Kesejahteraan Sosial (S3)

Permanent URI for this collection

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 20 of 36
  • Item
    MODAL SOSIAL DALAM PENANGANAN STUNTING DI KABUPATEN BANDUNG
    (2023-08-31) R WILLYA ACHMAD W; R. Widya Setiabudi Sumadinata; R. Nunung Nurwati
    Salah satu Kabupaten yang memiliki angka prevalensi stunting yang melambung jauh di atas rata-rata pravelensi stunting Provinsi Jawa Barat maupun pravelensi stunting nasioanl (Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK), 2020) ialah Kabupaten Bandung yang masuk dalam kategori 10 besar di tahun 2020, hal tersebut menjadi landasan bahwa Kabupaten Bandung mendapatkan dana alokasi khusus untuk percepatan dan penanggulangan stunting melalui Program Bedas Stunting yang tentunya terdapat indikasi bahwa adanya modal sosial dalam program tersebut, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis Modal Sosial dalam Penanganan Stunting di Kabupaten Bandung. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Modal Sosial yang meliputi aspek; network, trusts, dan norms. Pendekatan penelitian menggunakan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik penentuan informan melalui teknik purposive. Teknik analisis data menggunakan model analisis data dari Milles dan Huberman yaitu data collection, data condensation, conclusion drawing/verification dan data display. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Modal Sosial dalam Penanganan Stunting di Kabupaten Bandung melalui Program Bedas Stunting berkaitan dengan ketiga aspek networks, trust dan norms serta telah mencerminkan adanya aktivitas pencegahan dan penanganan stunting yang mencakup semua pelaku sosial maupun aspek serta elemen modal sosial di Kabupaten Bandung, kendati pun demikian untuk cakupan wilayah atau daerah yang lebih kecil seperti desa dapat dinilai masih ada peluang urgensi yang signifikan terhadap stunting jika anggota masyarakat masih menganggap stunting bukan hal yang perlu dijadikan salah satu prioritas masalah kesehatan atau menganggap remeh stunting. Maka dari itu, modal sosial akan berguna bagi pelaku maupun kehidupan sosial.
  • Item
    PERLINDUNGAN SOSIAL TERPADU DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Studi Kasus Program Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) Sabilulungan Dan Pusat Kesejahteraan Sosial (PUSKESOS) Kabupaten Bandung
    (2021-02-23) DENTI KARDETI; Netty Prasetiyani; Binahayati
    Perlindungan sosial terpadu merupakan upaya pemerintah menanggulangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin. Keterpaduan dalam program layanan dapat meminimalisir duplikasi dan fragmentasi program sehingga meningkatkan koordinasi antar penyedia layanan Penelitian ini menggunakan teoretik layanan perlindungan sosial terpadu dari Brian Munday (2003) dan teori strategi pelayanan manusia dari Mark Ragan (2003). Munday menekankan pentingnya keterpaduan lembaga layanan baik secara vertikal maupun horizontal. Ragan menjelaskan layanan terpadu merupakan sistem yang terkoordinasi dan terpadu secara efektif melalui satu pintu yang melibatkan berbagai sektor pelayanan dan multidisiplin tim pemberi pelayanan dalam merespon kebutuhan penyandang masalah sosial secara cepat dan tuntas. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menemukan elemen operasional, elemen administratif dan elemen kritikal secara horizontal dan vertikal pada pemberian bantuan sosial untuk penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh SLRT Sabilulungan Kabupaten Bandung melalui Puskesos. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung dengan menggunakan metode kombinasi (mixed) dengan pendekatan embeded konkuren. Data kualitatif menjadi data utama dan data kuantitatif menjadi data penguat atau pendukung. Data kualitatif dikumpulkan menggunakan pedoman wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus, observasi non-partisipasi dan studi dokumentasi dengan informan sebanyak 30 terdiri dari berbagai pihak yaitu level Pemerintahan Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan dan Desa, LSM, dunia usaha dan KPM yang terlibat langsung dalam pelayanan perlindungan sosial. Data kuantitatif dikumpulkan menggunakan teknik survei dengan kuesioner. Sumber data Berdasarkan perhitungan didapatkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 74 Puskesos, 295 KPM dan petugas Puskesos berjumlah 296. Analisis data kuantitatif menggunakan kategorisasi dan intepretasi data. Selanjutnya hasil analisis dari masing-masing metode, dikomparasikan, dan ditampilkan dengan uraian analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitaitf sebagai pendukung. Hasil penelitian menunjukan bahwa upaya perlindungan sosial terpadu bagi orang miskin dilakukan melalui Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) melalui Pusat Kesejahteraan Sosial (PUSKESOS). Program ini memfasilitasi orang miskin untuk mendapatkan pemenuhan layanan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan sosial dalam satu lokasi layanan. Program ini telah menjangkau seluruh desa dan kelurahan yang ada di Kabupaten Bandung. Intervensi dilakukan dengan berbasis kepada rujukan dimana pelaksana SLRT memfasilitasi penerima manfaat mendapatkan layanan dari lembaga mitra penyedia layanan. Mitra yang bekerjasama terdiri dari sektor pemerintahan, dunia usaha, LSM dan masyarakat.
  • Item
    PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP RESILIENSI: STUDI DI KALANGAN REMAJA ANAK PEKERJA MIGRAN INTERNASIONAL
    (2023-09-26) YANA SUNDAYANI; R. Nunung Nurwati; Binahayati
    Penelitian bertujuan untuk menguji berapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap resiliensi remaja-anak pekerja migran internasional. Penelitian kuantitatif ini dituntun oleh kerangka teori ekologi sosial dari Zastrow, 2017 bahwa sistem dibagi menjadi tiga level sistem yaitu microsystem, mesosystem dan macrosystem. Desain penelitian menggunakan survei, dengan alat pengumpul data menggunakan kuesioner. Sampel mencakup remaja berusia 13 sampai dengan kurang dari 18 tahun yang ibunya sebagai pekerja migran internasional dari beberapa wilayah yang dipilih secara acak menggunakan cluster random sampling. Instrumen pengumpulan data terdiri atas: Resilience Scale (Davidson, 2018) untuk mengukur tingkat resiliensi dan Cuestinario de Apoyo Social (Bernal, 2003) untuk mengukur dukungan sosial keluarga, teman, dan komunitas atau masyarakat. Analisis regresi linear berganda dengan bantuan alat aplikasi Statistical Package for Social Sciences versi 25 (SPSS 25) diterapkan untuk menguji asosiasi. Penelitian dilakukan di 5 (lima) wilayah desa Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu, Jawa Barat pada Tahun 2020. Sebanyak 150 remaja laki-laki dan perempuan dengan usia rata-rata 16 tahun berpartisipasi dalam studi. Ibu responden rata-rata bekerja selama lebih dari 2 (dua) tahun sebagai pekerja migran di wilayah Asia dan Timur Tengah. Data deskriptif rata-rata tingkat resiliensi berada pada kategori tinggi, responden 44% laki-laki dan 56% perempuan. Penelitian menunjukkan dukungan sosial keluarga berasosiasi paling kuat terhadap resiliensi remaja diikuti oleh dukungan sosial teman. Artinya dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga dan teman memberikan dampak yang sangat berarti dalam meningkatkan kemampuan remaja ketika menghadapi persoalan yang dialami dalam kehidupannya sebagai anak dari pekerja migran internasional. Namun demikian tidak ditemukan asosiasi antara dukungan sosial komunitas dan resiliensi remaja. Berdasarkan temuan ini, peneliti mengajukan model Peningkatan Resiliensi Remaja Berbasis Masyarakat, dengan membentuk Pusat Pelayanan Komunitas Desa Sejahtera. Pusat pelayanan ini merupakan pelayanan sosial dengan berbagai layanan untuk masyarakat desa. Pusat Pelayanan Komunitas Desa Sejahtera diharapkan dapat meningkatkan resiliensi dan mencegah permasalahan sosial dengan memperkuat sistem dukungan komunitas atau masyarakat serta sistem dukungan yang lainnya.
  • Item
    Pemenuhan Hak Anak Remaja pada Masyarakat Tribal (Studi Kasus pada Suku Bajo di Desa Bajo Bahari, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara)
    (2022-02-17) RUSLAN HALIFU; Santoso Tri Raharjo; Binahayati
    Disertasi ini bertujuan untuk menjelaskan pemenuhan hak keberlangsungan hidup dan pengembangan potensi anak remaja, hak perlindungan anak remaja dan hak partisipasi anak remaja, pada masyarakat tribal yang tinggal di laut. Sebagai dasar teori dari penelitian ini adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Castro et al. (2005), Gabel (2016) dan Milligan (2016) bahwa pemenuhan hak anak remaja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah peran orang tua, masyarakat dan pemerintah/stake holder. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan studi kasus. Informan dipilih secara purposive. Penelitian dilakukan di Desa Bajo Bahari (Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara). Informan terdiri dari orang tua yang memiliki anak usia remaja, remaja laki-laki dan perempuan yang berusia 12-18 tahun, perwakilan dari Pemerintah dan tokoh masyarakat desa, Pimpinan Puskesmas Wabula, Pimpinan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buton serta Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Buton. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program/software NVivo 10. Penelitian menunjukkan bahwa orang tua di Desa Bajo Bahari senantiasa memenuhi hak-hak anak remaja mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya Suku Bajo. Sebagian besar dari cara tersebut dapat dikategorikan sebagai cara pemenuhan yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak remaja dalam aspek fisik, sosial, emosional, akademik dan moral/spiritual. Meskipun demikian, masih ada beberapa kebiasaan cara pemenuhan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak remaja, termasuk asupan makanan kurang bergizi, tempat tinggal yang kurang layak dan kurang tersedianya fasilitas air bersih dan sanitasi. Cara pandang terkait identitas budaya, pendapatan yang rendah dan keterbatasan sarana dan prasarana umum ditemukan sebagai faktor penghambat bagi orangtua.
  • Item
    Kapabilitas Agen Perubahan dalam Pemberdayaan Masyarakat
    (2023-10-07) HELLY OCKTILIA; Rudi Saprudin Darwis; R. Nunung Nurwati
    Abstrak Penelitian tentang Kapabilitas Agen Perubahan dalam Pemberdayaan Masyarakat bertujuan memperoleh gambaran mendalam tentang kapabilitas agen perubahan dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat khususnya pada masyarakat di Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Fokus penelitian ini adalah mengkaji apa kapabilitas yang dimiliki agen perubahan di Desa Ciburial dan bagaimana pemanfaatannya dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. Rancangan penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengunaan metode ini untuk mengungkapkan realita sosial tentang kapabilitas agen perubahan dalam pemberdayaan masyarakat di Desa Ciburial. Sebagai acuan dalam proses analisis dan pengumpulan data, teori yang digunakan adalah teori kapabilitas individu yang dikembangkan oleh Mayo (2000), Capability Approach dari Sen (2009) dan Nussbaum (2011), konsep agen perubahan dari Rogers (1995) dan Havelock (1975), pemberdayaan masyarakat dari Ife (2008) dan Wilson (1996). Informan utama dalam penelitian adalah local leaders yang telah membawa perubahan pada masyarakat kelompok sasaran pemberdayaan yaitu agen perubahan akademisi, agen perubahan birokrat, dan agen perubahan tokoh masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agen perubahan di Desa Ciburial memiliki kapabilitas yang mumpuni karena mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berubah, mampu menjadi perantara antara sumber-sumber inovasi dengan masyarakat kelompok sasaran pemberdayaan, mampu meyakinkan masyarakat bahwa inovasi yang ditawarkan memiliki arti yang strategis bagi kepentingan masyarakat, dan mampu menyesuaikan program pemberdayaan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal. Subjek penelitian menunjukkan bahwa masing-masing agen perubahan memiliki kelima unsur kriteria penilaian kapabilitas individu yaitu: kapabilitas personal, kapabilitas knowledge transfer, kapabilitas network, kapabilitas experience, dan kapabilitas values and attitude (Mayo,2000). Namun terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap keunggulan kapabilitas dari masing-masing agen perubahan tersebut. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan latar belakang agen perubahan dan juga status sosialnya. Agen perubahan akademisi memiliki kekuatan pada kapabilitas knowledge transfer karena latar belakang pekerjaannya sebagai seorang dosen. Agen perubahan birokrat memiliki kekuatan pada experience-nya sebagai konsultan pemberdayaan UMKM di Provinsi Jawa Barat, sedangkan agen perubahan tokoh masyarakat memiliki kekuatan pada statusnya sebagai panutan masyarakat yang selalu mengedepankan nilai-nilai lokal masyarakat. Secara umum hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran bagi pengembangan ilmu kesejahteraan sosial khususnya dalam program pengembangan kapabilitas SDM agen perubahan sebagai pelaku pemberdayaan masyarakat. Pada tataran praktis hasil penelitian dapat menyumbangkan pemikiran tentang perlunya optimalisasi kapabilitas agen perubahan dalam pemanfaatan sumber daya yang dimiliki Desa Ciburial untuk peningkatan kesejahteraan masyarakatnya
  • Item
    PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL BERBASIS DETERMINASI DIRI (Studi Kasus Suku Anak Dalam di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi)
    (2022-06-09) SURADI; Edi Suharto; Nandang Mulyana
    Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan salah satu isu terkini dalam pembangunan sosial secara nasional maupun global, karena berkaitan langsung dengan hak asasi manusia dan keadilan sosial. Hal ini yang mendorong dilakukannya penelitian ini. Penelitin ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan program pemberdayaan oleh Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementerian Sosial (Dit-PKAT) terhadap Suku Anak Dalam (SAD) di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Fokus penelitian pada tahapan pemberdayaan, yaitu tahap perencanaan, implementasi, pemantauan dan evaluasi. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi, dengan pendekatan kualitatif dan tipe studi kasus. Sumber data penelitian adalah tokoh adat, pelaksana program pada Dinas Sosial Kabupaten Sarolangun, pada Dinas Sosial Provinsi Jambi, dan pada Dit-PKAT. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawacara mendalam, studi dokumentasi, dan observasi lapangan. Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber dianalisis secara kualitatif, dalam bentuk deskripsi yang didukung data kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa program pemberdayaan terhadap SAD belum berbasis determinasi diri, di mana SAD tidak terakses informasi secara jelas, lengkap dan rinci; tidak ada proses konsultasi dan persetujuan adat, serta tidak ada partisipasi penuh pada tahapan program berdayaan. Oleh karena itu, pemberdayaan berdampak belum signifikan terhadap taraf kehidupan Suku Anak Dalam, dan program tidak berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan konsep pemberdayaan berbasis determinasi diri digunakan dalam pengembangan ilmu kesejahteraan sosial, mendorong penelitian lebih mendalam, dan perbaikan kebijakan pemberdayaan KAT di Indonesia.
  • Item
    Pemberdaaan Perempuan Pesisir Melalui Program Pengolahan Hasil Perikanan
    (2016) MISRINA; Santoso Tri Raharjo; Binahayati
    Penelitian ini mengkaji tentang pemberdayaan perempuan pesisir dalam Program Pengolahan Hasil Perikanan di Kota Ternate. Fenomena kemiskinan masyarakat pesisir dan budaya patriarki merupakan faktor utama mengapa pemberdayaan perempuan penting untuk dibahas dalan riset ini. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model pemberdayaan perempuan pesisir. Teori yang dipakai dalam riset ini adalah konsep pemberdayaan perempuan Longwe yang terdiri dari dimensi akses, dimensi kontrol, dimensi partisipasi, dimensi kesejahteraan dan dimensi penyadaran dalam program. Penelitian ini juga menguraikan tentang beban kerja ganda perempuan pesisir. Sehingga untuk memahami makna dan fenomena perempuan pesisir riset ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Tekhnik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, studi pustaka dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program telah berhasil meningkatkan kesejahteraan dan akses perempuan terhadap sumber daya berjalan dengan baik. Namun kelompok perempuan tidak dapat mengontrol dan berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan. Kurangnya motivasi dan kesadaran perempuan pesisir karena faktor struktur sosial masyarakat pesisir berdampak pada kegagalan ibu-ibu nelayan dalam mengolah hasil laut menjadi produk yang bernilai ekonomi. Sehingga perlu strategi pertolongan pada perempuan pesisir melalui intervensi di level makro, level messo dan level mikro. Melihat kemiskinan masyarakat pesisir dan perempuan pesisir yang mengalami kendala dalam memotivasi dan memberdayakan diri maka dirumuskan suatu model pemberdayaan yang menyeluruh dan berkelanjutan yaitu model pemberdayaan komunitas perempuan pesisir perspektif sosial budaya. Penelitian ini menemukan temuan teoritis dan temuan praktis. Temuan teoritis dimana konsep pemberdayaan perempuan Longwe membutuhkan dimensi tambahan tentanng sosial budaya. Selain itu untuk pengembangan keterampilan pekerja sosial juga harus mempertimbangkan aspek budaya dalam melakukan intervensi pada kelompok rentan. Temuan praktis pendanaan program pemberdayaan perempuan pesisir belum mencerminkan Gender Budget Statement
  • Item
    IMPLEMENTASI PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN KERJA DI PERUSAHAAN PERTAMBANGAN
    (2021-11-24) KOMEYNI RUSBA; Edi Suharto; R. Nunung Nurwati
    Program keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja di implementasikan oleh perusahaan. Meskipun suatu program keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja telah didesain sebaik mungkin, sehingga implementasinya di perusahaan akan sesuai dengan tujuan pengembangan perusahaan tetapi sekaligus juga akan memperkuat pilihan-pilihan dominan yang ada di perusahaan. Suatu program dapat dikatakan berhasil ketika program tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk nyata dan aplikatif di perusahaan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pengetahuan dan mendeskripsikan pilihan dalam implementasi program keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja pada PTLKK dan PTWMI. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun informan dari penelitian ini adalah general manager, health safety and environmental manager, human resource development manager dan dua orang pekerja lapangan. Fokus penelitian ini adalah pengetahuan pekerja, pilihan implementasi dan hambatan program. Hasil dari penelitian ini adalah untuk menuju lingkungan kerja yang zero accident maka pekerja harus mempunyai atau memiliki pengetahuan tentang kebijakan program, pengetahuan tentang tujuan program dan pengetahuan tentang masalah program. Sehingga pekerja dengan mempunyai ketiga pengetahuan tersebut dapat menurunkan kasus kecelakaan kerja baik ringan, berat dan meninggal dunia. Pilihan implementasi program keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan kerja dapat dilihat dari pilihan basses allocation bahwa pekerja merupakan target sasaran yang bersifat universal. Sehingga untuk memberikan layanan kepada pekerjannya, maka pekerja itu sendiri melakukan klaim kepada departemen, sehingga perusahaan akan memberikan layanan ketika adanya klaim kecelakaan kerja. Pilihan social provision perusahaan akan memberikan layanan terhadap pekerjanya jika ada klaim dari pekerjanya dalam bentuk klaim kecelakaan kerja berdasarkan jenis kecelakaan kerja ringan, berat, dan meninggal dunia. Pilihan delivery system, akan diberikan secara langsung kepada pekerja yang memenuhi syarat administrasi baik surat klaim kecelakaan kerja maupun surat keterangan dari Rumah Sakit tempat pekerja dirawat. Sehingga klaim atau ajuan tersebut segera di berikan kepada penerima manfaat. Pilihan finance adalah perusahaan memberikan layanan kepada pekerjanya dengan menggunakan porsi anggaran tetap dari perusahaan ketika semua proses klaim kecelakaan kerja sesuai dengan standar operasional prosedur di perusahaan
  • Item
    KONSTRUKSI SOSIAL ANAK TERHADAP PERILAKUNYA YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM
    (2023-09-30) RAHMAT SYARIF HIDAYAT; R. Nunung Nurwati; Binahayati
    Kasus anak yang berkonflik dengan hukum menunjukkan jumlah yang tinggi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis secara mendalam interaksi sosial dan internalisasi anak yang berkonflik dengan hukum melalui penggunaan bahasa, alat dan simbol bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Tujuan lainnya adalah memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori terutama bidang pekerjaan sosial khususnya terhadap teori yang digunakan yaitu Teori Sosio-Kultural Vygotsky sesuai dengan konteks kajian ini di Indonesia. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan strategi desain penelitian yang digunakan yaitu triangulasi metode dan sumber data. Hasil temuan yaitu bahwa interaksi sosial dominan Anak dengan teman pergaulan, orangtua dan sekolah. Internalisasi pada Anak melalui penggunaan bahasa kekerasan, simbol dan media sosial. Internalisasi terjadi melalui interaksi yang dilakukan antara anak yang berkonflik dengan hukum dengan lingkungannya. Teman pergaulan, keluarga dan sekolah menjadi wahana internalisasi anak melalui terutama penggunaan bahasa, simbol dan alat lainnya dalam hal ini media sosial.
  • Item
    PENGEMBANGAN KAPASITAS ORGANISASI PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
    (2022-08-19) EVI ROSFIANTIKA; Deddy Mulyana; Sri Sulastri
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengembangan kapasitas organisasi pengurangan risiko bencana di Kecamatan Lembang yang mengacu kepada tiga prinsip yaitu mengembangkan kemampuan Internal Komunitas (Self-Help), Kemampuan berkerjasama dengan Masyarakat dan Stakeholders (Cooperative-Help), dan kemampuan berkerjasama dan mendapatkan Dukungan dari Pemerintah (Public-Help) sebagai bentuk model pengembangan kapasitas organisasi yang ideal dan cocok dikembangkan di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi serta studi pustaka. hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan kapasitas organisasi pengurangan risiko bencana di Kecamatan Lembang telah melakukan upaya mengembangkan kapasitas organisasi dengan tiga prinsip tersebut. Salah satu prinsip yang dominan dikembangkan adalah mengembangkan kemampuan Internal Komunitas. Pemanfaatan prinsip tersebut menjadi kekuatan utama bagi organisasi dalam upaya pengurangan risiko bencana di Lembang. Mengembangkan kemampuan anggota organisasi dan komunitas dalam menghadapi bencana, membentuk identitas diri dan mengidentifikasi wilayah merupakan upaya pengembangan kapasitas organisasi yang dilakukan untuk mengoptimalkan prinsip pertama. Adapun, kedua prinsip lainnya yaitu kemampuan berkerjasama dengan Masyarakat dan Stakeholders dan berkolaborasi dan mendapatkan dukungan dari Pemerintahbelum dimanfaatkan secara maksimal. Prinsip kedua yang menghubungkan komunitas dengan komunitas lainnya serta masyarakat belum terlaksana secara maksimal; Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat, gotong royong dan kearifan lokal terhadap isu pengurangan risiko bencana perlu ditingkatkan lagi. Isu kebencanaan belum dianggap sebagai hal yang penting oleh beberapa kalangan masyarakat di Lembang. Hal ini mempengaruhi upaya organisasi dalam mengembangkan kapasitasnya. Prinsip ketiga yaitu mengembangkan kemampuan berkolaborasi dan mendapatkan dukungan dari Pemerintah masih terhambat dalam beberapa sektor salah satunya kebijakan yang belum bisa mewadahi kebutuhan organisasi dan masyarakat . Meskipun begitu, terdapat beberapa validasi dan pengakuan dari pemerintah yang bisa mendukung dan membantu organisasi dalam mengembangkan kapasitasnya.
  • Item
    CROWDFUNDING DALAM ORGANISASI PELAYANAN SOSIAL (Studi Kasus; Pemanfaatan Crowdfunding dalam Penyelenggaraan Pelayanan Sosial oleh ISBANBAN Foundation)
    (2022-08-21) MAULANA IRFAN; Oekan Soekotjo Abdoellah; Binahayati
    ABTRAK Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), penggalangan dana bertranformasi dari penggalangan konvensional menjadi penggalangan dana kontemporer yang memanfaat perkembangan teknologi digital. Penggalangan dana melalui jejaring internet atau Crowdfunding menjadi pilihan beberapa lembaga pelayanan sosial di saat ini.. Hal yang melatar belakangi kajian ini karena organisasi sosial tidak bisa melangsugkan kehidupannya tanpa memiliki finansial yang memadai. Penggalangan dana menjadi alternatif dalam mengatasi kebutuhan finansial. Penelitian ini mengkaji tentang pemanfaatan Crowdfunding yang dilakukan oleh lembaga pelayanan sosial Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pemanfaatan Crowdfunding yang dilakukan oleh organisasi sosial dalam penyelenggaraan pelayanan sosial Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil kasus yang terjadi di ISBANBAN Foundation, ketika lembaga tersebut melakukan Crowdfunding untuk penyelenggaraan proyek sosialnya di Kitabisa.com sebagai pemilik situs berplatform Crowdfunding. Dalam kajian ini melihat Pemanfaatan Crowdfunding dalam dua dimensi, yaitu dimensi Mekanisme Crowdfunding dan dimensi Dampak Crowdfunding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam dimensi Mekansime Crowdfunding tergambarkan adanya keunggulan atau kekuatan teknologi digitalisasi yang terancang secara sistematis dan transparansi yang memungkinkan para stakeholder dapat mengakses aktifitas penyelenggaraan pelayanan sosial yang diajukan dalam proyek sosialnya. Namun demikian, mekanisme tersebut terjadi hanyalah berfokus pada capaian dana dan kurang memperhatikan capaian terkait kebermanfaatan dan ketepat-sasaran dalam penyelenggaraan pelayanan sosialnya. Selanjutnya, dalam dimensi dampak Crowdfunding dengan melihat aspek Transparansi, Akuntabilitas, Aksesibilitas, dan Reasonabiltas, masing-masing memiliki masing-masing memiliki dampak dan kekuatan yang berbeda. Secara keseluruhan, eksplorasi data tersebut menghasilkam temuan penelitian sebagai berikut; Crowdfunding memiliki keunggulan produk digitalisasi yang menjadi jebakan tanpa kendali, Crowdfunding dapat terkonstruksi sesuai agenda pemilik proyek sosial, dan Crowdfunding dapat menjadi media intervensi pelayanan sosial. Untuk mengatasinya maka penelitian ini membangun model pemanfaatan Crowdfunding, yang disebut dengan Model Social Service Delivery System.
  • Item
    PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM REHABILITASI BANJIR BERULANG (STUDI KASUS DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG)
    (2022-09-27) ARIE SURYA GUTAMA; Budhi Gunawan; R. Nunung Nurwati
    ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tahap pengorganisasian masyarakat meliputi pra pengorganisasian, pengumpulan data, pengembangan gugus tugas, identifikasi masalah, penentuan strategi dan rencana aksi, tindakan, pemeliharaan dan pengembangan organisasi, refleksi dan evaluasi melalui elemen-elemen pengorganisasian masyarakat yang terdiri dari partisipasi masyarakat, penguatan kapasitas masyarakat lokal, hubungan masalah kebencanaan dan masalah pembangunan, serta dukungan pihak luar dalam rehabilitasi banjir berulang di Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Sumber data pada penelitian ini adalah masyarakat terdampak banjir berulang di Kecamatan Baleendah. Pemilihan subjek penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, terdiri dari pemerintah daerah, tokoh formal, tokoh informal, komunitas lokal (termasuk lembaga sosial). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi kepustakaan. Sedangkan alat pengumpulan data yang digunakan adalah pedoman wawancara, pedoman observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan tahap pengorganisasian masyarakat didasarkan pada delapan tahap pengorganisasian masyarakat melalui elemen pengorganisasian masyarakat di Kecamatan Baleendah dalam rehabilitasi banjir berulang. Keberadaan pengorganisasian masyarakat di Kecamatan Baleendah dalam banjir berulang telah ada, namun tetap tidak dapat menyelesaikan masalah banjir berulang. Penyebab situasi banjir berulang tetap terjadi adalah aspek ekonomi, geografis, sosial, budaya, dan demografis. Selain faktor-faktor tersebut, terdapat pula tujuan, nilai, dan prinsip pengorganisasian masyarakat yang bersumber dari masyarakat lokal membuat tahap pengorganisasian masyarakat belum dapat menyelesaikan masalah banjir berulang. Keunikan masyarakat Kecamatan Baleendah dalam menghadapi banjir berulang menjadi salah satu isu yang sampai saat ini menarik untuk diteliti dan dikembangkan. Peran local leader, lembaga formal dan informal serta komunitas lokal menjadi daya tarik isu-isu penelitian. Tahap pengorganisasian masyarakat melalui elemen-elemen rehabilitasi pasca banjir di Kecamatan Baleendah menunjukkan masih adanya aspek-aspek yang masih harus dikembangkan. Solusi penyelesaian masalah banjir berulang di Kecamatan Baleendah dalam perspektif pengorganisasian masyarakat antara lain pengembalian wilayah terdampak ke kondisi semula dengan rehabilitasi bencana yang lebih efektif dan efisien.
  • Item
    PERSPEKTIF KEKUATAN DALAM PENDIRIAN DAN IMPLEMENTASI BUMDES DI DESA GLINGSERAN KABUPATEN BONDOWOSO
    (2022-08-18) KUSUMA WULANDARI; Haryo Suhardi Martodirdjo; Santoso Tri Raharjo
    Penelitian ini bertujuan menganalisis pendirian dan implementasi atau pelaksanaan Bumdes di Desa Glingseran dengan mengunakan perspektif Kekuatan atau strength perspective dengan model Pengembangan Masyarakat Berbasis Aset atau Asset-Based Community Development (ABCD). Penelitian dilakukan di Bumdes Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sumber data dari hasil wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Analisis data dalam penelitian menggunakan tahapan yang sebagaimana dikemukakan oleh Miles dan Huberman.Temuan dari penelitian yaitu Pendirian dan implementasi Bumdes melalui strategi kegiatan keagamaan sebagai tindakan kolektif. Startegi kegiatan keagamaan atau solawatan menjadi ruang atau wadah bersama bagi masyarakat desa Glingseran untuk melibatkan masyarakat dalam merencanakan pendirian dan implentasi Bumdes. Kegiatan keagamaan mampu menciptakan hubungan antara para elemen masyarakat dan menyatukan masyarakat. Bumdes sebagai pengembangan masyarakat berbasis aset mempunyai prinsip-prinsip yaitu: 1)peningkatan kemandirian, 2)adanya interaksi sosial yang kuat, 3)pengembangan masyarakat berdasarkan karakter masyarakat, 4) pengembangan dilakukan berdasarkan ketersedian sumber daya. Bumdes sebagai metode pengembangan masyarakat berbasis aset dilakukan melalui tahapan: 1)mengidentifikasi kekuatan dan aset masyarakat, 2)membangun visi, 3) memobilisasi aset, 4)membangun jaringan, 5)implementasi Bumdes, 6) keberhasilan Bumdes.
  • Item
    THE ROLES OF SOCIAL WORKER IN FLOOD DISASTER MANAGEMENT IN DAYEUHKOLOT DISTRICT BANDUNG INDONESIA
    (2018-06-30) MD. KAMRUJJAMAN; Oekan Soekotjo Abdoellah; R. Nunung Nurwati
    ABSTRACT Social work profession has long been involved with disaster management. In this study tried to discover the roles of social worker of pre, during and post flood disaster management of Dayeuhkolot community of Indonesia.The study was conducted from 2015 to 2017 in Dayeuhkolot district, Bandung, Indonesia This study was qualitative approach with descriptive analysis. The primary source of data was collected from informant through in-depth interviews, focus group discussions, formal and informal discussion, and observation. Informents were selected purposively. Meanwhile, secondary data sources were collected from books, journals, and various Internet sources. The result of the study shows that the roles of social worker in the pre-disaster phase is limited and insufficient are educator including socializer and awareness building, enablerincludes;community capacity building, trainer includes; acquiring training and delivering training, advocate, researcher includes; mapping, community development worker and mediator, during-disaster stage roles are more efficient and perfect are catalyst includes evacuation and search and rescue, advocate includes creating support group, facilitator for fund raising, outreach for social service provider and community health worker, supervisor, volunteer and coordinator and in post-disaster period roles are also limited and insufficient are refugee worker, therapist, mediator, environmental worker, community mobilizer, referral worker, advocate, facilitator & researcher. Social worker are playing these roles sponteniously but sometimes they are facing problems like; limited worker for large population, lack of practice expriences, acquaintance of social work profession and they are recoving their limitation from seniors and experts. They are rewarded by community people, government through metarial and non metarial assets. In Indonesia has no but little application of social work knowledge in disaster management while their government policy recognize wellbeing of every citizen of country. So government should apply social work knowledge in every setting of flood disaster management for welfare of the nation.
  • Item
    ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KEPEKAAN BUDAYA DI KOTA JAYAPURA PROPINSI PAPUA
    (2019-07-04) ALBERTINA NASRI LOBO; Binahayati; R. Nunung Nurwati
    ABSTRAK Penelitian ini adalah tentang Analisis Pelaksanaan Program Keluarga Harapan dengan menggunakan kepekaan budaya. Untuk menjelaskan isu kepekaan budaya dalam implementasi Program Keluarga Harapan, penelitian ini menggunakan teori dimensi nilai-nilai kritis kebijakan sosial dan teori kepekaan budaya, dengan asumsi bahwa aspek kepekaan budaya sangat berperan penting dan mempengaruhi implementasi program sosial, sehingga terjadi capaian perubahan perilaku individu dan keluarga penerima program. Penelitian ini dilakukan di kota Jayapura dengan menggunakan metode kombinasi (mixed) dalam pendekatan embeded konkuren. Data kualitatif dikumpulkan menggunakan pedoman wawancara, pengamatan, dengan informan mencakup pengelolah program, pelaksana program, tokoh masyarakat, mitra kerja program, penerima program, yang ditentukan melalui teknik sampel bertujuan serta analisis data kualitatif menggunakan penjelasan Miles & Huberman. Sedangkan data kuantitatif dikumpulkan menggunakan teknik survei dengan kuisioner, terhadap 388 responden keluarga penerima manfaat PKH, yang ditentukan melalui teknik sampel acak sederhana, serta analisis data kuantitatif menggunakan kategorisasi dan intepretasi data. Selanjutnya hasil analisis dari masing-masing metode, dikomparasikan, dan ditampilkan dengan uraian analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitaitf sebagai pendukung. Hasil penelitian menunjukan bahwa aspek kepekaan budaya belum mendasari implementasi program. Hal ini mengakibatkan perubahan yang lambat terjadi pada status dalam program dan perilaku keluarga penerima program. Dimensi pelayanan program belum fleksibel terhadap budaya penerima program, karena pendampingan dan target capaian 85% secara administrasi belum mewakili karakteristik geografis. Sehingga sikap ambivalen penerima program terhadap pencapaian perubahan perilaku untuk pengendalian kemiskinan jangka panjang cenderung tinggi. Oleh karenanya peningkatan kemampuan dan kepekaan budaya pelaksana program sosial sangatlah penting. Kata Kunci : Bantuan Tunai bersyarat, Kepekaan Budaya, Implementasi, Papua.
  • Item
    DETERMINAN SOSIAL DALAM KESEJAHTERAAN BALITA
    (2022-01-13) TUTI WIDJAJANTI; Isbandi; R. Nunung Nurwati
    Penelitian ini mengkaji tentang Determinan Sosial Dalam Kesejahteraan Balita yang dilakukan di kecamatan Natar kabupaten Lampung Selatan. Masalah penelitian ini terkait tentang terjadinya kasus kematian balita dengan mengkaji bagaimana determinan sosial dalam kesejahteraan balita di kecamatan Natar kabupaten Lampung Selatan. Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik studi kasus. Data kuantitatif dikumpulkan dengan teknik survey menggunakan kuesioner. Responden adalah ibu yang pernah mengalami abortus/keguguran, ibu yang pernah melahirkan bayi meninggal, dan ibu yang mempunyai balita meninggal dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dari tahun 2014 s/d April 2017 dan saat ini mempunyai balita. Analisis data dilakukan dengan menginterpretasikan data secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan balita sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku keluarga, faktor lingkungan (kontribusi tetangga) dan faktor pelayanan kesehatan (kontribusi perlindungan sosial. Olehkarena itu penulis mengadvokasi masyarakat (orangtua balita) tentang perilaku yang baik dalam keluarga; mengadvokasi masyarakat (orangtua balita) tentang pentingnya bersosialisasi dengan tetangga; melakukan pemberdayaan masyarakat melalui pemberdayaan kader/volunter; melakukan penguatan pelayanan sarana kesehatan yang ada di desa yaitu Poskesdes; melakukan kegiatan “Kemitraan Bidan dan Dukun”; melakukan sosialisasi tentang perlindungan sosial sejak bayi masih dalam kandungan baik menggunakan kartu JKN maupun program Jampersal; memberikan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan media LCD dan drama singkat tentang pelayanan kesehatan di desa atau di Poskesdes.
  • Item
    PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN RESILIENSI TERHADAP KECENDERUNGAN RELAPSE KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA (THE IMPACT OF SOCIAL SUPPORT AND RESILIENCE TOWARD THE RELAPSE TENDENCY OF DRUG ABUSER)
    (2017-04-28) YUTI SRI ISMUDIYATI; R. Nunung Nurwati; Binahayati
    Penelitian tentang “Pengaruh Dukungan Sosial dan Resiliensi Korban Penyalahgunaan NAPZA terhadap kecenderungan Relapse adalah penelitian kuantitatif bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dukungan sosial terhadap resiliensi dan pengaruh resiliensi terhadap kecenderungan relapse korban penyalahgunaan NAPZA. Teori yang digunakan adalah teori resiliensi dari Reivitch & Shatte, teori dukungan sosial dari House dan Kahn dan kecenderungan relapse Responden penelitian sebanyak 66 orang yaitu klien yang sedang mengikuti rehabilitasi sosial pada PSPP Galih Pakuan, tidak mengalami dual diagnostik dan bersedia dijadikan responden penelitian. Alat pengumpulan data utama menggunakan angket untuk ketiga variabel yang diteliti dan untuk melengkapi data dilakukan observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis jalur (Path Analysis) Variabel penelitian meliputi dukungan sosial, resiliensi dan kecenderungan relapse. Variabel dukungan sosial dianalisis dengan dimensi, emosional, informasional, instrumental dan penilaian/penghargaan. Variabel resiliensi dianalisis dengan dimensi emotional regulation, optimism, impuls control, analysis causal, self efficacy, reaching out, dan emphaty. Variabel kecenderungan relapse dianalisis dengan dimensi anxiety and intention to use drug, emotional problem, compulsive for drug, positive expectancies and lack of control for drug, negative expectancies for drug dan insight into one’s own drug problem Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi korban penyalahgunaan NAPZA, semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi resiliensi dan resiliensi berpengaruh terhadap kecenderungan relapse korban penyalahgunaan NAPZA, semakin tinggi resiliensi maka semakin rendah kecenderungan relapse korban penyalahgunaan NAPZA. Pada penelitian ini ditemukan, dukungan sosial yang diberikan keluarga di persepsi negatif oleh klien sehingga dukungan sosial keluarga tidak meningkatkan resiliensi korban penyalahgunaan NAPZA. Berdasarkan temuan tersebut maka peneliti membuat sebuah rancangan model Psikoedukasi untuk meningkatkan dukungan sosial dan resiliensi korban penyalahgunaan NAPZA dengan tujuan menurunkan kecenderungan relapse klien setelah mengikuti proses rehabilitasi sosial.
  • Item
    PENGASUHAN SANTRI DI PESANTREN: STUDI KASUS DI PESANTREN SUNAN PANDANARAN, PESANTREN MUALLIMIN MUHAMMADIYAH DAN PESANTREN IBNUL QOYYIM, YOGYAKARTA
    (2020-08-14) ASEP JAHIDIN; Kanya Eka Santi; R. Nunung Nurwati
    Penelitian kualitatif ini mengkaji bagaimana sistem pengasuhan santri di pesantren melalui kasus di tiga pesantren: Pesantren Sunan Pandanaran, Pesantren Muallimin Muhammadiyah dan Pesantren Ibnul Qoyyim Yogyakarta. Tujuan penelitian untuk menganalisis isu konseptual mengenai pengasuhan kepada anak yang ditempatkan dalam lembaga yang menerapkan konsep boarding school sebagaimana yang dilakukan oleh pesantren. Pokok masalah tersebut kemudian di turunkan dalam dua sub analisis yaitu, bagaimana Pandangan pesantren terkait pengasuhan, bagaimana prosesserta dimensi apa saja yang ada dalam proses pengasuhan di pesantren terkait pemenuhan hak hak anak dalam pengasuhan mengingat situasi di pesantren berbeda dengan di keluarga. Penelitian dituntun oleh perspektif teori pengasuhan Skinner, Johnson dan Snyder dimana hasil pengumpulan data di lapangan dianalisis melalui teori enam dimensi pengasuhan yaitu; warmth (kehangatan), rejection (penolakan), structure (aturan kesepakatan), chaos (konflik), autonomy support (dukungan kebebasan), dan coercion (pemaksaan). Teknik pengumpulan data studi kasus ini dilakukan melalui wawancara mendalam kepada 26 informan yang terdiri dari perwakilan santri, pengasuh dan unsur pimpinan di tiga pesantren yang pemilihannya dilakukan dengan teknik purposive sampling, dilakukan juga penelusuran dan kajian dokumen, rekaman arsip, pemeriksaan terhadap perangkat fisik, observasi lapangan, observasi partisipan di tiga pesantren. Triangulasi dilakukan untuk memastikan keabasahan data. Adapun analisis data dilakukan melalui proses penyortiran dan klasifikasi data (Sort and Classify), pengkodean terbuka (open coding), pengkodean aksial (axial coding), pengkodean selektif (selective coding), interpretasi dan elaborasi (interpret and elaborate) dan penarikan kesimpulan. Temuan penelitian menunjukan bahwa pesantren memiliki pengasuh, memiliki pandangan dan nilai dasar pemikiran tentang pengasuhan, serta memiliki tujuan tujuan dalam mengasuh santri yang semua itu dijalankan dalam suatu proses sistem pengasuhan khas pesantren. Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa pengasuhan santri di pesantren mengunakan sistem pengasuhan yang berjenjang di dalam lingkungan pesantren dalam bentuk pengasuhan admnistratif keagamaan, pola seperti ini dilakukan untuk menghadapi situasi dan kondisi yang dialami pesantren, serta untuk menjamin pemenuhan hak dan kualitas pengasuhan kepada para santri di pesantren dalam lingkup budaya pesantren. Ditemukan adanya enam dimensi pengasuhan Skinner dalam proses pengasuhan di pesantren dan tiga dimensi lain disamping enam dimensi Skinner tersebut, yaitu dimensi spiritual keagamaan, dimensi administratif dan dimensi kemandirian
  • Item
    VOLUNTARISTIC ACTION DALAM PENGASUHANANAK DENGAN HIV/AIDS DI KOTA BANDUNG
    (2019-10-28) AYI HARYANI; Soni Akhmad Nulhaqim; Prihatini Ambaretnan
    HIV/AIDS sudah menimbulkan dampak yang sangat mengkhawatirkan terhadap kelangsungan hidup dan kesejahteraan sosial anak. Teori voluntaristik action Parsons dijadikan sandaran teori untuk menganalisa tindakan pengasuh dalam melaksanakan proses pengasuhan terhadap anak dengan HIV/AIDS di Kota Bandung.Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologisberdasarkan interpretasi, pengalaman dan pemaknaan pengasuh selama menjalankan proses pengasuhan anak dengan HIV/AIDS. Pengumpulan data menggunakan teknikwawancara mendalam, pengamatan, dan studi dokumentasi. Sumber data diperoleh dari pengasuh, pekerja sosial profesional, Warga Peduli AIDS (WPA),instansi pemerintah serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Hasil Penelitian, keberadaan orangtua kandung secara lengkapmenjadi suatu hal yang sulit untuk ditemukan bagi anak dengan HIV/AIDS. 13 dari 15 anak dengan HIV/AIDS sudah kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya. Mengambil tanggung jawab pengasuhan anak dengan HIV/AIDS diyakini semua pengasuh menjadi sumber “tekanan kewajiban” yang berdampak pada perubahan seluruh aspek kehidupan dalam keluarganya. Keyakinan pengasuh bahwa usia harapan hidup anak yang terinfeksi HIV rendah/pendek, biaya hidup dan pengobatan mahal, ketersediaan lembaga pelayanan khusus bagi pemenuhan kebutuhan dasar anak dengan HIV/AIDS secara kualitas maupun kuantitas sangat terbatas, serta konstruksi sosial terkait dengan HIV/AIDS di masyarakat sangat negatif, berpengaruh kuat terhadap tujuan dan tindakan pengasuhan anak yang dilakukannya.Menutup rapat-rapat status anak terhadap keluarga dan masyarakat, menarik diri dan anak dari keluarga dan kerabat, mencari tempat pengobatan yang jauh dari tempat tinggal, membatasi ruang interaksi anak dengan lingkungan, melakukan tindakan protektif pada anak, merupakan pilihan tindakan pengasuh untuk menghindari stigma dan diskriminasi yang dimaknai pengasuh sebagai sumber utama penghambat proses pengasuhan anak dengan HIV/AIDS. Situasi, kondisi, norma dan nilai pengasuhan bagi anak dengan HIV/AIDS dimaknai pengasuh menjadi “beban” dan berdeda dengan mengasuh anak-anak “normal’ lainnya. Kerangka teori voluntaristik actiondalam pengasuhan anak dengan HIV/AIDS, applicable untuk digunakandalam ilmu kesejahteraan sosial khususnyapada ranah praktek pekerjaan sosial tingkat mikro, dan peran lembaga-lembaga layanan dan kelompok pendamping bagi penderita HIV/AIDS sangat signifikan membantu mereka untuk memilih tindakan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan khusus anak.
  • Item
    Komunikasi Organisasi Pengelola Zakat dalam Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat di Jawa Barat
    (2017-09-05) HADIYANTO ABDUL RACHIM; R. Nunung Nurwati; Haryo Suhardi Martodirdjo
    ABSTRAK Penelitian ini berjudul : “Komunikasi Organisasi Pengelola Zakat Dalam Kerjasama Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Etos Komunikator Organisasi Pengelola Zakat sebagai Faith-Based Organization di Jawa Barat)”. Masalah penelitian ini terkait dengan komunikasi organisasi lembaga zakat dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat, dengan mengkaji bagaimana etos komunikator sebagai strategi komunikasi organisasi dapat menjadi sumber nilai yang mendorong kerjasama antar organisasi pengelola zakat (OPZ) dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh lembaga zakat di Jawa Barat. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik studi kasus dengan informan berasal dari lemabaga zakat BAZNAS Provinsi Jawa Barat dan LAZIS Dewan Da’wah Unit Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukan bahwa etos komunikator sebagai source of credibility dalam komunikasi organisasi pengelola zakat, bersumber dari komponen dasar Ajaran Islam, hokum positif, dan pedoman dasar organisasi pengelola zakat dan menjadi dasar yang memunculkan nilai-nilai organisasi yang diproses dari perilaku organisasi sebagai budaya organisasi atau sebagai norma-norma organisasi dan menjadi pemahaman organisasi dalam merancang kerjasama program pemberdayaan masyarakat. Aspek good will dan integrity berdasar Ajaran Islam lebih muncul dalam proses-proses formal organisasi. Sementara competence lebih muncul dalam proses-proses informal level terbatas dalam organisasi. Implementasi etos komunikator dalam komunikasi organisasi lembaga zakat dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat dengan demikian relatif bersifat formalistik verbal dibanding dapat menyentuh substansi perubahan keberdayaan masyarakat sebagaimana nilai-nilai organisasi yang dibangun dan bersumber dari etos komunikator pengurus organisasi zakat tersebut. Komunikasi organisasi lembaga pengelola zakat melalui strategi etos komunikator organisasi pengelola zakat BAZNAS yang langsung diinisiasi oleh pemerintah memiliki program pemberdayaan masyarakat lebih banyak bertumpu ke aspek personal power dan interpersonal power, yang ditandai dengan program-program bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dan pengembangan masyarakat. Sementara lembaga zakat yang diinisiasi masyarakat yaitu LAZ program pemberdayaan masyarakatnya memiliki penguatan ke aspek political power, yang ditandai dengan program pembinaan kader-kader dakwah yang ditujukan melakukan perubahan dalam masyarakatnya. Diperlukan penguatan nilai-nilai keterbukaan dan saling percaya dari pengelola zakat melaui etos komunikator organisasi pengelola zakat bahwa zakat harus menjadi gerakan perubahan mencapai kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan sesuai filosofi regulasi tentang zakat melalui optimalisasi kerjasama dan sinergi dalam pengelolaan zakat yang terintegrasi serta melakukan reformasi kelembagaan zakat yang lebih memenuhi tuntutan asas berkeadilan.