Teknologi Pangan (S1)
Permanent URI for this collection
Browse
Recent Submissions
Item PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) PADA TEPUNG CAMPURAN BONGGOL PISANG BATU (Musa bracycarph) DAN TEPUNG JAGUNG TERHADAP BEBERAPA KARAKTERISTIK COOKIES(2013-03-25) HARI HARIADI; Tidak ada Data Dosen; Tidak ada Data DosenABSTRAK Tepung bonggol pisang batu merupakan komoditas lokal yang dapat digunakan untuk pembuatan cookies, sebagai pengsubtitusi tepung terigu.Tepung bonggol pisang batu memiliki rasa yang sepat sehingga diperlukan bahan tambahan lain untuk menguranginya dengan menambahkan tepung jagung dengan perbandingan 50 : 50. Penambahan tepung kacang kedelai merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kadar protein cookies dari tepung bonggol pisang batu dan tepung jagung yang belum sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan jumlah tepung kacang kedelai yang ditambahkan pada tepung campuran bonggol pisang batu dan jagung sehingga dihasilkan cookies yang memiliki kadar protein sesuai SNI dan karakteristik yang disukai oleh panelis. Metode penelitian yaitu dengan metode deskriptif dengan 4 perlakuan. Perlakuan terdiri dari penambahan tepung kacang kedelai 15%b/b, 20%b/b, 25%b/b, 30%b/b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung kacang kedelai 30% memberikan karakteristik cookies terbaik yaitu : kadar air 3,15% , kadar abu 3,76%, kadar protein 8,63%, kadar lemak 45,65%, kadar serat 10,27%, dan kesukaan terhadap warna, rasa, aroma, kerenyahan dan penampakan keseluruhan yang disukai panelis. Kata kunci : Tepung bonggol pisang batu, tepung jagung, tepung kacang kedelai, cookies ABSTRACT Banana corm flour is a local commodity can be used as cookies ingredient, it replaces for subtitution of wheat flour. Banana corm flour has astringent taste and need more ingredient to minimize by adding corn flour ratio is 50 : 50. Adding of soybean flour is a choice to raise value protein of cookies mixing banana corm flour dan corn flour has not reach the National Standard Of Indonesia. The aim of this study was to determine the soybean flour amount that should be added on the mix banana corm flour and corn flour so that can produce cookies with a caractheristic and preferred by panelist. Deskriptif was carried out as the experiment method with four treatmentsof this research. The treatment for adding soybean flour 15% b/b, 20% b/b, 25% b/b, 30% b/b. The result showed that adding of soybean 30% gave the best result in terms of water content 3,15%, ash content 3,76%, crude protein content 8,63%, fat content 45,65%, crude fiber content 10,27%, and organoleptic gave a value as usual until quite good preference on taste, color, brittlenes, flavor and all appearences by panelist. Keywords : Banana knob corm flour, corn flour, soybean flour, cookiesItem Kajian Potensial Pemanasan Global, Eutrofikasi, dan Asidifikasi Pada Produk Biskuit Konsentrat Protein Kedelai dan Biskuit Konvensional Dengan Metode Life Cycle Assessment.(2023-09-25) RATU AZZAHRA HERMAWAN PUTRI; Syamsul Huda; Robi AndoyoProduk ramah lingkungan sangat penting untuk diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan mengurangi dampak lingkungan. Life Cycle Assessment (LCA) merupakan suatu metode untuk menyusun data secara lengkap, mengevaluasi, dan mengkaji semua dampak lingkungan yang terkait dengan produk, proses, dan aktivitas. Pada produksi biskuit konsentrat protein kedelai dan biskuit konvensional, faktanya membuat dampak pencemaran terhadap lingkungan dalam prosesnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hasil perbandingan analisis dampak lingkungan pada kategori potensi pemanasan global, eutrofikasi, dan asidifikasi dalam produk biskuit konsentrat protein kedelai dengan biskuit konvensional. Metode penelitian ini menggunakan metode life cycle assessment dengan ruang lingkup gate to gate. Pada penelitian ini dibantu dengan software SimaPro untuk mengolah data dan metode ReCiPe 2016 untuk menganalisis pada kategori dampak lingkungannya. Hasil Penelitian ini menunjukkan pada biskuit konsentrat protein pada kategori GWP, asidifikasi, dan eutrofikasi, masing-masing sebesar 3.143,07 Kg-CO2-eq/tahun dan 3,66 Kg- CO2-eq/kg-produk; 15,28 Kg-SO2-eq/tahun dan 0,018 Kg-SO2-eq/kg-produk; 2,24 Kg-N-eq/tahun serta 0,0026 Kg-N-eq/kg-produk. Sedangkan, hasil analisis dampak pada biskuit konvesional yang dilakukan selama satu tahun produksi pada kategori GWP, asidifikasi, dan eutrofikasi, masing-masing sebesar 1.823,89 Kg-CO2-eq/tahun dan 2,26 Kg-CO2-eq/kg-produk; 13,03 Kg-SO2-eq/tahun dan 0,016 Kg-SO2-eq/kg-produk; 2,64 Kg-N-eq/tahun dan 0,00328 Kg-N-eq/kg-produk.Item Enkapsulasi Konsentrat Protein Tempe Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Menggunakan Gum Arab dan Maltodekstrin pada Berbagai Suhu Spray Drying(2023-10-03) ELIZA LESTARI HUTAPEA; Rossi Indiarto; ZaidaProses enkapsulasi dapat meningkatkan stabilitas dan memperpanjang umur simpan produk. Penggunaan jenis bahan penyalut dan suhu pengeringan pada proses enkapsulasi mempengaruhi karakteristik konsentrat protein tempe kacang koro pedang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perlakuan terbaik konsentrat protein tempe kacang koro pedang terenkapsulasi berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimental dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Konsentrat protein tempe kacang koro pedang dienkapsulasi menggunakan gum arab dan maltodekstrin pada suhu inlet 140 °C, 150 °C, dan 160 °C. Analisis data yang digunakan yaitu ANOVA (Analysis of Variance Test) dan uji lanjut Duncans Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrat protein tempe kacang koro pedang hasil enkapsulasi menggunakan gum arab dengan suhu inlet spray drying 160 °C merupakan perlakuan terbaik dengan kadar protein (25,29±0,08)%, efisiensi enkapsulasi (91,30±0,05)%, total rendemen 19,33 %, dan tingkat kecerahan (L*) (91,25±0.00)%.Item KAJIAN IMBANGAN TEPUNG TAPIOKA DENGAN DAGING IKAN REMANG TERHADAP KARAKTERISTIK AMPLANG IKAN.(2023-08-29) AMEERA XAVIERA SAKINAH SURYAWARDANA; In-In Hanidah; Sumanti Debby MoodyAmplang ikan remang merupakan produk inovasi pangan yang diolah dari bahan baku utama tepung tapioka dan daging ikan remang (Muraenesox cinerus) yang banyak ditemui di kawasan perairan Pantai Pasir Putih, Karawang. Daging ikan remang sebagai bahan baku alternatif diimplementasikan sebagai pengembangan produk baru yang mampu meningkatkan nilai ekonomis serta menyejahterakan nelayan ikan remang dan UMKM di Dusun Pasir Putih, Karawang. Tujuan penelitian ini adalah menentukan imbangan tepung tapioka dengan daging ikan remang untuk menghasilkan amplang ikan dengan karakteristik sesuai dengan standard SNI. Metode yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan. Perlakuan terdiri dari imbangan tepung tapioka dengan daging ikan remang sebesar 70:30, 60:40, dan 50:50 dengan masing-masing 4 pengulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa amplang ikan remang dengan imbangan tepung tapioka dengan daging ikan remang sebesar 50:50 memberikan hasil terbaik yang bersifat renyah dengan nilai hardness 268,66 gForce, kadar air 2,29%, kadar protein 10,95%, kadar abu 2,77%, jumlah cemaran mikroorganisme 3,2 log CFU/g, dan jumlah cemaran Escherichia coli <3 APM/g. Menurut penilaian panelis melalui uji perbandingan jamak, amplang ikan remang memiliki warna dan aroma yang sama serta agak lebih baik untuk parameter rasa, tekstur, dan kenampakan keseluruhan dibandingkan sampel kontrol amplang ikan komersil. Berdasarkan hasil penelitian, amplang ikan remang telah sesuai dengan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) amplang ikan 7762:2013.Item Pengujian Stabilitas Aktivitas Antimikroba Bakteriosin dari Lactobacillus plantarum LM-2 terhadap Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa(2024-01-08) RAYHAN ANDRIANTA; Tita Rialita; Sumanti Debby MoodyBahan pangan umumnya memiliki sifat yang perishable atau mudah rusak, sehingga penggunaan pengawet banyak digunakan untuk memperpanjang masa simpannya. Berdasarkan isu kesehatan terkait penggunaan pengawet sintetis, maka penting untuk dikembangkannya bahan pengawet alami yang memiliki sifat biopreservatif. Salah satu bahan biopreservatif hasil metabolit sekunder adalah bakteriosin yang dapat dihasilkan dari Bakteri Asam Laktat (BAL). BAL hasil isolasi dari ikan lemuru asap, yaitu L. plantarum diketahui menghasilkan bakteriosin LM-2. Untuk mengetahui potensi aplikasi bakteriosin yang dihasilkan maka perlu diketahui karakter dan stabilitasnya pada berbagai faktor, terhadap bakteri uji. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas aktivitas antimikroba bakteriosin dari L. plantarum LM-2 terhadap bakteri uji B. cereus dan P. aeruginosa. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen dengan analisis deskriptif. Perlakuan terdiri dari pengujian aktivitas antimikroba bakteriosin terhadap pH, suhu, dan surfaktan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh L. plantarum LM-2 meningkat aktivitas antimikrobanya dengan penggunaan surfaktan SDS dan EDTA dengan rata-rata 21-49,37% jika dibandingkan dengan penggunaan kontrol positif antibiotik tetrasiklin, menujukkan aktivitas antimikroba terbaik pada pH 4 (asam), namun tidak tahan terhadap suhu tinggi (60 – 121oC).Item Tingkat Pencemaran Pestisida Kulit Biji Kakao (Segar dan Kering) Hasil Pengolahan (Pra Panen, Panen, dan Pasca Panen) Dari Beberapa Perkebunan(2023-08-15) MUHAMMAD RAFI NURHAKIM; Heni Radiani Arifin; Mohamad DjaliKakao (Theobroma Cacao, l.) merupakan salah satu komoditas tanaman yang menjanjikan di indonesia saat ini. Dalam proses pengolahan cokelat, selain produksi kakao massal sebagai bahan baku pengolahan cokelat, juga dihasilkan limbah berupa kulit biji kakao. Limbah kulit biji kakao dapat menjadi nilai tambah dengan dimanfaatkan untuk diolah menjadi produk pangan. Namun, terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian keamanan pangan mengenai cemaran pestisida pada kulit biji kakao. Pada riset ini, dilakukan penelitian mengenai tingkat pencemaran pestisida kulit biji kakao (segar dan kering) hasil pengolahan (pra panen, panen, dan pasca panen) dari beberapa perkebunan. Pada penelitian ini, dihasilkan bahwa pada kulit biji kakao segar seluruhnya tidak terdeteksi adanya cemaran pestisida, hal itu diyakini karena pada masa pra panen buah kakao masih dilindungi oleh kulit buah kakao. Pada kulit biji kakao kering dihasilkan beberapa perkebunan tidak terdeteksi adanya cemaran pestisida pada kulit biji kakaonya, namun sebagian besar juga terdapat cemaran pestisida. Hal itu diyakini oleh beberapa perbedaan penanganan atau pengolahan yang dilakukan pada kakao utamanya pada proses penggunaan pestisida, fermentasi, dan pencucian. Dapat disimpulkan pada penelitian ini bahwa terdapat beberapa perbedaan penanganan baik dari pra panen, panen, maupun pasca panen yang dapat memengaruhi tingkat pencemaran pestisida kulit biji kakao dari beberapa perkebunan.Item Sifat Fungsional, Amilografi, dan Fisikokimia Pati Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Termodifikasi Ultrasonikasi dan Freeze Moisture Treatment (FMT)(2023-09-21) FITRIANI SHOLIHAT; Endah Wulandari; Edy SubrotoGadung (Dioscorea hispida dennst.) merupakan salah satu komoditas penghasil pati yang potensial namun belum dimanfaatkan secara optimal. Pati gadung memiliki beberapa kelemahan seperti sifat fungsionalnya yang rendah, serta ketidakstabilannya pada kondisi suhu tinggi, pengadukan, dan asam. Modifikasi fisik ultrasonikasi dan freeze moisture treatment (FMT) menjadi alternatif untuk memperbaiki sifat fungsional pati gadung melalui pembentukan pati berpori. Tujuan dari penelitian ini untuk menghasilkan pati gadung berpori dan stabil panas melalui modifikasi ultrasonikasi dan FMT. Penelitian terdiri dari beberapa perlakuan yang berbeda pada pati gadung (pati FMT 70%, ultrasonikasi 30 menit, ultrasonikasi 45 menit, kombinasi ultrasonikasi 30 dan 45 mnit dengan FMT 70%). Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil terbaik yaitu modifikasi kombinasi ultrasonikasi 30 menit dan FMT 70%, di mana terbentuk pori-pori, sifat fungsional pati menunjukkan peningkatan swelling volume dari 14,51±0,32 mL/g menjadi 17,37±0,32 mL/g, peningkatan kelarutan dari 32,67±0,58% menjadi 38,33±2,89%, peningkatan kapasitas penyerapan air dari 1,18±0,01 g/g menjadi 1,55±0,23 g/g, sifat amilografi pati setelah modifikasi menunjukkan penurunan viskositas breakdown dari 3093,50± 415,07 cP menjadi 2408,00± 114,55 cP, dan kenaikan visositas setback dari 180,50±61,52 cP menjadi 618,00±14,14 cP. Modifikasi pati gadung dengan modifikasi ultrasonikasi dan FMT efektif meningkatkan sifat fungsional pati dan memperbaiki stabilitas panasnya.Item KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA MIKROKAPSUL DENGAN VARIASI BAHAN PENYALUT DAN KONSENTRASI EKSTRAK BETA-KAROTEN DARI CRUDE PALM OIL (CPO)(2023-09-22) NISRINA QONITA; Siti Nurhasanah; ZaidaCrude Palm Oil (CPO) memiliki kandungan beta-karoten tinggi berkisar 300-500 ppm. Beta karoten merupakan provitamin A dengan unsur minor seperti vitamin E, ubiquinon, dan sterol yang bermanfaat bagi kesehatan. Namun, beta-karoten bersifat tidak stabil terhadap asam, suhu tinggi, dan mudah teroksidasi oleh udara serta paparan sinar matahari sehingga menyebabkan komponennya dapat terdegradasi. Salah satu upaya menangani hal tersebut adalah dengan mikroenkapsulasi, yaitu mencampurkan beta-karoten dengan bahan penyalut dan dikeringkan menggunakan metode spray drying. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi karakteristik fisikokimia mikrokapsul beta-karoten dari CPO dengan variasi bahan penyalut dan konsentrasi ekstrak beta-karoten. Bahan penyalut yang digunakan adalah maltodekstrin (MD), isolat protein kedelai (IPK), xanthan gum (XG) serta variasi konsentrasi ekstrak beta-karoten 15%, 17,5%, dan 20%. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dan deskriptif dengan 6 perlakuan, 2 ulangan secara duplo. Hasil data menunjukkan karakteristik fisik yang meliputi efisiensi mikroenkapsulasi formulasi MD:IPK sebesar 99,95%-99,98% dan formulasi MD:XG sebesar 99,95%-99,97%, rendemen tertinggi diperoleh pada formulasi MD:IPK 20% yaitu 50,28%, kelarutan terbaik diperoleh pada formulasi MD:XG sebesar 98,35%-98,91%, serta ukuran partikel keseluruhan formulasi berada di kisaran 2,75-3,54 µm dengan morfologi amorf, bulat berlekuk, dan tidak beraturan. Karakteristik kimia meliputi nilai oksidasi formulasi MD:XG sebesar 0,53-0,81 mEq/kg dan formulasi MD:IPK sebesar 2,31-2,76 mEq/kg, total karotenoid tertinggi pada formulasi MD:IPK 20% sebesar 476,38 ppm, dan kadar air terendah pada formulasi MD:IPK 20% sebesar 5,81%. Dari data tersebut disimpulkan bahwa karakteristik fisikokimia dipengaruhi oleh bahan penyalut serta konsentrasi ekstrak beta-karoten.Item Karakteristik Mentega Rekombinasi dari Lemak Susu yang Disubstitusi dengan Lemak Kaya Mono- dan Diasilgliserol Hasil Gliserolisis Coconut Stearin(2023-09-07) ANNISA AMILA SHOLIHAT; Yana Cahyana; Edy SubrotoMentega terbuat dari 80% lemak susu dengan kandungan asam lemak jenuh dalam jumlah tinggi yang tidak memiliki efek menyehatkan. Mentega mengandung asam lemak jenuh tinggi yang dapat berpotensi meningkatkan resiko penyakit apabila dikonsumsi secara berlebih. Diperlukan inovasi pembuatan mentega rekombinasi dengan substitusi lemak yang menyehatkan, yaitu lemak kaya MAG dan DAG. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi lemak kaya MAG dan DAG hasil gliserolisis kimiawi coconut stearin yang menghasilkan karakteristik terbaik pada mentega rekombinasi. Substitusi lemak dilakukan pada rasio lemak susu dengan lemak kaya MAG dan DAG sebesar 100:0, 95:5, 90:10, 85:15, dan 80:20. Penggunaan lemak kaya MAG dan DAG berpengaruh cukup signifikan terhadap profil asilgliserol, melting point, tekstur, tingkat kesukaan panelis, polimorfisme, dan microstructure. Mentega MDF-5 menjadi perlakuan terbaik yang cenderung tidak berbeda nyata dengan mentega kontrol dan dapat diterima baik oleh panelis. Mentega MDF-5 memiliki melting point sebesar 46.6°C dengan kandungan MAG, DAG, TAG masing-masing sebesar 0.48%, 8.71%, 90.81%. Karakteristik tekstur menghasilkan nilai hardness, adhesiveness, cohesiveness masing-masing sebesar 1247.441 gf, -671.289 gs, 0.085. Mikrostruktur mentega MDF-5 menunjukkan pembentukan kristal yang kecil dalam jumlah yang mulai banyak dan kristal polimorfisme menunjukkan terdapatnya campuran kristal β dan kristal β’.Item Kajian Literatur: Potensi Underutilized Vegetables Sebagai Penambah Nutrisi dalam Pencegahan Defisiensi Mikronutrien(2024-01-12) AMALIA RACHMA RAMADHAN; Fetriyuna; Aldila Din PangawikanDefisiensi mikronutrien (DM) merupakan salah satu permasalahan yang menjadi ancaman kesehatan di tiap negara. Kurangnya asupan bahan pangan dengan kandungan mikronutrien tinggi menjadi salah satu penyebab terjadinya defisiensi mikronutrien. Underutilized vegetables (UNV) dapat digunakan sebagai solusi pengendalian DM dari bahan nabati dengan kandungan mikronutrien yang tinggi dan harga yang terjangkau untuk masyarakat dengan perekonomian rendah. Kajian literatur ini bertujuan untuk mengetahui potensi pemanfaatan kandungan mikronutrien beberapa UNV dalam pengendalian DM. Kelor, katuk, dan ranti merupakan beberapa jenis UNV yang tersedia di Indonesia. Kandungan mikronutrien, antinutrien, bioavailabilitas, serta pengolahan yang telah dilakukan dari ketiga UNV perlu diketahui untuk melihat potensinya dalam mencegah DM. Berdasarkan beberapa pustaka yang didapat dari Scopus, PubMed, dan Google Scholar, ketiga UNV menunjukkan kandungan mikronutrien yang tinggi dengan bioavailabilitas beberapa mikronutrien yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi UNV dapat meningkatkan status gizi serta membantu pengendalian malnutrisi, khususnya defisiensi mikronutrien, di masyarakat. Telah banyak penelitian mengenai pengolahan UNV, utamanya kelor, yang menunjukkan potensi untuk meningkatkan nilai jual UNV melalui produk olahannya. Akan tetapi, konsumsi UNV secara berlebih tetap perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya efek buruk terhadap kesehatan. Terbatasnya informasi mengenai kandungan dan bioavailabilitas mikronutrien, serta pengolahan dari beberapa bagian UNV menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut pada topik tersebut.Item Variasi Perbandingan Maltodekstrin dan Gum Arab Sebagai Enkapsulan pada Konsentrat Protein Tempe Kacang Koro Pedang Putih (Canavalia ensiformis)(2023-10-03) ALISHA DIVA ADZHANI; Robi Andoyo; ZaidaPemilihan jenis enkapsulan dalam proses enkapsulasi mempengaruhi sifat fisik dan kimia bahan yang dienkapsulasi. Perbandingan maltodekstrin dan gum arab yang beragam akan menghasilkan sifat bahan yang berbeda-beda. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mendapatkan perbandingan enkapsulan yang tepat untuk enkapsulasi konsentrat protein tempe kacang koro pedang putih berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimental dengan One-Way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi perbandingan enkapsulan menghasilkan kadar protein, kadar air, efisiensi enkapsulasi, dan rendemen yang berbeda. Perlakuan dengan perbandingan maltodekstrin dan gum arab berturut-turut 20:80 merupakan perlakuan terbaik dengan kadar protein (26,10 ± 0,45)%, kadar air (7,93 ± 0,42)%, efisiensi enkapsulasi (95,84 ± 0,71)%, dan rendemen 14,27%.Item Studi Karakteristik Nanokomposit Film Bebasis Pati Suweg (Amorphophallus paeoniifolius) dengan Penambahan NCC (Nanocrystalline Cellulose) sebagai Pengemas Pangan(2023-09-11) ADISTI MAULIANI ZAIN; Putri Widyanti Harlina; Heni Radiani ArifinBionanokomposit film merupakan film yang terbuat dari bahan terbarukan sebagai polimernya dengan penambahan nanofiller seperti Nanocrystal cellulose (NCC). Pada bionanokomposit film, biopolimer bertindak sebagai matriks, sedangkan nanofiller didispersikan di dalamnya untuk meningkatkan sifat fungsionalnya. Pada penelitian ini digunakan pati suweg sebagai biopolimernya dengan NCC sebagai nanofiller-nya, sorbitol sebagai plasticizer, dan CMC sebagai penstabil. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik fisiko-kimiawi, mekanik, dan permeabilitas bionanokomposit film berbasis pati suweg dengan penambahan konsentrasi NCC yang berbeda. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental menggunakan One Way Analysis of Variance (ANOVA) dan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan dengan penambahan NCC 7% yang memiliki nilai rata-rata kuat tarik 3,6 MPa; WVTR 4,2561 g/m2 .h; elongasi 119,30%; modulus elastisitas 23,27 MPa; ketebalan 0,22 mm; kelarutan 33,13%; biodegrabilitas 22,573%; warna L* 96,827; warna a* 0,106; warna 1,496. Hasil riset ini memberikan peluang pengembangan kemasan yang ramah lingkunagn dengan memanfaatkan komoditas lokal di Indonesia.Item Aplikasi Tepung Premix Bebas-Gluten Berbasis Tepung Umbi-umbian Lokal dalam Pembuatan Pancake(2023-06-21) CHRISTINE FEBIOLA; Yana Cahyana; Herlina MartaPancake merupakan kudapan cepat saji berbentuk bulat pipih yang umumnya dibuat dengan bahan dasar tepung terigu yang merupakan komoditas impor. Selain itu, penggunaan terigu juga memiliki dampak negatif bagi beberapa orang dikarenakan adanya kandungan gluten. Untuk mengurangi penggunaan terigu, dicari alternatif bahan baku lain yang berasal dari komoditas lokal, yaitu tepung mocaf, tepung umbi garut, dan tepung suweg yang dijadikan sebagai tepung premix. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan rasio tepung mocaf, tepung umbi garut, dan tepung suweg yang tepat agar memperoleh tepung premix produk pancake dengan karakteristik yang baik dan disukai oleh panelis. Percobaan dilakukan dengan mencampurkan tepung mocaf, tepung umbi garut, dan tepung suweg dengan perbandingan 70:15:15 untuk P1, 70:20:10 untuk P2, dan 70:20:5 untuk P3. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis one way ANOVA dengan uji lanjut Duncan untuk membandingkan rata- rata sampel pada tingkat signifikansi 5% (P P2 > P3.Item KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN KEAMANAN MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KULIT BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) DAN KULIT BUAH KOPI (Coffea arabica, L.)(2023-07-13) PRISCILLA CHRISTHIANTHI; Edy Subroto; Rossi IndiartoPemanfaatan kulit biji kakao dan kulit buah kopi sebagai minuman fungsional belum banyak dieksplorasi. Padahal kulit biji kakao dan kulit buah kopi masih memiliki banyak manfaat fungsional yang berpotensi sebagai antioksidan alami. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi kulit biji kakao dan kulit buah kopi sebagai bahan baku minuman fungsional dengan evaluasi keamanan pangan, karakteristik fisikokimia, serta penerimaan organoleptik. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan uji statistik ANOVA dan uji lanjutan Honestly Significant Difference (HSD) atau Tukey. Untuk keamanan pangan, parameter yang diteliti meliputi kadar air, aktivitas air, cemaran logam berat, dan jumlah total mikroorganisme. Untuk karakteristik fisikokimia, parameter yang diteliti meliputi total fenolik, total flavonoid, IC50, derajat keasaman, viskositas, total padatan terlarut, warna (L*,a*,b*,h*,C*), serta penerimaan organoleptik. Dilakukan lima variasi konsentrasi bahan, yaitu F1 (100% kulit biji kakao), F2 (75% kulit biji kakao; 25% kulit buah kopi), F3 (50% kulit biji kakao; 50% kulit buah kopi), F4 (25% kulit biji kakao; 75% kulit buah kopi), F5 (100% kulit buah kopi). Hasil menunjukan bahwa kulit biji kakao Forastero Masagena dan kulit buah kopi arabika Puntang memenuhi keamanan pangan sesuai dengan standar yang berlaku, sehingga aman untuk diaplikasikan dalam formulasi minuman fungsional. Adapun variasi konsentrasi kulit biji kakao dan kulit buah kopi berpengaruh signifikan terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik minuman fungsional. Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa sampel F3 dengan kombinasi konsentrasi kulit biji kakao dan kulit buah kopi pada konsentrasi yang sama menghasilkan karakteristik fisikokimia baik dan organoleptik yang dapat diterima panelis. Berdasarkan analisis stabilitas kualitas minuman, diketahui bahwa minuman fungsional ini harus disimpan pada suhu dingin (4-5°C) dan dalam kemasan gelap untuk meminimalisir degradasi mutu secara fisik dan kimiawi. Selain itu, direkomendasikan juga penggunaan tambahan bahan pengawet dan pemberian perlakuan thermal tambahan untuk memperpanjang umur simpan produk.Item REFORMULASI DARK CHOCOLATE DENGAN KOMBINASI BAHAN BERBASIS KAKAO (Theobroma cacao, L.) DAN CAROB (Ceratonia siliqua L.): KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK(2024-01-09) RIZHA GUSTIAN FIRDAUS; Rossi Indiarto; Herlina MartaDark chocolate terbuat dari cocoa powder sebagai bahan utama, yang mengandung polifenol terutama golongan flavonoid yang berkontribusi terhadap aktvitas antioksidan. Namun, tingkat konsumsi dark chocolate masih rendah karena penerimaan sensori yang kurang disukai. Reformulasi dark chocolate dengan kombinasi carob powder dan cocoa powder dapat meningkatkan senyawa antiokisdan dan penerimaan panelis. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh karakteristik fisikokimia dan organoleptik dark chocolate dengan berbagai rasio kombinasi carob powder dan cocoa powder serta mendapatkan formulasi dark chocolate dengan sifat fisikokimia terbaik dan organoleptik yang disukai panelis. Terdapat 5 variasi dark chocolate berdasarkan rasio kombinasi carob powder dan cocoa powder yaitu A1 (100% cocoa powder), A2 (25% carob powder; 75% cocoa powder), A3 (50% carob powder; 50% cocoa powder), A4 (75% carob powder; 25% cocoa powder) dan A5 (100% carob powder). Berdasarkan hasil penelitian, variasi rasio kombinasi carob powder dan cocoa powder berpengaruh signifikan terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik dark chocolate. Penambahan carob powder berkorelasi positif terhadap kecerahan (L*), derajat merah (a*), derajat kuning (b*), chroma (C*), derajat Hue (*h), perubahan warna (ΔE), kadar total fenolik dan flavonoid. Sementara itu, berkorelasi negatif dengan hardness, springiness, adhesiveness, cohesiveness, chewiness, resilience, ukuran partikel (D10, D50, D90, span), titik leleh (Tonset, Tpeak, Tend, ΔH), kadar lemak, kadar protein dan nilai IC50. Reformulasi dark chocolate sampel A1, A3 dan A5 memperoleh kristal yang stabil V(β) dan VI(β) serta tidak menunjukkan adanya peristiwa fat bloom. Dark chocolate yang diformulasikan dengan rasio kombinasi 50% carob powder dan 50% cocoa powder terbukti dapat meningkatkan fungsionalitas dan disukai panelis. Berdasarkan penerimaan keseluruhan, karakteristik organoleptik sampel A1, A3, A4 dan A5 dapat diterima panelis, sehingga dapat menjadi alternatif dark chocolate yang kaya antioksidan dan diterima panelis. Sampel A3 merupakan perlakuan dengan fisikokimia terbaik dan organoleptik yang disukai. Selain itu, direkomendasikan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengujian kadar gula, kafein dan teobromin untuk memperoleh sifat fisikokimia lebih mendalam.Item KARAKTERISTIK MINUMAN KOMBUCHA JAMUR LINGZHI (Ganoderma lucidum) DENGAN PENAMBAHAN MADU LEBAH BERSENGAT (Apis Cerana) JAWA BARAT(2023-09-20) EVA SRIYUNI DEBIANA MANULLANG; Mahani; Bambang NurhadiKombucha merupakan minuman kesehatan dengan melalui proses fermentasi oleh mikroorganisme simbiotik (SCOBY) sehingga mengandung nutrisi dan mineral yang baik bagi tubuh. Kombucha pada umumnya dibuat dengan menggunakan teh dan gula sebagai pemanis dalam pembuatannya. Namun seiring perkembangan waktu variasi dari substat serta bahan utama dari kombucha telah banyak dikembangkan. Jamur lingzhi atau Ganoderma lucidum merupakan simplisia yang dikenal sebagai jamur yang mengandung banyak senyawa bioaktif dan triterpenoid lebih dari 140 senyawa yang bersifat antioksidan. Madu sebagai salah satu sumber karbohidrat alami dengan kalori 64 kal/ sendok makan, madu juga mengandung mineral sepeti kalsium, natrium, magnesium, aluminum, fosfor, besi, kalium dan vitamin lainnya seperti B1, B2, C, B6 dan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik kimia serta organoleptik dari kombucha jamur lingzhi dengan penambahan madu (Apis Cerana). Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan faktor yaitu penggunaan konsentrasi madu dengan pengulangan 3 kali yaitu gula 5%; gula 2,5% +madu 2,5%; madu 5%. Data hasil penelitian dianalisis dengan metode ANOVA (Analysis of Varience) dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan alat bantu analisis SPSS versi 26.0. Apabila uji menunjukkan beda nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Penentuan formulasi terbaik dilakukan dengan uji indeks efektifitas Multiple Atribute zeleny. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari ke-0 sebelum fermentasi kombucha jamur lingzhi dengan variasi pemanis tidak memberikan pengaruh beda nyata terhadap parameter pH, kandungan total fenolik, kandungan flavonoid, dan antioksidan IC50. Pada fermentasi hari ke-14 menunjukkan pengaruh beda nyata pada parameter pH. Kandungan total fenolik, kandungan flavonoid, dan antioksidan IC50. Pada pengujian organoleptik perbedaan variasi pemanis berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik wara aroma, rasa manis, rasa asam, rasa pahit, dan penerimaan keseluruhan. Berdasarkan parameter kimia dan organoleptik perlakuan terbaik yaitu kombucha jamur lingzhi dengan gula 2,5% + madu 2,5% dengan nilai parameter kimia pada hari ke-14 sebagai berikut : pH 3,01; total kandungan fenolik 142,69 ± 1,582; total flavonoid 76,492 ± 0,942; nilai IC50 18,881 ± 0,016%. Pada formulasi terbaik dilakukan pengujian kadar etanol yaitu 0,098%, nilai ini terus menurun selama penyimpanan 30 hari dalam suhu ruang.Item KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) KERING PADA BERBAGAI TINGKAT KEMATANGAN(2023-04-13) REINA ANGELICA; Elazmanawati Lembong; Aldila Din PangawikanABSTRAK Indonesia menduduki peringkat keenam sebagai penghasil kakao terbesar di dunia. Nyatanya, sebagian besar petani tidak melakukan fermentasi pada kakao sehingga Indonesia dikenal memiliki mutu biji kakao yang rendah. Tahapan fermentasi dirasa memakan waktu dan tenaga lebih banyak serta keuntungan yang diperoleh dari penjualan biji kakao fermentasi tidak berbeda jauh dengan biji kakao tanpa fermentasi. Salah satu proses penanganan untuk meningkatkan mutu biji kakao adalah pengeringan. Mutu fisik maupun kimia pada kakao juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan, varietas, lingkungan tempat tumbuh serta pengolahannya. Kematangan buah kakao terbagi menjadi empat kelas yaitu tingkat kematangan merah (usia 90 hari), merah cokelat (usia 120 hari), oranye cokelat (usia 150 hari), dan oranye kuning (usia 175 hari). Masing-masing kelas tersebut akan membentuk sifat fisik dan komposisi kimia yang berbeda-beda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyatakan karakteristik fisikokimia dan organoleptik biji kakao kering pada berbagai tingkat kematangan. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental yang dianalisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan uji ANOVA. Hasil menunjukkan bahwa tingkat kematangan memberi pengaruh nyata terhadap rendemen kering, kadar air, jumlah biji kering per 100 gram, kandungan fenolik total, kadar teobromin, serta sensori warna dan aroma pada biji kakao. Tingkat kematangan oranye kuning (C) memiliki senyawa antioksidan terbaik dimana memiliki kandungan fenolik total sebesar 24,61% dan kadar teobromin sebesar 1,97%. Kata Kunci: Biji Kakao, Tingkat Kematangan, Pengeringan, FisikokimiaItem Pengaruh Rasio Bahan Penyalut Alginat dan Gelatin terhadap Efektivitas Antimikroba Bacteriocin-like MY7 pada Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus(2023-07-31) PUTRI ALMAMEIRA; Tita Rialita; Tri YulianaBacteriocin-like MY7 merupakan peptida berasal dari Lactobacillus plantarum yang memiliki kemampuan antimikroba alami sebagai alternatif pengawet sintetis. Namun, sifatnya mudah rusak, sehingga perlu proses pengawetan yang mampu mempertahankan stabilitas dan aktivitas antimikrobanya. Proses enkapsulasi menggunakan bahan penyalut alginat dan gelatin. Metode freeze drying merupakan salah satu proses enkapsulasi yang mampu menjaga kestabilan bacteriocin-like MY7. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan rasio bahan penyalut alginat dan gelatin yang dapat mempertahankan aktivitas antimikroba bacteriocin-like MY7 pada bakteri E. coli dan S. aureus. Metode penelitian adalah eksperimental yang dianalisis secara deskriptif, dengan 5 perlakuan rasio alginat dan gelatin, yaitu 1:0, 9:1, 4:2, 7:3, dan 3:2 (b/v) dengan dua kali ulangan dan perlakuan duplo. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas antimikroba secara kualitatif metode difusi cakram, uji aktivitas antimikroba secara kuantitatif metode Angka Lempeng Total (ALT), rendemen, kadar air, dan derajat keasaman (pH). Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antimikroba bacteriocin-like MY7 tertinggi dapat dipertahankan oleh perlakuan F2 rasio alginat dan gelatin 9:1 (b/v). Luas zona hambatnya sebesar 2,59 ± 0,09 mm pada S. aureus dan 1,81 ± 0,02 mm pada E. coli. Sementara itu, luas zona hambat sebelum enkapsulasi sebesar 6,31 ± 0,07 mm pada S. aureus dan 4,50 ± 0,13 mm pada E. coli. Luas zona hambat mengalami penurunan sebesar 58,95% pada S. aureus dan 59,78% pada E. coli. Hasil uji ALT menunjukkan peningkatan jumlah pertumbuhan bakteri E. coli sebanyak 20.57% dan S. aureus 9,97%. Jumlah rendemen F2 yang dihasilkan sebesar 115,11% dengan kadar air 12,67% dan pH 5,33. Proses freeze drying tidak berjalan secara optimal karena kondisi proses tidak optimum yang ditandai dari kadar air yang masih tinggi dan terjadi kerusakan peptida bakteriosin yang mengakibatkan penurunan aktivitas antimikroba terhadap kedua bakteri uji. Secara umum proses enkapsulasi menggunakan kombinasi alginat dan gelatin dengan metode freeze drying kurang efektif mempertahankan aktivitas antimikroba bacteriocin-like MY7.Item KAJIAN LITERATUR: PERBEDAAN KARAKTERISTIK FISIK, ORGANOLEPTIK, SERTA PROFIL ASAM AMINO DAN KANDUNGAN SERAT PANGAN MEAT ANALOGUE BERBASIS BEBERAPA SPESIES JAMUR(2023-09-21) AFIF ZIYADI RAFI; Fetriyuna; ZaidaTren konsumsi meat analogue terus meningkat karena didorong oleh faktor keterbatasan ketersediaan daging, kepedulian akan asupan protein, daya beli masyarakat, serta dampak konsumsi daging terhadap kesehatan dan lingkungan. Pengembangan meat analogue dari jamur menawarkan solusi untuk mensubstitusi atau menggantikan protein hewani karena jamur merupakan bahan yang potensial berkat kandungan nutrisi yang baik dan sifat sensori yang disukai konsumen. Kajian literatur ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik fisik, organoleptik, serta profil asam amino dan komposisi serat pangan pada meat analogue berbasis beberapa spesies jamur. Metode Textual Narrative Synthesis dan teknik Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) digunakan dalam kajian literatur ini. Secara keseluruhan, 38 literatur dipilih untuk analisis lebih lanjut setelah penilaian literatur yang menyeluruh. Meat analogue yang ditambahkan atau disubstitusi dengan jamur menunjukkan penurunan kadar (L*) dan perubahan nilai a* dan b*. Karakteristik tekstur lebih rendah, dan beberapa konsumen lebih menyukai meat analogue daripada daging konvensional. Beberapa meat analogue menunjukkan peningkatan kadar asam amino, serta peningkatan kandungan serat makanan untuk analog daging jamur. Hasil dari kajian literatur ini menunjukkan bahwa spesies jamur yang berbeda memiliki pengaruh terhadap karakteristik fisik, organoleptik, profil asam amino dan kandungan serat pangan meat analogue.Item Pengaruh Rasio Sari Buah Kecombrang dan Ekstrak Kayu Secang Serta Penggunaan Suhu Pengeringan Vakum Terhadap Karakteristik Permen Jelly(2023-12-07) ANANDA FAHRA KHAIRUNISA; Robi Andoyo; Siti NurhasanahPermen jelly merupakan produk konfeksioneri yang banyak diminati oleh segala kalangan. Buah kecombrang mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, tanin, dan triterpenoid, sedangkan kayu secang mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, dan terpenoid yang berpotensi sebagai sumber antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh rasio sari buah kecombrang dan ekstrak kayu secang serta penggunaan suhu pengeringan vakum terhadap kualitas permen jelly. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor, yaitu: rasio sari buah kecombrang dan ekstrak kayu secang (A): (1:1; 3:1) dan suhu pengeringan vakum (B): (45oC; 55oC; 65oC). Parameter yang dianalisis meliputi kadar air, nilai aw, aktivitas antioksidan (IC50), warna (L*, a*, b*), tekstur (hardness dan springiness), serta nilai mutu hedonik (warna, kekerasan, kekenyalan, dan rasa). Hasil menunjukkan bahwa rasio kecombrang dan secang berpengaruh nyata terhadap kadar air, aktivitas antioksidan, nilai L*, a*, b* dan organoleptik (warna dan rasa). Sementara itu, suhu pengeringan memberikan pengaruh signifikan pada semua parameter. Permen jelly terbaik diamati pada sampel A1B3 dengan kadar air 32,92 (%wb), aw 0,802, dengan IC50 sebesar 1.239,91 ppm.