibhawa; Soni Akhmad NulhaqimPenelitian ini menganalisa proses Formulasi Kebijakan Hutan Hak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ditinjau dari Stages of The Policy Formation Process berbasis Nilai. Penelitian dilaksanakan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta. Penelitian ini menggunakan kerangka/konsep Cummins, Byers and Pedrick terkait tahap formulasi kebijakan yaitu 1) identifikasi masalah dan penemuan kasus, 2) pengumpulan data dan analisis data, 3) menginformasikan kepada masyarakat dan mengidentifikasi stakeholders, 4) pilihan-pilihan kebijakan dan mengembangkan tujuan kebijakan, 5) membangun dukungan masyarakat dan membangun koalisi, 6) rancangan program berbasis nilai kolaborasi, partisipasi/penyertaan dan saling ketergantungan dalam suatu proses formulasi kebijakan hutan hak. Penelitian bersifat deskriptif kualitatif dengan tehnik studi. Informan penelitian meliputi perwakilan dari Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat serta lembaga non Pemerintah Teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan observasi non partisipan serta studi dokumentasi. Analisa data meliputi reduksi data, penyajian dan kesimpulan. Penelitian ini menemukan bahwa setiap proses formulasi kebijakan Hutan Hak yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan tahapan sesuai dengan tahapan pembentukan kebijakan konsep/kerangka Cummins, Byers and Pedrick serta berbasis nilai. Kelemahan dalam proses formulasi adalah kurangnya sumberdaya dan partisipasi masyarakat hukum adat serta belum adanya pekerja sosial dalam proses tersebut. Rekomendasi penelitian meliputi perlunya adanya peran pekerja sosial dalam perumusan kebijakan baik sebagai Direct service worker, advocate, researcer, organizer, community organizer, communication planner, planner, cost/benefit analyst, manager, administrator dan peningkatan sosialisasi kepada masyarakat hukum adat melalui pendekatan kelembagaan adat. Pentingnya peran pekerja sosial dalam perumusan kebijakan sehingga dapat meningkatkan keberhasilan suatu kebijakan dalam proses formulasi kebijakan hutan hak dan tujuan formulasi dapat tercapai secara optimal.Item ANALISIS GAP UNTUK STRATEGI PENERAPAN TARIF LISTRIK REGIONAL (STUDI KASUS WILAYAH REGIONAL JAWA BARAT DAN BANTEN)(2013-07-27) NOVIA HAFNIDAH; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Dalam studi ini penulis melakukan analisis terhadap kesenjangan (gap) antar kabupaten dan kota di wilayah Jabar dan Banten yang dapat dilihat dari kondisi ekonomi, ketersediaan sumber energi primer serta infrastruktur kelistrikan yang ada. Analisis terhadap kesenjangan (gap) antar daerah tersebut akan berguna untuk menentukan strategi penerapan Tarif Listrik Regional di wilayah Jabar dan Banten. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif. Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif yang bersifat developmental, yaitu jenis penelitian untuk menemukan suatu model atau prototype, dan bisa digunakan untuk segala jenis bidang. Jumlah narasumber adalah 7 (tujuh) orang para pakar kelistrikan dan ekonomi energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hasil pengumpulan data sekunder dan wawancara dianalisis dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik untuk menentukan urutan prioritas daerah di wilayah Jabar dan Banten yang telah siap untuk menerapkan tarif listrik regional. Untuk memudahkan pengelompokan wilayah pelaksana tarif listrik regional, penulis menetapkan kota Batam sebagai wilayah yang telah berhasil menerapkan tarif listrik regional sejak 2001, yang dijadikan benchmark wilayah pelaksana kebijakan tarif listrik regional di Jabar dan Banten. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kota Cilegon, Kota Bandung dan Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang paling siap/sangat direkomendasikan untuk menerapkan tarif listrik regional. Skor ketiga wilayah tersebut berada di atas skor dari Kota Batam sebagai standar. Adapun Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Serang, Kabupaten Bandung dan Kota Bogor termasuk kedalam wilayah yang masih direkomendasikan karena skor daerah-daerah tersebut lebih kecil dibandingkan skor Kota Batam, namun masih lebih tinggi dari rata-rata skor keseluruhan daerah. Sedangkan kota dan kabupaten lainnya termasuk dalam kategori tidak direkomendasikan untuk melaksanakan tarif listrik regional dimana skor yang diperoleh lebih kecil dibandingkan skor dari Kota Batam dan juga dibawah rata-rata skor keseluruhan daerah. Pada daerah ini, listrik tetap pada fungsi dasarnya yaitu infrastruktur yang menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakannya. Kata kunci : gap, AHP, tarif, regional, segmentasiItem Analisis Implementasi Kebijakan Mitra Utama Kepabeanan di Direaktorat Jenderal Bea dan Cukai(2022-01-28) DESTIKO TEGUH RINALDI; Mudiyati Rahmatunnisa; Arianis ChanKebijakan Mitra Utama (MITA) Kepabeanan yang diterapkan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bertujuan untuk mengurangi biaya logistik yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional, serta memberikan apresiasi kepada importir dan eksportir yang patuh terhadap peraturan kepabeanan. Namun implementasi kebijakan MITA Kepabeanan belum optimal karena biaya dan kinerja logistik di Indonesia masih tertinggal dibanding negara Asia Tenggara lain, kebijakan yang belum dapat menurunkan keseluruhan waktu tunggu peti kemas impor, tidak dapat diterapkannya fasilitas locomotive facility, serta peran client coordinator yang belum optimal. Dalam penelitian ini penulis meneliti mengenai faktor-faktor apa yang mempengaruhi ketidakoptimalan implementasi kebijakan Mitra Utama Kepabeanan, serta mencari strategi untuk meningkatkan kinerja kebijakan Mitra Utama Kepabeanan. Penulis menggunakan beberapa macam model teori implementasi kebijakan publik yang sudah dikemukakan oleh berbagai ahli. Berbagai model teori tersebut kemudian dielaborasi dan kemudian dilakukan theoretical mapping. Dari berbagai hasil pemikiran para ahli tersebut peneliti mengelompokkan beberapa kesamaan pemikiran tersebut menjadi faktor-faktor potensial yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan. Penelitian dilakukan ini menggunakan metode penelitian campuran (mixed method) dengan model sekuensial eksploratori untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi dan menyusun rekomendasi kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi ketidakoptimalan implementasi kebijakan MITA Kepabeanan adalah (1) tujuan kebijakan sudah jelas, namun logika kebijakan belum dapat sepenuhnya menekan biaya logistik pada proses impor, (2) sumber daya kebijakan sudah tersedia tetapi belum mencukupi dari sisi SDM dan butuh perbaikan performa aplikasi, (3) karakteristik dan kemampuan DJBC meskipun sesuai dan memadai dalam pelaksanaan kebijakan namun banyaknya pihak yang terlibat menjadikan pengambilan keputusan lebih sulit, (4) komunikasi di internal DJBC sudah baik, namun komunikasi dengan pihak lain yang terlibat dalam proses ekspor dan impor perlu ditingkatkan untuk mempercepat proses pengambilan keputusan, (5) kondisi lingkungan kebijakan dapat mempengaruhi pelaksanaan monitoring, mengurangi anggaran kegiatan, serta mengubah kebijakan. Rekomendasi utama yang dapat diberikan untuk meningkatkan kinerja kebijakan adalah membentuk dan menyelaraskan aturan lintas kementerian dan instansi dalam perijinan barang larangan dan pembatasan yang memuat pemberian kemudahan untuk perusahaan dengan kriteria risiko rendah, serta memanfaatkan teknologi informasi untuk membentuk sistem risiko perusahaan yang terintegrasi antar kementerian dan instansi yang terlibat dalam proses ekspor dan impor.Item Analisis Isi Kebijakan Tentang Hak Guna Usaha Perkebunan (Studi di Koperasi Unit Desa Manuntung Provinsi Kalimantan Selatan)(2021-10-25) HANNA PUTRI BAYU; Mohammad Benny Alexandri; Sinta NingrumPenelitian ini berjudul Analisis Isi Kebijakan Tentang Hak Guna Usaha Perkebunan (Studi di Koperasi Unit Desa Manuntung Provinsi Kalimantan Selatan). Penelitian ini dilatarbelakangi dengan ketertarikan Penulis dalam tata Kelola Usaha Perkebunan yang sering ditemukan konflik mengenai pembagian lahan hingga ganti rugi yang belum diselesaikan oleh pihak perusahaan kepada masyarakat. Aturan mengenai usaha perkebunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 7 Tahun 2017 dimana dalam pelaksanaannya menimbulkan dualisme sudut pandang dalam pemberian alokasi luas lahan plasma kebun masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis isi dengan pendekatan kualitatif, dan diperoleh dari hasil penelitian ini melalui studi kepustakaan yaitu segala bentuk informasi seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan regulasi lain yang bisa didokumentasikan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Analisis Isi Tentang Hak Guna Usaha Perkebunan (Studi di Koperasi Unit Desa Manuntung Provinsi Kalimantan Selatan) perlu ditinjau kembali agar tidak menimbulkan presepsi yang berbeda dalam menerjemahkan setiap makna yang terkandung dalam setiap peraturannya.Item ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH OTONOMI BARU GARUT SELATAN(2021-02-25) DIKI SUHERMAN; Mohammad Benny Alexandri; Yogi Suprayogi SugandiFenomena di Kabupaten Garut ialah terjadinya ketimpangan wilayah antara Garut Selatan, Tengah dan Utara, dimana wilayah Garut Selatan memiliki desa tertinggal yang paling banyak sebesar 61%. Selain itu rentang kendali yang jauh dengan wilayah yang luas 306 519 km2 dan penduduk yang banyak 2,6 jt jiwa tidak seimbang dengan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Garut. Maka perlunya pemekaran Daerah Otonomi Baru Kabupaten Garut Selatan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah terssebut, namun kenyataannya sampai saat ini masih belum dimekarkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran (mixed-methods) model Paralel Konvergen. Teknik pengumpulan data penelitian menggunakan Kuesoner, wawancara dan dokumentasi. Pada pendekatan kualitatif menggunakan teknik analisis data model Interactive Model Analisys, yakni pengumpulan data, reduksi data, display data dan kesimpulan. Sedangkan Pada pendekatan kuantitatif teknik analisis data menggunakan Analytical Hierarchy Process yaitu metode pendukung keputusan. Temuan dalam penelitian ini adalah kelayakan Pemekaran Daerah Otonomi Baru Garut Selatan menghasilkan priotitas kelayakan paling tinggi adalah Potensi Daerah sebesar 16,3% dan Priotitas kelayakan paling rendah adalah Kemampuan Keuangan sebesar 4,3%. Pemekaran Kabupaten Garut Selatan merupakan alternatif kebijakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di wilayah Garut Selatan.Item ANALISIS KEBIJAKAN PENGAMANAN OBJEK VITAL DI PT FREEPORT INDONESIA(2019-05-06) HASAN NAMUDAT; Nina Karlina; Budiman RusliDewasa ini masalah keamanan dan ketertiban semakin strategis, hal ini terlihat dari dimensi ancaman dan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban dari waktu ke waktu kian berkembang dengan beragam risiko dan dampaknya. Menyadari dampak gangguan keamanan obyek vital nasional bersifat nasional maka pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 yang memberi kewenangan Kepolisian Republik Indonesia untuk melaksanakan pengamanan objek vital nasional dan melakukan audit sistem pengamanan objek vital nasional secara periodik. Atas dasar hukum tersebut PT Freeport Indonesia melakukan hubungan kerjasama dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia untuk menjaga dan menjamin keamanan di wilayah pertambangan. Antara PT Freeport Indonesia. Namun, sampai saat ini masih terjadi gangguan obyek vital PT Freeport Indonesia. Praktik gangguan obyek vital PT Freeport Indonesia di Mimika merupakan bagian dari tata kelola pemerintahan yang belum cukup baik. Berdasarkan fenomena tersebut, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana analisis kebijakan pengamanan obyek vital nasional di PT Freeport Indonesia.” Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang mana manusia sebagai instrumen, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sewajarnya dalam kaitan dengan proses pengumpulan data yang umumnya bersifat kualitatif. Dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif di mana peneliti sendiri sebagai instrumen dalam penelitian dengan menggunakan cara observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif artinya data yang diperoleh kemudian disusun secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas dengan tidak menggunakan rumus matematika maupun data statistik. Hasil dari penelitian ini adalah proses kebijakan pengamanan obyek vital nasional di PT Freeport belum dilaksanakan secara baik dan maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyaknya persoalan yang belum dilaksanakan dengan optimal seperti kelembagaan, regulasi dan koordinasi. Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 masih harus disempurnakan dengan peraturan teknis pelaksanaan pengamanan, perlu juga dibangunnya fasilitas pengamanan obyek vital nasional di PT Freeport Indonesia yang canggih dan modern, , perlu disepakati atau dibentuk sebuah sanksi tegas bagi seluruh stakeholders yang terlibat dalam pengamanan obyek vital nasional di PT Freeport Indonesia, dan pemerintah daerah sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab dalam kegiatan pengamanan obyek vital nasional di PT Freeport Indonesia harus konsisten dan komitmen terhadap kesepakatan bersama yang telah dibuat.Item Analisis Kebijakan Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi (Studdi pada koperasi Industri Rajut Binong Jati)(2018-05-31) CEPI MAULANA; Nina Karlina; Heru NurasaPenelitian ini dilatar belakangi dengan perkembangan koperasi di kota Bandung yang merupakan salah satu lembaga pendorong ekonomi daerah maupun nasional. Berdasarkan obeservasi perkembanga Koperasi di Kota Bandung meningkat dengan signifikan, adanya kebijakan kelembagaan koperasi, kebijakan tersebut belum bisa meng-cover pertumbuhan tersebut sehingga yang menjadi masalah adalah belum tercapainya kualitas lembaga koperasi yang ditandai oleh kopeasi aktif dan tidak aktif, kurangnya pengawasan, komunikasi serta koordinasi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh dan menganalisis proses kebijakan peningkatan kualitas kelembagaan koperasi di kota Bandung melalui studi pada Koperasi Industri Rajut Binong Jati. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif yaitu dilakukan wawancara mendalam kepada para informan yang terlibat dalam penelitian. Informan dalam penelitian ini melibatkan Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Dinas Industri Perdagangan kota Bandung dan Pengrajin Sentra Industri Rajut Bingong Jati serta Pengelola Koperasi Industri Rajut Binong Jati (KIRBI). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka didapatkan hasil bahwa proses pelaksanaan kebijakan peningkatan lembaga koperasi belum optimal, pemerintah dalam merumuskan masalah belum sepenuhnya memperhatikan landasan hukum atau peraturan perundang-undangan yang ada serta isu-isu strategis. Pemerintah masih memperhatikan peningkatan dan tumbuhnya lembaga koperasi belum pada peningkatan kualitas koperasi, sehingga yang dihasilkan yaitu koperasi hanya bersifat aktif dalam menjalankan fungsi koperasi belum pada fungsi dan jenis koperasi sebagai jati diri, prinsip, dan azaz sebuah organisasi koperasi. Dengan demikian sebaiknya pengkajian kebijakan merujuk tepat pada Undang-undang No 17 tentang perkoperasian serta dilaksanakannya revitalisasi koperasi untuk melihat kondisi dan produktivitas koperasi yang ada di Kota Bandung.Item Analisis Kebijakan Perpindahan Ibukota Kabupaten Sukabumi Ke Palabuhanratu(2017-12-12) M. RIJAL AMIRULLOH; Budiman Rusli; Budhi GunawanPerpindahan ibu kota Kabupaten Sukabumi dari Kota Sukabumi ke Palabuanratu yang berjarak 60 km. sudah berjalan lebih dari 19 tahun, semenjak diterbitkanya Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 1998 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Sukabumi Dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sukabumi Ke Kota Palabuanratu Di Wilayah Kecamatan Palabuanratu. pada tanggal 27 Juli 1998. Namun sampai sekarang perpindahan ibukota tersebut dirasakan belum efektif, karena belum semua organisasi perangkat daerah (OPD) berkantor di ibu kota. Berdasarkan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian yang penulis susun yaitu Mengapa kebijakan perpindahan ibu kota Kabupaten Sukabumi ke Palabuanratu belum efektif?. Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian tersebut, dilakukan analisis kebijakan publik mengunakan metode kualitatif, berdasarkan teori yang kemukakan oleh Nugroho, mengenai tiga ciri utama kebijakan publik berhasil, yaitu cerdas, bijaksana, dan memberikan harapan. Ketika kebijakan perpindahan ibukota Kabupaten Sukabumi tidak masuk pada poin-poin syarat keberhasilan suatu kebijakan, maka poin-poin tersebut yang mengakibatkan kebijakan perpindahan ibu kota Kabupaten Sukabumi belum efektif. Hasilnya dirasakan telah memecahkan masalah sesuai dengan tujuan kebijakan dibuat, namun setelah kebijakan tersebut diimplemtasikan menimbulkan masalah baru yang lebih rumit dari masalah yang dipecahkan, dan kebijakan tidak mendapatkan dukungan dari mayoritas warga Kabupaten Sukabumi.Item Analisis Kebijakan Struktur Organisasi Deputi Bidang Kelembagaan Iptek Kementerian Riset Dan Teknologi(2012) ARISNA WIDAYAKA; R. Ira Irawati; Asep KartiwaTesis ini berjudul Analisis Kebijakan Struktur Organisasi Deputi Bidang Kelembagaan Iptek Kementerian Riset dan Teknologi, ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Permenristek) Nomor 03/M/PER/VI/2010 tentang Struktur Organisasi Deputi Bidang Kelembagaan Iptek. Permasalahan yang ditemui dalam penelitian ini adalah kinerja Deputi Bidang Kelembagaan Iptek belum sesuai dengan yang diharapkan dalam mendukung kebutuhan aktor-aktor dan pelaku Iptek (pengembang teknologi, lembaga intermediasi dan pengguna teknologi) yang terlibat dalam kelembagaan Iptek sesuai Undang-Undang 18 tahun 2002. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, FGD (Focus Group Discussion) dan studi dokumentasi. Penelitian menemukan bahwa struktur organisasi Deputi Kelembagaan Iptek tidak efesien, efektif dan produktif dalam mendukung kinerja Kelembagaan Iptek. Dari analisis kebijakan kondisi ini disebabkan oleh terbatasnya dukungan SDM dalam pengisian jabatan, sehingga pembagian tugas pokok dan fungsi tidak terdistribusi dengan baik. Disamping itu berdasarkan laporan kinerja atau LAKIP yang dilakukan oleh pengawasan internal (Inspektorat) masih berorientasi ke output, belum ke outcome. Dari hasil analisis kebijakan akan direkomendasi kepada Menteri Riset dan Teknologi untuk mengubah atau merevisi Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Permenristek) Nomor 03/M/PER/VI/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) untuk bagian yang berhubungan dengan kelembagaan Iptek. Adapun perubahan atau revisi yang akan dilakukan diharapkan dapat mengikuti struktur organisasi rekomendasi III dengan merombak nama Asisten Deputi dan Kepala Bidangnya. Adapun tindak lanjut dari penggantian struktur organisasi tersebut, segera menjalankan peran pembinaan kelembagaan iptek dengan melibatkan Asisten Deputi (lembaga penelitian dan pengembangan : pemerintah, perguruan tinggi, industri, daerah, penunjang, legislasi, budaya, Etika), baik dalam bidang pemetaan, program, analisis dan evaluasi.