Farmasi (S2)

Permanent URI for this collection

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 20 of 35
  • Item
    Nanostructured Lipid Carrier (NLC) α-Mangostin Berbasis Propolis: Formulasi, Karakterisasi, dan Uji Aktivitas Antioksidan secara In Vitro
    (2024-01-10) CECEP SUHANDI; Gofarana Wilar; Nasrul Wathoni
    α-Mangostin, turunan xanthone yang ditemukan pada perikarp buah manggis (Garcinia mangostana L.), dan ekstrak propolis, yang kaya akan flavonoid dan fenol, dikenal karena khasiat antioksidannya, menjadikannya suplemen potensial untuk pengobatan kondisi terkait stres oksidatif. Namun kedua zat potensial ini mempunyai kelemahan utama yang sama, yaitu kelarutannya yang rendah dalam air. Rendahnya kelarutan α-mangostin dan propolis dalam air dapat diatasi dengan memanfaatkan pendekatan nanoteknologi. Dalam penelitian ini, sistem pembawa lipid berstruktur nano (NLC) berbasis propolis diformulasikan untuk meningkatkan penghantaran α-mangostin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi formulasi dan menyelidiki pengaruhnya terhadap aktivitas antioksidan α-mangostin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NLC berbasis propolis (NLC-P) dan NLC berbasis propolis bermuatan α-mangostin (NLC-P-α-M) memiliki ukuran partikel skala nano (72,7 ± 1,082 nm dan 80,3 ± 1,015 nm, secara berurutan), potensial zeta permukaan netral (berkisar antara +10 mV dan -10 mV), dan distribusi ukuran partikel yang baik (ditunjukkan dengan indeks polidispersitas <0,3). NLC-P-α-M menunjukkan efisiensi penjerapan yang baik sebesar 87,972 ± 0,246%. Pengujian disolusi menunjukkan peningkatan kelarutan α-mangostin ~13 kali lipat dibandingkan dengan serbuk α-mangostin saja. Penggabungan ke dalam sistem NLC berbasis propolis berkorelasi baik dengan peningkatan aktivitas antioksidan α-mangostin (p <0,01) dibandingkan dengan NLC-P dan α-mangostin saja. Oleh karena itu, modifikasi sistem pengiriman dengan memasukkan α-mangostin ke dalam NLC berbasis propolis mampu mengatasi tantangan kekurangan fisikokimia dari α-mangostin sekaligus meningkatkan efektivitas antioksidannya.
  • Item
    COMPARISON OF HOT AND COLD EXTRACTION OF WHITE TEA (Camellia sinensis) IN TERMS OF PROXIMATE COMPOSITION, TOTAL PHENOLICS, TOTAL CATECHINS, AND RADICAL SCAVENGING CAPACITY, AND IN SILICO STUDY OF CATE
    (2024-01-09) LIDYA CAHYO BAWONO; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data Dosen
    Pathological conditions that are affected by poor lifestyle and environmental pollution are factors that could generate an excess of reactive oxygen species (ROS) and other free radicals in the body. Naturally, humans have a natural defense system to neutralize the ROS and free radicals called endogenous antioxidants, including superoxide dismutase (SOD), glutathione peroxidase (GPX), and catalase (CAT). This study aims (1) to obtain the best quality white tea beverages (WTB) prepared by hot and cold extraction of silvery leaf buds of tea (Camellia sinensis) in terms of proximate composition, ascorbic acid, phenolics, catechins, and radical scavenging activity and (2) to study the binding mode between the epigallocatechin gallate, epigallocatechin, quercetin, and ascorbic acid of white tea and human first-line defense antioxidant enzymes. WTB-H10 (white tea extracted in hot water for 10 minutes) contains 0.12% protein, 0.45% fat, 13.20 mg/100g ascorbic acid, 153.3260 µg/mL total phenolic content (TPC) and 1981.25 µg/mL total catechin content (TCC). In comparison, WTB-C3.0 (white tea extracted in cold water for 3 hours) contains 0.14% fat, 0.08% carbohydrate, 4.40 mg/100g ascorbic acid, 242.0240 µg/mL TPC, and 356.80 µg/mL TCC. WTB-H10 and WTB-C3.0 show powerful radical scavenging activity with IC50 values of 8.80 ± 0.06 and 11.47 ± 0.07 µg/mL. Those properties mean that WTB-H10 is the best extraction method with a high level of nutrition, TPC, TCC, and very strong radical scavenging activity; thus, it will be recommended for daily consumption to support human health. In the molecular docking simulation, the binding affinity of ascorbic acid, quercetin, EGC, and EGCG with CAT are -2.57, -5.33, -5.77, and -6.31 kcal/mol. In GPX, the binding affinity of ascorbic acid, EGC, quercetin and EGCG are -2.14, -2.91, -2.91, and -3.75 kcal/mol. While in SOD, the binding affinity of EGCG, EGC, ascorbic acid, and quercetin are -4.02, -4.15, -4.15, and -5.55 kcal/mol. The molecular docking simulation revealed that EGCG possesses the best binding affinity to human CAT and GPX compared to ascorbic acid, EGC, and quercetin. EGCG binds several important amino acids such as His194, Phe198 His235 and Gln442 through hydrogen bonding with human CAT. EGCG also binds Pro151, Phe198, Arg203, Tyr215, Phe446 and Val450 by hydrophobic interactions and binds Arg203 with human CAT. In complex with human GPX, EGCG exhibits interaction with Gln45, Lys48, Thr49, Gln79 and Asn137 by hydrogen bonds, Ala43 and Trp136 by hydrophobic interactions. EGC reveals the best binding affinity to human SOD1. EGC creates four hydrogen bonds with Gln22, Lys23, Pro28 and Glu100, hydrophobic interaction with Lys30 and Trp32 and also electrostatic interaction with Glu21. In 100ns MD simulation, human catalase shows more stable complex with EGC than EGCG with RMSD average value of EGC is 0.408 Å, high fluctuation residue is 55 residues and MM/GBSA energy is -12.13 ± 0.69. Conversely, EGCG creates more stable complex with human GPX than EGC. EGCG exhibits more stable complex with RMSD average value is 1.357 Å, high residue fluctuation less than 5 Å in 3 residue and MM/GBSA energy is -13.04 ± 0.99. Those results indicated that both EGCG and EGC have potential as antioxidant agent by radical scavenging mechanism and stimulating antioxidant enzymes activity.
  • Item
    PREPARASI DAN KARAKTERISASI DISPERSI PADAT AMORF KOMBINASI BRAZILIN DAN KURKUMIN DALAM PENINGKATAN AKTIVITAS KELASI BESI
    (2023-06-23) RIZQA NURUL AULIA; Sriwidodo; Arif Budiman
    Terapi kelasi besi merupakan prosedur medis yang digunakan untuk mengobati kelebihan besi pada pasien talasemia yang diakibatkan oleh transfusi darah berulang. Namun, Pemberian obat kelasi besi sintesis tidak dapat memperbaiki kerusakan oksidatif oleh besi dan memiliki efek samping yang merugikan. Studi sebelumnya melaporkan bahwa brazilin memiliki aktivitas kelasi besi dan antioksidan yang dapat digunakan pada pasien talasemia. Antioksidan pada brazilin dapat membantu memperbaiki kerusakan sel yang diakibatkan oleh kelebihan besi dalam tubuh. Namun, keterbatasan kelarutan dan rendahnya kadar brazilin pada kayu secang menjadi masalah dalam pengembangan formulasi obat. Kombinasi senyawa aktif tanaman telah dibuktikan mampu meningkatkan aktivitas anatioksidan jika dibandingkan dengan senyawa tunggal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan preparasi dan karakterisasi kombinasi brazilin dan kurkumin dispersi padat amorf dan menganalisa pengaruh terhadap disolusi serta aktivitas kelasi besi dan antioksidan secara in vitro. Metode pembuatan dispersi padat amorf dengan polimer PVP K30 dalam beberapa perbandingan dipreparasi menggunakan teknik solvent evaporation dan telah dikarakterisasi dengan PXRD dan nilai entrapment efficiency menunjukkan hasil yang baik jika dibandingkan brazilin tunggal. Karakterisasi dispersi padat brazilin dan kurkumin menggunakan PXRD menunjukkan pola halo dengan nilai entrapment efficieny yang termasuk dalam kategori baik yaitu >50% hal ini didukung dengan hasil profil disolusi yang baik dan kelarutan yang meningkat hingga 198.9 kali pada kurkumin dan 2.5 kali pada brazilin yang dibandingkan dengan senyawa tunggal. Peningkatan kelarutan ini berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas antioksidan dan kelasi besi dari kombinasi dispersi padat amorf kurkumin brazilin (KB PVP K30 1:5) dengan hasil aktivitas antioksidan sebesar 75,53% dan kelasi besi 61,86%, hasil ini meningkat jika dibandingkan dengan senyawa brazilin tunggal
  • Item
    HUBUNGAN FAKTOR PSIKOSOSIAL DAN SOSIODEMOGRAFI DENGAN KESADARAN PENGOBATAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELLITUS DI INDONESIA HASIL DARI INDONESIAN FAMILY LIFE SURVEY-5
    (2023-01-13) QISTY AULIA KHOIRY; Rizky Abdulah; Sofa Dewi Alfian
    Pendahuluan: Rendahnya kesadaran tentang pengobatan hipertensi dan diabetes mellitus diakui sebagai penyebab kegagalan pengobatan yang signifikan. Oleh karena itu, mengidentifikasi faktor-faktor yang mendasarinya sangat penting untuk mengembangkan strategi intervensi yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor psikososial dan sosiodemografi yang berhubungan dengan rendahnya kesadaran masyarakat tentang pengobatan hipertensi dan diabetes mellitus. Metode: Survei nasional berbasis populasi cross-sectional ini menggunakan data yang tersedia untuk umum dari Survei Kehidupan Keluarga Indonesia (IFLS-5) untuk tahun 2014 di antara responden dengan hipertensi dan diabetes mellitus berusia 15 tahun. Status hipertensi dikonfirmasi melalui diagnosis yang dilaporkan sendiri berdasarkan pertanyaan yang ditanyakan oleh surveyor, selanjutnya untuk ditentukan masuk ke dalam subjek ditentukan berdasarkan pengukuran tekanan darah. Status diabetes mellitus (DM) dikonfirmasi melalui diagnosis yang dilaporkan sendiri berdasarkan pertanyaan yang ditanyakan oleh surveyor, selanjutnya ditentukan masuk ke dalam subjek ditentukan berdasarkan pengukuran nilai HbA1c, sementara sosiodemografi dan informasi terkait kesehatan lainnya diperoleh dari data yang dilaporkan oleh responden. Jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pernikahan, status ekonomi, penyakit komorbid, religiositas, tempat tinggal, dan status asuransi kesehatan dikategorikan sebagai faktor sosiodemografi. Kepatuhan kontrol tekanan darah,kepatuhan kontrol glukosa darah, masalah tidur, status depresi, pemeriksaan kesehatan umum, kepuasan terhadap kebutuhan perawatan kesehatan, dan status kebahagiaan dikategorikan sebagai faktor psikososial. Analisis regresi logistik digunakan untuk menilai hubungan antara faktor-faktor ini dan kesadaran pengobatan hipertensi dan DM yang rendah. Rasio Odds (OR) dengan interval kepercayaan 95% (CI) dilaporkan. Hasil: Penelitian ini merekrut 2.422 subjek untuk hipertensi dan 728 subjek untuk diabetes mellitus. Proporsi rendahnya kesadaran akan pengobatan hipertensi dan diabetes mellitus masing-masing sebesar 62,0% dan 40,4%. Dalam model multivariat, kontrol tekanan darah tidak teratur (OR: 3,21; 95% CI 2,62-3,92; p<0,001), tidak memiliki penyakit penyerta (OR: 2,71; 95% CI 1,90-3,85; p<0,001), memiliki 1- 2 penyakit penyerta (OR: 1,63; 95% CI 1,15-2,30; p-value 0,006), usia 15-25 tahun (OR: 10,11 ; 95% CI 3,06-33,40; p<0,001), usia 26-35 tahun (OR : 3,40; 95% CI 2,23-5,19; p<0,001), dan usia 36 -45 tahun (OR: 2,12; 95% CI 1,59-2,83; p<0,001), berhubungan bermakna dengan rendahnya kesadaran akan pengobatan hipertensi. Pada subjek diabetes mellitus, tidak pernah kontrol gula darah dalam satu tahun terakhir (OR: 5,40; 95% CI 3,46-8,43; p value <0,001), memiliki kontrol gula darah 1-3 kali dalam setahun terakhir (OR: 3 , 27; 95% CI 2.26-4.74; p-value <0,001), usia 26-35 tahun (OR: 3,15; 95% CI 1,57-6,29; p-value 0,001), dan usia 36 -45 tahun (OR: 2,03 ; 95% CI 1,14-3,62; p-value 0,016), berhubungan bermakna dengan rendahnya kesadaran pengobatan diabetes mellitus. Kesimpulan: Tekanan darah yang tidak teratur dan kepatuhan kontrol glukosa darah masing-masing berhubungan dengan risiko rendahnya kesadaran akan pengobatan hipertensi dan diabetes mellitus. Oleh karena itu, temuan kami mengungkapkan kebutuhan untuk mengembangkan strategi intervensi yang menargetkan mereka yang secara tidak teratur mengontrol tekanan darah dan kadar glukosa mereka dan mereka yang memiliki beberapa komorbiditas. Dengan demikian, tenaga kesehatan harus mengintegrasikan lebih banyak faktor spesifik pasien ketika merancang intervensi yang disesuaikan.
  • Item
    ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI FEBUXOSTAT DIBANDINGKAN ALOPURINOL PADA PASIEN GOUT DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MARKOV
    (2024-01-09) CHRISTIYANTI DEWI; Irma Melyani Puspitasari; Neily Zakiyah
    Alopurinol merupakan obat terapi utama penurun asam urat yang merupakan golongan inhibitor xantin oksidase. Pilihan obat penurun asam urat lainnya adalah Febuxostat yang memiliki golongan obat yang sama dengan Alopurinol. Berdasarkan hasil studi metanalisis, Febuxostat diketahui lebih efektif dibandingkan dengan alopurinol dalam menurunkan kadar asam urat. Sejak tahun 2018 Febuxostat telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia untuk indikasi hiperurisemia kronik. Dalam penelitian ini, efektivitas biaya terapi Febuxostat dibandingkan dengan Alopurinol pada pasien gout di Indonesia. Model Markov dibangun untuk mengestimasikan biaya total, kualitas hidup, dan efektivitas biaya Febuxostat dibandingkan dengan Alopurinol dengan perspektif societal dan periode waktu 10 tahun dan life-time horizon. Parameter data efektivitas biaya diambil dari hasil uji klinik FACT dan CONFIRM, serta biaya terapi asam urat yang terkontrol dan tidak terkontrol di Indonesia. Incremental cost-effectiveness ratio (ICER) per quality-adjusted life years (QALY) dihitung untuk menetapkan efektivitas biaya. Analisis deterministik dan probabilitas sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak dari ketidakpastian dari parameter dalam model terhadap hasil. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Febuxostat lebih efektif biaya jika dibandingkan dengan Alopurinol dengan biaya total Rp. 1.061.261.481.063 dan Rp. 837.853.744.591 dan total QALY 153.350 dan 150.999, yang menghasilkan ICER sebesar Rp. 138.346.507 dan Rp. 95.022.338. Berdasarkan batasan efektif biaya berdasarkan 1-3 kali GDP per kapita Indonesia, saat ini nilai tersebut dapat dikatakan efektif biaya. Faktor-faktor yang paling mempengaruhi efektivitas biaya adalah efektivitas Febuxostat dan Alopurinol, risiko mortalitas gout, biaya febuxostat, dan hilangnya produktivitas. Berdasarkan analisis probabilistik, Febuxostat dinilai memiliki biaya yang lebih tinggi dan QALY dibandingkan dengan Alopurinol dengan hasil efektif biaya 88,63% dari 10.000 iterasi. Febuxostat dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terapi yang efektif biaya. Penelitian lebih lanjut yang menggunakan data kualitas hidup pasien gout di Indonesia diperlukan untuk penentuan pembuat kebijakan.
  • Item
    STANDARDISASI EKSTRAK DAN ISOLASI SENYAWA DARI TANAMAN FALOAK (Sterculia quadrifida R.Br) ASAL NUSA TENGGARA TIMUR
    (2023-08-11) SAMUEL DAVID IMENUEL MAKOIL; Yoppi Iskandar; Aliya Nur Hasanah
    Berbagai penelitian telah dilakukan dalam memanfaatkan tanaman faloak (Sterculia quadrifida R.Br) yang berasal Nusa Tenggara Timur. Salah satu manfaat faloak adalah sebagai antivirus dan berpotensi merangsang respon imun non spesifik. Dalam upaya pemanfaatan ekstrak sebagai bahan baku obat tradisional, perlu diperhatikan kualitas ekstrak yang mengandung senyawa aktif. Senyawa aktif dari bahan alam dapat dipengaruhi oleh mutu simplisia. Mutu dapat diartikan sebagai terpenuhinya syarat standar baik secara fisika, kimia dan biologi. Oleh sebab itu, proses standardisasi diperlukan agar dapat menghasilkan ekstrak yang berkualitas sebelum dilanjutkan ke tahap isolasi senyawa aktif. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan parameter non spesifik, parameter spesifik dan isolasi senyawa dari ekstrak etanol kulit batang faloak. Standardisasi telah dilakukan terhadap kulit batang faloak yang diperoleh dari tiga tempat tumbuh yang berbeda yaitu Pulau Semau, Pulau Timor dan Pulau Rote. Hasil standardisasi untuk parameter spesifik menunjukkan organoleptik simplisia berwarna coklat, tidak berbau, rasa sepat dan memiliki tekstur luar tidak rata dengan lekukan asimetris dan bentuk patahan berserabut dan tidak rata. Secara mikroskopik serbuk kulit batang faloak disusun atas epidermis, kumpulan sklereida, serabut sklerenkim, berkas pengangkut penebalan dan sel batu. Hasil penapisan fitokimia, faloak mengandung alkaloid, flavonoid, tanin dan steroid/triterpenoid. Kandungan senyawa larut dalam air (3,67%±0,47-4,67%±0,47), larut dalam etanol (15%±0-36,6%±7,64), dan kadar total flavonoid (27,92%±0,23 – 29,62%±0,88). Hasil untuk parameter non spesifik menunjukkan kadar air (8,9%-9,95%±0,46), kadar abu total (2,83%±0,33-4,2%±0,28), kadar abu tidak larut asam (2,66%±0,29-3,66%±0,29), dan susut pengeringan (0,95%±0,33- 1,18%±0,06). Metode isolasi yang digunakan dimulai dari proses ekstraksi, fraksinasi, kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Hasil identifikasi isolat dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis didapatkan gelombang dengan spektrum puncak pada panjang gelombang maksimal 272,5 nm yang menunjukkan adanya gugus kromofor terkonjugasi. Hasil analisis FTIR menunjukkan adanya pita serapan pada bilangan gelombang 3406,4 cm-1 yang terjadi karena terdapat regangan gugus hidroksil (OH), sebagai akibat dari vibrasi ikatan hidrogen intramolekul. Bilangan gelombang 2937,68 cm-1 menunjukkan regangan gugus C-H alifatik, dan bilangan gelombang 806,27 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H aromatik. Bilangan gelombang pada kisaran 1276,92 dan 1112,96 cm-1 menunjukkan adanya regangan gugus C-O-C dan C-O-H. Bilangan gelombang 1734,06 cm-1 menandakan adanya gugus C=O karbonil, sedangkan pada bilangan gelombang 1460,16 cm-1 merupakan gugus C=C aromatik. Adanya gugus fungsi OH terikat, CH alifatik, C=O, C=C aromatik C-O dan C-H aromatik merupakan ciri-ciri dari senyawa flavonoid, sehingga diduga isolat dari fraksi etil esatat kulit batang faloak pada penelitian ini merupakan golongan senyawa flavonoid. Hasil spektogram LC-MS/MS menunjukkan berat molekul senyawa yang diisolasi sebesar 265.25 m/z. Uji aktifitas antioksidan dari fraksi etil asetat yang dilakukan dengan metode DPPH diperoleh nilai IC50 13.2522 ppm sehingga disimpulkan memiliki sifat antioksidan kuat.
  • Item
    PENGEMBANGAN SEDIAAN SERUM 4-N-BUTILRESORSINOL DENGAN SISTEM PENGHANTARAN ETOSOM
    (2023-10-11) WIDIA PRIMI ANNISSYA; Anis Yohana Chaerunisaa; Marline Abdassah Bratadiredja
    4- n Butylresorcinol dapat membantu mengurangi hiperpigmentasi, bekerja dengan menghambat enzim tirosinase yang terlibat dalam produksi melanin memiliki efektivitas lebih baik daripada asam kojic, arbutin dan hydroquinon. Namun, 4-n Butilresorsinol memiliki kekurangan yaitu bioavaibilitas rendah, mudah teroksidasi, bersifat hidrofobik dan sukar berpenetrasi ke dalam stratum corneum. Maka, penelitian ini melakukan pengembangan formulasi penghantaran obat berbentuk vesikel etosom untuk memudahkan 4-n-butilresorsinol berpenetrasi kedalam kulit. Etosom merupakan nanovesikel elastis dengan kandungan fosfolipid dan etanol (>20%), yang dapat berpenetrasi menembus lapisan kulit terluar stratum corneum. Mekanisme kerjanya diduga karena kandungan etanol dan fosfolipid yang terdapat dalam etosom. Sehingga penelitian ini dilakukan pembuatan etosom blanko dan etosom 4-n-Butilresorsinol dengan variasi konsentrasi etanol dengan variasi FEnBr1 40%, FEnBr2 30% dan FEnBr3 20%. Dari ke 3 formula tersebut dihasilkan ukuran partikel 95%. Pengembangan selanjutnya di bentuk sediaan serum dengan basis HPMC dan Carbopol menunjukan konsentrasi HPMC 1.5 dan Carbopol 0.5 yang terbaik. Selanjutnya dilakukan uji permeasi sel difusi franz dengan membran PTFE dan didapatkan hasil konsentrasi etosom butilresorsinol 0.1% didalam serum sampai 3 jam terpenetrasi sampai 73.88 mg.
  • Item
    EVALUASI IN VIVO NANOPARTIKEL ALFA MANGOSTIN KITOSAN-ALGINAT (NANO-AMKAL) SEBAGAI ANTI KANKER PAYUDARA
    (2022-09-08) ADE IRMA SURYANI; I Made Joni; Nasrul Wathoni
    Alfa mangostin diisolasi dari ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana, L) memiliki aktivitas anti kanker yang baik namun kelarutannya yang buruk dan tingkat selektivitas terhadap sel kanker yang rendah menjadi kekurangan dari isolat ini. Peningkatan efektivitas senyawa alfa mangostin telah dibuat dalam bentuk partikel nano polimerik kitosan alginat yang disebut NANO-AMKAL. Berdasarkan hasil penelitian In Vitro menunjukkan bahwa NANO-AMKAL sangat aktif sebagai antikanker payudara, maka perlu dilakukakan uji In Vivo untuk menelaah efektifitas sediaan NANO-AMKAL pada kanker payudara tikus Wistar (Rattus norvegicus) dan mendapatkan dosis efektif. Metode penelitian ini menggunakan injeksi 7,12-dimethylbenz(a)antrasena (DMBA) sebagai agen karsinogen (20 mg) secara subkutan ke dalam payudara tikus yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, yaitu kontrol positif, kontrol negatif, alfa mangostin murni, NANO-AMKAL 5mg, 10mg, dan 20mg secara peroral, selama perlakuan dievaluasi berat badan dan volume tumornya setiap 3 hari kemudian dilakukan pembedahan pada hari ke-14, jaringan kanker payudara dan paru diambil untuk studi histopatologi. NANO-AMKAL berhasil meningkatkan aktivitas alfa mangostin untuk penyembuhan kanker payudara tikus Wistar (Rattus norvegicus). NANO-AMKAL dengan kadar alfa mangostin 0,33mg memiliki efek penyembuhan tiga kali lebih baik dibandingkan alfa mangostin murni 20mg dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan Tamoxifen. Dosis efektif NANO-AMKAL sebagai anti kanker payudara pada tikus Wistar (Rattus norvegicus) adalah sediaan NANO-AMKAL 20mg, dengan menunjukkan respon penyembuhan yang baik serta volume tumor yang terus menurun hingga 17,43% pada hari ke-14. Hal ini berbanding lurus dengan uji histopatologi yang menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terdapat metastasis.
  • Item
    PENINGKATAN KELARUTAN DAN DISOLUSI ETHYL P-METHOXYCINNAMATE HASIL ISOLASI DARI KAEMPFERIA GALANGA L. DENGAN METODE CO-AMORPHOUS MENGGUNAKAN METODE SOLVENT EVAPORATION
    (2021-04-06) KENTI; Dolih Gozali; Taofik Rusdiana
    Rimpang kencur merupakan tanaman yang secara empiris sudah digunakan sebagai obat herbal, senyawa marker pada rimpang kencur yaitu ethyl p-methoxycinnamate (EPMS) memiliki aktivitas farmakologi yang menjanjikan, penelitian menunjukkan khasiat EPMS sebagai antiinflamasi, angiogenesis, dan penghambatan poliferasi sel HepG2, akan tetapi menurut Human Metabolome Database EPMS memiliki kelarutan dalam air sebesar 0,0083g/L dalam istilah kelarutan termasuk dalam sangat sukar larut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kelarutan EPMS hasil isolasi dari rimpang kencur sehingga dapat meningkatkan laju disolusi EPMS dengan pembentukan koamorf. Pemilihan koformer dilakukan dengan cara in silico didapat 3 koformer (aspartam, urea, dan nikotinamid), pembuatan koamorf menggunakan metode solvent evaporation dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:3, dan 2:1. Hasil koamorf yang didapat diuji implementasi dengan uji kelarutan jenuh, koamorf yang memiliki kelarutan tertinggi kemudian dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR), dilanjutkan uji disolusi menggunakan dapar HCl pH 1,2, dapar asetat pH 4,5, dan dapar pospat pH 6,8. Koamorf EPMS dengan koformer aspartam secara in silico menunjukkan pembentukan ikatan hidrogen dan van der waals, serta memiliki energi ikatan yang rendah sehingga memungkinkan terbentuknya koamorf dengan EPMS. Profil kelarutan jenuh campuran EPMS:aspartam perbandingan 2:1 memiliki kelarutan paling tinggi dibandingkan koformer yang lain. Karakterisasi menggunakan XRD menunjukkan pola difraktrogram yang berbeda dengan EPMS isolat, spektrum FTIR menunjukkan pergeseran-pergeseran puncak yang mengindikasikan terbentuknya ikatan hidrogen antara EPMS:aspartam. Hasil disolusi intrinsic menunjukkan peningkatan paling tinggi dihasilkan dari campuran EPMS:aspartam 2:1 di semua media disolusi, dan peningkatan paling tinggi dihasilkan pada media dapar HCl pH 1,2, dimana aspartam menghasilkan kelarutan paling tinggi pada media asam dengan pH dibawah 2.
  • Item
    Isolasi, Identifikasi, dan Studi In Silico Anti-inflamasi Senyawa Golongan Terpen Kipas Laut (Gorgonia mariae) Asal Maluku
    (2021-07-31) FARUK JAYANTO KELUTUR; Nyi Mekar Saptarini; Resmi Mustarichie
    Secara empiris koral gorgonia jenis kipas laut (G. mariae) telah dimanfaatkan masyarakat Maluku secara turun-temurun sebagai bahan obat anti-inflamasi dengan cara digerus halus. Target spesifik metabolit sekunder koral gorgonia sebagai anti-inflamasi, apakah pada enzim COX-2 atau iNOS belum dilaporkan. Selain itu, senyawa golongan terpen pada G. mariae juga sehingga diperlukan penelitian yang meliputi studi in silico berdasarkan literatur, isolasi dan identifikasi isolat G. mariae, serta pengujian aktivitas isolat dengan in silico. Studi in silico menggunakan enzim COX-2 (3NT1) dan iNOS (3E7G, 3E6T) dari PDB serta lima belas senyawa golongan terpen dari delapan jenis koral gorgonia studi literatur dan senyawa prediksi hasil isolasi G. mariae sebagai senyawa uji. Prediksi Pre-ADMET dan Lipinski’s rule of five juga dilakukan. Proses ekstraksi (metode maserasi), isolasi (metode kromatografi kolom), dan identifikasi (kromatografi lapis tipis). Isolat G. mariae dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer proton 1D-NMR dan LC-MS kemudian dilakukan in silico untuk pengujian aktivitas anti-inflamasi. Hasil penelitian studi in¬ silico menunjukkan enzim iNOS sebagai target spesifik. Selain itu, berdasarkan nilai energi bebas ikatan (ΔG, kkal/mol) dan konstanta inhibisi (Ki, nM) diperoleh senyawa palmonin F (-7,76; 2070) dan briarenol C (-7,75; 2910) lebih berpotensial dibandingkan 5-(4ˈ-amina-1ˈ-etil-5ˈ,8ˈ-difluoro-1ˈH-spiro [piperidin-4,2ˈ-kuinazolin]-1-ilkarbonil) pikolinonitril (-7,48; 3310). Prediksi Pre-ADMET dan Lipinski’s rule of five hanya palmonin F yang memenuhi, namun bersifat mutagenik. Isolasi dan identifikasi G. mariae terlihat jelas senyawa yang terkandung berdasarkan polaritas dengan vanillin-sulfat memberikan warna ungu dan tidak berpendar pada UV 254 dan 365 nm yang diduga ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik. Data 1H-NMR memberikan sinyal khas terpen atau sterol (proton metil singlet, δH 0,60–2,00 ppm dan metin olefinik, δH 5,00–6,00 ppm). Sedangkan LC-MS untuk mengetahui berat molekul sehingga diprediksi adalah lasonolid F dan 24-metilen kolesta-1,4,22-trien-3-one (fraksi 14) serta sibogol E, spinasteron, dan palmitilkarnitin (fraksi 15) dari F-89-13 dan F-89-16. Pengujian aktivitas anti-inflamasi secara in silico menunjukkan lasonolid F (senyawa golongan terpen) memiliki nilai afinitas pengikatan -9,22 kkal/mol dan 174,18 nM yang lebih berpotensial dibandingkan palmonin F dan briarenol C. Prediksi Pre-ADMET, lasonolid F bersifat karsinogenik dan kaidah Lipinski’s rule of five tidak memenuhi.
  • Item
    SIMULASI PENAMBATAN MOLEKUL DAN DINAMIKA MOLEKUL SENYAWA TANAMAN BIDARA UPAS (Merremia mammosa Hal filius) SEBAGAI KANDIDAT ANTIVIRUS SARS-CoV-2
    (2020) YUNITA AL AZZAHRA; Muhammad Yusuf; Muchtaridi
    Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS- CoV-2) atau disebut juga penyakit Covid-19 merupakan kasus gangguan pernafasan yang pertama ka muncul di Wuhan, Cina. Salah satu upaya dalam mencegah SARS-CoV-2 adalah vaksinasi dan transfusi plasma yang belum terbukti efektif untuk mengobati penyakit Covid-19. Bidara upas (Merremia mammosa Hal Filius) merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari keluarga Convolvulaceae yang empiris banyak digunakan sebagai antiinfeksi, antiinflamasi, antioksidan, dan analgetik, senyawa yang telah berhasil diisolasi dan merupakan senyawa identitas dari tanaman ini adalah merremosida dan merupakan senyawa golongan β glikosida, pada penelitian sebelumnya banyak senyawa glikosida diketahui memiliki aktivitas anti virus, sehingga pada penelitian kali ini dilakukan pengujian untuk mengidentifikasi aktivitas anti virus dari senyawa merremosida terhadap virus SARS- CoV-2 secara in silico serta mengidentikasi profil ADME dari senyawa merremosida. Ligand uji yang digunakan adalah 10 jenis senyawa merremosida dan reseptor yang digunakan adalah reseptor RBD spike glikoprotein dari 2 varian virus SARS-CoV-2 dengan PDB ID 6LZG dan 7WBP analisis hasil penambatan molekul dilakukan dengan metode mekanika molekuler dan kemudian dilakukan pengujian dinamika molekul untuk mengetahui ketahanan ikatan antara merremosida dan RBD spike glikoprotein SARS-CoV-2. Dari penelitian ini diketahui bahwa senyawa yang diprediksi memiliki aktivitas terbaik adalah merremosida I untuk virus SARS-CoV-2 dan merremosida F untuk virus SARS-CoV-2 varian omicron. Selanjutnya dilakukan pengujian dinamika molekul untuk kompleks ligand reseptor terbaik dan didapatkan hasil nilai rata-rata RMSD reseptor RBD SARS-CoV-2 dengan ACE2 yaitu 1,75 Ả dan nilai rata-rata RMSD reseptor RBD SARS-CoV-2 dengan merremosida I yaitu 1,80 Ả , nilai rata-rata RMSD reseptor RBD SARS-CoV-2 varian omicron dengan ACE2 yaitu 1,5 Ả dan nilai rata-rata RMSD reseptor RBD SARS-CoV-2 varian omicron dengan merremosida F yaitu 1,52 Ả. Terdapat nilai RMSF > 2 Ả pada semua kompleks yang menunjukkan bahwa kompleks berfluktuasi dipredikasi pada residu N-terminal dan C-terminal. nilai energi ikatan reseptor RBD SARS-CoV-2 dengan ACE2 yaitu -25,49 Kcal/mol, nilai energi ikatan reseptor RBD SARS-CoV-2 dengan merremosida I yaitu -11,72 Kcal/mol , nilai nergi ikatan reseptor RBD SARS-CoV-2 varian omicron dengan ACE2 yaitu -33,71 Kcal/mol dan nilai energi ikatan reseptor RBD SARS-CoV-2 varian omicron dengan merremosida F yaitu -8,12 Kcal/mol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikatan kompleks RBD-SARS-CoV-2 varian omicron dengan ACE2 merupakan ikatan paling stabil. Pengujian ADME menunjukkan bahwa senyawa merremosida memiliki kemampuan permeabilitas yang rendah, dan senyawa merremosida merremosida F, merremosida G dan merremosida H2 memiliki kemampuan absopsi yang rendah dalam usus. Senyawa merremosida dapat terdistribusi dengan cukup baik kecuali pada merremosida I yang tidak dapat terdistribusi dalam plasma, semua senyawa merremosida kurang terdistribusi ke otak dan sistem saraf pusat. Senyawa merremosida dapat dimetabolisme tubuh dan dieksresikan oleh ginjal.
  • Item
    MOLEKULAR MODELING SENYAWA TURUNAN PIRAZOLIN SERTA PREDIKSI ADMET DAN LIPINSKI RULE OF FIVE SEBAGAI ANTIVIRUS TERHADAP RNA-DEPENDENT-RNA-POLIMERASE SARS-CoV-2
    (2019) MEILINDA SETYA PRACEKA; Rani Maharani; Sandra Megantara
    Pandemi COVID-19 yang menjadi krisis Kesehatan dunia terjadi akibat penularan virus SARS-CoV2 hingga saat ini masih terjadi dengan banyaknya varian virus baru yang bermutasi. Oleh sebab itu, diperlukan adanya pengembangan obat maupun vaksin yang dapat mengendalikan mutasi virus. Salah satunya dengan mengembangkan obat yang dapat menghambat polimerasi replikasi dengan menargetkan RDRP virus SARS-CoV2. Berdasarkan penelitian sebelumnya, gugus nitrogen di cincin inti pirazol memiliki potensi kuat sebagai antivirus COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan senyawa turunan pirazolin yang memiliki aktivitas antivirus yang lebih baik dengan toksisitas yang rendah sebagai kandidat obat COVID-19. Pada metode penelitian ini, dilakukan perancangan struktur dan skrining farmakofor menggunakan Ligandscout, penambatan molekular menggunakan Autodock4 dengan melakukan optimasi validasi energi evaluasi serta prediksi ADMET dan Lipinski Rules of Five. Berdasarkan hasil pengujian in silico, validasi database aktif dan decoy dilakukan dengan model 5 menghasilkan nilai AUC (1.00) dan EF (4.3) menunjukkan bahwa semua modifikasi turunan pirazolin memiliki kesesuaian geometri berdasarkan fitur farmakofor hits. Validasi docking dilakukan dengan menambahkan energi evaluasi sebesar 25 juta dan muatan pada ion Mg2+ dan Zn2+, sehingga didapatkan hasil RMSD 1.984 A pada ukuran gridbox 35x35x35 A, hasil penambatan molekul menunjukkan nilai energi ikatan bebas (∆G) mopyravir 7 sebesar -14.37 kkal/mol lebih baik dibandingkan favipiravir -12.45 kkal/mol dengan ikatan hidrogen pada residu asam amino mopyravir 7 yaitu U P 20, ASP A 760, ASP A 623, THR A 556, ARG A 553, sedangkan pada favipiravir C T 10, LYS A 545, SER A 759, U P 20, A T 11. Hasil pre-Admet dan Lipinski dari mopyravir 7 dan favipiravir telah memenuhi rentang persyaratan profil farmakokinetik dan kesesuaian obat digunakan untuk oral. Kesimpulannya bahwa perancangan senyawa turunan pirazolin telah berhasil dilakukan dengan optimasi validasi menghasilkan RMSD <2 A dan afinitas yang menunjukkan potensi kuat sebagai kandidat obat antivirus serta profil farmakokinetik dan toksisitas yang baik.
  • Item
    KAJIAN PUSTAKA HIDROGEL POLIMERIK DALAM SISTEM PENGIRIMAN SECRETOME DARI SEL PUNCA MESENKIMAL UNTUK APLIKASI BIOMEDIK
    (2019) MIA ARIFKA; Gofarana Wilar; Nasrul Wathoni
    Secretome sel induk mesenkim (MSCs) telah berhasil dipelajari dalam model praklinis untuk beberapa aplikasi biomedik, termasuk rekayasa jaringan, penghantaran obat, dan terapi kanker. Namun di sisi lain, pemberian secretome MSC yang biasanya melalui injeksi langsung secara lokal atau sistemik, menghasilkan pembersihan yang cepat pada jaringan target. Sistem pengiriman berbasis hidrogel sedang diteliti untuk memperpanjang retensi secretome MSC di lokasi target dan meningkatkan kemanjuran terapeutiknya. Banyak metode pemberian secretome MSC berbasis hidrogel polimerik yang telah digunakan dan terbukti mengatasi pembersihan yang cepat. Studi in vitro mengkonfirmasi bioaktivitas secretome yang dienkapsulasi dalam hidrogel, memungkinkan proses pelepasan yang terkontrol dan berkelanjutan. Temuan mengungkapkan bahwa kelayakan hidrogel polimerik sebagai sistem pengiriman secretome MSC memiliki pengaruh positif pada kecepatan regenerasi jaringan dan organ, serta peningkatan produksi secretome. Dalam ulasan ini, kami membahas hidrogel polimerik yang umum digunakan dan kelebihannya sebagai sistem pengiriman secretome MSC dalam aplikasi biomedik.
  • Item
    SINTESIS DIANTHIN E DAN STUDI AKTIVITAS ANTIKANKER HATI (HepG2) SECARA IN SILICO PADA RESEPTOR PENGHAMBATAN JALUR P13K/AKT/mTOR
    (2022-09-13) DALIFA RAMADHANI; Muchtaridi; Rani Maharani
    Dianthin E yang merupakan senyawa sikloheksapeptida yang diperoleh dari hasil isolat tanaman Dianthus superbus di Cina. Senyawa dianthin E diketahui memiliki aktivitas antikanker yang baik dan selektif pada lini sel kanker hepatoselular karsinoma (HepG2) dengan nilai IC50 sebesar 2,37µM. Hal ini menjadikan senyawa dianthin E menarik untuk dieksplorasi lebih jauh. Pada studi ini akan dilakukan sintesis senyawa dianthin E dan dilakukan pengujian antikanker secara in silico dengan reseptor penghambat jalur P13K/AKT/mTOR (4FA6) yang berperan sebagai kunci utama dalam jalur pensinyalan jaringan yang dideregulasi di HCC pada lini sel kanker HepG2 dan skrining terkait farmakofor dari senyawa dianthin E untuk dilakukan pengembangan senyawa dianthin E pada studi selanjutnya. Metode sintesis dilakukan dengan kombinasi metode fase padat dan fase larutan meliputi sintesis heksapeptida linear dengan fase padat dan siklisasi menjadi sikloheksapeptida dengan fase larutan. Sintesis bermula dengan pembentukan heksapeptida linear menggunakan 2-klorotritilklorida sebagai resin, Fmoc sebagai gugus pelindung, HBTU/HOBt sebagai reagen pengkopling untuk membentuk ikatan amida dengan kehadiran basa DIPEA. Pada proses siklisasi, HATU digunakan sebagai reagen pengkopling dan dengan adanya basa DIPEA dalam diklorometana dengan konsentrasi yang encer (1x10-3 M) selama 7x24 jam pada suhu ruang. Senyawa yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan kromatografi kolom dan RP-HPLC semi-preparatif, dianalisis dengan RP-HPLC analitik dan dikarakterisasi menggunakan HR-TOF-MS, 1H- dan 13C-NMR. Dari studi ini diperoleh senyawa dianthin E sintetik yang dikonfirmasi dan dikarakterisasi dengan spektroskopi massa dan NMR. Hasil sintesis memperoleh senyawa dianthin E dengan rendemen sebesar 37,36%. Pada pengujian in silico, dilakukan penembatan molekuler (molecular docking) antara senyawa dianthin E dan reseptor penghambat P13K/AKT/mTOR dengan Autodock4 untuk memperoleh nilai ∆G dan asam amino yang akan berinteraksi dengan senyawa dianthin E. Kemudian dilakukan skrining farmakofor menggunakan Lingandscoutt untuk memperoleh informasi nilai kemiripan struktur dari kumpulan senyawa aktif. Dari pengujian ini diperoleh hasil pada penembatan molekul diketahui bahwa senyawa dianthin E memiliki potensi sebagai agen antikanker berdasarkan nilai ∆G sebesar -5.89 dan interaksi dengan asam amino yang berperan pada reseptor 4FA6 dalam penghambatan jalur P13K/AKT/mTOR. Pada skrining farmakofor, validasi database aktif dan decoy dilakukan dan diperoleh model 5 yang menghasilkan nilai nilai (AUC100%) dan (EF100%) masing masing sebesar 0.74 dan 3.1, diketahui cincin aromatik pada asam amino fenilalanin dan karbonil pada asam amino prolin yang menunjukkan kesesuaian dengan database senyawa aktif dan diperoleh nilai fit score sebesar 36.95% dan diperoleh bahwa dianthin E memiliki satu aromatic region dan satu interaksi hidrofobik pada fenilalanin, selain itu dianthin e juga memiliki satu akseptor hidrogen pada karbonil prolin yang diketahui berperan sebagai farmakofor.
  • Item
    Kajian Pustaka Metode In Vitro Untuk Pengujian Aktivitas Imunomodulator Pada Ekstrak Tanaman
    (2021-02-11) MUNIR ALINU MULKI; Nur Atik; Melisa Intan Barliana
    Tanaman memiliki berbagai senyawa kompleks dan beragam secara struktural yang menjadi bahan penting dalam penemuan kandidat obat baru, termasuk sebagai imunomodulator. Imunomodulator dapat berfungsi untuk mengatur sistem imun sehingga terciptanya kondisi homeostatis dalam tubuh manusia. Berbagai metode in vitro telah banyak dilakukan oleh peneliti untuk menguji aktivitas imunomodulator pada berbagai ekstrak tanaman. Oleh karena itu, dilakukan penulisan kajian pustaka yang menghasilkan manuskrip berjudul “In vitro Methods for Evaluating Immunomodulatory Activity of Plant Extracts: A Review” dengan status in-review di jurnal internasional Q2-Scopus Pharmaceutical Sciences (PS), pada 12 Desember 2020 (https://ps.tbzmed.ac.ir/AuthorCenter). Ulasan pustaka ini membahas tentang metode yang dapat digunakan untuk pengujian aktivitas imunomodulator secara in vitro pada berbagai ekstrak tanaman, sehingga dapat memberikan informasi bagi para peneliti untuk menemukan dan mengembangkan agen imunomodulator baru. Sumber artikel ulasan pustaka berasal dari penelitian yang diterbitkan pada pangkalan data PubMed dengan menggunakan kata kunci “method”, “immunomodulatory activity”, dan “plant extract”. 509 artikel didapatkan dari hasil pencarian. Artikel ulasan, studi klinik, tidak dilakukan pengujian secara in vitro, tidak menggunakan ekstrak tanaman, tidak menggunakan Bahasa Inggris, dan tidak diterbitkan dalam rentang lima tahun terakhir dimasukan ke dalam kriteria eksklusi. 46 artikel didapatkan dan ditelaah dalam artikel ulasan pustaka. Metode in vitro yang dapat digunakan untuk pengujian aktivitas imunomodulator pada ekstrak tanaman yaitu uji viabilitas sel, apoptosis atau nekrosis sel, aktivitas fagositosis, analisis target sel, produksi sitokin, ROS, dan NO, juga analisis penanda permukaan dan protein atau gen lainnya yang terlibat dalam mekanisme sistem imun. Berbagai metode tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan, sehingga direkomendasikan untuk digunakan kombinasi dari berbagai metode tersebut untuk dapat menghasilkan data yang lebih baik dan dapat lebih memahami mekanisme aktivitas imunomodulator pada berbagai ekstrak tanaman.
  • Item
    ISOLASI DAN KARAKTERISASI KAPPA KARAGENAN DARI Eucheuma cottonii ASAL LIMA PERAIRAN DI WILAYAH INDONESIA DAN APLIKASINYA SEBAGAI MATRIKS TABLET APUNG
    (2016-10-26) RIVAL FERDIANSYAH; Marline Abdassah Bratadiredja; Anis Yohana Chaerunisaa
    Kappa karagenan merupakan polisakarida yang terkandung dalam spesies rumput laut Euceuma cottonii. Kualitas kappa karagenan yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah iklim dan geografis tempat tumbuh dari rumput laut yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaraterissasi kappa karagenan yang dihasilkan dari lima wilayah provinsi di Indonesia yang memiliki perairan berbeda yang meliputi Maluku, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kepulauan Riau. Aplikasinya sebagai matriks tablet apung dipelajari dengan model zat aktif teofilin. Pada penelitian ini pembuatan kappa karagenan menggunakan metode pressing dan hasilnya dilakukan evaluasi meliputi, Spektrum FT-IR, cemaran mikroba, kandungan logam berat, kadar abu, pH, kadar abu, kekuatan gel, kadar sulfat serta susut pengeringan. Dari hasil penelitian diketahui semua karakteristik karagenan dari semua sampel memenuhi persyaratan yang tertera pada Handbook of Pharmaceutical Excipient. Sedangkan dari hasil evaluasi tablet apung, semua formula dari berbagai sampel matriks karagenan memiliki lag waktu apung 2,34 - 4,13 menit dan lamanya waktu apung antara 3,47 - 6,35 jam. Dari hasil uji disolusi formula 1 dengan rasio zat aktif-matriks 1 ; 3,24 dari kappa karagenan wilayah Maluku dan Sulawesi Selatan memiliki profil disolusi yang paling baik sebagai sediaan lepas lambat dengan waktu puncak pelepasan selama 240 menit.
  • Item
    PENETAPAN KADAR s-phenylmercapturic acid (s-PMA) DALAM URIN SETELAH EKSTRAKSI FASA PADAT DAN DERIVATISASI PRE-KOLOM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI - DETEKTOR FLUORESEN (KCKT-FLD)
    (2016-10-25) SRI GUSTINI HUSEIN; Muchtaridi; Aliya Nur Hasanah
    s-phenylmercapturic acid (s-PMA) merupakan metabolit benzene yang spesifik. s-PMA dapat digunakan sebagai biomarker dari paparan benzena tingkat rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan validasi metode analisis kadar s-PMA dalam urin. Penetapan s-PMA urin pekerja yang terpapar benzena dilakukan setelah ekstraksi fasa padat/solid phase extraction (SPE). s-PMA dihidrolisis dalam kondisi basa. Hidrolisat aril-thiol terkonjugasi dengan monobrombimane (MB) selama 15 menit pada pH 8 dalam suhu kamar. Aril-thiol (R-SH) derivat diukur dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) sistem fasa terbalik, menggunakan kolom fenil (100x4,6 mm.I.D, ukuran partikel 5µm), dengan detektor fluoresen. Koefisien panjang gelombang eksitasi dan emisi ditentukan pada 375 dan 480 nm, dengan waktu retensi s-PMA di 2,9 menit. Validasi metode analisis menunjukkan hasil uji linieritas pada rentang 0,1-10 ppb dengan persamaan regresi linier y= 0,079x + 0,023; r = 0,99; uji akurasi dengan rata-rata perolehan kembali 94,64-104,86%; uji presisi dengan koefisien varian 1,17 % - 4,38%. Batas deteksi (LOD) 1,32 ppb; batas kuantifikasi (LOQ) 2,07 ppb; nilai yang diperoleh pada penetapan kadar sampel urin pekerja drilling adalah < 1.32 – 21,93 ppb. s-PMA dalam urin dapat ditentukan menggunakan KCKT-FLD dengan parameter validasi yang tepat. Kata kunci: s-phenylmercapturic acid, urin, benzene, kromatografi cair kinerja tinggi - detektor fluoresen (KCKT-FLD), ekstraksi fasa padat.
  • Item
    ISOLASI SENYAWA ANTIHIPERTENSI DARI FRAKSI ETIL ASETAT KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
    (2016-10-19) SANTI PERAWATI; Sri Adi Sumiwi; Yasmiwar Susilawati
    Hipertensi merupakan kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah diatas normal dengan prevalensi kejadian di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,8%. Pada penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas antihipertensi terhadap subfraksi etil asetat kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) (Hs-II-A, Hs-II-B, dan Hs-II-C) pada dosis 7,2 mg/kgBB dengan induksi NaCl 2% dan metode Non-Invasive Blood Pressure. Subfraksi Hs-II-B memberikan aktivitas antihipertensi paling tinggi dengan persen inhibisi sistolik dan diastolik sebesar 20,08% dan 19,18%. Pemisahan subfraksi Hs-II-B dengan kromatografi kolom dan preparatif diperoleh 3 isolat (Hs-II-B1, Hs-II-B2, dan Hs-II-B3). Isolat tersebut diuji aktivitas antihipertensi pada dosis 2,25 mg/kgBB. Hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan penurunan tekanan darah yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif pada taraf kepercayaan 95% terhadap ketiga isolat dengan persen inhibisi sistolik (17,69%;4,2%; dan 9,48%), diastolik (17,07%; 3,67%; dan 11,61%). Isolat yang menunjukkan aktivitas antihipertensi paling baik adalah Hs-II-B1. Hasil identifikasi Hs-II-B1 dengan NMR menunjukkan senyawa turunan asam suksinat termetoksilasi dengan nama IUPAC dimethyl 2-(1-ethoxy-2-(2-hydroxy-4-methoxy-2-(methoxycarbonyl)-4-oxobutoxy)ethyl)-2- hydroxysuccinate, rumus molekul C17H28O12, m/z 424,16.
  • Item
    Analisis Natrium dan Kalium dalam Air Laut di Sekitar Pesisir Pantai Papua Dengan Metode Spektroskopi Serapan Atom
    (2016-10-24) YOICE MARTINA PAWEKA; Mutakin; Jutti Levita
    Abstrak Menurut Kementerian Perikanan dan Kelautan pada tahun 2014, luas lahan garam di Indonesia adalah 28.556 ha. Kebutuhan garam per tahun sekitar 3,5 juta ton sehingga untuk menutupi kebutuhan dilakukan impor garam dari beberapa negara. Propinsi Papua terletak pada koordinat 130 - 140 BT dan 9,0 - 10,45 LS dengan garis pantai sepanjang 1.170 mil laut. Air laut mengandung 86% natrium klorida (NaCl). Metode penelitian yang dilakukan secara eksperimental di laboratorium dengan menggunakan instrumen spektrofotometer serapan atom (SSA) karena selektif, spesifik, sensitivitas tinggi dalam kisaran ppm sampai ppb. Hasil kadar natrium dan kalium berturut-turut dari air laut pada tujuh lokasi pantai di propinsi Papua sebagai berikut: pantai Kali Maro Onggalie Merauke 87,4 ± 1 ppm dan 2,8 ± 0,3 ppm; pantai Lampu Satu Merauke 112 ± 0,6 ppm dan 4 ± 0,3 ppm; pantai Payum Merauke 103,2 ± 0,6 ppm dan 3,6 ± 0 ppm; pantai Pasir Dua Jayapura 91,3 ± 1,7 ppm dan 4 ± 0,3 ppm; pantai Ria Base G Jayapura 88,3 ± 0 ppm dan 3,8 ± 0,3 ppm; pantai Dok II Jayapura 88,7 ± 1,5 ppm dan 4 ± 0,6 ppm; serta pantai Hamadi Jayapura 106,4 ± 2 ppm dan 4,7 ± 0,7 ppm. Rentang hasil kadar natrium antara 88,3 ± 0 ppm sampai 112 ± 0,6 ppm, sedangkan kalium antara 2,8 ± 0,3 ppm sampai 4,7 ± 0,3 ppm. Uji statistik dengan p-value < 0,05 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada hasil kadar natrium dan kalium (Ho diterima). Disimpulkan bahwa pesisir pantai Papua dapat berpotensi sebagai sumber bahan baku garam farmasi.
  • Item
    PREPARASI DAN EVALUASI KOMPLEKS INKLUSI EKSTRAK SELEDRI (Apium graveolens L.) DAN APIGENIN DENGAN β-SIKLODEKSTRIN
    (2016-11-29) ASEP NURRAHMAN YULIANTO; Muchtaridi; Taofik Rusdiana
    Seledri (Apium graveolens L.) merupakan salah satu tumbuhan yang banyak digunakan secara tradisional untuk pengobatan berbagai jenis penyakit. Masalah yang paling sering muncul ketika akan mengkonsumsi ekstrak seledri adalah rasa yang tidak mengenakan. Salah satu kandungan utama dari seledri adalah apigenin. Dilaporkan bahwa apigenin memiliki kelarutan dalam air yang sangat rendah (1,35 µg/mL). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan β-siklodekstrin sebagai bahan pengompleks dalam menutupi rasa yang tidak mengenakan dari ekstrak seledri dan peningkatan kelarutan apigenin melalui teknik kompleks inklusi. Pada penelitian ini akan dibuat kompleks inklusi ekstrak seledri dengan β-siklodekstrin dan apigenin dengan β-siklodekstrin dengan perbandingan 2 : 1, 1 : 1, dan 1 : 2 (rasio berat). Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada perbandingan 1 : 1 menghasilkan persen effisiensi penjerapan yang paling baik, dengan persentase effisiensi penjerapan sebesar 22,81% (b/b) dan 74,41% (b/b). Hasil uji kelarutan menunjukkan bahwa kompleks inklusi apigenin memiliki kelarutan dalam air yang lebih tinggi (7,77 ± 1,61% b/b) dibanding dengan apigenin murni (3,90 ± 0,93% b/b). Uji hedonik menggunakan parameter rasa dan aroma antara kompleks inklusi ekstrak seledri dengan ekstrak seledri murni menunjukkan bahwa ada peningkatan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa dan aroma kompleks inklusi ekstrak seledri dibanding dengan ekstrak seledri murni.